Melalui grup Facebook INDONESIA BERSUARA, akun Syarman Lawyer mengunggah foto yang menampilkan sosok Basuki Tjahaya Poernama atau Ahok dan Rano Karno, disertai narasi yang menyebut jika keduanya akan maju pada pilihan Gubernur DKI Jakarta. Foto tersebut diunggah pada Minggu, 25 Agustus 2024.
(GFD-2024-22682) [SALAH] “AHOK RANO MAJU DI PILGUB JAKARTA”
Sumber: facebook.comTanggal publish: 31/08/2024
Berita
Hasil Cek Fakta
Setelah ditelusuri lebih lanjut, sampai dengan artikel ini dibuat tidak ditemukan adanya informasi resmi yang menyebut jika Ahok-Rano akan maju sebagai pasangan pada Pilgub DKI Jakarta. Melansir dari detik.com, faktanya Rano Karno telah diusung oleh PDI-P menjadi calon wakil Gubernur berpasangan dengan Pramono Anung. Keduanya secara resmi telah mendaftar ke KPU pada Rabu, 28 Agustus 2024. Ahok diketahui juga turut menemani proses pendaftaran Pramono-Rano tersebut.
Berdasar seluruh referensi, unggahan terkait Ahok Rano akan maju pada Pilgub DKI adalah tidak benar dan masuk ke dalam kategori misleading content atau konten yang menyesatkan.
Berdasar seluruh referensi, unggahan terkait Ahok Rano akan maju pada Pilgub DKI adalah tidak benar dan masuk ke dalam kategori misleading content atau konten yang menyesatkan.
Kesimpulan
Faktanya, Rano Karno telah diusung oleh PDI-P menjadi calon wakil Gubernur dipasangkan dengan Pramono Anung. Sementara itu belum terdapat informasi resmi perihal Ahok maju di Pilkada DKI.
Rujukan
- https://news.detik.com/foto-news/d-7512701/ditemani-ahok-pramono-anung-rano-karno-daftar-pilgub-jakarta
- https://www.viva.co.id/berita/politik/1746605-tak-dipilih-megawati-ahok-rela-jadi-die-hard-pramono-rano-karno
- https://www.cnbcindonesia.com/news/20240828171903-7-567198/oplet-si-doel-bawa-pramono-rano-karno-menuju-jakarta-satu
- https://20.detik.com/detikupdate/20240828-240828076/penampakan-oplet-si-doel-yang-dipakai-pramono-rano-daftar-ke-kpu
(GFD-2024-22681) [SALAH]: Minuman herbal bisa menggantikan cuci darah untuk gagal ginjal
Sumber: tiktok.comTanggal publish: 18/09/2024
Berita
Gagal Ginjal? Stop Cuci Darah
Hasil Cek Fakta
Beredar klaim bahwa minuman herbal dapat menggantikan cuci darah untuk penderita gagal ginjal. Namun setelah dilakukan penelusuran klaim tersebut tidak benar.
Menurut dokter spesialis penyakit dalam, dr. Andi Khomeini Takdir, minuman rempah tidak dapat menggantikan proses cuci darah bagi pasien gagal ginjal. Meskipun minuman rempah mungkin memiliki manfaat bagi pasien diabetes, klaim tersebut harus didukung oleh penelitian yang valid. Hal ini ditegaskan pula oleh dr. Pringgodigdo Nugroho, Sp.PD-KGH, yang menyatakan bahwa pengobatan alternatif tidak dianjurkan untuk menggantikan cuci darah karena tidak ada bukti yang mendukung efektivitasnya dalam mengobati gagal ginjal.
Ginjal yang mengalami kerusakan parah tidak dapat dipulihkan, sehingga pasien yang berada pada tahap akhir gagal ginjal memerlukan penggantian fungsi ginjal melalui cuci darah, CAPD, atau transplantasi ginjal. Pengobatan alternatif dianggap tidak efektif berdasarkan pedoman medis internasional, dan penanganan medis ginjal tergantung pada penyebab utama seperti diabetes atau hipertensi.
Pada kasus gagal ginjal, terutama yang kronis, gejalanya mencakup kelelahan, kulit kering, muntah, dan perubahan pada produksi urin. Perawatan seperti hemodialisis dan CAPD digunakan untuk menggantikan fungsi ginjal, dan obat-obatan diberikan untuk mengatasi gejala atau komplikasi tambahan, bukan untuk memperbaiki kerusakan ginjal itu sendiri.
Menurut dokter spesialis penyakit dalam, dr. Andi Khomeini Takdir, minuman rempah tidak dapat menggantikan proses cuci darah bagi pasien gagal ginjal. Meskipun minuman rempah mungkin memiliki manfaat bagi pasien diabetes, klaim tersebut harus didukung oleh penelitian yang valid. Hal ini ditegaskan pula oleh dr. Pringgodigdo Nugroho, Sp.PD-KGH, yang menyatakan bahwa pengobatan alternatif tidak dianjurkan untuk menggantikan cuci darah karena tidak ada bukti yang mendukung efektivitasnya dalam mengobati gagal ginjal.
Ginjal yang mengalami kerusakan parah tidak dapat dipulihkan, sehingga pasien yang berada pada tahap akhir gagal ginjal memerlukan penggantian fungsi ginjal melalui cuci darah, CAPD, atau transplantasi ginjal. Pengobatan alternatif dianggap tidak efektif berdasarkan pedoman medis internasional, dan penanganan medis ginjal tergantung pada penyebab utama seperti diabetes atau hipertensi.
Pada kasus gagal ginjal, terutama yang kronis, gejalanya mencakup kelelahan, kulit kering, muntah, dan perubahan pada produksi urin. Perawatan seperti hemodialisis dan CAPD digunakan untuk menggantikan fungsi ginjal, dan obat-obatan diberikan untuk mengatasi gejala atau komplikasi tambahan, bukan untuk memperbaiki kerusakan ginjal itu sendiri.
Kesimpulan
Pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal tahap akhir, yang disebut sebagai gagal ginjal kronis, pengobatan memerlukan prosedur medis seperti cuci darah yang tidak bisa digantikan oleh ramuan rempah atau pengobatan alternatif. Ginjal yang rusak parah tidak dapat pulih, dan satu-satunya cara untuk menggantikan fungsi penyaringan ginjal adalah melalui hemodialisis, CAPD, atau transplantasi ginjal.
Rujukan
- https://turnbackhoax.id/2024/07/29/salah-rebusan-alang-alang-dan-setengah-jeruk-nipis-bisa-cegah-dan-sembuhkan-gagal-ginjal/
- https://turnbackhoax.id/2024/08/10/salah-terapi-minuman-rempah-bisa-menggantikan-cuci-darah-untuk-penderita-gagal-ginjal/
- https://www.urmc.rochester.edu/conditions-and-treatments/kidney-failure
- https://www.antaranews.com/berita/3435468/dokter-tak-anjurkan-pasien-gangguan-ginjal-berobat-alternatif
(GFD-2024-22680) [SALAH]: WHO siapkan pandemi berikutnya
Sumber: instagram.comTanggal publish: 18/09/2024
Berita
LAWAN PLANDEMIC WHO!!!
Hasil Cek Fakta
Beredar sebuah video dengan klaim bahwa WHO menyiapkan pandemi berikutnya, namun setelah dilakukan penelusuran klaim tersebut tidak benar.
Potongan video tersebut diambil dari kanal YouTube RRNewlitics yang diunggah pada 29 Februari 2024. Video ini berisi wawancara dengan Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K), mantan Menteri Kesehatan periode 2004-2009, di mana ia membahas pandemi Covid-19 dan kasus flu burung.
Dilansir dari Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, Amesh Adalja, MD, peneliti di Johns Hopkins Center for Health Security, menjelaskan bahwa Penyakit X adalah konsep pelabelan sementara untuk patogen pandemi yang belum diketahui atau belum dikarakterisasi. Konsep ini bertujuan mendorong pemikiran proaktif mengenai patogen yang dapat menyebabkan pandemi, alih-alih hanya berfokus pada patogen yang telah dikenal seperti influenza.
Sejak 2018, WHO telah memasukkan Penyakit X dalam daftar potensi epidemi masa depan, bersama dengan virus-virus seperti Ebola, Marburg, dan Zika. Marie-Paule Kieny, mantan Asisten Direktur Jenderal WHO, menjelaskan bahwa Penyakit X mewakili kesadaran akan kemungkinan epidemi yang disebabkan oleh patogen yang belum dikenal.
Dalam konteks tersebut, John-Arne Rottingen, Kepala Eksekutif Dewan Riset Norwegia dan penasihat ilmiah WHO, menambahkan bahwa memasukkan Penyakit X ke dalam daftar WHO adalah upaya untuk memastikan persiapan fleksibel dalam pengembangan vaksin dan tes diagnostik. Hal ini juga menggambarkan ketidakpastian sifat penyakit menular, yang bisa muncul secara tak terduga, seperti halnya flu Spanyol pada 1918-1920 yang menewaskan jutaan orang. Sehingga klaim tersebut tidak benar dengan kategori konten yang menyesatkan.
Potongan video tersebut diambil dari kanal YouTube RRNewlitics yang diunggah pada 29 Februari 2024. Video ini berisi wawancara dengan Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K), mantan Menteri Kesehatan periode 2004-2009, di mana ia membahas pandemi Covid-19 dan kasus flu burung.
Dilansir dari Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, Amesh Adalja, MD, peneliti di Johns Hopkins Center for Health Security, menjelaskan bahwa Penyakit X adalah konsep pelabelan sementara untuk patogen pandemi yang belum diketahui atau belum dikarakterisasi. Konsep ini bertujuan mendorong pemikiran proaktif mengenai patogen yang dapat menyebabkan pandemi, alih-alih hanya berfokus pada patogen yang telah dikenal seperti influenza.
Sejak 2018, WHO telah memasukkan Penyakit X dalam daftar potensi epidemi masa depan, bersama dengan virus-virus seperti Ebola, Marburg, dan Zika. Marie-Paule Kieny, mantan Asisten Direktur Jenderal WHO, menjelaskan bahwa Penyakit X mewakili kesadaran akan kemungkinan epidemi yang disebabkan oleh patogen yang belum dikenal.
Dalam konteks tersebut, John-Arne Rottingen, Kepala Eksekutif Dewan Riset Norwegia dan penasihat ilmiah WHO, menambahkan bahwa memasukkan Penyakit X ke dalam daftar WHO adalah upaya untuk memastikan persiapan fleksibel dalam pengembangan vaksin dan tes diagnostik. Hal ini juga menggambarkan ketidakpastian sifat penyakit menular, yang bisa muncul secara tak terduga, seperti halnya flu Spanyol pada 1918-1920 yang menewaskan jutaan orang. Sehingga klaim tersebut tidak benar dengan kategori konten yang menyesatkan.
Kesimpulan
Klaim yang menyebut Disease X adalah bocoran pandemi berikutnya yang disiapkan oleh WHO adalah keliru. Penyakit X bukanlah patogen yang baru teridentifikasi, melainkan merupakan pelabelan sementara (placeholder) untuk patogen pandemi yang belum diketahui atau belum dikarakterisasi. WHO menggunakan istilah ini untuk mendorong pemikiran proaktif dalam rangka mempersiapkan langkah-langkah pencegahan terhadap patogen yang mungkin muncul di masa depan, bukan sebagai rencana atau bocoran pandemi yang disengaja.
Rujukan
(GFD-2024-22679) [SALAH]: Ahli Farmasi menempatkan bahan penyebab kanker dalam vaksin Covid-19
Sumber: instagram.comTanggal publish: 18/09/2024
Berita
Ilmuan farmasi besar mengaku: mereka menempatkan bahan kimia penyebab kanker di jabs COVID
Hasil Cek Fakta
Beredar sebuah klaim bahwa vaksin covid dibuat dari bahan berbahaya. Namun setelah dilakukan penelusuran klaim tersebut tidak benar.
Artikel yang beredar, diterjemahkan dari laman Thepeoplevoice.tv , memuat klaim dari ilmuwan seperti Sasha Latypova, yang dipublikasikan pada 14 Juli 2023. Berdasarkan penelusuran melalui Google, Sasha Latypova sering muncul dalam artikel, berita, dan podcast terkait isu kesehatan, terutama mengenai Covid-19. Di LinkedIn, Latypova menyebut dirinya sebagai pengusaha farmasi dan alat kesehatan. Beberapa klaim Latypova telah dibantah oleh otoritas kesehatan. Laman University of Illinois Urbana dan FactCheck.org mencatat bantahan dari FDA terkait klaim-klaim tersebut. FactCheck.org menegaskan bahwa semua uji klinis vaksin Covid-19 nyata dan transparan, melibatkan ribuan partisipan, serta ditinjau oleh FDA dan kelompok independen. Data uji coba juga dipublikasikan dalam jurnal yang ditinjau oleh sejawat. Klaim bahwa uji coba vaksin Covid-19 tidak nyata disebut dapat memicu teori konspirasi.
Kesalahpahaman Latypova mungkin berasal dari ketidakpahamannya tentang undang-undang terkait Otorisasi Penggunaan Darurat (EUA) yang berbeda dengan persetujuan penuh oleh FDA. Meskipun EUA mengizinkan penggunaan vaksin dalam keadaan darurat seperti pandemi, vaksin Covid-19 tetap memerlukan uji klinis sebelum mendapatkan EUA. Klaim bahwa vaksin Covid-19 mengandung bahan kimia penyebab kanker juga telah dibantah oleh para ahli. Patrick Jackson, spesialis penyakit menular di University of Virginia Health, menyatakan bahwa tidak ada bahan aktif dalam vaksin Pfizer-BioNTech, Moderna, atau Johnson & Johnson yang bersifat karsinogenik. Dr. Arif Kamal dari American Cancer Society menambahkan bahwa tidak ada bukti bahwa vaksin Covid-19 menyebabkan kanker.
Peneliti senior Jordan L. Meier dari National Cancer Institute juga menyanggah klaim terkait N1-methylpseudouridine dalam vaksin, menyatakan bahwa klaim tersebut salah mengartikan fungsi N1-methylpseudouridine dan tidak memberikan bukti bahwa zat tersebut melemahkan sistem kekebalan tubuh.
Penelusuran laman Thepeoplevoice.tv melalui Mediabiasfactcheck.com menyebut situs ini sebagai sumber yang patut dipertanyakan karena bias sayap kanan, sering mempromosikan klaim ekstrem, teori konspirasi, dan berita palsu, termasuk propaganda anti-vaksin, Dengan demikian klaim yang beredar mengenai vaksin dibuat dari bahan berbahaya tidak benar dengan kategori konten yang menyesatkan.
Artikel yang beredar, diterjemahkan dari laman Thepeoplevoice.tv , memuat klaim dari ilmuwan seperti Sasha Latypova, yang dipublikasikan pada 14 Juli 2023. Berdasarkan penelusuran melalui Google, Sasha Latypova sering muncul dalam artikel, berita, dan podcast terkait isu kesehatan, terutama mengenai Covid-19. Di LinkedIn, Latypova menyebut dirinya sebagai pengusaha farmasi dan alat kesehatan. Beberapa klaim Latypova telah dibantah oleh otoritas kesehatan. Laman University of Illinois Urbana dan FactCheck.org mencatat bantahan dari FDA terkait klaim-klaim tersebut. FactCheck.org menegaskan bahwa semua uji klinis vaksin Covid-19 nyata dan transparan, melibatkan ribuan partisipan, serta ditinjau oleh FDA dan kelompok independen. Data uji coba juga dipublikasikan dalam jurnal yang ditinjau oleh sejawat. Klaim bahwa uji coba vaksin Covid-19 tidak nyata disebut dapat memicu teori konspirasi.
Kesalahpahaman Latypova mungkin berasal dari ketidakpahamannya tentang undang-undang terkait Otorisasi Penggunaan Darurat (EUA) yang berbeda dengan persetujuan penuh oleh FDA. Meskipun EUA mengizinkan penggunaan vaksin dalam keadaan darurat seperti pandemi, vaksin Covid-19 tetap memerlukan uji klinis sebelum mendapatkan EUA. Klaim bahwa vaksin Covid-19 mengandung bahan kimia penyebab kanker juga telah dibantah oleh para ahli. Patrick Jackson, spesialis penyakit menular di University of Virginia Health, menyatakan bahwa tidak ada bahan aktif dalam vaksin Pfizer-BioNTech, Moderna, atau Johnson & Johnson yang bersifat karsinogenik. Dr. Arif Kamal dari American Cancer Society menambahkan bahwa tidak ada bukti bahwa vaksin Covid-19 menyebabkan kanker.
Peneliti senior Jordan L. Meier dari National Cancer Institute juga menyanggah klaim terkait N1-methylpseudouridine dalam vaksin, menyatakan bahwa klaim tersebut salah mengartikan fungsi N1-methylpseudouridine dan tidak memberikan bukti bahwa zat tersebut melemahkan sistem kekebalan tubuh.
Penelusuran laman Thepeoplevoice.tv melalui Mediabiasfactcheck.com menyebut situs ini sebagai sumber yang patut dipertanyakan karena bias sayap kanan, sering mempromosikan klaim ekstrem, teori konspirasi, dan berita palsu, termasuk propaganda anti-vaksin, Dengan demikian klaim yang beredar mengenai vaksin dibuat dari bahan berbahaya tidak benar dengan kategori konten yang menyesatkan.
Kesimpulan
Klaim bahwa ahli farmasi telah menempatkan bahan kimia penyebab kanker dalam vaksin Covid-19 terbukti menyesatkan. Klaim-klaim ini telah dibantah oleh peneliti dan otoritas yang mengawasi peredaran serta penggunaan vaksin, termasuk FDA dan para ahli kesehatan. Media yang menyebarkan klaim ini tidak dapat dijadikan rujukan karena memiliki rekam jejak dalam mempromosikan kampanye anti-vaksin, teori konspirasi, serta bias sayap kanan.
Rujukan
- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5789217/
- https://www.usatoday.com/story/news/factcheck/2022/10/28/fact-check-no-evidence-link-between-covid-19-vaccines-cancer/10533133002/
- https://www.factcheck.org/2023/01/scicheck-covid-19-vaccines-tested-in-clinical-trials-despite-strongbogus-social-media-claims-strong/
- https://turnbackhoax.id/2024/08/19/salah-vaksin-covid-19-menggunakan-bahan-kimia-penyebab-kanker/
- https://blogs.illinois.edu/view/6231/997503325
Halaman: 877/5915