• (GFD-2021-5969) [SALAH] Video Siaran Langsung “Kapal Tenggelam, 1 Januari 2021”

    Sumber: facebook.com
    Tanggal publish: 01/01/2021

    Berita

    Akun ALL VIDEO menayangkan siaran langsung berisi video detik-detik tenggelamnya sebuah kapal pada 1 Januari 2021 dengan narasi sebagai berikut:

    “Ya Allah Selamatkanlah Mereka”

    Hasil Cek Fakta

    Berdasarkan hasil penelusuran Tim Cek Fakta Medcom, klaim adanya video detik-detik tenggelamnya sebuah kapal yang disiarkan langsung pada 1 Januari 2021 adalah klaim yang salah.

    Faktanya, video itu bukan kejadian tahun 2021. Video itu adalah video kejadian kapal feri terbalik di lautan lepas di sebuah pulau di provinsi Leyte, Filipina, Selasa 28 Juli 2009.

    Dilansir dari Medcom, video yang identik diunggah pada kanal Youtube mike ott dengan judul “Capsized Ocean King II” pada 5 Agustus 2009.

    Dilansir news.abs-cbn.com, peristiwa itu memperlihatkan sebuah kapal feri terbalik di lautan lepas di sebuah pulau di provinsi Leyte, Filipina, Selasa 28 Juli 2009. Sebanyak 121 orang di dalam kapal itu berhasil diselamatkan.

    “Kapal feri tersebut mengangkut penumpang, kargo dan kendaraan dari kota Lipata di Surigao del Norte ke kota Liloan, Leyte Selatan,” tulis ABS-CBN dalam laporannya yang diperbarui pada 29 Juli 2009.

    Rujukan

  • (GFD-2021-5968) [SALAH] “kesimpulan Rob Oswald: COVID 19 adalah khayalan dan fiktif”

    Sumber: facebook.com
    Tanggal publish: 01/01/2021

    Berita

    Akun Mark Thompson (fb.com/100001063043206) mengedarkan informasi mengenai Covid-19 adalah khayalan dan fiktif yang seolah berdasarkan kesimpulan seseorang bernama Rob Oswald dari Cornell University.

    Dalam narasi itu, Oswald yang bergelar PhD di bidang virologi dan imunologi menceritakan hasil penelitiannya terhadap 1.500 sampel yang diduga positif Covid-19 di California Selatan. Dari hasil ujinya, sebagian besar sampel terkena Influenza A, sisanya Influenza B. Tidak ada satu pun kasus Covid-19. Tim penelitian lantas meminta sampel Covid-19 yang layak dari CDC, tetapi CDC tidak dapat memberikan sampel karena tidak memiliki sampel yang dimaksud.

    Berikut kutipan isi informasi itu dalam bahasa Indonesia:

    “Kami sekarang telah sampai pada kesimpulan tegas melalui semua penelitian dan pekerjaan lab kami, bahwa COVID 19 adalah khayalan dan fiktif. Kami di 7 universitas yang melakukan tes lab pada 1500 sampel ini sekarang menggugat CDC untuk penipuan Covid 19. CDC belum mengirimkan satu pun sampel Covid 19 yang layak, terisolasi, dan murni. Jika mereka tidak dapat atau tidak mau mengirimkan sampel yang layak, saya katakan tidak ada Covid 19, itu fiktif. Jadi yang kita hadapi hanyalah jenis flu lain seperti setiap tahun, COVID 19 tidak ada dan hanya bersifat fiktif. Saya percaya China dan globalis mengatur tipuan COVID ini (flu yang disamarkan sebagai virus baru) untuk membawa tirani global dan negara pengawasan totaliter polisi di seluruh dunia, dan plot ini termasuk penipuan pemilu besar-besaran.”

    Hasil Cek Fakta

    Berdasarkan hasil penelusuran Tim Cek Fakta Kompas, klaim bahwa Profesor Robert Oswald dari Cornell University menyimpulkan bahwa Covid-19 adalah khayalan dan fiktif merupakan klaim yang keliru.

    Faktanya, klaim tersebut merupakan informasi palsu atau hoaks. Robert Oswald menegaskan, narasi Covid-19 tidak nyata yang mencatut namanya tidak ada hubungannya dengan dirinya dan Cornell University. Ia mengatakan, isi pesan bahwa Covid-19 tidak nyata adalah salah. Dari penelitian ilmiah terbukti bahwa Covid-19 benar ada. Ia juga menyangkal adanya tuntutan hukum Cornell University terhadap Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat.

    Dilansir dari Kompas, dari situs web College of Veterinary Medicine Cornell University, tercatat bahwa Robert Oswald adalah profesor di Department of Molecular Medicine. Pada kolom minat penelitian di laman itu, Oswald membantah kebenaran narasi bahwa Covid-19 tidak nyata. Narasi itu disebutnya hoaks.

    Berikut pernyataannya setelah dialihkan ke bahasa Indonesia: “Covid-19 nyata. Setiap posting Facebook yang menyarankan sebaliknya adalah hoaks dan tidak benar. Mengenakan masker, mempraktikkan jarak sosial, dan dapatkan vaksin jika sudah tersedia.”

    Dilansir dari situs web cek fakta Snopes, Oswald mengatakan bahwa dia merasa ngeri dengan isi pesan yang beredar di media sosial tersebut. Dia menegaskan bahwa pesan itu tidak ada hubungannya dengan dirinya atau Cornell University.

    “Saya jelas tidak menulis (informasi) itu dan agak ngeri dengan isinya,” kata Oswald.

    Ia menerangkan, informasi tersebut yang mencantumkan bahwa penulis pesan adalah ahli virologi dan ahli imunologi yang tinggal di California Selatan tidak sesuai dengan dirinya. Ia juga membantah isi pesan yang menyebut bahwa Cornell University melakukan tuntutan hukum terhadap CDC.

    “Cornell telah berada di garis depan dalam penelitian dan pengujian Covid, melakukan sumber daya yang sangat besar untuk mencegah penyebaran virus. Upaya untuk menghubungkan Cornell dengan isi pesan itu sangat mengecewakan,” tutur Oswald.

    Selain itu, Oswald mengatakan bahwa narasi Covid-19 tidak nyata adalah salah.

    “Virus ini dipelajari dengan sangat baik dengan banyak urutan genom lengkap dari pasien, bertentangan dengan anggapan bahwa hanya 40 atau lebih nukleotida yang telah diurutkan,” katanya.

    Oswald menyebut pekerjaan penelitian soal Covid-19 dikumpulkan oleh National Library of Medicine.

    Rujukan

  • (GFD-2021-5967) [SALAH] “WHO menyatakan bahwa vaksin Sinovac adalah vaksin yang paling lemah”

    Sumber: facebook.com
    Tanggal publish: 01/01/2021

    Berita

    Akun Instagram wow sehat (instagram.com/wawsehat)membagikan informasi yang berisi klaim bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa vaksin Sinovac adalah vaksin yang paling lemah.

    “Hal tersebut diungkapkan WHO setelah melakukan perbandingan 10 jenis vaksin COVID-19 yang siap diedarkan.” tulis akun tersebut.

    Efektivitas vaksin sinovac paling rendah

    Vaksin sinovac tidak bisa dipercaya

    vaksin sinovac tidak effektif

    Hasil Cek Fakta

    Berdasarkan hasil penelusuran Tim CekFakta Tempo, klaim bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa vaksin Sinovac adalah vaksin yang paling lemah adalah klaim yang keliru.

    Faktanya, tidak ada satu pun informasi yang WHO menyebut vaksin Sinovac paling lemah dibanding sembilan kandidat vaksin Covid-19 lainnya. Aljazeera juga tidak pernah mempublikasikan berita yang mengutip perbandingan efektifitas 10 vaksin Covid-19 oleh WHO.

    Dilansir dari Tempo, lewat pencarian di situs resmi WHO dengan kata kunci “Covid-19 vaccine”, Tempo menemukan 39 artikel terkait dengan vaksin Covid-19. Namun, dari semua artikel tersebut, tidak satu pun berisi informasi bahwa WHO menyebut vaksin Sinovac paling lemah dibanding sembilan kandidat vaksin Covid-19 lainnya.

    Dalam artikel berjudul “COVAX Announces additional deals to access promising COVID-19 vaccine candidates; plans global rollout starting Q1 2021” yang terbit pada 21 Desember 2020, WHO hanya menjelaskan tentang 10 kandidat vaksin yang melibatkan investasi Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI). Dari 10 kandidat vaksin itu, sembilan di antaranya masih dalam pengembangan, di mana tujuh di antaranya dalam tahap uji klinis.

    Sepuluh kandidat vaksin tersebut adalah AstraZeneca/University of Oxford (Tahap 3); Clover Biopharmaceuticals, Cina (Tahap 1); CureVac, Jerman (Tahap 2B/3); Inovio, Amerika Serikat (Tahap 2); Institut Pasteur/Merck/Themis, Prancis/AS/Austria (Tahap 1); Moderna, AS (Tahap 3); Novavax, AS (Tahap 3); SK bioscience, Korea Selatan (Praklinis); University of Hong Kong, Hong Kong (Praklinis); University of Queensland/CSL, Australia (Tahap 1, program dihentikan).

    CEPI sendiri merupakan kemitraan inovatif antara publik, swasta, filantropi, dan organisasi sipil, yang diluncurkan di Davos, Swiss, pada 2017 untuk mengembangkan vaksin guna menghentikan epidemi di masa depan. CEPI telah bergerak dengan sangat mendesak dan berkoordinasi dengan WHO dalam menanggapi munculnya Covid-19.

    Adapun lewat penelusuran di Google dengan memasukkan kata kunci yang sama, “Covid-19 vaccine”, juga tidak menemukan berita bahwa WHO menyebut vaksin Sinovac paling lemah. Dalam sebuah berita di Aljazeera pada 18 November 2020 yang berjudul “Where are we in the Covid-19 vaccine race?”, pejabat WHO Swaminathan menyatakan belum bisa mengambil kesimpulan tentang perlindungan jangka panjang dan efek samping dari seluruh vaksin yang sedang diuji coba.

    “Semua hasil yang kami lihat sejauh ini didasarkan pada tiga atau empat bulan analisis tindak lanjut, yang berarti bahwa kami belum bisa mengatakan apapun tentang perlindungan jangka panjang (dari vaksin), atau tentang efek sampingnya,” kata Swaminathan. “Dalam kondisi yang lain, Anda tidak akan pernah menggunakan vaksin dalam waktu terbatas. Tapi, karena berada di tengah pandemi, kita harus menyeimbangkan antara risiko dan kebutuhan.”

    Menurut arsip berita Tempo, pada 21 Desember 2020, juru bicara vaksinasi Covid-19 dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Lucia Rizka Andalusia juga telah membantah bahwa vaksin Sinovac memiliki kualitas paling lemah di antara kandidat vaksin lainnya.

    “Hingga saat ini, tidak ada dokumen dan informasi resmi dari WHO yang membandingkan respons imunitas 10 kandidat vaksin, atau pernyataan bahwa vaksin Sinovac rendah,” ujarnya.

    Dia menambahkan, sampai saat ini, belum ada pengumuman tingkat efikasi vaksin Sinovac, baik dari pihak produsen maupun badan pengawas obat di negara tempat dilakukannya uji klinis. Selain itu, kata Lucia, informasi bahwa hanya Indonesia yang memesan vaksin Sinovac tidak tepat.

    “Sejumlah negara telah melakukan pemesanan vaksin Covid-19 dari Sinovac, seperti Brasil, Turki, Chili, Singapura, dan Filipina. Bahkan, Mesir juga sedang bernegosiasi untuk bisa memproduksi vaksin Sinovac di negaranya,” ujar dia.

    Rujukan

  • (GFD-2021-5966) [SALAH] Istora Senayan Dijadikan Tempat Penampungan Pasien Covid-19

    Sumber: facebook.com
    Tanggal publish: 01/01/2021

    Berita

    Sebuah akun Facebook bernama Fian M mengunggah video suasana di Istora Senayan Jakarta. Dalam keterangannya, Fian M menambahkan bahwa Istora Senayan dijadikan tempat penampungan pasien Covid-19. Terlihat beberapa orang berbaring di atas alas dengan menjaga jarak.

    Hasil Cek Fakta

    Setelah ditelusuri, video tersebut bukan terjadi di Indonesia. Melainkan di Stadion Sukpa di Kuantan Malaysia. Stadion dipakai, karena Rumah Sakit Sungai Buloh tidak dapat menampung pasien yang jumlahnya terus meningkat di sana. Mengutip dari East Coast China Press, rumah sakit penampungan Kuantan itu dibagi menjadi dua area dengan bidai. Adapun pasien yang beristirahat di sana menggunakan tikar jerami plastik dan selimut sebagai tempat tidur.

    Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria buka suara terkait video viral Istora Senayan bakal dijadikan tempat isolasi mandiri. Riza menegaskan pihaknya tak pernah Pemprov DKI menyebut Istora Senayan akan dijadikan sebagai isolasi mandiri pasien Covid-19.

    “Kami tidak pernah menyebutkan bahwa Istora senayan akan dijadikan tempat isolasi mandiri,” ujar Riza kepada wartawan, Selasa (29/12/2020).

    Riza menuturkan yang disiapkan oleh pemerintah pusat yakni di hotel-hotel yang sudah berjalan beberapa bulan sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Untuk Isolasi mandiri, pihak Pemprov DKI Jakarta telah menyiapkan wisma di daerah Ragunan dan TMII.

    Sehingga, klaim mengenai Istora Senayan yang dijadikan tempat penampungan pasien Covid-19 merupakan hoaks dengan kategori konten yang salah.

    Rujukan