Seorang saksi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Pekanbaru, Riau yang sakit usai Pemilu 2019 viral di media sosial.
Saksi dari PKS itu bernama Hatta Zailiyus. Dia sempat menjadi saksi pemungutan suara di Bina Widya, Kecamatan Tampan, Pekanbaru. Usai Pemilu, Hatta dirujuk ke RSUD Arifin Achmad (AA) Pekanbaru.
Muncul narasi negatif yang disebarluaskan oleh warganet soal penyebab sakitnya Hatta.
Unggahan yang beredar luas di media sosial itu berupa video kondisi Hatta saat dirawat di Rumah Sakit.
Dalam video yang viral, Hatta tampak terbaring dan kedua tangannya diikat ke ranjang. Narasi yang beredar di media sosial menyangsikan apabila Hatta disebut sakit karena kelelahan.
Bahkan, salah satu warganet menyebut Hatta keracunan cyanida.
Berikut narasi lengkapnya :
Nama : Hatta Zalliyus bin Fauzaini
Saksi Pks di TPS 11
Kel Binawidya
Kec Tampan
Kodya Pekan Baru
Ini Bukan Kelelahan….
Tp Ini Keracunan Cyanida….
Yang Dapat Menyebabkan Kematian….
Ayoo Temen2 Kita Suarakan Kebenaran….
Teroris Sebenarnya Adalah KPU….
KPU Adalah Penjahat Demokrasi….
#AuditForensikKPU
#SaveOurDemocracy
#2019PrabowoPresidenRI
(GFD-2019-2175) Saksi PKS Pekanbaru Bernama Hatta Zalliyus Dirawat di Rumah Sakit karena Keracunan Cyanida
Sumber: facebook.com, twitter.comTanggal publish: 09/05/2019
Berita
Hasil Cek Fakta
Menanggapi kabar viral itu, Ketua DPD PKS Pekanbaru, Sofyan Siroj mengunjungi Hatta di RSUD AA di Pekanbaru dan mendapat penjelasan soal penyakit yang dialami Hatta.
“Sakit lupus Hatta kambuh 3 hari pasca pemilu. Kondisi sakit lupus Hatta lebih parah saat ini dibanding setahun sebelumnya,” kata Sofyan, Rabu (8/5/2019).
Kehadiran Sofyan ini pun sekaligus memberikan bantuan untuk Hatta. Pihak PKS juga mendoakan agar Hatta segera pulih sedia kala.
Hatta saat ini didampingi pihak keluarganya di RS. Pihak keluarga tidak bersedia memberikan keterangan apapun.
“Sakit lupus Hatta kambuh 3 hari pasca pemilu. Kondisi sakit lupus Hatta lebih parah saat ini dibanding setahun sebelumnya,” kata Sofyan, Rabu (8/5/2019).
Kehadiran Sofyan ini pun sekaligus memberikan bantuan untuk Hatta. Pihak PKS juga mendoakan agar Hatta segera pulih sedia kala.
Hatta saat ini didampingi pihak keluarganya di RS. Pihak keluarga tidak bersedia memberikan keterangan apapun.
Kesimpulan
Informasi yang menyebutkan Hatta keracunan cyanida terbukti tidak benar. Faktanya, Hatta dirawat di Rumah Sakit karena penyakit lupusnya kambuh.
Rujukan
(GFD-2019-2153) [SALAH] Ketua KPUD Bekasi Meninggal Dunia
Sumber: facebook.comTanggal publish: 09/05/2019
Berita
Informasi yang menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Bekasi meninggal dunia tersebar di media sosial Facebook. Pada narasi yang tersebar, dikatakan bahwa Ketua KPUD Bekasi meninggal saat melakukan proses Rapat Pleno Rekapitulasi Suara. Narasi itu disertai dengan sejumlah foto-foto dan tangkapan layar cuitan akun @mbakyuevi_N51. Berikut narasinya:
Innalilahi wainnalillahi rojiun
Akhirnya KETUA KPUD BEKASI MENINGGAL DUNIA..
TRAGIS????????
Innalilahi wainnalillahi rojiun
Akhirnya KETUA KPUD BEKASI MENINGGAL DUNIA..
TRAGIS????????
Hasil Cek Fakta
Melalui hasil penelusuran, diketahui bahwa informasi itu tidak benar. Sebab, pihak Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, sudah menegaskan bahwa kabar yang menyebut Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bekasi, Jajang Wahyudin meninggal dunia saat rapat pleno adalah hoaks atau tidak benar.
Koordinator Divisi Humas dan Hubal Bawaslu Kabupaten Bekasi, Akbar Khadafi di Cikarang, Rabu mengatakan, saat ini Ketua KPU Kabupaten Bekasi itu dalam kondisi sehat. “Beliau sehat dan sekarang sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Saat ini teman-teman dari KPU dan Bawaslu juga sedang membesuk beliau,” ungkap Akbar.
Akbar meminta kepada masyarakat untuk meneliti dan mencermati setiap berita yang beredar. Ia yakin masyarakat sudah semakin cerdas.
“Kabar hoaks seperti ini harus lebih teliti lagi, jangan mudah percaya isi berita yang belum tentu kebenarannya,” ucapnya.
Ia pun mengaku, kondisi kesehatan Jajang belakangan memang memburuk dan puncaknya terjadi saat pleno penghitungan suara di Kantor KPU Kabupaten Bekasi, Jalan Raya Rangas Bandung, Kecamatan Kedungwaringin, semalam (8/5).
“Sekitar pukul 19.00 tadi malam beliau pingsan dan langsung dilarikan ke RSUD Cibitung,” katanya.
Akbar mengatakan, berdasarkan cerita yang disampaikan Jajang kepadanya, Ketua KPUD ini mengaku kalau kurang istirahat. Dari hari pertama pelaksanaan pleno hingga hari keempat, ia selalu pulang ke rumah pada pukul 06.00 dan kembali lagi ke kantor pada pukul 09.00 WIB.
“Dan semalam sebelum magrib semakin terlihat bahwa kondisi beliau sangat lemah, terlihat dari raut wajahnya yang pucat,” ungkapnya.
Akabr kembali menjelaskan, setelah mendapatkan perawatan dari pihak rumah sakit, saat ini kondisi Ketua KPUD Kabupaten Bekasi itu berangsur-angsur membaik. Namun, Jajang memerlukan istirahat cukup agar dapat pulih kembali secepatnya.
“Kita doakan bersama agar beliau lekas sembuh. Saat ini posisinya masih di rumah sakit, belum diperbolehkan pulanf karena harus istirahat penuh selama masa pemulihan,” tegas Akbar.
Dari klarifikasi tersebut sudah jelas bahwa kabar mengenai meninggalnya Ketua KPUD Bekasi tidak benar. Lalu, terkait tangkapan layar akun Twitter @mbakyuevi_N51 yang digunakan sejumlah postingan sumber sebagai bagian dari foto postingan juga tidak ada hubungannya dengan peristiwa sakitnya Ketua KPUD Bekasi. Dilihat dari profil akun tersebut, tidak ada yang mengaitkan pemilik akun dengan Ketua KPUD Bekasi.
Adapun, akun tersebut hanya menuliskan cuitan tentang cerita ayahnya, dikatakan sebagai petugas KPPS yang meninggal dalam tugasnya. Cuitan itu tentang ayahnya meninggal muncul sejak tanggal 3 Mei 2019.
Ia memulai cuitan itu dengan postingan berita dari Kompas dengan judul “Keluarga KPPS yang Meninggal Minta Pelaksanaan Pemilu Dievaluasi” yang ternyata artikelnya berisikan tentang kabar meninggalnya ayah pemilik akun tersebut, yakni Erwiyati. Berikut kutipan berita dari Kompas tersebut:
[…] Keluarga KPPS yang Meninggal Minta Pelaksanaan Pemilu Dievaluasi
JAKARTA, KOMPAS.com - Erwiyati tak dapat membendung air mata saat Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman dan beberapa staf KPU lain mendatangi kediamannya, Jumat (3/5/2019).
Ia menangis, lantaran teringat almarhum ayahnya, Umar Madi, Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) TPS 68 Kelurahan Sukabumi Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat yang belum genap dua minggu meninggal dunia.
Erwiyati mengapresiasi kehadiran KPU yang menyampaikan bela sungkawa dan santunan.
“Siapa pun yang datang ke rumah saya, saya apresiasi, artinya kepeduliannya sudah ada. Dan itu membuat saya terhibur, bukan senang tapi terhibur. Paling tidak jadi satu penghiburan buat kami, meskipun itu tidak mengembalikan ayah saya,” kata Erwiyati saat ditemui di rumah duka.
Erwiyati mengenang, sebelum hari pemungutan suara, ayahnya sempat menelepon. Sang ayah menyampaikan rasa senangnya bisa turut serta menjadi bagian dari KPPS.
Sebagai Ketua KPPS, Umar Madi mulai bekerja sejak tiga hari sebelum hari pemungutan suara. Ia membagikan surat pemberitahuan memilih atau formulir C6 kepada pemilih di wilayahnya.
Pada hari pemungutan suara, Umar bekerja di TPS bersama anggota KPPS lainnya. Setelah itu, pekerjaan masih dilanjutkan dengan melakukan penghitungan suara dan memantau proses rekapitulasi suara.
Rabu (24/4/2019), kondisi kesehatan Umar menurun. Ia kemudian dilarikan ke rumah sakit.
Meskipun punya riwayat penyakit jantung, Erwiyati memastikan, ayahnya yang berusia 65 tahun itu dalam kondisi sehat sebelum bertugas.
“Jadi setelah masuk RS Pelni dia nyatakan bahwa bapak syaraf otak kirinya sudah mati semua, bapak mengalami kelumpuhan dan juga stroke,” ujar Erwiyati sambil menitikan air mata.
Kamis (26/4/2019) pukul 01.59 WIB, Umar mengembuskan napas terakhir. Ia pergi meninggalkan istri dan kedua putrinya.
Meskipun sudah ikhlas, Erwiyati berharap KPU dapat melakukan evaluasi pelaksanaan pemilu. Sebab, yang menjadi "korban" pesta demokrasi ini tak hanya ayahnya, melainkan ratusan orang lainnya.
“Saya harap dengan adanya kasus bapak saya yang meninggal ditindaklanjuti, diusut, kenapa, kalau memang kelelahan harus di-review, kenapa, apa yang harus di-review, pelaksanaannya. Supaya pelaksanaanya disesuaikan, jangan sampai jam kerja terlalu padat,” katanya. […]
Selain menyuitkan artikel itu, akun @mbakyuevi_N51 foto saat pemberian santunan dari KPU kepada keluarganya. Dari hal itu, maka sudah jelas bahwa akun @mbakyuevi_N51 di-framing oleh pembuatan postingan sumber seolah-olah dirinya merupakan anak dari Ketua KPUD Bekasi yang dikatakan meninggal dunia.
Koordinator Divisi Humas dan Hubal Bawaslu Kabupaten Bekasi, Akbar Khadafi di Cikarang, Rabu mengatakan, saat ini Ketua KPU Kabupaten Bekasi itu dalam kondisi sehat. “Beliau sehat dan sekarang sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Saat ini teman-teman dari KPU dan Bawaslu juga sedang membesuk beliau,” ungkap Akbar.
Akbar meminta kepada masyarakat untuk meneliti dan mencermati setiap berita yang beredar. Ia yakin masyarakat sudah semakin cerdas.
“Kabar hoaks seperti ini harus lebih teliti lagi, jangan mudah percaya isi berita yang belum tentu kebenarannya,” ucapnya.
Ia pun mengaku, kondisi kesehatan Jajang belakangan memang memburuk dan puncaknya terjadi saat pleno penghitungan suara di Kantor KPU Kabupaten Bekasi, Jalan Raya Rangas Bandung, Kecamatan Kedungwaringin, semalam (8/5).
“Sekitar pukul 19.00 tadi malam beliau pingsan dan langsung dilarikan ke RSUD Cibitung,” katanya.
Akbar mengatakan, berdasarkan cerita yang disampaikan Jajang kepadanya, Ketua KPUD ini mengaku kalau kurang istirahat. Dari hari pertama pelaksanaan pleno hingga hari keempat, ia selalu pulang ke rumah pada pukul 06.00 dan kembali lagi ke kantor pada pukul 09.00 WIB.
“Dan semalam sebelum magrib semakin terlihat bahwa kondisi beliau sangat lemah, terlihat dari raut wajahnya yang pucat,” ungkapnya.
Akabr kembali menjelaskan, setelah mendapatkan perawatan dari pihak rumah sakit, saat ini kondisi Ketua KPUD Kabupaten Bekasi itu berangsur-angsur membaik. Namun, Jajang memerlukan istirahat cukup agar dapat pulih kembali secepatnya.
“Kita doakan bersama agar beliau lekas sembuh. Saat ini posisinya masih di rumah sakit, belum diperbolehkan pulanf karena harus istirahat penuh selama masa pemulihan,” tegas Akbar.
Dari klarifikasi tersebut sudah jelas bahwa kabar mengenai meninggalnya Ketua KPUD Bekasi tidak benar. Lalu, terkait tangkapan layar akun Twitter @mbakyuevi_N51 yang digunakan sejumlah postingan sumber sebagai bagian dari foto postingan juga tidak ada hubungannya dengan peristiwa sakitnya Ketua KPUD Bekasi. Dilihat dari profil akun tersebut, tidak ada yang mengaitkan pemilik akun dengan Ketua KPUD Bekasi.
Adapun, akun tersebut hanya menuliskan cuitan tentang cerita ayahnya, dikatakan sebagai petugas KPPS yang meninggal dalam tugasnya. Cuitan itu tentang ayahnya meninggal muncul sejak tanggal 3 Mei 2019.
Ia memulai cuitan itu dengan postingan berita dari Kompas dengan judul “Keluarga KPPS yang Meninggal Minta Pelaksanaan Pemilu Dievaluasi” yang ternyata artikelnya berisikan tentang kabar meninggalnya ayah pemilik akun tersebut, yakni Erwiyati. Berikut kutipan berita dari Kompas tersebut:
[…] Keluarga KPPS yang Meninggal Minta Pelaksanaan Pemilu Dievaluasi
JAKARTA, KOMPAS.com - Erwiyati tak dapat membendung air mata saat Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman dan beberapa staf KPU lain mendatangi kediamannya, Jumat (3/5/2019).
Ia menangis, lantaran teringat almarhum ayahnya, Umar Madi, Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) TPS 68 Kelurahan Sukabumi Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat yang belum genap dua minggu meninggal dunia.
Erwiyati mengapresiasi kehadiran KPU yang menyampaikan bela sungkawa dan santunan.
“Siapa pun yang datang ke rumah saya, saya apresiasi, artinya kepeduliannya sudah ada. Dan itu membuat saya terhibur, bukan senang tapi terhibur. Paling tidak jadi satu penghiburan buat kami, meskipun itu tidak mengembalikan ayah saya,” kata Erwiyati saat ditemui di rumah duka.
Erwiyati mengenang, sebelum hari pemungutan suara, ayahnya sempat menelepon. Sang ayah menyampaikan rasa senangnya bisa turut serta menjadi bagian dari KPPS.
Sebagai Ketua KPPS, Umar Madi mulai bekerja sejak tiga hari sebelum hari pemungutan suara. Ia membagikan surat pemberitahuan memilih atau formulir C6 kepada pemilih di wilayahnya.
Pada hari pemungutan suara, Umar bekerja di TPS bersama anggota KPPS lainnya. Setelah itu, pekerjaan masih dilanjutkan dengan melakukan penghitungan suara dan memantau proses rekapitulasi suara.
Rabu (24/4/2019), kondisi kesehatan Umar menurun. Ia kemudian dilarikan ke rumah sakit.
Meskipun punya riwayat penyakit jantung, Erwiyati memastikan, ayahnya yang berusia 65 tahun itu dalam kondisi sehat sebelum bertugas.
“Jadi setelah masuk RS Pelni dia nyatakan bahwa bapak syaraf otak kirinya sudah mati semua, bapak mengalami kelumpuhan dan juga stroke,” ujar Erwiyati sambil menitikan air mata.
Kamis (26/4/2019) pukul 01.59 WIB, Umar mengembuskan napas terakhir. Ia pergi meninggalkan istri dan kedua putrinya.
Meskipun sudah ikhlas, Erwiyati berharap KPU dapat melakukan evaluasi pelaksanaan pemilu. Sebab, yang menjadi "korban" pesta demokrasi ini tak hanya ayahnya, melainkan ratusan orang lainnya.
“Saya harap dengan adanya kasus bapak saya yang meninggal ditindaklanjuti, diusut, kenapa, kalau memang kelelahan harus di-review, kenapa, apa yang harus di-review, pelaksanaannya. Supaya pelaksanaanya disesuaikan, jangan sampai jam kerja terlalu padat,” katanya. […]
Selain menyuitkan artikel itu, akun @mbakyuevi_N51 foto saat pemberian santunan dari KPU kepada keluarganya. Dari hal itu, maka sudah jelas bahwa akun @mbakyuevi_N51 di-framing oleh pembuatan postingan sumber seolah-olah dirinya merupakan anak dari Ketua KPUD Bekasi yang dikatakan meninggal dunia.
Kesimpulan
Dari penjelasan lengkap tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa isu Ketua KPUD Bekasi meninggal dunia merupakan informasi yang salah. Adapun, kategorisasi untuk isu tersebut masuk ke dalam misleading content lantaran ada pelintiran informasi dari jatuh sakitnya Ketua KPUD Bekasi.
Rujukan
- https://web.facebook.com/groups/fafhh/permalink/888904228108780/
- https://turnbackhoax.id/2019/05/09/salah-ketua-kpud-bekasi-meninggal-dunia/
- https://nasional.republika.co.id/berita/nasional/politik/pr6ipf377/bawaslu-kabar-ketua-kpud-bekasi-meninggal-adalah-emhoaksem
- http://www.ayobekasi.net/read/2019/05/08/2711/ketua-kpu-bekasi-dikabarkan-meninggal-komisioner-hoaks
- https://kabar24.bisnis.com/read/20190508/15/920134/ketua-kpu-bekasi-meninggal-dunia-adalah-hoaks
- https://twitter.com/mbakyuevi_N51
- https://twitter.com/mbakyuevi_N51/status/1124234973261619206
- https://twitter.com/mbakyuevi_N51/status/1124155513736818689
- https://twitter.com/mbakyuevi_N51/status/1123731146947334155
- https://nasional.kompas.com/read/2019/05/03/12444101/keluarga-kpps-yang-meninggal-minta-pelaksanaan-pemilu-dievaluasi
(GFD-2019-2061) Klarifikasi dari Rektor UIN Suska Riau terkait Surat Pemecatan Ustaz Abdul Somad sebagai Dosen
Sumber: facebook.com, twitter.comTanggal publish: 08/05/2019
Berita
Beredar luas di media sosial sebuah surat dugaan pemecatan terhadap Ustaz Abdul Somad (UAS) sebagai staf pengajar atau dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim (Suska) Riau.
Berikut beberapa narasi yang ditulis oleh warganet ;
1. Ustadz Abdul Somad Dipecat Dari PNS. Luar Biasa Pemerintah Ini.. Apa Tindakan Rakyat & Umat Islam Untuk Ustadz Kami Ini.? Siap Perintah.?
2. UAS terima surat”pemecatan” dari Komisi Aparatur Negara Yang dukung 02 PECAT…!!! Yang Dukung 01….NGANUEEE….. mas…..!!!!
Berikut beberapa narasi yang ditulis oleh warganet ;
1. Ustadz Abdul Somad Dipecat Dari PNS. Luar Biasa Pemerintah Ini.. Apa Tindakan Rakyat & Umat Islam Untuk Ustadz Kami Ini.? Siap Perintah.?
2. UAS terima surat”pemecatan” dari Komisi Aparatur Negara Yang dukung 02 PECAT…!!! Yang Dukung 01….NGANUEEE….. mas…..!!!!
Hasil Cek Fakta
Menanggapi perihal tersebut, Rektor UIN Suksa Riau Prof Akhmad Mujahidin memberikan klarifikasi.Dia menegaskan, sampai saat ini UAS masih mengajar di universitas yang berlokasi di Jalan HM Subrantas Panam.
“Tidak benar itu. Mana ada surat pemecatan. Ustaz Somad masih dosen UIN,” ujar Prof Akhmad Mujahidin, Selasa (7/5/2019). Dia mengatakan, surat yang beredar bukanlah soal pemecatan UAS, melainkan surat dari Komisi Aparatur Sipil Negera (KASN). Di mana surat itu ditujukan kepadanya selaku rektor UIN Suska Riau.
Beberapa poin yang ada dalam isi surat itu yakni membahas mengenai netralitas. Khususnya tentang pertemuan UAS dengan Capres Prabowo Subianto pada 11 April 2019 yang beredar luas di Youtube maupun siaran langsung salah satu televisi swasta.
Dalam surat tersebut, pertemuan UAS dengan Prabowo dihubungkan dengan Pilpres 2019. KASN menegaskan, ASN harus netral. Netral dalam artian setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
“Surat dari KASN ke kita tertulis tanggal 16 April 2019 dan sampai pada tanggal 2 Mei 2019. Intinya pihak KASN yang merupakan komisi langsung di bawah Presiden meminta klarifikasi dari kita tentang UAS soal video yang beredar luas itu. Jadi bukan surat pemecatan. Kami punya 14 hari untuk menjawab surat itu,” tuturnya.
“Tidak benar itu. Mana ada surat pemecatan. Ustaz Somad masih dosen UIN,” ujar Prof Akhmad Mujahidin, Selasa (7/5/2019). Dia mengatakan, surat yang beredar bukanlah soal pemecatan UAS, melainkan surat dari Komisi Aparatur Sipil Negera (KASN). Di mana surat itu ditujukan kepadanya selaku rektor UIN Suska Riau.
Beberapa poin yang ada dalam isi surat itu yakni membahas mengenai netralitas. Khususnya tentang pertemuan UAS dengan Capres Prabowo Subianto pada 11 April 2019 yang beredar luas di Youtube maupun siaran langsung salah satu televisi swasta.
Dalam surat tersebut, pertemuan UAS dengan Prabowo dihubungkan dengan Pilpres 2019. KASN menegaskan, ASN harus netral. Netral dalam artian setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
“Surat dari KASN ke kita tertulis tanggal 16 April 2019 dan sampai pada tanggal 2 Mei 2019. Intinya pihak KASN yang merupakan komisi langsung di bawah Presiden meminta klarifikasi dari kita tentang UAS soal video yang beredar luas itu. Jadi bukan surat pemecatan. Kami punya 14 hari untuk menjawab surat itu,” tuturnya.
Kesimpulan
Surat tersebut bukan surat pemecatan terrhadap Ustaz Abdul Somad (UAS) sebagai dosen UIN Suska Riau. Namun, surat dari Komisi Aparatur Sipil Negera (KASN) itu ditujukan kepada Rektor UIN Suska Riau, intinya pihak KASN yang merupakan komisi langsung di bawah Presiden meminta klarifikasi dari pihak kampus tentang pertemuan UAS dengan Capres Prabowo Subianto pada 11 April 2019 yang beredar luas di Youtube maupun di Tv One.
Rujukan
(GFD-2019-2018) [SALAH] Artikel Tempo Berjudul “Jokowi : Korban Meninggal itu sudah Takdir Jangan di Perpanjang lagi”
Sumber: facebook.comTanggal publish: 08/05/2019
Berita
Sebuah postingan sebuah akun atas nama Ade Ade menampilkan tangkapan layar portal berita Tempo (tempo.co) dengan judul “Jokowi : Korban Meninggal itu sudah Takdir Jangan di Perpanjang lagi.” Postingan itu sudah dibagikan 1,8 ribu kali dan ditambah dengan narasi yang mendorong wacana pernyataan pada judul tangkapan layar itu terkait Anggota KPPS yang meninggal dunia.
Berikut narasi postingannya:
Enteng bener lue ngomongnya jok.
Kya gak ada harganya nyawa rakyat.
Korban ini ratusan,bukan satu dua yg meninggal.
⬇️
Berikut narasi postingannya:
Enteng bener lue ngomongnya jok.
Kya gak ada harganya nyawa rakyat.
Korban ini ratusan,bukan satu dua yg meninggal.
⬇️
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan penelusuran, pihak Tempo pun sudah memberikan bantahan melalui artikel periksa faktanya. Hasil pemaparan Tempo, tangkapan layar yang diunggah oleh akun Ade Ade merupakan hasil suntingan atau rekayasa dari artikel berjudul “Jokowi Diminta Tak Hanya Pindahkan Ibu Kota, Tapi...” yang tayang 4 Mei 2019 pukul 17:52. Artikel tersebut ditulis oleh Fajar Pebrianto dan editornya ialah Rahma Tri.
Berikut paparan pemeriksaan fakta yang dilakukan oleh Tempo terkait postingan tersebut:
[…] PEMERIKSAAN FAKTA
Hasil pemeriksaan fakta, Tempo tidak pernah menerbitkan berita tersebut. Judul berita tangkapan layar yang diunggah akun Ade Ade adalah hasil suntingan dari berita tempo.co berjudul “Jokowi Diminta Tak Hanya Pindahkan Ibu Kota, Tapi…” yang dipublikasikan 4 Mei 2019.
Suntingan itu terlihat dari font teks judul yang berbeda dengan font teks yang selama ini dipakai oleh Tempo.co.
Dalam berita asli, foto yang dimuat Tempo berasal dari ANTARA dengan keterangan: Presiden Joko Widodo (kiri) berbincang dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan) sebelum memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin, 29 April 2019. Rapat itu membahas tindak lanjut rencana pemindahan ibu kota.
Berita itu sendiri berisi tentang pernyataan Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Na Ending Jaweng yang meminta pemerintahan Joko Widodo tidak hanya mewacanakan pemindahan ibu kota negara ke luar Pulau Jawa. Lebih dari itu, Robert meminta Jokowi ikut mengubah strategi pembangunan yang saat ini berjalan.
Tanpa itu, kata Robert, setiap daerah akan saling berebut untuk mengajukan diri menjadi calon ibu kota. “Karena orang berpikir, untuk mendapatkan fasilitas yang bagus, ya dengan merebut kesempatan sebagai ibu kota,” kata dia dalam diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 4 Mei 2019.
Selama ini, kata Robert, fasilitas pelayanan publik seperti rumah sakit, hingga sekolah selalu terpusat di kota besar seperti ibu kota provinsi maupun kabupaten. Padahal seharusnya, penyediaan pelayanan publik harus mengikuti permintaan dan kebutuhan yang paling tinggi di suatu lokasi. “Jadi ini harus diubah, layanan publik enggak harus hierarki,” ujarnya.
Wacana pemindahan ibu kota kembali menghangat setelah Jokowi menggelar Rapat Terbatas Kabinet guna membicarakan isu tersebut pada Senin, 29 April 2019. Berdasarkan rapat itu, Jokowi memberi arahan untuk mengambil alternatif pemindahan ibu kota ke luar Jawa. […]
Selain itu, bila gambar tangkapan layar yang diunggah akun Ade Ade disandingkan dengan tangkapan layar artikel aslinya dapat terlihat jelas perbedaannya. Bisa dilihat pada bagian sandingannya tersebut pada bagian gambar pada postingan ini.
Berikut paparan pemeriksaan fakta yang dilakukan oleh Tempo terkait postingan tersebut:
[…] PEMERIKSAAN FAKTA
Hasil pemeriksaan fakta, Tempo tidak pernah menerbitkan berita tersebut. Judul berita tangkapan layar yang diunggah akun Ade Ade adalah hasil suntingan dari berita tempo.co berjudul “Jokowi Diminta Tak Hanya Pindahkan Ibu Kota, Tapi…” yang dipublikasikan 4 Mei 2019.
Suntingan itu terlihat dari font teks judul yang berbeda dengan font teks yang selama ini dipakai oleh Tempo.co.
Dalam berita asli, foto yang dimuat Tempo berasal dari ANTARA dengan keterangan: Presiden Joko Widodo (kiri) berbincang dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan) sebelum memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin, 29 April 2019. Rapat itu membahas tindak lanjut rencana pemindahan ibu kota.
Berita itu sendiri berisi tentang pernyataan Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Na Ending Jaweng yang meminta pemerintahan Joko Widodo tidak hanya mewacanakan pemindahan ibu kota negara ke luar Pulau Jawa. Lebih dari itu, Robert meminta Jokowi ikut mengubah strategi pembangunan yang saat ini berjalan.
Tanpa itu, kata Robert, setiap daerah akan saling berebut untuk mengajukan diri menjadi calon ibu kota. “Karena orang berpikir, untuk mendapatkan fasilitas yang bagus, ya dengan merebut kesempatan sebagai ibu kota,” kata dia dalam diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 4 Mei 2019.
Selama ini, kata Robert, fasilitas pelayanan publik seperti rumah sakit, hingga sekolah selalu terpusat di kota besar seperti ibu kota provinsi maupun kabupaten. Padahal seharusnya, penyediaan pelayanan publik harus mengikuti permintaan dan kebutuhan yang paling tinggi di suatu lokasi. “Jadi ini harus diubah, layanan publik enggak harus hierarki,” ujarnya.
Wacana pemindahan ibu kota kembali menghangat setelah Jokowi menggelar Rapat Terbatas Kabinet guna membicarakan isu tersebut pada Senin, 29 April 2019. Berdasarkan rapat itu, Jokowi memberi arahan untuk mengambil alternatif pemindahan ibu kota ke luar Jawa. […]
Selain itu, bila gambar tangkapan layar yang diunggah akun Ade Ade disandingkan dengan tangkapan layar artikel aslinya dapat terlihat jelas perbedaannya. Bisa dilihat pada bagian sandingannya tersebut pada bagian gambar pada postingan ini.
Kesimpulan
Atas hasil perbandingan dan bantahan dari Tempo itu, maka postingan akun Ade Ade masuk ke dalam kategori manipulated content atau konten yang dimanipulasi.
Rujukan
- https://web.facebook.com/groups/fafhh/permalink/888202978178905/
- https://turnbackhoax.id/2019/05/08/salah-artikel-tempo-berjudul-jokowi-korban-meninggal-itu-sudah-takdir-jangan-di-perpanjang-lagi/
- https://cekfakta.tempo.co/fakta/272/fakta-atau-hoaks-benarkah-tempo-memuat-pernyataan-jokowi-bahwa-korban-meninggal-adalah-takdir
- https://bisnis.tempo.co/read/1202045/jokowi-diminta-tak-hanya-pindahkan-ibu-kota-tapi
Halaman: 5487/5729