(GFD-2024-15399) Cek Fakta: Cak Imin Sebut 16 Juta Petani Hanya Miliki Tanah Setengah Hektar, Benarkah?
Sumber: liputan6.comTanggal publish: 21/01/2024
Berita
Liputan6.com, Jakarta- Calon Wakil Presiden nomor urut satu Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menyebut 16 juta petani hanya memiliki tanah setengah hektar.
Pernyataan Cak Imin tersebut dilontarkan saat debat cawapres, pada Minggu (21/1/2024).
Berikut pernyataan Cak Imin dalam debat cawapres.
"Selamat malam salam sejahtera untuk kita semua. KH Hasyim Ashari, pendiri NU mengatakan petani adalah penolong negeri. Akan tetapi hari ini kita menyaksikan negara dan pemerintah abai terhadap nasib petani dan nelayan kita.
Hari ini kita menyaksikan bahwa hasil sensus BPS pertanian kita bahwa sepuluh tahun terakhir ini telah terjadi jumlah petani rumah tangga gurem, rumah tangga petani gurem berjumlah hampir 3 juta. Ini artinya 16 juta rumah tangga petani hanya memiliki tanah setengah hektar."
Penelusuran Fakta
Menurut Hasil Pencacahan Sensus Pertanian BPS (2023), jumlah petani gurem meningkat dari 14.248.864 RTUP (2022) menjadi 16.891.120 RTUP. Petani gurem merupakan petani yang menguasai di bawah 0,5 hektar. Namun, tidak diketahui berapa rerata luas tanah dari lapis RTUP Gurem.
Artikel data berjudul "Jumlah Petani Gurem Indonesia Naik 18 persen dalam 10 Tahun Terakhir" yang dimuat databoks.katadata.co.id menyebutkan, jumlah petani gurem berdasarkan sensus pertanian 2023 sebesar kurang lebih 17 juta petani. Selama 10 tahun memang telah terjadi kenaikan jumlah petani gurem dari 14,25 juta menjadi 16,89 juta.
Karena kenaikan tersebut terindikasi kalau kepemilikan lahan pertanian semakin sempit, namun blm disebutkan beberapa hektar.
Hasil Cek Fakta
Rujukan
(GFD-2024-15398) Cek Fakta: Klaim Cadangan Nikel Indonesia Terbesar di Dunia, Timah Terbesar Kedua
Sumber: liputan6.comTanggal publish: 21/01/2024
Berita
Liputan6.com, Jakarta - Calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka menyebut bahwa cadangan nikel Indonesia merupakan yang terbesar di dunia. Selain itu, Gibran juga mengatakan, cadangan timah Indonesia terbesar kedua di dunia.
Hal ini disampaikan Gibran saat memaparkan visi-misinya dalam acara debat cawapres di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Minggu (21/1/2024).
"Indonesia punya sumber daya alam yang sangat kaya, di antaranya kita punya cadangan nikel terbesar di dunia. Timah, terbesar nomor dua," kata Gibran.
Dikutip dari artikel berjudul "Deretan Negara Penghasil Nikel Terbesar di Dunia pada 2022, Indonesia Nomor Satu!" yang dimuat situs databoks.katadata.co.id ada 2 Maret 2023, Indonesia menempati posisi pertama sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia.
Prospek nikel di masa depan bisa dibilang cukup cerah. Komoditas ini merupakan bahan baku penting dalam pembuatan baterai pada industri kendaraan listrik (EV), yang industrinya tengah tumbuh secara eksponensial.
Menurut laporan Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), produksi nikel di dunia diperkirakan mencapai 3,3 juta metrik ton pada 2022. Jumlah itu meningkat 20,88% dibandingkan pada 2021 yang sebanyak 2,73 juta metrik ton.
Dalam laporan tersebut, Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia pada 2022. Total produksinya diperkirakan mencapai 1,6 juta metrik ton atau menyumbang 48,48% dari total produksi nikel global sepanjang tahun lalu.
Selanjutnya, ada Filipina yang berada di peringkat kedua dengan produksi nikel sebesar 330 ribu metrik ton. Lalu, total nikel yang diproduksi dari Rusia tercatat sebesar 220 ribu metrik ton.
Berikutnya, produksi nikel di Kaledonia Baru dan Australia masing-masing sebesar 190 ribu metrik ton dan 160 ribu metrik ton.
Selain unggul sebagai produsen, Indonesia tercatat sebagai pemilik cadangan nikel terbesar di dunia pada 2022 yakni mencapai 21 juta metrik ton. Posisinya setara dengan Australia. Ada pula Brasil sebagai pemilik cadangan nikel terbesar dunia berikutnya sebanyak 16 juta metrik ton.
Berikut daftar negara produsen nikel terbesar dunia pada 2022:
Selain itu, mengenai cadangan Timah, Indonesia berada di peringkat kedua. Informasi ini dikutip dari artikel berjudul "Ini 5 Negara Penghasil Timah Terbesar di Dunia Ada Indonesia" yang dimuat situs kabar24.bisnis.com pada 17 September 2022.
Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana untuk menghentikan kegiatan ekspor timah, khususnya yang berbentuk balok hasil pemurnian (timah ingot) pada akhir 2022. Hal itu sebagai tindak lanjut atas arahan Presiden Joko Widodo untuk membangun hilirisasi serta industri berbasis energi baru terbarukan (EBT).
Rencana laporan ekspor timah oleh Indonesia otomatis akan mempengaruhi stok dunia. Sebab, Indonesia merupakan salah satu produsen timah terbesar di dunia. Pada tahun 2021, konsumsi timah global mencapai 390,9 ribu ton, yang 48 persennya digunakan sebagai solder pada industri elektronik dan 17 persen sebagai timah kimia untuk keperluan industri keramik, kaca dan lain-lain.
Berikut ini adalah beberapa negara penghasil timah terbesar di dunia yang sudah dilansir dari berbagai sumber:
1. China
Produksi pertambangan di negara Cina pada tahun 2021 mencapai 91 ribu ton. Pada tahun sebelumnya, negeri tirai bambu ini memproduksi timah hingga 84 ribu ton. Artinya jika dibandingkan pada tahun 2020, produksi timah di negara Cina mulai mengalami pertumbuhan 8,33 persen. Cadangan timah milik Cina saat ini mencapai 1,1 juta ton. Itu menjadikannya sebagai negara penghasil timah terbesar di dunia.
2. Indonesia
Produksi tambah timah di negara Indonesia pada tahun 2021 mencapai 71 ribu ton. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, produksi timah di Indonesia hanya 53 ribu ton, yang artinya mengalami peningkatan 33,9 persen. Adapun cadangan untuk timah Indonesia yang telah diketahui, angkanya mencapai 800 ribu ton.
3. Myanmar
Negara tetangga Indonesia ini pada tahun 2021 berhasil menambang timah sebanyak 28 ribu ton. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, penurunannya mencapai 3,45 persen. Cadangan timah milik Myanmar saat ini mencapai 700 ribu ton yang artinya masih banyak lagi yang belum dieksplorasi.
4. Kongo
Kongo memiliki tambang timah di wilayah Walikale yang Bernama Bisie. Tambang Bisie didirikan setelah seorang pemburu menemukan kasiterit disana. Tambang tersebut sebelumnya merupakan sumber illegal dari sekitar 15 ribu ton timah, atau 4 persen dari produksi global. Pada tahun 2016, produksi timah di negara Kongo adalah sebesar 5.200MT yang mana jumlah turun lebih dari 18 persen dibandingkan dengan 6.400MT pada tahun 2015.
5. Thailand
Pada awal tahun 1970-an, rata-rata produksi timah Thailand adalah sebesar 29.000 ton per tahun. Pada pertengahan 1970-an, jumlah tersebut turun menjadi 22 ribu ton, disusul pada tahun 1980 naik menjadi 46 ribu ton, dan pada tahun 1985 produksi timah turun menjadi sekitar 23 ribu ton. Meskipun produksinya yang melimpah, industri pertambangan timah telah menghasilkan sejumlah kontroversi politik, kerusuhan sosial dan aktivitas illegal sejak tahun 1970-an hingga pertengahan 1980-an.
Hasil Cek Fakta
(GFD-2024-15397) Sebagian Benar, Klaim Muhaimin Iskandar Industri Nikel Lebih Banyak Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 21/01/2024
Berita
Calon Wakil Presiden nomor urut 1, Muhaimin Iskandar, mengatakan industri nikel lebih banyak mempekerjakan tenaga kerja asing daripada tenaga kerja Indonesia
"Saya setuju bahwa potensi sumber daya alam kita harus terus kita promosikan. Tetapi harap dicatat. Gara-gara kita mengeksplorasi nikel ugal-ugalan, lalu hilirisasi tanpa mempertimbangkan ekologi, mempertimbangkan sosialnya, buruh kita diabaikan, malah banyak tenaga kerja asing, dan juga yang terjadi korban kecelakaan. Di sisi yang lain, pemasukan kita dari nikel kita juga sangat kecil. Ini menjadi pertimbangan. Dan yang paling parah, Nikel kita berlebih produknya," kata Muhaimin dalam Debat Kandidat KPU, Minggu 21 Januari 2023.
Benarkah klaim tersebut?
Hasil Cek Fakta
Analis senior Climateworks Centre, Fikri Muhammad, mengatakan berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dirilis pada 21 Desember 2021 lalu, total tenaga kerja asing (TKA) di sektor pertambangan mineral dan batubara, termasuk di smelter, RI tercatat mencapai 5.355 orang.
Sementara tenaga kerja Indonesia (TKI) tercatat mencapai 244.945 orang. Total tenaga kerja bekerja di sektor pertambangan, termasuk smelter, di Indonesia mencapai 250.300 orang.
Artinya, jumlah tenaga kerja asing di sektor pertambangan dan juga smelter di Tanah Air sekitar 2,1% dari total tenaga kerja di sektor ini. Sedangkan tenaga kerja Indonesia masih mendominasi hingga 97,9%.
Namun memang dari total TKA tersebut, benar bahwa paling banyak bekerja di Usaha Pertambangan (IUP) OPK Olah Murni Mineral atau smelter, yakni mencapai 2.270 orang dari total tenaga kerja di smelter mencapai 21.688 orang. Artinya, TKA di bidang smelter ini mencapai 10,5%. Sedangkan jumlah TKI di bidang olah murni mineral ini tercatat mencapai 19.418 orang."
Direktur Penerimaan Minerba Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, mengatakan bahwa pemerintah masih memprioritaskan tenaga kerja lokal, sesuai dengan Undang-Undang No.3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
"Dalam hal tidak terdapat tenaga kerja setempat dan atau nasional yang memiliki kompetensi dan atau kualifikasi yang dibutuhkan, badan usaha dapat menggunakan tenaga kerja asing dalam rangka alih teknologi dan atau alih keahlian," tuturnya.
Selain itu, menurutnya badan usaha wajib memberikan pendidikan dan pelatihan serta meningkatkan kompetensi tenaga kerja, sesuai aturan dalam Peraturan Menteri ESDM No.25 tahun 2018 dan Peraturan Menteri ESDM No.26 tahun 2018.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta, klaim industri Nikel lebih banyak mempekerjakan Tenaga Kerja Asing adalah sebagian benar.
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 18 media dan 8 panel ahli di Indonesia
Rujukan
(GFD-2024-15396) Keliru, Klaim Gibran Rakabuming soal 1,5 Juta Hektare Hutan Adat yang Sudah Diakui
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 21/01/2024
Berita
Cawapres nomor urut 2 untuk Pilpres 2024, Gibran Rakabuming Raka, menyampaikan bahwa sekarang ini ada 1,5 juta hektare hutan adat yang sudah diakui.
“Sebagai seorang ahli hukum, Prof Mahfud pasti paham bahwa RUU Masyarakat Adat ini masih kita usahakan untuk didorong. Sekarang juga sudah ada Perpres 28 tahun 2023, ini sudah ada 1,5 juta hektare hutan adat yang sudah diakui. Kuncinya ke depan memang perbanyak dialog dengan tokoh adat dan tokoh masyarakat setempat,” kata Gibran saat debat cawapres Pemilu 2024 yang digelar KPU, Minggu, 21 Januari 2024.
Hasil Cek Fakta
Data dari Kompas.id, sejak 2016 hingga Desember 2023, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) baru menetapkan 244.195 hektare hutan adat dalam 131 surat keputusan. Itu menaungi 76.079 masyarakat adat pada 20 provinsi.
Sementara per November 2023, pihaknya mencatat 232 produk hukum daerah terkait pengakuan masyarakat dan wilayah adat. Bentuknya berupa SK bupati, peraturan bupati, perda provinsi, SK gubernur, maupun peraturan gubernur.
Peneliti Sajogyo Institute, Kiagus M. Iqbal menyampaikan bahwa menurut laporan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (2022), pengakuan hutan adat hingga tahun 2022 hanya 148.488 ha saja.
Sedangkan, menurut BRWA dan Direktur Advokasi dan HAM AMAN, Muhammad Arman, hutan adat yang sudah ditetapkan melalui SK per Agustus 2023 baru mencapai 221.648 ha.
Peneliti Queensland University, Udiana Puspa Dewi, menilai kepemilikan tanah oleh masyarkat adat menjadi bagian dari RUU Masyakarat Adat. Namun hingga kini RUU tersebut masih dalam status pembicaraan tingkat 1, tanpa ada kejelasan.
“Hal ini merupakan wujud marginalisasi hak dasar masyarakat adat yang diakibatkan oleh ketidakjelasan hak kepemilikan tanah secara hukum dan minimnya sosialisasi terkait dasar-dasar hukum agraria dari pemerintah pusat,” kata Udiana.
Kesimpulan
Berdasarkan verifikasi Tempo, bisa disimpulkan bahwa sekarang ini ada 1,5 juta hektare hutan adat yang sudah diakui adalahkeliru.
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, luas indikatif hutan adat seluas 836.141 hektare yang diakui. Marginalisasi hak dasar masyarakat adat diakibatkan oleh ketidakjelasan hak kepemilikan tanah secara hukum
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 18 media di Indonesia dan 8 panel ahli di Indonesia
Rujukan
Halaman: 2778/6014