• (GFD-2024-15395) Benar, Klaim Mahfud MD Bahwa Food Estate Program Gagal

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita


    Calon Wakil Presiden nomor urut 03, Mahfud MD, menyatakan bahwa program food estate atau lumbung pangan yang dikerjakan Kementerian Pertahanan RI, merupakan proyek gagal. Dia mengatakan program itu tidak membuahkan hasil dan berdampak pada kerusakan lingkungan dan menyebakan kerugian bagi negara.
    “Tetapi saya tidak melihat pemerintah melakukan langkah-langkah untuk menjaga kelestarian lingkungan. Maka kami punya program petani, di laut jaya, nelayan sejahtera. Jangan seperti food estate yang gagal dan merusak lingkungan, yang bener aja, rugi dong kita,” katanya dalam Debat Cawapres Pilpres yang digelar KPU, Minggu 21 Januari 2024.
    Namun, benarkah klaim Mahfud bahwa food estate adalah program yang gagal?

    Hasil Cek Fakta


    Investigasi Tempo yang terbit 9 Oktober 2021 menemukan sejumlah masalah yang mendukung kesimpulan bahwa pelaksanaan program food estate menunjukkan kegagalan. Kondisi itu paling kentara di lokasi pengerjaan program di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
    Setidaknya 600 hektare hutan digunduli pada November 2020. Lalu lahan itu ditanami singkong. Namun, setelah enam bulan, tinggi pohon singkong hanya sampai selutut orang dewasa.
    Seorang petani di Desa Belanti Siam, Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulau Pisang, Kalimantan Tengah, yang bernama Heriyanto, mengikuti program food estate untuk menanam padi di wilayahnya.
    Sebelum mengikuti program itu, dia menghasilkan 5 sampai 6 ton gabah kering giling per hektare sekali panen. Namun, setelah mengikuti program food estate pemerintah, produktivitas sawahnya menjadi 700 kilogram gabah kering giling per hektare.
    Berita dalam format video dari BBC, juga secara jelas menggambarkan gagal panen program food estate, setelah melakukan pembabatan ratusan hektare hutan tersebut. Berita video Tempo juga menyatakan proyek tersebut menyebabkan banjir di desa sekitar.
    Dosen Hubungan Internasional, Universitas Islam Indonesia, Masitoh Nur Rohma mengatakan bahwa food estate yang dilaksanakan mulai 2020 di Kalimantan Tengah dengan luas 30.000 ha dari bekas proyek lahan gambut dengan komoditas padi dinyatakan gagal.
    Ada beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan itu. Pertama, karena terjadi pemaksaan perubahan pola tanam yang mengakibatkan gagal panen serta hasil produksi yang tidak maksimal untuk periode selanjutnya.
    Kedua, masih gagalnya implementasi kegiatan skema ekstensifikasi di kawasan pertanian yang tidak berjalan maksimal. Ketiga, pembukaan lahan yang dilakukan oleh pemerintah masih belum siap untuk ditanam karena masih banyak kayu dan akar yang tidak dibersihkan.
    “Empat, masih banyak saluran air tidak dibuat untuk jalur irigasi pertanian. Lima, tidak melibatkan masyarakat terkait pembangunan food estate sehingga masih banyak informasi yang terlewat dan kurangnya partisipasi dari masyarakat,” kata Masitoh, Minggu 21 Januari 2024. 
    Sementara program food estate yang dilaksanakan mulai 2021 di Kabupaten Gunung Mas, dengan luas 31.000 hektare berupa hutan produksi dengan komoditas singkong dan gandum, kata Masitoh, dinyatakan gagal juga dengan beberapa faktor.
    Pertama, belum ada skema terkait pembebasan lahan kepemilikan masyarakat. Kedua, perencanaan program perkebunan singkong di Gunung Mas masih belum optimal. Ketiga, kurangnya informasi dan tidak ada kajian terkait lingkungan yang komprehensif. Dan empat, tidak ada koordinasi antara Kementerian Pertahanan, Dinas Tanaman Pangan Hortikultura, dan Peternkan Provinsi Kalimantan Tengah.
    Demikian juga program food estate yang dilaksanakan mulai 2021 di Humbang Hasundutan, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, dan Pakpak Bharat, Sumatera Utara, dengan luas 30.000 hektare dalam bentuk lahan agrikultural kentang dengan komoditas bawang merah dan bawang putih, dinyatakan gagal.
    Faktornya, pertama, kondisi aksesibilitas menuju kawasan food estate curam dan masih berbahaya, terutama saat musim hujan. Kedua, tidak melibatkan petani dalam proses pengemban gan food estate. Tiga, masih ada persoalan lahan milik warga.
    “Empat, masih terdapat isu terkait adanya praktik mekanisme pertanian yang dilandasi investasi yang akan berdampak pada laju deforestasi,” kata Masitoh lagi.
    Dosen Fakultas Ilmu dan Bisnis, Universitas Padjajaran, Viktor Primana, juga membenarkan bahwa program food estate gagal. Dia menyatakan beberapa perkebunan pangan skala besar yang didirikan oleh pemerintah Indonesia di bawah program food estate, dilaporkan telah ditinggalkan.
    Dia menjelaskan investigasi lapangan pada tahun 2022 dan 2023 menemukan bahwa terdapat semak liar dan ekskavator yang ditinggalkan di lahan yang telah dibuka untuk singkong dan padi di provinsi Kalimantan Tengah. Para aktivis mengatakan kegagalan program ini sudah terlihat sejak awal, karena kurangnya penilaian dampak yang dilakukan sebelum memilih lokasi dan membuka hutan untuk tanaman yang tidak cocok dengan tanah.
    “Program ini mencerminkan Mega Rice Project pada pertengahan tahun 1990-an, yang gagal meningkatkan hasil panen dan menyebabkan kerusakan luas pada lahan gambut kaya karbon,” kata Viktor, Minggu 21 Januari 2024.

    Kesimpulan


    Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa klaim Mahfud MD yang menyatakan program food estate yang dilaksanakan Kementerian Pertahanan, merupakan proyek gagal, adalah benar.
    Tinjauan di lapangan dan wawancara oleh berbagai pihak membuktikan proyek tersebut gagal, tidak membuahkan panen sebagaimana yang diharapkan, merusak hutan, serta menyebabkan bencana banjir.
    **Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
    Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 19 media di Indonesia.

    Rujukan

  • (GFD-2024-15394) Sebagian Benar, Klaim Mahfud MD bahwa Deforestasi Indonesia Mencapai 12,85 Juta Ha, Lebih Luas dari Korea Selatan

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita


    Calon Wakil Presiden nomor urut 3, Mahfud MD mengatakan deforestasi Indonesia mencapai 12,85 juta ha, lebih luas dari Korea Selatan dan 23 kali luas Pulau Madura dalam 10 tahun terakhir. 
    “Data 10 tahun terjadi deforrestasi 12,85 juta ha. itu lebih luas dari Korsell dan 23 kali luasnya Pulau Madura di mana saya tinggal. ini deforestrasi dalam 10 tahun terakhir. mencabut itu banyak mafianya saya sudah mengirim tim 8 sudah putusan MA. untuk pertambahangan di indnesia banyak sekali ilegal dan diback ing oleh aparat,” kata Mahfud dalam Debat Kandidat oleh KPU, Minggu 21 Januari 2024. 

    Hasil Cek Fakta


    Menurut Peneliti Sajogyo Institute Kiagus M Iqbal, data yang disampaikan Mahfud MD mendekati dengan data yang disediakan oleh  Global Forest Watch (GFW), sebuah aplikasi web sumber terbuka untuk memantau hutan global secara real-time. GFW merupakan inisiatif dari World Resources Institute, dengan mitra-mitra termasuk Google, USAID, University of Maryland, Esri, Vizzuality, dan banyak organisasi akademis, nirlaba, publik, dan swasta lainnya.
    Sesuai data GFW itu, dalam rentang 2001-2022 Indonesia mengalami deforestasi hingga 29,4 juta hektar. Sedangkan dalam sepuluh tahun (2012-2022), Indonesia telah mengalami deforestasi 15,848 juta ha atau 158.480 km2
    Jika dibandingkan dengan wilayah Korea Selatan seluas 100,210 km². Artinya, deforestasi Indonesia memang lebih luas dari Korea Selatan.
    Jika dibandingkan dengan luas Pulau Madura yakni 5,379 km², yang berarti luas deforestasi Indonesia sekitar 29 kali luas Pulau Madura.
    Sedangkan menurut Direktorat Informasi dan Data dari Auriga Nusantara, Adhitya Adhyaksa, deforestasi dalam rentang 2013-2022 ialah sebesar 3,8 juta hektare mengacu data BPS
    Tempo memeriksa situs BPS tersebut yang menyediakan data deforestasi netto Indonesia secara tahunan, dari tahun 2013 sampai 2022. Setelah dihitung, didapati jumlah 3.840.835,8 hektare luas deforestasi Indonesia dalam jangka waktu tersebut. 

    Kesimpulan


    Klaim Mahfud MD tersebut sebagian benar. 
    **Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
    Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 18 media dan 8 panel ahli di Indonesia

    Rujukan

  • (GFD-2024-15393) Sebagian benar, Klaim Muhaimin Iskandar 13.000 Desa Maju dan Mandiri

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita


    Calon Wakil Presiden nomor urut 1, Muhaimin Iskandar mengatakan, sudah 13.000 desa sudah maju dan mandiri.
    “Sejak kita mengawali UU Pembangunan Desa. Dana desa yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Hari ini sudah 13.000 desa sudah maju ada mandiri. Nanti kita naikkan lagi anggaran ada kehidupan ekonomi melalui Bumdes, pertanian, peternakan, ekonomi kreatif,” kata Muhaimin dalam Debat Kandidat KPU, Minggu 21 Januari 2023.
    Benarkah klaim tersebut?

    Hasil Cek Fakta


    Romauli Panggabean dari Koalisi Sistem Pangan Lestari, menyampaikan berdasarkan I ndeks Desa Membangun (IDM) dari kementerian desa terlihat bahwa desa yang masuk kategori desa maju mencapai 23.030, lebih tinggi dari 13 ribu desa pada tahun 2023. Indeks tersebut dibentuk dari Indeks Ketahanan Sosial, Indeks Ketahanan Ekonomi, dan Indeks Ketahanan Ekologi. 
    Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) RI, Abdul Halim Iskandar, mengatakan  jumlah desa maju meningkat menjadi 23.035 desa pada 2023 dibandingkan tahun sebelumnya yang sebanyak 20.249 desa.
    Sedangkan jumlah desa berkembang pada tahun 2023 tercatat menurun menjadi 28.766 dari tahun sebelumnya 33.902. Begitu juga desa tertinggal turun menjadi 7.154 desa dan sangat tertinggal tersisa 4.850 desa.
    Jumlah desa dengan status mandiri di Indonesia meningkat menjadi 11.456 desa dari sebelumnya 6.238 di tahun 2022.
    Ia mengatakan, IDM menjadi ruang bagi pemerintah untuk melakukan intervensi dalam proses pembangunan desa. Upaya ini dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat sesuai karakteristik wilayah desa, yaitu tipologi dengan modal sosial, modal ekonomi dan modal lingkungan.
    "IDM itu dibentuk dari tiga indeks komposit yaitu indeks ketahanan sosial yang terdiri modal sosial, kesehatan, pendidikan dan permukinan. Indeks selanjutnya yakni ketahanan ekonomi dan ketahanan ekologi desa," paparnya dikutip dari Antara.
    Dari data IDM 2023 juga diketahui terdapat sejumlah provinsi yang mengalami kenaikan desa mandiri dan tidak lagi memiliki lagi desa tertinggal dan sangat tertinggal.
    "Contohnya Provinsi Bali. Desa mandiri pada tahun 2023 naik menjadi 502 desa dari sebelumnya 386 desa pada tahun 2022," kata Gus Halim, demikian ia biasa disapa.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta, klaim sudah 13.000 desa maju dan mandiri adalah sebagian benar.
    **Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
    Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 18 media dan 8 panel ahli di Indonesia

    Rujukan

  • (GFD-2024-15392) Belum Ada Bukti, Klaim Gibran soal Biodiesel B35 dan B40 Turunkan Impor Minyak dan Lebih Ramah Lingkungan

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita


    Cawapres nomor urut 2 untuk Pilpres 2024, Gibran Rakabuming Raka, menyatakan bahwa Biodiesel B35 dan B40 telah terbukti menurunkan impor minyak dan mendorong nilai tambah dan lebih ramah lingkungan.
    “Kita harus mendorong transisi menuju energi hijau. Kita tidak boleh lagi ketergantungan pada energi fosil. Kita dorong terus energi hijau berbasis bahan baku nabati, bioetanol, bioavtur, biodiesel. Sekarang sudah terbukti dengan B35 B40 sudah mampu menurunkan nilai impor minyak dan mendorong nilai tambah dan lebih ramah lingkungan,” kata Gibran saat debat cawapres Pemilu 2024 yang digelar KPU, Minggu, 21 Januari 2024.

    Hasil Cek Fakta


    Belum ada bukti yang menunjukkan bahwa impor minyak di Indonesia turun karena B35 dan B40. Indonesia baru meluncurkan program Biodiesel 35 persen atau B35 pada Rabu, 1 Februari 2023. B35 adalah campuran minyak sawit (CPO) 35 persen dengan minyak solar 65 persen. Sementara untuk penerapan B40 baru akan dilakukan pada 2024. 
    Namun data dari Badan Pusat Statistik (BPS), impor minyak mentah RI selama Januari-Agustus 2023 tercatat mencapai 11,42 juta ton, melejit 17% dibandingkan periode yang sama pada Januari-Agustus 2022 yang mencapai 9,77 juta ton.
    Data yang diolah oleh KataData dari BPS pada September 2023 Indonesia mengimpor minyak mentah 1,88 juta ton, meningkat 29% dibanding September tahun lalu (year-on-year/yoy).
    Dengan demikian, total volume impor minyak Indonesia (gabungan impor minyak mentah dan hasil minyak) pada September 2023 mencapai 4,08 juta ton. Angka itu bertambah sekitar 10% dibanding September tahun lalu (yoy).
    B35 juga mempunyai masalah terhadap lingkungan. Sejumlah masyarakat sipil menyoroti bahwa bahan bakar nabati yang digunakan sebagai campuran biodiesel di Indonesia masih sangat bergantung pada minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).  Dampak tersebut antara lain:
    1. Peningkatan kadar CPO untuk campuran biodiesel akan menyebabkan munculnya tarik menarik kebutuhan bahan baku ini antara industri pangan versus industri energi. Alokasi CPO yang tidak seimbang bisa memicu kelangkaan pasokan untuk pangan, seperti kasus kelangkaan minyak goreng pada tahun 2022.
    2. Sepanjang 2014-2022, peningkatan permintaan biodiesel berbasis CPO berbanding lurus dengan peningkatan luasan kebun kelapa sawit. Hal itu didasarkan pada penelitian berjudul Biofuels Development and Indirect Deforestation (2023). Pada periode tersebut terjadi peningkatan 4,25 juta hektare lahan sawit.
    3. Alih-alih menurunkan emisi, pengembangan biodiesel yang bergantung pada minyak kelapa sawit justru berpotensi meningkatkan emisi akibat ekspansi lahan sawit untuk memenuhi kebutuhan energi baru tersebut.

    Kesimpulan


    Berdasarkan verifikasi Tempo, bisa disimpulkan bahwa menyatakan terbukti B35 dan B40 sudah menurunkan impor minyak dan mendorong nilai tambah dan lebih ramah lingkungan adalahbelum ada bukti.
    Program biodiesel 35 masih dihantui berbagai tantangan, seperti kondisi infrastruktur yang belum merata, skema pemberian insentif yang justru membebani APBN, dan mengancam kerusakan lingkungan.
    **Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
    Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 18 media di Indonesia dan 8 panel ahli di Indonesia

    Rujukan