• (GFD-2025-27369) Keliru: Virus COVID-19 Dapat Dibunuh dengan Berkumur Air Asin

    Sumber:
    Tanggal publish: 13/06/2025

    Berita

    SEBUAH pesan memuat klaim bahwa berkumur dengan air asin dapat membunuh virus COVID-19. Pesan teks dalam aksara Mandarin dan Indonesia itu, beredar di WhatsApp di tengah melonjaknya kasus COVID-19 di beberapa negara seperti Singapura dan Thailand.

    Dalam pesan berantai tersebut, mencuplik bahwa tips itu berasal dari seorang dokter di Tiongkok. Cina dianggap dapat menurunkan lonjakan kasus COVID-19 setelah warganya berkumur air garam tiga kali sehari, disambung minum air hangat selama 5 menit. 



    Tempo mendapat permintaan pembaca untuk memeriksa benarkah virus COVID-19 dapat dibunuh dengan berkumur air asin?

    Hasil Cek Fakta

    Tempo memverifikasi klaim tersebut dengan bantuan mesin penelusuran Google dan wawancara ahli. Hasilnya, narasi yang disebarkan itu tidak berdasarkan fakta dan bukti ilmiah.

    Narasi serupa pernah beredar pada Mei 2020, saat epidemi COVID-19 berlangsung. Saat itu, sejumlah pakar kesehatan membantah bahwa air garam dapat membunuh COVID-19. Artikel Tempo yang memverifikasi klaim tersebut dapat diakses di tautan ini.

    Epidemiolog dan analis COVID-19, dr. Dicky Budiman MSc. PH mengatakan air garam hanya bisa membantu meringankan gejala radang tenggorokan, tidak dapat membunuh virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.

    “Virus ini tidak bisa dihilangkan hanya dengan air garam dan air hangat, karena dia masuk ke dalam tubuh dan bereplikasi di dalam sel-sel saluran pernapasan termasuk hidung, tenggorokan dan paru-paru. Tidak ada studi ilmiah yang membuktikan dengan berkumur air garam bisa membunuh virus corona,” kata Dicky kepada Tempo, Kamis, 12 Juni 2025.

    Pernyataan lain bahwa virus hanya hidup di tenggorokan selama empat hari sebelum masuk ke paru-paru, kata Dicky juga tidak benar. SARS-CoV-2 tidak hanya tinggal di tenggorokan, dia dapat menginfeksi sel-sel di seluruh saluran nafas atas dan bawah secara simultan. Durasi inkubasi atau masa dari paparan sampai muncul gejala itu bervariasi, antara 2 sampai 14 hari. 

    Menurut Dicky, metode pencegahan yang terbukti efektif adalah dengan melakukan vaksinasi COVID-19 lengkap beserta vaksin booster. Selain itu, untuk mencegah terinfeksi virus tersebut dengan menggunakan masker di tempat berisiko tinggi, cuci tangan secara teratur, menjaga jaraknya, dan ventilasi ruangan yang baik. “Jika terinfeksi, dapat melakukan isolasi mandiri bisa membantu menghambat penyebaran virus COVID-19.

    Pesan berantai yang menyebut air garam dan air hangat dapat membunuh COVID-19 merupakan klaim berbahaya. Terutama, orang-orang yang memiliki gejala serius, kelompok lansia, atau yang memiliki penyekit lain (komorbid), dapat mengabaikan pengobatan yang disarankan oleh para pakar kesehatan. 

    Johns Hopkins Medicine juga menolak anggapan bahwa berkumur dengan air garam membantu melindungi terhadap virus corona (di sini).

    Kesimpulan

    Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa klaim virus COVID-19 dapat dibunuh dengan berkumur air asin adalah keliru.

    Rujukan

  • (GFD-2025-27368) Keliru: Video Pembuatan Beras dari Botol Plastik Bekas

    Sumber:
    Tanggal publish: 13/06/2025

    Berita

    SEBUAH video beredar di WhatsApp [arsip] dan Facebook yang diklaim sebagai proses pembuatan beras dari daur ulang botol plastik.  

    Video itu memperlihatkan pekerja di sebuah pabrik mengolah botol-botol plastik bekas ke mesin penghancur. Dari mesin tersebut kemudian keluar butiran-butiran berwarna putih yang dimasukkan ke dalam karung. Butiran-butiran itulah yang diklaim sebagai beras plastik. 



    Tempo menerima permintaan pembaca untuk memeriksa kebenaran narasi tersebut. Benarkah video itu memperlihatkan proses pembuatan beras plastik?

    Hasil Cek Fakta

    Tempo memverifikasi video itu menggunakan pencarian gambar terbalik dan pencarian artikel kredibel melalui Google. Hasilnya, video tersebut adalah proses pengolahan pelet plastik untuk kebutuhan industri, bukan produksi beras plastik.



    Video itu diunggah pertama kali oleh akun TikTok metal.workers pada 6 Mei 2025. Pengunggah video menerangkan, konten tersebut merupakan  proses daur ulang sampah plastik menjadi pelet plastik putih.



    Pada potongan gambar di atas, Tempo mendapat bukti bahwa butiran plastik tersebut untuk kebutuhan bahan baku industri. Hal itu teridentifikasi pada karung kemasan putih yang tampak pada detik ke-40. Produk tersebut dihasilkan oleh perusahaan kimia asal Pakistan, Nimir Chemicals sebagaimana logo Nimir yang terlihat pada kemasan. 

    Dalam kemasan, juga terlihat keterangan phthalic anhydride (PA) atau anhidrida ftalat. Ini adalah zat kimia dari vinil klorida yang dibutuhkan industri besar yang mengolah produk plastik.  

    Guru besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB University, Slamet Budijanto, menyatakan, membuat beras plastik dan menjualnya ke pasaran justru akan merugikan pengusaha. Sehingga hal itu tidak mungkin dilakukan oleh perusahaan manapun.

    Dia mengatakan sebenarnya tidak ada istilah beras plastik. Di sisi lain, yang dituduh beras plastik oleh masyarakat, sesungguhnya adalah bijih plastik yang dibutuhkan untuk produksi oleh berbagai industri.

    “Bisa dibayangkan, beras premium saja paling harganya Rp12.000 sampai Rp15.000. Kalau hasil plastik recycle itu kemudian dibentuk seperti beras (harganya Rp20 ribu/kg), kalau mau untung, mau dijual berapa?" kata Slamet, dikutip dari artikel Tempo pada 13 Oktober 2023,

    Kesimpulan

    Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa narasi yang mengatakan video yang beredar memperlihatkan proses pembuatan beras plastik dari botol bekas merupakan klaim keliru.

    Rujukan

  • (GFD-2025-27367) Keliru: Obat Cacing dan Vaksin untuk Menyebarkan Virus Baru

    Sumber:
    Tanggal publish: 13/06/2025

    Berita

    SEBUAH konten media sosial Facebook [arsip] memuat gambar dr. Agung Sapta Adi dengan narasi tentang penyebaran virus baru melalui obat cacing dan vaksin. Pesannya mengajak orang agar menolak program bagi-bagi obat cacing, imunisasi, dan vaksin dari Kementerian Kesehatan. Program tersebut disinyalir bagian dari misi global untuk menyebarkan virus baru.

    “Target utama mereka adalah sekolah-sekolah dan keluarga yang awam terhadap kesehatan,” bunyi takarir disertai foto dr. Agung tersebut.



    Tempo mendapat permintaan pembaca untuk memeriksa benarkah obat cacing dan vaksin untuk sebarkan virus baru?

    Hasil Cek Fakta

    Tempo memverifikasi klaim itu dengan bantuan mesin penelusuran Google dan wawancara ahli. Hasilnya, narasi yang disebarkan tersebut tidak berdasarkan fakta dan bukti ilmiah.

    Menurut peneliti dan virolog dari Universitas Airlangga (UNAIR), Dr. Arif Nur Muhammad Ansori, obat cacing yang diberikan di sekolah-sekolah untuk mencegah anak-anak Indonesia dari infeksi cacing. Sebab, anak yang terinfeksi cacing dapat mengganggu tumbuh kembang dan konsentrasi belajar. “Ini adalah program yang sudah dijalankan sejak lama dan terbukti aman,” kata Arif Nur Muhammad Ansori kepada Tempo, Kamis, 15 Mei 2025.

    Sejauh ini tidak ada bukti bahwa obat cacing dapat menumbuhkan virus baru. Sebaliknya, data dari hasil evaluasi Kementerian Kesehatan pasca pemberian obat cacing pada kurun 2017 hingga 2021, 66 daerah menunjukkan prevalensi cacingan menjadi lebih rendah di bawah 5 persen. Sedangkan 26 kab/kota memiliki prevalensi di atas 10 persen. 

    Salah satu infeksi cacing yang sering ditemukan di Indonesia yakni Filariasis limfatik atau kaki gajah. Penyakit ini memiliki rentang prevalensi antara 0,5 hingga 27,6 persen. Studi tahun 2019 menyebutkan sebanyak 514 kecamatan dalam 236 kota masih tercatat sebagai daerah endemis filariasis.

    Arif Nur Muhammad justru khawatir, imbauan tidak mengkonsumsi obat cacing dengan narasi yang tidak akurat, mendorong mewabahnya penyakit berbahaya. 

    Profesor bidang Mikrobiologi Klinis Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof. dr. Amin Soebandrio, PhD., menegaskan, pemberantasan infeksi cacing penting lantaran terkait dengan pencegahan stunting. Apalagi jika pemberian obat cacing di sekolah dan imunisasi dituduh sebagai upaya untuk menyebarkan virus baru. “Itu sebenarnya isu yang harus dipisahkan,” kata dia saat ditemui Tempo, Jumat, 13 Juni 2025. 

    Vaksin juga tidak memunculkan virus baru

    Teknologi pembuatan vaksin, baik itu berbasis DNA maupun RNA, saat ini cukup aman. Vaksin RNA dan DNA menggunakan materi genetik dari virus atau bakteri, berfungsi untuk memberikan instruksi kepada tubuh untuk membuat protein asing. Tubuh kemudian diajarkan untuk mengenali protein tersebut sebagai ancaman dan melawannya. 

    “Sampai saat ini belum ada bukti saintifik yang menyatakan vaksin DNA tidak aman. Vaksin itu kan, fungsinya melemahkan virus yang sudah ada, bukan bikin virus baru,” ujar Prof. Amin.

    Dikutip dari Rumah Sakit Anak Philadelphia, vaksin berbasis DN tidak dapat mengubah DNA seseorang melalui vaksinasi. Meskipun adenovirus adalah virus DNA, enzim yang diperlukan untuk mengubah DNA, yang disebut integrase, tidak ada dalam proses tersebut. Sebagai keluarga virus, adenovirus memang tidak memiliki kemampuan sebagai kendaraan pengantar (delivery vehicle) dalam vaksinasi.

    Mengenai keamanan vaksin, riset oleh Southern California Evidence-based Practice Center (EPC) menemukan bahwa sebagian besar vaksin yang direkomendasikan untuk orang dewasa, anak-anak, dan wanita hamil tidak menunjukkan bukti baru adanya peningkatan risiko kejadian ikutan serius. 

    Khusus vaksin yang direkomendasikan bagi anak-anak dan remaja, tidak ditemukan bukti baru mengenai peningkatan risiko kejadian ikutan utama, atau bukti dianggap tidak cukup. Ini termasuk vaksin baru seperti vaksin HPV 9-valen dan vaksin meningokokus B.

    Vaksin mengajarkan sistem imun tubuh untuk mengenali dan merespons bakteri atau virus. Beberapa vaksin mengandung versi patogen yang dilemahkan, seperti vaksin campak, gondongan, rubela, rotavirus, dan cacar air. Beberapa vaksin mengandung virus yang telah dimatikan, seperti vaksin flu, polio, hepatitis A, dan rabies. Beberapa vaksin, seperti vaksin COVID-19, memberikan instruksi kepada sistem imun untuk membuat antibodi sebagai respons terhadap virus. 

    Selama bertahun-tahun, tinjauan sistematis terhadap penelitian mengenai keamanan vaksin telah menunjukkan bahwa vaksin itu aman, dan efek samping negatifnya jarang terjadi atau sangat jarang.

    Bahkan 27 penelitian telah menunjukkan bahwa vaksin tidak menyebabkan autisme. Sebaliknya, American Academy of Pediatrics (Akademi Pediatri Amerika) tidak menemukan hubungan antara vaksin dan autisme dalam penelitian yang membandingkan ribuan anak penerima vaksin Campak, Gondongan dan Rubella (MMR) dengan ribuan anak yang tidak menerimanya.

    Kesimpulan

    Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa klaim obat cacing dan vaksin untuk sebarkan virus baru adalah keliru.

    Rujukan

  • (GFD-2025-27366) [HOAKS] Serangan Peretas dengan "Gabung" Panggilan Grup di WhatsApp

    Sumber:
    Tanggal publish: 13/06/2025

    Berita

    KOMPAS.com - Pengguna media sosial menyebarkan imbauan untuk tidak mengeklik tombol "Gabung" atau "Join" pada panggilan grup di aplikasi perpesanan WhatsApp.

    Ketika mengeklik tombol tersebut, peretas dapat memasukkan pengguna dalam sebuah grup WhatsApp secara permanen.

    Lantas, peretas akan berusaha menguras rekening.

    Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi itu tidak benar atau merupakan hoaks.

    Imbauan untuk tidak mengeklik panggilan grup di WhatsApp disebarkan oleh akun Facebook ini, ini, ini, ini, ini, dan ini.

    Pengguna media sosial menyebarkan tangkapan layar pesan WhatsApp, disertai contoh tombol "Gabung" yang tidak boleh ditekan.

    Berikut narasi yang ditulis salah satu akun pada Selasa (10/6/2025):

    Bismillaah...Ibu2, bapak2, kakak2, adik2 dan sedulur sadayana mohon perhatiannya:

    Sekarang kalau ada di grup muncul chat audio ngajak Gabung, walaupun dari nomor hp yg ada di grup kita... Jangan di klik tulisan Gabung nya. Ternyata itu hacker... Bisa menguras rekening dan modus pinjam uang, apalagi yg punya e banking.

    Dan sekali kita masuk bergabung maka selamanya kita ga bisa lagi keluar dari grup dia itu.. Hp jadi di Hack terus2an secara permanen..

    Hati2 yah...

    Hasil Cek Fakta

    WhatsApp meluncurkan fitur panggilan grup sejak empat tahun lalu, atau sekitar Juli 2021.

    Dikutip dari GCC Business News, pengguna WhatsApp dapat melakukan panggilan telepon secara berkelompok atau panggilan grup.

    Pada panggilan tersebut, tombol yang ditampilkan yakni nama grup dan bukan nama anggota grup.

    Tampilan tombolnya ada pilihan "Gabung" atau "Join" seperti yang beredar pada gambar yang beredar di media sosial.

    Penjelasan lengkap mengenai fitur panggilan grup dapat dilihat di situs web resmi WhatsApp ini.

    Fitur panggilan grup tidak dapat secara langsung meretas ponsel atau perangkat pengguna.

    Kecuali, ketika panggilan telepon tersambung dengan penipu yang kemudian melakukan berbagai modus untuk meminta data pribadi pengguna atau biasa disebut vishing.

    Penipuan juga dapat dilakukan dengan menyertakan aplikasi, dokumen, atau tautan yang dikemas seolah pengguna mendapat panggilan grup.

    Namun untuk fitur panggilan grup sendiri, tidak dapat meretas ponsel pengguna atau membuat pengguna bergabung dengan sebuah grup secara permanen.

    Sebelumnya, hoaks serupa juga beredar di media sosial mengenai ikon garis tiga di grup yang dapat meretas pengguna WhatsApp.

    Tim Cek Fakta Kompas.com telah melabelinya sebagai konten dengan konteks keliru.

    Kesimpulan

    Narasi mengenai serangan peretas dengan klik "Gabung" pada panggilan grup di WhatsApp merupakan hoaks.

    Fitur panggilan grup di WhatsApp diluncurkan sejak 2021. Fitur itu tidak dapat secara langsung meretas pengguna atau membuat mereka bergabung dengan grup secara permanen.

    Rujukan