KOMPAS.com - Warga Palestina di Kota Rafah, di Gaza Selatan terpaksa meninggalkan kediamannya akibat ancaman invasi darat besar-besaran dari Israel.
Di media sosial pun beredar sebuah video dengan narasi yang menyatakan warga Palestina beramai-ramai berjalan meninggalkan Rafah.
Namun, berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, ada yang perlu diluruskan pada narasi dalam video itu.
Video warga Palestina meninggalkan Rafah disebarkan oleh akun Facebook ini, ini, dan ini.
Berikut narasi yang ditulis salah satu akun pada Rabu (8/5/2024):
Orang-orang meninggalkan Rafah.Menuju arah yang tak tentu, mereka dalam keadaan lelah dan ketakutan
(GFD-2024-19792) [KLARIFIKASI] Video Evakuasi Warga Palestina dari Gaza Utara, Bukan Rafah
Sumber:Tanggal publish: 11/05/2024
Berita
Hasil Cek Fakta
Tim Cek Fakta Kompas.com mengambil tangkapan layar video kemudian menelusuri jejak digitalnya dengan metode reverse image search.
Hasil pencarian di Google Lens mengarahkan ke video yang diunggah akun Instagram Times of Gaza pada 9 November 2023 dan Abdallah Ghunaim pada 8 November 2023.
Pada keterangan video disebutkan bahwa warga Palestina di Gaza Selatan mengevakuasi diri ke Gaza Selatan.
Mereka mencari penampungan di tempat lain di Jalur Gaza akibat agresi Israel.
Sementara, Kota Rafah berada di Selatan Gaza. Wilayah itu juga kini menjadi sasaran Israel.
Video pada momen yang sama terdapat di kanal YouTube AFP, 9 November 2023.
Pada keterangan video menyebutkan sektiar 50.000 warga Palestina meninggalkan Gaza Utara pada 8 November 2023.
Tampak kesamaan beberapa elemen dalam video, yakni dua papan reklame yang menunjukkan video diambil di lokasi yang sama.
Seperti diberitakan Al Jazeera, pada Senin (6/5/2024) militer Israel menyerukan kepada orang-orang di Rafah untuk mengevakuasi diri ke "wilayah kemanusiaan yang diperluas".
Perintah evakuasi tersebut menyusul pemboman intens Israel pada malam hari yang menewaskan 22 orang, termasuk delapan anak-anak di Rafah.
Padahal sebelumnya, Rafah menjadi tempat pengungsian sejumlah besar warga Palestina. Ada sekitar 100.000 warga Palestina yang dievakuasi.
Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) memperingatkan dalam sebuah postingan di media sosial bahwa serangan Israel akan menimbulkan lebih banyak penderitaan dan kematian pada penduduk Palestina yang menurut otoritas kesehatan telah menewaskan lebih dari 34.000 orang sejak Oktober.
Diwartakan oleh Al Jazeera, warga Palestina diinstruksikan melalui pesan teks berbahasa Arab, panggilan telepon, dan selebaran untuk bergerak menuju al-Mawasi di pantai Laut Mediterania.
Brigade 401 Israel memasuki Rafah pada Selasa (7/5/2024) pagi, sehari setelah kelompok Hamas menyatakan mereka menerima proposal gencatan senjata yang dimediasi Mesir dan Qatar.
Namun Israel bersikeras bahwa kesepakatan itu tidak memenuhi tuntutan atau persyaratan Israel.
Hasil pencarian di Google Lens mengarahkan ke video yang diunggah akun Instagram Times of Gaza pada 9 November 2023 dan Abdallah Ghunaim pada 8 November 2023.
Pada keterangan video disebutkan bahwa warga Palestina di Gaza Selatan mengevakuasi diri ke Gaza Selatan.
Mereka mencari penampungan di tempat lain di Jalur Gaza akibat agresi Israel.
Sementara, Kota Rafah berada di Selatan Gaza. Wilayah itu juga kini menjadi sasaran Israel.
Video pada momen yang sama terdapat di kanal YouTube AFP, 9 November 2023.
Pada keterangan video menyebutkan sektiar 50.000 warga Palestina meninggalkan Gaza Utara pada 8 November 2023.
Tampak kesamaan beberapa elemen dalam video, yakni dua papan reklame yang menunjukkan video diambil di lokasi yang sama.
Seperti diberitakan Al Jazeera, pada Senin (6/5/2024) militer Israel menyerukan kepada orang-orang di Rafah untuk mengevakuasi diri ke "wilayah kemanusiaan yang diperluas".
Perintah evakuasi tersebut menyusul pemboman intens Israel pada malam hari yang menewaskan 22 orang, termasuk delapan anak-anak di Rafah.
Padahal sebelumnya, Rafah menjadi tempat pengungsian sejumlah besar warga Palestina. Ada sekitar 100.000 warga Palestina yang dievakuasi.
Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) memperingatkan dalam sebuah postingan di media sosial bahwa serangan Israel akan menimbulkan lebih banyak penderitaan dan kematian pada penduduk Palestina yang menurut otoritas kesehatan telah menewaskan lebih dari 34.000 orang sejak Oktober.
Diwartakan oleh Al Jazeera, warga Palestina diinstruksikan melalui pesan teks berbahasa Arab, panggilan telepon, dan selebaran untuk bergerak menuju al-Mawasi di pantai Laut Mediterania.
Brigade 401 Israel memasuki Rafah pada Selasa (7/5/2024) pagi, sehari setelah kelompok Hamas menyatakan mereka menerima proposal gencatan senjata yang dimediasi Mesir dan Qatar.
Namun Israel bersikeras bahwa kesepakatan itu tidak memenuhi tuntutan atau persyaratan Israel.
Kesimpulan
Betul bahwa terjadi agresi militer Israel pada Senin (6/5/2024) mengakibatkan evakuasi sekitar 100.000 warga Palestina di Kota Rafah, Gaza Selatan.
Namun, salah satu video yang beredar disebarkan dengan konteks keliru. Orang-orang dalam video merupakan warga Palestina di Gaza Selatan mengevakuasi diri ke Gaza Selatan pada November 2023.
Rafah sebelumnya merupakan tempat pengungsian sejumlah besar warga Palestina, tetapi kini kota itu sudah tidak aman.
Namun, salah satu video yang beredar disebarkan dengan konteks keliru. Orang-orang dalam video merupakan warga Palestina di Gaza Selatan mengevakuasi diri ke Gaza Selatan pada November 2023.
Rafah sebelumnya merupakan tempat pengungsian sejumlah besar warga Palestina, tetapi kini kota itu sudah tidak aman.
Rujukan
- https://www.facebook.com/100080303797528/videos/1110247910232076
- https://www.facebook.com/61559220485302/videos/1007976320663635/
- https://www.facebook.com/reel/818483360197106
- https://lens.google.com/search?ep=cntpubb&hl=en-US&re=df&s=4&p=AbrfA8of0wevy4nL8HZf4n-7uBPKm939jwE0c6YjtF2uj6WPaQP6T_Uj9l8-MSewcp90wYu4gPpP84CXYjz4pz31i9S4WP_w3eGMmB0MgGD1GHR0MiE7HGXiuCBGYi1O7NeLSwuIJl7ebUZ1a5WwTKvompvTJbX-UjYOAgq0whqZT8pKxo8wG26eJszuK7-TxzMaLH1DyaWUfNxyXh_0Q8SguZo2gEsnI6P0-g9GfrKTAfO740LuF23rdEmj7Oie8oZ-YvLBGiJepkzWOieCZGjf058K-y2Q7bETw61_#lns=W251bGwsbnVsbCxudWxsLG51bGwsbnVsbCxudWxsLDEsIkVrY0tKRFEyTnpZMVl6azBMVGt5TnpFdE5EUXpNQzFpTkdGbExXWmpNalkwT0dVM09XWmpZeElmTUhsQ09XSmpVbnBPUzNOa2MwWldkMUYzZG5veE4waFhWVEF4YWpsb1p3PT0iLG51bGwsbnVsbCxudWxsLG51bGwsbnVsbCxudWxsLFtudWxsLG51bGwsW251bGwsWzAsMCwxMDAwMDAsMTAwMDAwXV1dXQ==
- https://www.instagram.com/reel/Czbq41fIlzr/
- https://www.instagram.com/reel/CzYsMiWsnvd/
- https://www.youtube.com/watch?v=vcdkl2uEk78
- https://www.aljazeera.com/news/2024/5/6/israeli-forces-call-on-palestinians-in-gazas-eastern-rafah-to-evacuate
- https://www.aljazeera.com/news/2024/5/7/israel-takes-control-of-rafah-crossing-gazas-lifeline-whats-going-on
- https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D
(GFD-2024-19791) Benar, Video Demonstrasi Warga Jepang Terkait Pandemic Treaty
Sumber:Tanggal publish: 13/05/2024
Berita
Kolase video yang memperlihatkan aksi demonstrasi warga Jepang menggelar demonstrasi menolak World Health Organisation (WHO) Pandemic Treaty atau Perjanjian Pandemi, beredar di media sosial.
Di Instagram, video tersebut dibagikan akun ini pada 3 Mei 2024. "Rakyat Jepang menolak WHO Pandemic Treaty," tulis akun tersebut.
Hingga artikel ini dimuat, kolase video tersebut telah mendapat 112 komentar dan dibagikan sebanyak 89 kali dibagikan. Apa benar ini video demonstrasi warga Jepang menolak Pandemic Treaty?
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim Cek Fakta Tempo mula-mula memfragmentasi video dengan menggunakan tool InVid. Penelusuran selanjutnya dilakukan dengan menggunakan Reverse Image Tool Google.
Hasilnya, video tersebut telah beredar di internet sejak April 2024. Hari itu ribuan warga Jepang menggelar Demonstrasi di Ikebukuro, Tokyo, untuk menentang revisi Peraturan Kesehatan Internasional dan WHO Pandemic Treaty atau Perjanjian Pandemi.
Video yang identik pernah diunggah ke YouTube oleh kanal ini pada 13 April 2024 dengan judul, "4/13 Bagian 2 [Live streaming] Demonstrasi menentang revisi Peraturan Kesehatan Internasional dari Konvensi Pandemi".
Demonstrasi menentang Perjanjian Pandemi Ikebukuro juga diunggah kanal YouTube ini pada 15 April 2024 dengan judul, "Demonstrasi menentang perjanjian pandemi”.
Dijelaskan pada keterangan video bahwa lebih dari 20.000 orang berkumpul di Ikebukuro, Tokyo. Demonstrasi berlangsung dari Higashi Ikebukuro Central Park menuju Stasiun Ikebukuro pada 13 April 2024.
Video-video identik juga beredar di X. Salah satunya diunggah oleh akun Blue Sky pada 15 April 2024 dengan keterangan:
"Berita terkini: Jepang melawan Organisasi Kesehatan Dunia dan Tatanan Dunia Baru! 13 April 2024, Tokyo, Jepang. “Kami orang Jepang mengutuk dua hal buruk yang ingin diatasi oleh WHO tahun ini! Salah satunya adalah Perjanjian Pandemi! Yang lainnya adalah amandemen Peraturan Kesehatan Internasional! Hal ini membuat vaksinasi wajib terhadap vaksin beracun menjadi legal. Kami sangat memprotes!”.
Mengutip situs berbahasa Jepang worldtimes.o.jp, demonstrasi menentang amandemen Konvensi Pandemi dan Peraturan Kesehatan Internasional (IHR) berlangsung pada tanggal 13 di Toshima, Tokyo pada hari Minggu. Sebelum demonstrasi, rapat umum diadakan di Balai Masyarakat Ushigome Tansu di Daerah Shinjuku. Tempat yang berkapasitas 400 orang terisi penuh, dan para pembicara menekankan bahaya vaksin virus corona.?
Usai unjuk rasa, para demonstran berkumpul di Higashi Ikebukuro Central Park. Peserta dari seluruh negeri, dari Hokkaido hingga Okinawa, yang berkumpul setelah membaca informasi online, memenuhi taman bahkan berhamburan ke pinggir jalan.?
Pawai dimulai pukul 14.00, dengan spanduk bertuliskan "Tidak untuk revisi Perjanjian Pandemi IHR'' di bagian depan. Sambil mengangkat plakat yang telah mereka siapkan bertuliskan, "Jangan memaksakan vaksin,'. Mereka juga meneriakkan "Jangan izinkan tirani WHO'' dan ``Pemerintah harus mengungkapkan informasi tentang perjanjian tersebut kepada masyarakat''.
Mengutip laman thegatewaypundit.com, protes tersebut bertujuan untuk menarik perhatian pada beberapa masalah, termasuk peningkatan jumlah kematian yang berlebihan dan kurangnya transparansi mengenai dampak buruk vaksinasi. Para pengunjuk rasa menuntut akuntabilitas dan informasi yang lebih jelas baik dari pemerintah Jepang maupun otoritas kesehatan global.
Tokoh terkemuka seperti Profesor Masayasu Inoue dan sejarawan Chikatsu Hayashi memberikan wawasan sebelum demonstrasi, mengkritik pengaruh perusahaan farmasi dan kepentingan swasta terhadap kebijakan kesehatan global.
Profesor Inoue memperingatkan bahaya vaksin genetik dan menyoroti dana signifikan yang diterima WHO dari lembaga seperti Bill Gates Foundation.
Perundingan perjanjian pandemi WHO, yang dimulai pada bulan Maret 2023, bertujuan untuk menetapkan peraturan yang mengikat secara hukum guna meningkatkan kerja sama global dalam respons pandemi.
Organisasi Kesehatan Dunia, bersama 194 negara anggotanya, telah mengembangkan perjanjian global untuk memerangi patogen hipotesis di masa depan, yang disebut sebagai “Penyakit X.”
Di Indonesia, demonstrasi menolak World Health Organization (WHO) Pandemic Treaty terjadi di depan kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (26/4/2024). Massa aksi gabungan tersebut menuntut pemerintah agar menolak perjanjian pandemi (pandemic treaty) oleh WHO yang akan disahkan di sidang ke-77 pada Mei 2024 karena dinilai akan merugikan masyarakat dan negara secara hukum pemerintahan dunia.
Kesimpulan
Berdasarkan verifikasi Tim Cek Fakta Tempo, kolase video dengan klaim demonstrasi warga Jepang menolak Pandemic Treaty adalah benar.
Demonstrasi warga Jepang untuk menentang revisi Peraturan Kesehatan Internasional dan WHO Pandemic Treaty atau Perjanjian Pandemi berlangsung di Ikebukuro, Tokyo, pada 13 April 2024.
Rujukan
- https://www.instagram.com/reel/C6eiMXnPsK3/?utm_source=ig_embed&utm_campaign=loading
- https://www.youtube.com/watch?v=6yGTMVU6EZQ
- https://www.youtube.com/watch?v=ttMC0tk7Owg
- https://twitter.com/Anpo_Star/status/1779699983010464141
- https://www.worldtimes.co.jp/japan/20240415-180583/
- https://www.thegatewaypundit.com/2024/04/massive-protests-break-japan-opposition-whos-proposed-pandemic/
- https://www.antarafoto.com/id/view/2202630/aksi-tolak-who-pandemic-treaty
- https://wa.me/6281315777057 mailto:cekfakta@tempo.co.id
(GFD-2024-19790) Keliru, Video Berisi Klaim Pertolongan Pertama Penyakit Stroke dengan Menusuk Jari
Sumber:Tanggal publish: 13/05/2024
Berita
Sebuah video berisi tutorial pertolongan pertama pada orang yang terkena stroke dengan menusukkan jarum di ujung jari-jari, dibagikan di salah satu akun Facebook [ arsip ] pada 6 Mei 2024.
Narator dalam video itu menjelaskan cara pertolongan pertama pada penyakit stroke dengan . Berikut narasi lengkapnya: “……selamatkan pertolongan pertama ya diantaranya, jika dia kerasa sebelah kanan, cepet tusuk dengan jarum ujung jari-jari, keluar darah sedikit, sudah pertolongan pertama bagi dia atau bisa dibekam langsung atau bisa di fashdu langsung. Sepulu cc keluar sudah gagal kena stroke solafia, ya tentunya dengan izin Allah Subhanahu wa ta'ala ini rahmat allah
Hingga artikel ini diturunkan, video tersebut sudah 832 ribu kali ditonton, disukai 8,9 ribuan pengguna Facebook, 225 komentar dan 4,4 ribuan kali dibagikan ulang. Namun, benarkah pertolongan pertama penyakit stroke dengan menusuk jari pakai jarum?
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim Cek Fakta Tempo menghubungi Spesialis Neurologi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Abdoer Rahem Situbondo, dr. M. Reza Fathoni, Sp.N.
Penyembuhan stroke tidak dapat dilakukan dengan cara menusuk ujung jari-jari pakai jarum, atau dengan sistem bekam dan fashdu. Langkah tersebut, seperti fashdu bisa dilakukan jika tujuannya hanya untuk memperlancar peredaran darah.
“Jika untuk menyembuhkan, jelas salah. Sifatnya sampai sekarang di bidang kedokteran hanya terapi komplementer (terapi pelengkap/tambahan),” kata Reza kepada Tempo saat dihubungi melalui pesan singkat, Sabtu, 11 Mei 2024.
Terapi utama untuk stroke dengan memperhatikan faktor risiko stroke, yaitu menormalkan tekanan darah, kolesterol, kencing manis, karena ini penyebab terjadinya aterosklerosis yang merupakan cikal bakal terjadinya serangan stroke selanjutnya.
Reza menambahkan, pasien setelah terkena stroke terutama jenis trombotik atau penyumbatan pasti mengalami pengentalan darah. Sehingga, seumur hidup memerlukan obat antiplatelet (pengencer darah), seperti jenis aspilet, clopidogrel, untuk diminum setiap hari, sebagai secondary prevention terjadinya serangan stroke ulang.
Dikutip dari situs resmi Universitas Gadjah Mada, Dr. dr. Ismail Setyopranoto Sp.S(K), dari Departemen Neurologi, FK-KMK UGM, menjelaskan ada dua macam faktor risiko yang dapat meningkatkan seseorang terkena stroke, yaitu faktor risiko yang dapat dikendalikan dan yang tak dapat dikendalikan.
Faktor risiko yang tidak bisa dikendalikan antara lain umur, jenis kelamin tertentu, keturunan, dan orang yang pernah terkena stroke. Faktor risiko yang bisa dikendalikan antara lain diabetes, obesitas, hipertensi, kurang aktivitas dan olahraga, merokok, alkohol, dsb.
“Stroke dapat dicegah dengan pola hidup yang sehat (makan makanan sehat, olahraga teratur, tidak merokok, minum alkohol sesuai takaran), menurunkan tingkat kolesterol & tekanan darah tinggi, dan menjaga kadar normal gula darah,” ujarnya.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta, video berisi klaim pertolongan pertama penyakit stroke dengan menusuk jari pakai jarum adalah keliru.
Penyembuhan stroke tidak dapat dilakukan dengan cara menusuk ujung jari-jari pakai jarum, atau dengan sistem bekam dan fashdu. Langkah tersebut, seperti fashdu bisa dilakukan jika tujuannya hanya untuk memperlancar peredaran darah.
Setelah terkena stroke terutama jenis trombotik atau penyumbatan pasti mengalami pengentalan darah. Sehingga, seumur hidup memerlukan obat antiplatelet (pengencer darah), seperti jenis aspilet, clopidogrel, untuk diminum setiap hari, sebagai secondary prevention terjadinya serangan stroke ulang.
Rujukan
(GFD-2024-19789) Keliru, Konten Berisi Klaim Penerima Vaksin Covid-19 mRNA akan Meninggal Dalam 3 atau 5 Tahun
Sumber:Tanggal publish: 13/05/2024
Berita
Sebuah gambar disebarkan di Facebook oleh akun ini dan ini, yang diklaim memperlihatkan ilmuwan terkenal di bidang kesehatan yang menyatakan orang yang telah menerima vaksin Covid-19 berbasis mRNA akan meninggal dunia dalam tiga sampai lima tahun.
Narasi tersebut diklaim bersumber dari Profesor Dr. Dolores Cahill yang disebut ahli selama 25 tahun dalam isu susunan protein dan antibodi. Berikut narasi lengkapnya: Seorang ilmuwan terkenal di dunia dan ahli imunologi terkemuka telah menaikkan alarm peringatan eksplosif kepada publik bahwa setiap orang yang telah divaksin dengan suntikan COVID mRNA akan mati dalam 3 sampai 5 tahun, bahkan jika mereka hanya memiliki satu suntikan.
Namun, benarkah orang yang telah menerima vaksin Covid-19 berbasis mRNA pasti akan meninggal dunia dalam tiga atau lima tahun?
Hasil Cek Fakta
Tempo memverifikasi narasi tersebut, dengan menelusuri sumber gambar dan informasi konten yang beredar, menggunakan mesin pencari Google dan kata kunci. Ditemukan sumber gambar dan informasi dalam narasi yang beredar tersebut. Berikut hasil penelusurannya:
Verifikasi Gambar
Gambar tangkapan layar dalam konten yang beredar sesungguhnya menampilkan sosok Cahill di website Slaynews.com. Artikel itu berjudul “Ilmuwan Terkemuka: Semua Orang yang Telah Divaksin akan meninggal dunia dalam tiga sampai lima hari.
Artikel tertanggal 1 Mei 2024 itu mengatakan Cahill mengeluarkan peringatan terbaru terkait efek vaksinasi Covid-19 berbasis mRNA. Dituliskan bahwa menurutnya setiap orang yang mendapat vaksin itu akan meninggal pada tiga atau lima tahun kemudian.
Setelah artikel itu disimak, diketahui bahwa Cahill tidak menyertakan penelitian atau sumber informasi yang relevan sebagai dasar klaim-klaimnya. Factcheck.org menyatakan klaim Cahill itu keliru.
Di sisi lain, Direktur Pusat Biodesain untuk Imunoterapi, Vaksin, dan Viroterapi di Arizona State University, Grant McFadden, menyatakan sesungguhnya catatan keamanan vaksin mRNA sangat baik.
Dia mengatakan memang belum ada catatan rekam penggunaan vaksin Covid-19 berbasis mRNA dalam jangka waktu panjang. Demikian juga tidak ada bukti ilmiah yang mendukung prediksi bahwa vaksin tersebut akan menyebabkan komplikasi hingga kematian.
Cahill merupakan salah satu penyeru anti-vaksin Covid-19 yang terkenal secara global. Profesor asal Irlandia itu memiliki rekam jejak menyebarkan hoaks, misalnya pernah mengatakan bahwa semua orang di dunia telah memiliki kekebalan terhadap Covid-19 tanpa vaksinasi khusus Covid-19, sebagaimana telah diperiksa oleh AP News.
Klaim Cahill itu tidak sesuai dengan fakta di Indonesia, di mana ada lebih dari 161 ribu orang meninggal dunia karena disebabkan Covid-19, bukan karena vaksin berbasis mRNA. Korban meninggal di Amerika Serikat bahkan tercatat lebih dari satu juta orang, sebagaimana ditampilkan Statista.com, juga karena infeksi virus penyebab Covid-19, bukan vaksin mRNA.
Cahill juga pernah mengatakan bahwa vaksin flu biasa bisa melindungi manusia dari serangan Covid-19. Padahal menurut pemeriksa fakta AFP, keterangan resmi tentang vaksin flu biasa di Amerika Serikat, tidak menyatakan produk itu bisa menangkal serangan Covid-19.
Perbedaan Vaksin AstraZeneca dan mRNA
Dilansir Tempo, perusahaan AstraZeneca baru-baru ini diberitakan menerbitkan dokumen untuk pengadilan Inggris, yang sebagian isinya mengakui produk mereka dapat memberi efek samping yang sangat jarang, berupa Sindrom Thrombosis dengan Trombositopenia (TTS).
Sindrom itu bisa menyebabkan seseorang mengalami pembekuan darah dan jumlah trombosit darah menjadi rendah. Kasus seperti itu beberapa kali diajukan ke pengadilan oleh keluarga korban, dengan terlapor perusahaan AstraZeneca.
Perusahaan juga menarik kembali seluruh vaksin Covid-19 mereka dari berbagai negara. Namun, perusahaan mengaku melakukan penarikan bukan karena isu efek samping yang naik ke pengadilan, melainkan telah ada vaksin lain yang lebih baik.
Dilansir website Mayoclinic.org, vaksin AstraZeneca berbeda dengan vaksin Covid-19 berbasis mRNA. Berdasarkan cara kerjanya, terdapat setidaknya tiga jenis vaksin Covid-19, yakni Messenger RNA (mRNA), Vektor, dan Subunit Protein.
Vaksin berjenis mRNA bekerja dengan memberi instruksi sel tubuh untuk membuat protein S yang mirip permukaan luar virus Covid-19, sehingga antibodinya bisa berlatih mengidentifikasi dan melawan virus Covid-19. Vaksin berjenama Pfizer-BioNTech dan Moderna termasuk jenis ini.
Kemudian vaksin jenis vektor bekerja menggunakan bagian dari virus Covid-19 yang telah dimasukkan ke virus lain yang telah dimodifikasi (virus vektor), untuk memantik antibodi manusia untuk membentuk kekebalan tubuh pada virus Covid-19.
Jenama vaksin Covid-19 yang termasuk jenis ini ialah Janssen/Johnson & Johnson serta AstraZeneca dan Universitas Oxford. Kedua jenama vaksin Covid-19 itu telah ditarik dari pasaran.
Sedangkan sub unit protein adalah jenis vaksin yang menggunakan bagian dari virus yang paling merangsang kekebalan tubuh. Vaksin Novavax menggunakan metode ini. Pada umumnya, ketiga jenis vaksin berupaya membuat protein S yang tidak berbahaya, untuk melatih antibodi melawan virus Covid-19.
Sementara Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat ( CDC ), berdasarkan pemantauan tahun 2023-2024, merekomendasikan pemakaian vaksin Pfizer-BioNTech, Moderna, atau Novavax untuk melawan virus Covid-19.
Untuk menghindari efek samping yang parah seperti TTS, CDC menyarankan masyarakat memilih vaksin berbasis mRNA. Berdasarkan pemantauan di Amerika Serikat selama ini, vaksin Covid-19 yang mereka gunakan tidak meningkatkan risiko kematian.
Kesimpulan
Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa narasi yang mengatakan penerima vaksin Covid-19 berbasis mRNA pasti akan meninggal dunia dalam tiga atau lima tahun adalah keliru.
Berdasarkan pemantauan pemerintah Amerika Serikat dan sejumlah pakar, penggunaan vaksin Covid-19 berbasis mRNA tidak meningkatkan risiko kematian terhadap seseorang.
Rujukan
- https://www.facebook.com/photo/?fbid=1751045455419754&set=pcb.1751045715419728
- https://www.facebook.com/photo/?fbid=1150852612712939&set=pcb.1150852782712922
- https://slaynews.com/news/renowned-scientist-all-covid-vaxxed-will-die-3-5-years/
- https://www.factcheck.org/2021/04/scicheck-irish-professor-makes-unfounded-claims-about-long-term-effects-of-mrna-vaccines/
- https://apnews.com/article/fact-checking-10007890098
- https://www.statista.com/statistics/1093256/novel-coronavirus-2019ncov-deaths-worldwide-by-country/
- https://factcheck.afp.com/flu-shots-do-not-contain-coronaviruses
- https://dunia.tempo.co/read/1863295/fakta-fakta-vaksin-astrazeneca-efek-samping-kasus-hukum-hingga-pengakuan-perusahaan
- https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/coronavirus/in-depth/different-types-of-covid-19-vaccines/art-20506465
- https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/vaccines/stay-up-to-date.html
- https://wa.me/6281315777057 mailto:cekfakta@tempo.co.id
Halaman: 2272/6597