• (GFD-2023-14579) Jelang Pemilu 2024, AMSI Gelar Pelatihan Cek Fakta di Sumbar

    Sumber:
    Tanggal publish: 08/11/2023

    Berita

    Padang – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menggelar pelatihan cek fakta di Kota Padang, Sumatera Barat. Pelatihan yang melibatkan 30 jurnalis dari berbagai daerah di sumatera ini berlangsung selama tiga hari sejak Selasa 7 November hingga Kamis 9 November 2023.

    Pelatihan cek fakta ini merupakan kegiatan kolaborasi antara AMSI, AJI, dan MAFINDO yang didukung oleh Google News Initiative dalam upaya melawan hoaks dan membersihkan ruang digital dari disinformasi dan misinformasi.

    Peserta pelatihan adalah jurnalis dan editor dari Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Riau, Sumatera Barat, Bengkulu dan Sumatera Selatan.

    Selain di Sumatera Barat, pelatihan Cek Fakta juga digelar di beberapa wilayah lain seperti di Jakarta, Surabaya, Makassar, dan Bali.

    Kegiatan kali ini dihadiri wasekjen AMSI, Yuli Sulistiawan, koodinator wilayah AMSI Sumatera Muhammad Zuhri, dan ketua AMSI Sumatera Barat Andri El Faruqi. Dua trainer berlisensi google, Nila Ertina (Pemimpin Redaksi Wongkito) dan Andre Yuris (Jurnalis Tempo) menjadi fasilitator dalam kegiatan ini.

    Wakil sekjen AMSI Yuli Sulistiawan mengatakan, pelatihan cek fakta adalah salah satu komitmen AMSI dalam membersihkan ruang-ruang digital dari disinformasi dan misinformasi. Ini adalah bagian dari komitmen koalisi cek fakta yang sudah ada sejak 2018.

    “Cek fakta ini, bagaimana teman-teman bisa menggunakan tools dan menghasilkan karya cek fakta dalam melawan disinformasi dan misinformasi,” terangnya.

    Wasekjen AMSI menjelaskan, pelatihan cek fakta juga bertujuan untuk mengembangkan kemampuan para peserta untuk dapat menghasilkan karya berkualitas yang bisa melawan hoaks, sehingga masyarakat bisa mendapat informasi yang sehat, terutama dalam menghadapi Pemilu 2024.

    “Dengan upaya kolaboratif ini mudah-mudahan kita bisa berkontribusi supaya pemilu betul-betul menjadi tempat pertarungan ide yang substantif, sebuah kompetisi demokrasi yang memungkinan warga memilih dan mendapatkan informasi yang akurat dan kredibel,” tegasnya.

    Dalam pelatihan cek fakta, para jurnalis memperoleh pelatihan utk mengenali teknik produksi prebunking serta debunking dalam upaya membendung hoaks.

    “Tentu tidak hanya di pemilu, di luar pemilu, sampah-sampah digital ini juga banyak. Jadi ini perlu kita bersihkan dengan cek fakta,” tegas Yuli.

    Membersihkan ruang digital dari hoaks, disinformasi, dan misinfirmasi terutama jelang pemilu 2024 menjadi krusial, karena demokrasi yang sehat dan pemilu yang berkualitas diharapkan akan memunculkan para pemimpin yang tepat untuk memimpin negeri.

    Hasil Cek Fakta

    Rujukan

  • (GFD-2023-14578) Diskusi Bulanan Koalisi Cek Fakta: Tren Hoaks di Seputar Pendaftaran Capres

    Sumber:
    Tanggal publish: 27/10/2023

    Berita

    Jakarta – Selama Oktober 2023 isu politik terkait pemilu menjadi topik hangat yang menjadi perbincangan public. Mulai dari soal putusan Mahkamah Konstitusi terkait Batasan umur calon, menkopolhukam Mahfud MD yang resmi menjadi cawapres mendampingi Ganjar Pranowo, hingga soal Gibran Rakabuming Raka, putra sulung presiden Jokowi yang akhirnya juga resmi menjadi cawapres mendampingi Prabowo Subianto. Jumlah perbincangan terkait isu tersebut bahkan hampir mencapai 900 ribu di media social.

    Dari banyaknya isu yang menjaid perbincangan hangat di public ada beberapa isu yang terindikasi misinformasi dan disinformasi, yang menyerang para kandidat bahkan penyelanggara pemilu seperti soal tidak akan adanya tahapan debat capres-cawapres dan desain surat suara pilpres yang beredar.

    Menurut pemimpin redaksi liputan6.com Irna Gustiawati dalam diskusi bulanan koalisi cek fakta, meski sudah terlihat banyak hoaks, namun saat ini belum ada hoaks yang dampaknya bisa menimbulkan permusuhan di masyarakat atau persekusi bagi kelompok minoritas.

    “Permasalahan itu pernah terjadi di Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 atau pilpres 2019, dan pilkada di masa pandemik,” kata Irna.

    Dikatakan pula, upaya media dan pemeriksa fakta dalam memerangi hoaks jauh lebih baik dengan sajian verifikasi data dan fakta secara sistematis melalui berbagai platform. Turunnya jumlah produksi hoaks juga disinyalir karena kesadaran netizen dan masyarakat akan risiko, jika mereka memproduksi atau menyebarkan hoaks.

    Namun, Irna mengingatkan agar waspada, karena dampak buruk dari hoaks yang sangat dahsyat berpotensi muncul di masa kampanye dan jika ada putaran ke-2 pilpres.

    Dalam diskusi bulanan cek fakta, Sekjen Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Ika Ningtyas juga mengingatkan bahwa politisasi identitas dengan memproduksi misinformasi dan disinformasi sudah menjadi senjata atau cara sejak pemilu 2014 dan 2019.

    “Jika itu digunakan untuk menyerang kelompok minoritas ini menjadi misinformasi/disinformasi yang paling berbahaya,” tegasnya.

    Menurut Ika Ningtyas, berbagai bentuk monitoring informasi dan hoaks perlu diperbanyak agar menjadi alert awal untuk mengetahui apakah ada potensi narasi misinformasi/disinformasi yang membahayakan publik.

    Di pemilu 2024 yang sudah di depan mata, jumlah pemlih pemula dan generasi muda memiliki peran penting karena jumlahnya menjadi mayoritas pemilik suara. Mereka yang disebut digital native sangat rentan terpapar hoaks yang memang banyak beredar di media sosial. Menurut direktur riset Poltracking Indonesia Arya Budi, berdasarkan riset yang dilakukan di bulan September, konten media sosial menjadi faktor penentu yang paling mempengaruhi pilihan. Facebook, Instagram, dan TikTok dianggap 3 platform yang paling berpengaruh diikuti youtube dan twitter.

    Kerja-kerja media, kolaborasi dan peningkatan literasi sudah banyak dilakukan. Namun, satu hal yang masih menjadi persoalan adalah bagaimana membongkar jaringan para buzzer atau produsen hoaks. Kerja-kerja nyata yang dilakukan media dan pemeriksa fakta harus berkelanjutan dan relevan untuk melindungi publik dari hoaks. Seperti kata ketua umum AMSI Wahyu Dhyatmika dalam sambutannya,”tujuan besar dari program cek fakta adalah memastikan proses pemilu yang sudah berjalan ini tidak diganggu oleh disinformasi dan misinformasi”.

    Diskusi bulanan cek fakta merupakan kegiatan koalisi cek fakta yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), MAFINDO, dan 25 media yang tergabung dalam koalisi.

    Hasil Cek Fakta

    Rujukan

  • (GFD-2023-14577) Seri #2 Diskusi Koalisi Cek Fakta : Jurnalis dan Media Bisa Terjebak Hoaks Jika Tak Patuhi Elemen Kerja Jurnalisme

    Sumber:
    Tanggal publish: 28/09/2023

    Berita

    Jakarta, Hoaks, disinformasi dan misinformasi selama ini bertebaran di media sosial dan acapkali disebarkan oleh orang awam, tidak sengaja, tidak tahu, atau pun loyalis maupun kelompok yang disebut buzzer. Namun, sejumlah hoaks, atau kabar bohong belakangan juga diproduksi, dipublikasi, dan direduplikasi oleh jurnalis. Penyebabnya karena adanya pelanggaran atau ketidaktaatan jurnalis terhadap kode etik dan kepatuhan pada elemen peran jurnalisme. Padahal, tugas dasar jurnalis sebenarnya adalah kerja memeriksa fakta. Kenyataan ini tentu saja memprihatinkan karena dapat menurunkan kepercayaan publik kepada media.

    Demikian benang merah diskusi bulanan seri kedua yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) yang tergabung dalam koalisi cek fakta, serta didukung penuh oleh Google News Initiative, pada Rabu 27 September 2023.

    Diskusi secara daring ini menghadirkan FX LIlik Dwi Mardjianto, kandidat doktor dari Universitas Canberra, Australia yang juga peneliti media Universitas Multimedia Nusantara Banten, Uni Lubis, Pemimpin Redaksi IDNTimes, Septiaji Eko Nugroho, Ketua Presidium Mafindo, serta diawali pemaparan hasil media monitoring berbasis Artificial Intelligence (AI) oleh Oleg Widijoko, GM lembaga riset dan media monitoring Binokular.

    “Banyak hoaks diproduksi bahkan dari jurnalis sendiri, penyebabnya adalah pelanggaran terhadap elemen peran jurnalisme. Inkonsistensi penerapan peran-peran jurnalistik ini akan membuat tingkat kepercayaan terhadap jurnalisme turun,” ujar FX Lilik Dwi Mardjianto kandidat doktor Universitas Caberra yang juga peneliti media dari Universitas Multimedia Nusantara, UMN Banten pada diskusi bulanan yang digelar secara daring.

    Menurut Lilik,dari riset yang dilakukan, publik sebenarnya punya harapan yang sangat tinggi terhadap peran jurnalis dan media sebagai penjernih ruang informasi publik sekaligus sumber berita yang kredibel menjadi rujukan. Karena adanya sejumlah praktik ketidakakuratan reportase, penjagaan editorial yang lengah,pelanggaran elemen tren kepercayaan terhadap jurnalisme saat ini jadi turun.

    “Harapan publik terhadap peran jurnalistik sangat tinggi. Kritik saya ini adalah bagian dari kecintaan saya kepada jurnalisme, khususnya jurnalisme di Indonesia ,” tambah Lilik,

    GM Product lembaga riset dan media monitoring Binokular, Oleg Widyoko dalam pemaparannya menyebutkan temuan Binokular terkait isu hoaks yang terjadi dalam kurun waktu Juli hingga September 2023. Menurut Oleg, hoaks yang ditemukan pada periode ini masih mengarah pada kandidat capres, khususnya Ganjar Pranowo dan Prabowo. Selain itu, Anggota Tim 8 Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Sudirman Said juga menjadi sasaran hoax terkait batalnya penunjukan AHY sebagai Cawapres Anies Baswedan.

    “Ada enam tipe hoaks yang tercapture berdasar media monitoring berbasis kecerdasan buatan Binokular seputar bacapres.Tipe-tipe itu berupa kabar palsu. foto editan, informasi keliru, narasi foto, narasi video, dan pemotongan video,” jelas Oleg.

    Menurut Oleg, Disinformasi yang bersumber dari platform media sosial merembes ke forum-forum personal seperti whatsapp group dan lainnya Upaya yang dilakukan koalisi cek fakta sudah baik dilaksanakan, namun sebagai filter hoaks di ranah personal di pemilu 2024 tentunya masih banyak tantangannya,” tambah Oleg

    Septiaji Eko Nugroho, Ketua Presidium Mafindo (Masyarakat Antifitnah Indonesia) menyebut monitoring berbasis kecerdasan buatan Binokular mirip dengan yang data Mafindo. Wajah penyebaran hoaks di negeri kita semakin masif, upaya penanganan dan pencegahan sangat krusial dan penting dalam konteks pemilu 2024.

    “Data Mafindo tahun 2022 menunjukan 1.500 temuan hoaks, Tahun 2023 terdapat 1.600 hoaks, dan 2024 ini diprediksi akan meningkat hingga di atas 2.000 hoaks. Bahkan saat melakukan webinar ini produksi hoaks terus berlangsung. Ada Kanal yang kami pantau dapat memproduksi 1-45 video hoaks setiap harinya” Ungkap Septiaji

    “Ketimpangan penanganan cek fakta saat ini makin melebar. Tahun 2019 kita optimis dapat menangkap banyak konten hoaks. Tapi kenyataannya di Youtube, Tiktok, Snack, bahkan Shopee video banyak sekali konten hoaks dan produksi video-video pendek itu saat ini semakin murah dibandingkan dengan biaya fackchecknya. Ketidakseimbangan ini menjadi PR kita hari ini untuk bisa ditangani bersama, ” tambah Septiaji.

    Uni lubis, Pemimpin Redaksi IDNTimes yang menjadi pembicara terakhir pada diskusi bulan September ini menggarisbawahi pentingnya kerja terpenting jurnalis terkait kewajiban disiplin verifikasi dan klarifikasi data dalam setiap proses jurnalisme; mulai dari gathering, proses produksi hingga distribusi beritanya. Uni Lubis mengaku, sejak masih jadi reporter, dalam menjalankan kerja jurnalistiknya selalu tak pernah melupakan inti kerja jurnalis yakni mengklarifikasi kebenaran suatu informasi

    “Tugas jurnalis adalah fack checking dan menyajikan kebenaran yang merupakan kumpujlan informasi-informasi yang sudah diverifikasi. Termasuk isu yang belum lama ini ramai soal penganiayaan wakil menteri oleh seorang menteri di kabinet Jokowi. Kerja jurnalistik dalam hal seperti itu adalah wajib mengklarifikasi, memverifikasi,” tegas Uni Lubis, dalam diskusi yang dipandu pemimpin redaksi MNC Radio Network Gaib Marudo Sigit,

    Menurut Uni, tidak jaminan media besar luput dari kemungkinan lalai jika disiplin verifikasinya ada yang terlewat. Ia mencontohkan media besar seperti New York Times di Amerika, dan TEMPO di Indonesia pun pernah mengalaminya.

    “Meski narasumber terpercaya kadang kerap menyampilkan data salah yang kemudian harus diverifikasi oleh para jurnalis. Contoh kasus Tempo yang harus meminta maaf karena salah memuat quotation dari narasumber yang keliru, merupakan hal yang sudah benar dilakukan. Kesalahan ini bahkan juga terjadi pada portal media internasional New York Times dan lainnya,” tambah Uni Lubis.

    Direktur Eksekutif AMSI, Adi Prasetya saat membuka diskusi seri kedua menyatakan, diskusi bulanan ini menjadi bagian penting kampanye antihoaks dan sumbangan koalisi cak fakta mendukung pemilu 2024 berkualitas dan bebas dari hoaks. Juga untuk mengukur dan memonitor kerja-kerja pemeriksa fakta di sepanjang setahun ke depan.

    “Asosiasi Media Siber Indonesia bersama mitra koalisi Cek Fakta, AJI, Mafindo dan didukung Google News Initiative menggandeng lembaga riset berbasis artificial Intelligence Binokular untuk mendapatkan data percakapan secara riil dan presisi tentang persebaran, tipologi, korban, dan bahkan actor mapping hoaks. Dari situ kita bisa mengkaji apa yang harus dilakukan,” ujar Adi.

    Hasil Cek Fakta

    Rujukan

  • (GFD-2023-14576) Kick Off Diskusi Bulanan Cekfakta, Petakan Data Hoaks Jelang Pemilu 2024

    Sumber:
    Tanggal publish: 25/08/2023

    Berita

    Bandung, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) bersama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) yang tergabung dalam koalisi Cekfakta menggelar kick off diskusi bulanan untuk memetakan data hoaks jelang Pemilu 2024. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan data/informasi terbaru mengenai kondisi dan situasi hoaks/informasi palsu yang muncul baik di media online maupun platform media sosial.

    Sekretaris Jenderal AMSI, Maryadi mendukung kegiatan koalisi Cekfakta yang sudah terbangun sejak 2018.. “Diskusi bulanan menjelang Pemilu 2024 melalui sosial media monitoring dapat mengantisipasi penyebaran hoaks, sekaligus sebagai inventarisir bank data hoaks. Kegiatan baik ini harus didukung,” katanya di Hotel El Royale, Bandung, Jumat (25/8/2023).

    Kick off diskusi bulanan cek fakta dibuka anggota Dewan Pers, Sapto Anggoro. Sapto melihat bahwa hoaks akan terus meningkat bersamaan dengan tahun politik. Ia berharap, diskusi bulanan yang diselenggarakan AMSI dapat mengidentifikasi hoaks lebih awal. “Diskusi ini penting untuk dilakukan secara reguler karena kondisi/informasi palsu akan selalu berubah setiap saat. Koalisi Cekfakta dapat menjadi garda depan untuk mencegah hoaks. Dewan Pers sangat mengapresiasi,,” katanya.

    Dipandu oleh Trainer Cek Fakta, Anastasya Andriarti, diskusi dimulai dengan laporan pemantauan media sosial hoaks dengan memakai mesin artificial intelligence milik Binokular. Ini merupakan alat yang digunakan koalisi Cekfakta untuk sosial media monitoring menjelang Pemilu 2024.

    Project Manager Social Index Binokular, Danu Setio Wihananto memberikan gambaran bahwa hoaks politik mayoritas mengarah pada serangan personal atau identitas p.ara tokoh seperti capres atau cawapres “Hoaks seputar politik dominan mengarah pada penyerangan atas personal capres, cawapres.” kata Danu..

    Menurut ahli hukum pers, Yosep Adi Prasetyo, hoaks itu erat dengan bisnis dan acapkali diproduksi untuk motif ekonomi. Hoaks terbanyak menurut Yosep adalah hoaks tentang kesehatan.

    “Waktu pandemi,banyak sekali hoaks diproduksi. Contohnya kalau mau sehat minum minyak kayu putih. Kalau mau aman dari Covid berjemur. Jelas itu tidak akan menyembuhkan. Itu hoaks,” ujar Yosep.

    Sekarang menurut Yosep, banyak hoaks mencatut nama dokter Terawan. Ada soal penemuan obat kuat, obat jantung, obat gula darah, dan lain-lain. Celakanya masyarakat kita yang suka menolong, memudahkan hoaks mudah tersebar, karena didorong motif ingin berbagi informasi tanpa tahu bahwa itu adalah hoaks.

    Dengan begitu, menurut mantan Ketua Dewan Pers ini, tantangan terbesar dari penyebaran hoaks adalah literasi menggunakan media sosial dan sumber informasi.

    “Kerja cekfakta saat ini belum menyentuh dark social yang ada di grup-grup aplikasi percakapan dan media sosial. Koalisi perlu mendesak tanggung jawab platform misalnya agar setiap grup percakapan WA baru bisa dibentuk jika ada moderatornya. Perlu menyusun panduan percakapan,” katanya.

    Koordinator koalisi cekfakta, Adi Marsiela mengharap AMSI bisa mendorong lebih banyak media angotanya masuk dalam koalisi cekfakta agar amplifikasi kerja tim pemerika fakta lebih luas diakses publik.

    “Kalau anggota AMSI ada 456 media, misal ada sepuluh persennya saja itu sudah bagus. Mungkin tidak semua harus produksi debunking atau prebunking karena kemampuan dan jumlah tim tak sama. Keterlibatannya bisa juga dengan mempublikasikan konten yang ada dalam cekfakta.com,” kata Adi.

    Menurut Adi, setidaknya terdapat 20 kegiatan besar yang telah disusun koalisi AMSI, AJI, dan Mafindo menjelang Pemilu 2024. “Kegiatannya termasuk menyusun strategi meningkatkan kualitas dan sinkronisasi pemeriksa fakta, melengkapi database cekfakta, pembuatan konten cekfakta dengan target 2400 konten, hingga akan diadakan FGD actor mapping untuk meluaskan konten cek fakta,” katanya.

    Diskusi bulanan hasil pemetaan data/informasi hoaks yang baru dimulai 25 Agustus ini adalah salah satu strategi kampanye dan monitoring data hoaks secara berkala. Data ini akan menjadi dasar mengembangkan strategi kampanye baik online maupun offline serta meningkatkan kualitas konten cekfakta (debunking dan prebunking).

    Hasil Cek Fakta

    Rujukan