• (GFD-2024-20336) Benar, Air Asia Umumkan Larangan Membawa Produk Berbahan Babi ke Malaysia

    Sumber:
    Tanggal publish: 03/06/2024

    Berita



    Sebuah gambar beredar di WhatsApp dan akun Facebook yang disertai narasi bahwa Air Asia melarang penumpang membawa produk mengandung babi ke Malaysia, untuk mengantisipasi masuknya Demam Babi Afrika (African Swine Fever/ASF).

    Gambar itu memperlihatkan sebuah surat berlogo Air Asia, yang menyatakan Pemerintah Malaysia melarang masuknya babi dan produk yang mengandung babi. Tertulis juga dalam surat itu, bahwa penumpang yang terlanjur membawa barang tersebut diminta membuangnya ke tempat khusus. Bagi penumpang yang melanggar, terancam hukuman denda 100 ribu RM atau penjara enam tahun, atau keduanya.



    Tempo menerima permintaan pembaca untuk memeriksa kebenaran narasi tersebut. Namun, benarkah Malaysia melarang masuknya produk berbahan babi?

    Hasil Cek Fakta



    Juru Bicara Air Asia kepada sebuah media asal Malaysia FocusM, media asal Malaysia, menyatakan surat pengumumannya pada penumpang yang beredar tersebut diterbitkan berdasarkan perintah Pemerintah Malaysia, melalui Departemen Pelayanan Hewan dan Bea Cukai.

    Berita tersebut juga menyebutkan bahwa larangan itu berkaitan dengan pencegahan penyebaran virus ASF. Selain itu, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dikatakan mencatat temuan terbaru kasus ASF di Malaysia, pada Juli 2023.

    Air Asia juga menyampaikan pengumuman itu secara daring. Demikian bunyi pengumuman versi daring selengkapnya:

    Dikarenakan wabah Demam Babi Afrika (ASF) yang terjadi sebelumnya, pemerintah Malaysia, melalui keputusan tertanggal 31 Januari 2019, telah memberlakukan larangan sementara terhadap masuknya daging babi dan produk babi ke Malaysia.

    Jika Anda terbang ke Malaysia dari Cina, Makau, Hong Kong, Vietnam, dan Mongolia, dan membawa barang-barang tersebut, mohon pastikan Anda membuangnya di tempat karantina yang ditentukan saat tiba. Jika Anda tidak dapat memenuhi aturan ini, hal ini dapat mengakibatkan barang disita dan denda hingga RM100,000 atau 6 tahun penjara. Keputusan ini juga tetap berlaku mulai tanggal 15 Mei 2024.

    Pengumuman itu didasarkan pemberitahuan Kementerian Keuangan Malaysia yang menyatakan pelarangan membawa masuk produk berbahan babi itu telah ditetapkan setidaknya sejak tahun 2018. 

    Babi yang dilarang masuk Malaysia ialah yang berasal dari China, Polandia, Thailand, Vietnam, Kamboja, Hong Kong, Myanmar, Laos, Korea, Indonesia, Filipina, Jerman, dan Italia.

    Maskapai penerbangan Garuda Indonesia pun sesungguhnya juga mempublikasikan larangan itu kepada penumpang mereka. 

    Kasus Demam Babi Afrika

    Salah satu narasi di Facebook menyatakan pelarangan tersebut tidak masuk akal karena flu babi dikatakan tidak menular lewat konsumsi daging babi. Namun, sesungguhnya flu babi (H1N1) berbeda dengan ASF yang menjadi sebab Pemerintah Malaysia menerbitkan larangan tersebut.

    Dilansir Tempo, Siti Nadia Tarmizi saat menjabat Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan RI, menegaskan ASF berbeda dengan H1N1. Sekarang, Nadia menjabat Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes.

    Kedua virus dapat menginfeksi babi dan menyebabkan flu. Namun sejauh ini ASF tercatat tidak menular pada manusia. Sementara H1N1 terbukti dapat menular pada manusia.

    Dari gejala juga menunjukkan perbedaan, di mana H1N1 memiliki gejala demam, depresi dan mengeluarkan cairan dari hidung serta mata. Sementara babi yang terkena virus ASF, akan memiliki gejala mati mendadak, demam tinggi dan kulit merah.

    "Jadi (ASF) ini berbeda sekali dengan flu yang kita sebut flu babi atau swine flu H1N1, di mana ini memang adalah penyakit infeksi pada babi yang menyerang saluran napas. Kalau ASF lebih banyak menyerang pada saluran cerna," kata Nadia, Kamis 9 Juli 2020.

    Menurut Badan Kesehatan Hewan Dunia (WOAH), ASF telah menyebabkan pengurangan populasi babi secara besar-besaran. Dikatakan bahwa virus itu tidak berbahaya pada manusia, namun mematikan pada babi, dan berdampak buruk pada usaha peternakan.

    Virus tersebut ditemukan di Afrika pada tahun 2005. Dua tahun kemudian ditemukan pada babi ternak maupun babi hutan, di Eropa Timur, meliputi Georgia, Armenia, Azerbaijan, Rusia dan Belarus.

    Kemunculannya di Asia tercatat terjadi pada 2018, yakni di Cina. Kemudian terus menyebar ke 16 negara pada tahun 2021. Lebih dari 80 negara telah mencatat kasus penularan ASF pada tahun 2024, termasuk Indonesia dan Singapura.

    Kesimpulan



    Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa narasi yang mengatakan Air Asia mengeluarkan pengumuman bahwa Pemerintah Malaysia melarang masuknya produk berbahan babi berkaitan dengan penularan Demam Babi Afrika (ASF), adalah benar.

    Namun ASF berbeda dengan flu babi (H1N1). Virus ASF dapat mematikan pada babi dan tercatat tidak menular pada manusia. Sementara virus H1N1 bisa menular pada manusia dan bersifat mematikan.

    Rujukan

  • (GFD-2024-20335) [SALAH] Paket COD dari Cina Berisi Narkoba

    Sumber: Twitter
    Tanggal publish: 03/06/2024

    Berita

    “HATI-HATI PAKET COD YANG MENJEBAK”

    Hasil Cek Fakta

    Akun Twitter @Boediantar4 mengunggah video yang menjelaskan modus paket COD yang dikirim dari Cina berisikan narkoba. Cuitan dan video yang diunggah pada 26 Mei tersebut telah disukai lebih dari 400 orang, dikutip dan dibagikan ulang lebih dari 300 kali, serta telah dilihat lebih dari 23,000 kali.

    Setelah dilakukan penelusuran, informasi tersebut menyesatkan. Divisi Humas Polri telah memberikan klarifikasi mengenai modus ini di Instagram resminya yang menyatakan bahwa pengiriman paket COD ini memang ada, namun belum tentu narkoba. Divisi Humas Polri menyatakan bahwa modus yang terbaca sementara adalah pihak pengirim sengaja ingin mengambil keuntungan dari pembayaran yang dilakukan saat transaksi COD paket tersebut.

    Selain itu, informasi serupa juga pernah dibahas oleh turnbackhoax.id dengan judul “[SALAH] Paket Berisi Narkoba Berasal dari Cina” dan dikategorikan sebagai konten yang menyesatkan.

    Dengan demikian, informasi yang disebarkan oleh @Boediantar4 merupakan konten yang menyesatkan.

    Kesimpulan

    Konten yang menyesatkan. Informasi ini merupakan hoaks lama yang muncul kembali. Tidak pernah ada kasus paket COD yang terbukti berisi narkoba dari Cina. Modus yang terbukti dari pengiriman paket COD tersebut adalah pihak pengirim yang ingin mengambil keuntungan dari pembayaran COD, bukan narkoba.

    Rujukan

  • (GFD-2024-20334) [SALAH] Penerima Vaksin COVID-19 mRNA akan Meninggal dalam 5-10 Tahun

    Sumber: Twitter
    Tanggal publish: 03/06/2024

    Berita

    “Prof. Dolores Cahill, University college Dublin-gelar profesr dlm genetika molekuler dr Trinity College Dublin&gelar PhD bidng Imunologi dr Dublin City University. Dia memprediksi, org yg menggunakan vaksin covid-19 akan mati dlm 5 hnga 10 thn. *Aliansi kebebasan dunia@Kopenhagen*”.

    Hasil Cek Fakta

    Akun Twitter @IhsanAlfatih3 mengunggah video presentasi seorang peneliti yang berbicara mengenai efek samping vaksin mRNA COVID-19. @IhsanAlfatih3 menambahkan keterangan mengenai latar belakang peneliti yang bernama Prof. Dolores Cahill. Pengguna Twitter tersebut juga menuliskan klaim bahwa orang yang menggunakan vaksin COVID-19 akan meninggal dalam kurun waktu 5-10 tahun.

    Berdasarkan hasil penelusuran, informasi tersebut menyesatkan. Klaim dari Dr. Dolores Cahill tersebut sudah pernah diklaim “tidak terbukti” oleh factcheck.org pada salah satu artikelnya yang berjudul “Video: Irish Professor Makes Unfounded Claims about Long-Term Effects of mRNA Vaccines”. Video dari artikel tersebut menjelaskan bahwa meskipun tidak ada vaksin atau dan/atau perawatan medis yang 100% aman, ‘clinical trials’ atau uji klinis selalu dilakukan untuk memeriksa apakah manfaat dari sebuah perawatan/obat lebih besar dari resikonya. Vaksin mRNA telah lolos uji klinis dan telah dinyatakan aman.

    Selain itu, klaim dari Dr. Dolores Cahill mengenai penerima vaksin mRNA COVID-19 yang akan meninggal dalam kurun waktu beberapa tahun telah membuka banyak diskusi mengenai kredibilitas Dr. Cahill sendiri dan seberapa jauh kebebasan dalam dunia penelitian medis. Hal ini salah satunya dibahas oleh McGill University, Office for Science and Society di artikelnya yang berjudul “The Strange Case of Dr. Cahill and Ms. Hyde.

    Dengan demikian, informasi yang disebarkan oleh @IhsanAlfatih3 merupakan konten yang menyesatkan.

    Kesimpulan

    Konten yang menyesatkan. Tidak ada bukti ilmiah yang mendukung klaim tersebut, serta pernyataan dari Dr. Dolores Cahill tersebut telah dinyatakan salah beberapa tahun lalu.

    Rujukan

  • (GFD-2024-20333) Kapolri tutup kasus pembunuhan Vina, benarkah?

    Sumber:
    Tanggal publish: 03/06/2024

    Berita

    Jakarta (ANTARA/JACX) – Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo disebut menghentikan kasus pembunuhan Vina dan teman lelakinya, Muhammad Rizky atau Eky.

    Pembunuhan Vina dan Eky, awalnya diduga sebagai kecelakaan lalu lintas tunggal yang terjadi di Cirebon pada 2016.

    Namun, polisi merevisinya menjadi kasus pembunuhan saat melihat kondisi jenazah Vina dan Eky. Terlebih, polisi juga menemukan sejumlah kejanggalan di tempat kejadian perkara (TKP).

    Setelah delapan tahun berlalu, insiden nahas itu diadaptasi menjadi sebuah film. Kasusnya kembali bergulir, bahkan ada penangkapan tersangka baru.

    Di tengah huru-hara pengungkapan pembunuhan Vina, beredar kabar soal penutupan kasus oleh Kapolri.

    Informasi itu dibagikan pada 2 Juni 2024, melalui cuitan seorang pengguna X dengan hampir 100 ribu pengikut.

    Pengguna lain pun menimpali, penutupan kasus Vina dilakukan lantaran kepolisian telah buntu dalam mengungkap kejadian itu.

    "Berita terbaru Kapolri menutup kasus pembunuhan EKY dan VINA biadab," demikian isi keterangan dalam cuitan X yang sudah dilihat hingga 504 ribu kali sampai Senin ini.

    Lantas, benarkah kasus pembunuhan Vina dihentikan oleh Kapolri?

    Hasil Cek Fakta

    Putusan Kapolri soal penutupan kasus Vina tidak benar. Tak ada informasi valid yang mendukung narasi tersebut.

    Penyelidikan kasus Vina dipastikan tetap berlanjut.

    Bahkan, salah satu saksi telah dijadwalkan hadir di Mapolda Jawa Barat pada Senin (3/6). Saksi tersebut adalah kakak kandung dari tersangka Pegi Setiawan.

    Jika kasus pembunuhan Vina dihentikan pada Minggu, seharusnya pada Senin tidak ada lagi jadwal pemanggilan saksi.

    Penghentian kasus Vina oleh Kapolri juga dirasa tak tepat karena Presiden Jokowi telah memerintahkan Kapolri, untuk melakukan penyelidikan secara terbuka dan transparan.

    Presiden meminta agar tidak ada yang perlu ditutupi terhadap berjalannya proses hukum kasus Vina.

    "Tidak ada yang perlu ditutup-tutupi. Kalau ada," kata Presiden Jokowi pada 30 Mei 2024.

    Klaim: Kapolri tutup kasus pembunuhan Vina

    Rating: Hoaks

    Pewarta: Tim JACX

    Editor: M Arief Iskandar

    Copyright © ANTARA 2024

    Rujukan