• (GFD-2020-8030) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Virus Corona Covid-19 Tidak Kuat dengan Cuaca di Wilayah Seperti Indonesia?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 06/04/2020

    Berita


    Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan baru-baru ini mengatakan bahwa virus Corona Covid-19 diperkirakan tidak kuat dengan kondisi cuaca Indonesia. "Dari hasilmodelling, cuaca Indonesia di ekuator yang panas danhumiditytinggi maka untuk Covid-19 itu enggak kuat," kata dia dalam konferensi video pada Kamis, 2 April 2020.
    Dua hari setelah Luhut menyatakan hal tersebut, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika serta mengeluarkan siaran pers tentang pengaruh antara cuaca dan penyebaran virus Corona Covid-19. Menurut siaran pers itu, kondisi cuaca dan iklim serta geografi kepulauan di Indonesia relatif lebih rendah risikonya untuk perkembangan Covid-19.
    "Indonesia yang juga terletak di sekitar garis khatulistiwa dengan suhu rata-rata berkisar antara 27-30 derajat Celcius dan kelembapan udara berkisar antara 70-95 persen, dari kajian literatur, sebenarnya merupakan lingkungan yang cenderung tidak ideal untuk outbreak Covid-19," demikian penjelasan dalam siaran pers BMKG di laman resminya.
    Dengan fakta bahwa tetap tersebar virus Corona Covid-19 di Indonesia sejak awal Maret 2020 lalu, BMKG menduga penyebaran tersebut lebih kuat dipengaruhi oleh faktor mobilitas manusia dan interaksi sosial ketimbang faktor cuaca.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memeriksa klaim itu, Tempo menggunakan tiga metode, yakni membandingkan kasus Covid-19 di negara tropis lainnya, membandingkan temuan BMKG dengan pernyataan organisasi-organisasi kesehatan, dan memeriksa jurnal yang digunakan oleh BMKG.
    1. Belum ada penelitian final
    Belum ada penelitian final yang menyimpulkan bahwa suhu yang lebih hangat akan menghambat penularan Covid-19. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat ( CDC ) misalnya, belum bisa memastikan apakah cuaca dan suhu mempengaruhi penyebaran virus Corona Covid-19. Masih banyak yang harus dipelajari tentang transmisibilitas, tingkat keparahan, dan faktor-faktor lain yang terkait dengan Covid-19. Penyelidikan terkait hal itu masih berlangsung.
    Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) telah menegaskan bahwa terkena paparan sinar matahari atau suhu di atas 25 derajat Celcius tidak mencegah seseorang dari infeksivirus Corona Covid-19. Menurut WHO, negara-negara yang memiliki cuaca yang panas juga melaporkan adanya kasus Covid-19.
    Organisasi pemeriksa fakta AS, Full Fact, melaporkan bahwa saat ini tidak masuk akal untuk berspekulasi bahwa penyebaran virus Corona Covid-19 mengalami puncaknya di bulan-bulan yang lebih dingin, kemudian menghilang saat musim semi atau musim panas. Sesuai dengan pengalaman pada 2003 saat mewabahnya virus Corona SARS, sebagian besar pasien disembuhkan melalui intervensi kesehatan dari masyarakat, dan tidak menjadi virus musiman.
    Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Marc Lipsitch, profesor dari Harvard T.H. Chan School of Public Health, biasanya virus baru memiliki perilaku yang berbeda dengan virus yang telah ada dalam populasi sejak lama. Virus Corona Covid-19 adalah jenis virus yang sangat baru sehingga sangat sedikit orang yang kebal terhadapnya. Artinya, ada banyak host yang rentan untuk terinfeksi dan, oleh karena itu, virus ini tidak mungkin berperilaku seperti virus musiman mapan lainnya.
    2. Kasus Covid-19 di daerah tropis
    Sejumlah negara tropis selain Indonesia telah melaporkan kasus Covid-19, antara lain di Singapura, Malaysia, Vietnam, Filipina, Indonesia, dan Ekuador. Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran virus Corona Covid-19 tetap terjadi di negara-negara tropis yang memiliki temperatur lebih tinggi dibandingkan negara-negara subtropis, seperti Cina dan Eropa.
    Di bawah ini, terdapat perbandingan antara jumlah kasus Covid-19 dan suhu saat terjadinya kasus di tiga negara tropis, yakni Singapura, Malaysia, dan Ekuador. Data kasus Covid-19 menggunakan grafik dari Worldometers, sedangkan data suhu diambil dari situs AccuWeather dan Weather.com.
    Singapura
    Data Worldometers menunjukkan kasus Covid-19 Singapura yang terjadi pada 15 Februari-6 April 2020 pukul 05.22 GMT telah mencapai 1.309 kasus dengan enam pasien meninggal. Rata-rata suhu di negara ini pada tanggal tersebut berada di atas 30 derajat celcius.
    Total kasus Covid-19 di Singapura menurut Worldometers.
    Data suhu di Singapura pada Maret 2020 menurut AccuWeather.
    Malaysia
    Malaysia mengindetifikasi kasus Covid-19 pertama pada 25 Januari 2020 dan angkanya melesat pada Maret 2020. Data Worldometers menunjukkan, hingga 6 April 2020 pukul 05.22 GMT, kasus Covid-19 di negara ini mencapai 3.662 kasus dan 61 pasien di antaranya meninggal. Penyebaran virus ini terjadi di Malaysia pada suhu di atas 30 derajat Celcius, sesuai data Weather.com.
    Total kasus Covid-19 di Malaysia menurut Worldometers.
    Data suhu di Malaysia pada Maret-April 2020 menurut Weather.com.
    Ekuador
    Ekuador merupakan sebuah negara di Amerika Tengah. Amerika Tengah memang terletak di khatulistiwa sehingga sebagian besar negaranya memiliki iklim tropis yang lembab. Sejak 18 Maret 2020, Ekuador mencatatkan kenaikan jumlah kasus Covid-19. Menurut data Worldometers, jumlah kasus Covid-19 di Ekuador hingga 6 April 2020 pukul 06.04 GMT mencapai 3.646 orang dengan 180 pasien meninggal. Suhu di Guayaquil, kota terbesar di Ekuador, di AccuWeather selama 18 Maret-5 April 2020 berada di atas 30 derajat celcius, kecuali 29 Maret dan 3 April.
    Total kasus Covid-19 di Ekuador menurut Worldometers.
    Data suhu Ekuador pada Maret-April 2020 menurut AccuWeather.
    3. Jurnal rujukan BMKG
    Di situsnya, BMKG memaparkan sejumlah rujukan mengenai adanya indikasi pengaruh cuaca dan iklim dalam mendukung penyebaran virus Corona Covid-19. Beberapa di antaranya adanya penelitian Araujo dan Naimi pada 2020, Chen et. al. (2020), Luo et. al. (2020), Poirier et. al. (2020), Sajadi et.al. (2020), Tyrrell et. al. (2020), dan Wang et. al. (2020).
    Tim CekFakta Tempo pun memeriksa penelitian tersebut dan menemukan bahwa beberapa di antaranya belum melaluipeer reviewatau penilaian sejawat.Peer reviewmerupakan sebuah proses pemeriksaan oleh pakar lain yang memiliki keahlian di bidang penelitian yang diperiksa.Peer reviewbertujuan untuk membuat sebuah penelitian memenuhi standar disiplin ilmiah dan standar keilmuan.
    Penelitian Miguel B. Araujo dan Babak Naimi pada 2020 berjudul “Spread of SARS-CoV-2 Coronavirus likely to be constrained by climate” yang dipublikasikan di Medrxiv belum melaluipeer review. Laporan tersebut merupakan penelitian medis baru yang belum dievaluasi sehingga tidak boleh digunakan sebagai panduan praktik klinis.
    Dua penelitian lainnya yang belum melaluipeer reviewadalah penelitian oleh Luo et. al. (2020) yang berjudul “The role of absolute humidity on transmission rates of the COVID-19 outbreak” dan oleh Tyrrell et. al. (2020) yang berjudul “Preliminary evidence that higher temperatures are associated with lower incidence of COVID-19, for cases reported globally up to 29th February 2020”.
    Ahli epidemiologi dan peneliti pandemi. Dicky Gunawan, dalam sebuah wawancara di MetroTV, menjelaskan bahwa sejumlah penelitian pendahuluan yang menyatakan kaitan antara cuaca dan penyebaran virus Corona SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 belum bisa dibuktikan. Apalagi, banyak fakta yang belum mendukung teori-teori bahwa cuaca panas bisa menghambat penularan virus tersebut.
    Dicky mencontohkan kasus Covid-19 yang terjadi Brasil. Di negara tropis yang terletak di Benua Amerika ini, kasus Covid-19 telah mencapai 11 ribu kasus dengan kematian sekitar 500 orang. Dalam sejarah pandemi, kata dia, tidak satu pun yang berkaitan dengan iklim. WHO pun telah mengeluarkan rekomendasi bahwa pencegahan Covid-19 tidak berkaitan dengan iklim atau suhu tertentu. “Ketika di-declare sebagai pandemi, semua negara akan berpotensi terkena,” kata Dicky pada 6 April 2020.
    Menurut Dicky, dengan adanya pandemi Covid-19, banyak penelitian pendahuluan yang diterbitkan tanpa melalui peer review. Idealnya, sebuah penelitian selesai membutuhkan waktu hingga satu tahun. Karena itu, penelitian-penelitian pendahuluan tersebut membutuhkan waktu untuk dibuktikan kebenarannya. Ia menyarankan agar setiap negara lebih berfokus melakukan intervensi langsung untuk mengatasi pandemi Covid-19. “Biarlah (teori-teori) ini nanti menjadi bonus apabila benar (ada kaitan antara cuaca panas dengan penyebaran Covid-19),” kata Dicky.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, klaim bahwa virus Corona Covid-19 tidak kuat dengan cuaca di wilayah seperti Indonesia belum bisa dibuktikan. Fakta-fakta menunjukkan bahwa kasus Covid-19 juga terjadi di sejumlah negara tropis dengan suhu lebih dari 30 derajat Celcius. Beberapa penelitian pendahuluan yang digunakan oleh BMKG juga belum melaluipeer reviewdan belum bisa dibuktikan hingga artikel ini dimuat.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8029) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Bentuk Virus Corona yang Berhasil Difoto Ilmuwan India?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 03/04/2020

    Berita


    Sebuah foto yang memperlihatkan dua tangan yang bersalaman dan dipenuhi berbagai organisme kecil dengan berbagai bentuk beredar di media sosial. Menurut narasi yang menyertainya, makhluk kecil yang menempel pada kedua tangan itu adalah virus Corona Covid-19 yang berhasil difoto dan diperbesar oleh ilmuwan India.
    Di Facebook, foto tersebut diunggah salah satunya oleh akun Fika Emelia Siahaan, yakni pada Rabu, 1 April 2020. Dalam foto tersebut, terdapat tulisan yang berbunyi, "Seperti inilah bentuk corona yang berhasil difoto dan diperbesar oleh ilmuwan India, jadi harus selalu cuci tangan." Hingga artikel ini dimuat, foto tersebut telah dibagikan lebih dari 1.300 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan sebuah akun di Facebook yang memuat foto dengan narasi keliru mengenai wujud virus Corona Covid-19.
    Apa benar organisme kecil dalam foto di atas merupakan virus Corona Covid-19 yang berhasil difoto dan diperbesar oleh ilmuwan India?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, foto tersebut pernah digunakan dalam artikel di situs Tribunnews yang dimuat pada 29 Maret 2020. Artikel tersebut berjudul "Pertama Kalinya, Ilmuwan di India Publikasikan Gambar Penampakan Virus Corona".
    Namun, foto tersebut diberi keterangan, "Ilustrasi-Pertama Kalinya, Ilmuwan di India Publikasikan Gambar Penampakan Virus Corona". Pada pojok kanan bawah foto itu juga tercantum sumber foto tersebut, yakni berasal dari media sosial Twitter.
    Tempo pun menelusuri sumber foto tersebut dengan menggunakanreverse image toolTinEye. Hasilnya, ditemukan foto yang sama namun berwarna di situs stok foto Shutterstock. Foto itu dimuat pada 15 Juni 2015. Foto tersebut juga diberi tag sebagai foto ilustrasi.
    Adapun keterangannya yang ditulis dalam bahasa Polandia terjemahannya adalah sebagai berikut: "Penyakit infeksi menyebar sebagai simbol kebersihan, karena orang berpegangan tangan dengan virus yang bereproduksi dan bakteri yang menyebar bersama penyakit sebagai konsep dari risiko kesehatan ketika tidak mencuci tangan".
    Foto ilustrasi di Shutterstock tersebut telah beredar luas di internet dan digunakan oleh beberapa lembaga untuk berkampanye seputar isu kesehatan. Salah satunya adalah USAID Indonesia yang mengunggah foto ilustrasi itu di Twitter pada 12 Oktober 2018.
    Bentuk virus Corona Covid-19
    Berdasarkan arsip pemberitaan Tempo, sebuah lembaga yang menangani penyakit menular dan alergi yang berada di bawah naungan Kementerian Kesehatan Amerika Serikat, National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID) Integrated Research Facility (IRF) merilis hasil foto mikroskop wujud virus Corona SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.

    Foto-foto tersebut dibuat menggunakan pemindaian dan transmisi elektron mikroskop di laboratorium NIAID di Hamilton, Montana. Emmie de Wit, Kepala Unit Patogenesis Molekuler NIAID, menyediakan sampel virus itu. Elizabeth Fischer, ahli mikroskop, menghasilkan foto-foto tersebut. Sementara kantor seni visual medis laboratorium mewarnai foto-foto itu secara digital.
    NIAID mencatat bahwa foto virus tersebut tampak sedikit mirip dengan foto MERS-CoV, virus Corona sindrom pernapasan Timur Tengah yang muncul pada 2012, dan SARS-CoV, virus Corona sindrom pernafasan akut yang muncul pada 2002.
    "Ini tidak mengejutkan. Paku pada permukaan virus tersebut membuat keluarga dari virus ini diberi nama Corona, yang merupakan bahasa Latin untuk 'mahkota', dan sebagian besar virus Corona memang memiliki penampilan seperti mahkota," demikian penjelasan dari NIAID.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, narasi yang menyertai foto di atas, bahwa organisme kecil dalam foto itu adalah virus Corona Covid-19 yang berhasil dipotret dan diperbesar oleh ilmuwan India, keliru. Foto itu merupakan foto ilustrasi virus dan bakteri yang menempel di tangan. Foto itu pun dimuat di situs Shutterstock pada 15 Juni 2015, jauh sebelum virus Corona muncul pertama kali di Wuhan, Cina, pada Desember 2019.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8028) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Pesan Berantai tentang Penjelasan Ilmiah Corona Ini dari Ahli Virus Indro Cahyono?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 03/04/2020

    Berita


    Berbagai pesan berantai yang berisi penjelasan soal virus Corona Covid-19 hingga cara mengatasinya terus beredar di tengah pandemi Corona. Salah satu pesan berantai yang dalam beberapa hari terakhir ini ramai dibagikan di grup-grup percakapan WhatsApp adalah pesan yang berjudul "Penjelasan Ilmiah terkait Covid-19".
    Isi pesan tersebut diklaim berasal dari seorang ahli virus, Mohammad Indro Cahyono. Pesan berantai ini berisi sembilan poin mengenai virus Corona, yakni:
    Gambar tangkapan layar pesan berantai yang beredar di WhatsApp yang mengatasnamakan ahli virus Mohammad Indro Cahyono.
    Apa benar pesan berantai di atas berasal dari ahli virus Indro Cahyono?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penjelasan dari ahli virus Indro Cahyono di akun Facebook -nya pada 31 Maret 2020, pesan berantai di atas hanya mencatut namanya dan bukan berasal dari dirinya. "Pesan ini seolah-olah memberikan pesan positif padahal isinya sangat menyesatkan," kata dokter hewan lulusan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada tersebut.
    Indro pun menulis perbaikan terhadap pesan berantai itu. Berikut ini perbandingan antara pesan berantai di atas dengan perbaikan dari Indro:
    Pesan berantai poin 1: Virus (termasuk Covid-19) adalah benda mati yang dapat hidup di media hidup. Namun, ada catatannya. Kalau misalnya ada orang yang sudah terinfeksi mengeluarkan droplet (cairan flu atau ludah), lalu kena di baju, kain, atau meja, maka dia tetap hidup selama droplet itu belum mengering. Kalau baju dicuci atau setidak-tidaknya mengering sendiri karena pengaruh lingkungan, misalnya karena panas atau hembusan angin, maka virusnya akan mati. Begitu pun di meja, kursi, lantai, karpet, dan sejenisnya. Kalau sudah mengering, ya sudah virusnya akan mati.
    Revisi dari Indro: Virus (termasuk Covid-19) hanya bisa bertahan hidup di media yang gelap, basah, dan dingin. Dia tidak bisa bertahan hidup lama tanpa perantara media tersebut. Jika misalnya ada orang yang sudah terinfeksi mengeluarkan droplet (cairan lendir atau ludah), lalu kena di baju, kain, atau meja, maka dia tetap hidup selama droplet itu belum mengering. Jika baju dicuci atau setidak-tidaknya mengering sendiri karena pengaruh lingkungan, misalnya karena panas atau disinfektan, maka virusnya akan mati. Begitu pun di meja, kursi, lantai, karpet, dan sejenisnya. Jika sudah mengering, ya sudah virusnya akan mati.
    ---
    Pesan berantai poin 2: Virus ini tidak bisa hidup di udara. Dia hanya jadi butir-butir kristal saja. Semua jenis virus, mau virus flu, TB, paru, dan lain-lain. Bagaimana dengan berjabat tangan? Sama seperti penjelasan nomor satu. Walau tangan ini termasuk bagian hidup, tapi selama dropletnya kering, dibersihkan, maka virus pun akan mati. Karena virus hanya bisa masuk lewat tiga jalur yakni mata, hidung, dan mulut. Maka, jika selesai berjabat tangan, dianjurkan membasuhnya dengan Antis, sabun, air panas, asing, atau cairan cuka/asam.
    Revisi dari Indro: Virus ini tidak bisa hidup di udara. Dia hanya bisa hidup di droplet dan kemudian jatuh ke bawah. Semua jenis virus, mau virus flu, atau virus lain, sifatnya sama. Bagaimana dengan berjabat tangan? Sama seperti penjelasan nomor satu. Walau tangan ini termasuk bagian hidup, tapi selama dropletnya kering, dibersihkan dengan sabun atau hand sanitizer, maka virus pun akan hacur. Karena virus hanya bisa masuk lewat dua jalur, yakni hidung, dan mulut. Maka, jika selesai berjabat tangan, dianjurkan membasuhnya dengan sabun atau hand sanitizer.
    ---
    Pesan berantai poin 3: Virus tidak bisa hidup di air panas, air asin, cuka, atau cairan asam. Maka, jika sudah terinfeksi, segera konsumsi vitamin E (brokoli, kelor) dan vitamin C (jeruk, mangga, dan lain-lain).
    Revisi dari Indro: Virus bisa dinetralkan oleh antibody dari dalam tubuh dan antibody bisa dinaikan produksinya dengan konsumsi vitamin E dan C. Budayakan untuk mengkonsumsi vitamin E (brokoli, kelor) dan vitamin C (jeruk, mangga, dan lain-lain) selama masa wabah Covid-19.
    ---
    Pesan berantai poin 4: Yang terinfeksi atau dinyatakan positif berpeluang sembuh total bagi mereka yang ketahanan tubuhnya kuat, tidak memiliki riwayat penyakit bawaan seperti paru, TB, hippertensi, asma, kanker, dan tumor.
    Revisi dari Indro: Yang terinfeksi atau dinyatakan positif berpeluang sembuh. Jika memiliki riwayat penyakit bawaan seperti paru, TB, hippertensi, asma, kanker, dan tumor, sebaiknya berkonsultasi ke dokter.
    ---
    Pesan berantai poin 5: Bagi anak-anak muda atau yang ketahanan tubuhnya kuat yang sudah dinyatakan positif, cukup treatment (perlakuan) mandiri di rumah. Karena usia produktif, antibodinya berproduksi 2-3 kali lipat dibandingkan dengan manula. Antibodi pada hari ke 4-5 akan keluar untuk menyerang virus. Untuk menekan rasa stres, bagi yang sudah positif, cukup mengonsumsi vitamin dan antibiotik. Jangan ke RS yang sudah ditentukan karena itu diperuntukan bagi mereka yang produksi antibodinya rendah.
    Revisi dari Indro: Bagi manusia yang ketahanan tubuhnya normal dan kemudian dinyatakan positif, dapat melakukan treatment (perlakuan) mandiri di rumah dengan cukup beristirahat, konsumsi vitamin E dan C dan madu, karena dengan asupan vitamin yang bagus, maka produksi antibodi bisa meningkat 2-3 kali lipat dari standard. Antibodi pada hari ke-7 akan diprodukai tubuh untuk menetralkan virus dan mencapai puncaknya pada hari 14. Jangan panik dan stress karena stress akan menekan siatem kekebalan kita. RS sebaiknya dikhususkan untuk kelompok risiko tinggi (lansia, pasien dengan komplikasi penyakit dan gangguan pernafasan kronis) sehingga RS tidak terlalu penuh dan membuat para pejuang kesehatan menjadi kerepotan dan kelelahan.
    ---
    Pesan berantai poin 6: Jangan stres dan panik. Karena, jika stres dan panik, maka antibodinya akan lambat berproduksi. Dengan itulah kita mudah terserang. Apalagi, stres itu hanya membuat psikosomatik (kondisi jiwa yang tersugesti), lalu membuat tubuh lemah.
    Revisi dari Indro: Jangan stres dan panik. Karena, jika stres dan panik, memicu reaksi psikosomatis yang berakibat pada menurunnya produksi antibodi dari dalam tubuh.
    ---
    Pesan berantai poin 7: Virus yang dikatakan bertahan hidup di tempat basah lebih dari 9 jam itu hoaks. Di panci, di kardus, di udara, di gagang pintu, di aluminium, dan lainnya, itu hoaks. Sekali lagi, virus tidak dapat hidup di benda-benda mati. Jika dicurigai ada droplet di sana, maka cukup dibersihkan saja.
    Revisi dari Indro: Virus tidak bisa bertahan hidup di tempat kering, terang, dan panas. Jika dicurigai ada droplet di perabot rumah, maka cukup dibersihkan saja dengan disinfektan atau cairan pembersih.
    ---
    Pesan berantai poin 8: Pasien yang terinfeksi berpeluang sembuh seperti orang yang kena flu karena status positif itu sementara.
    Revisi dari Indro: Pasien yang terinfeksi berpeluang sembuh dalam 14 hari jika rajin mengkonsumsi vitamin E dan C dan cukup istirahat.
    ---
    Pesan berantai poin 9: Mantan pasien positif atau yang sudah sembuh berpeluang kecil untuk terinfeksi kembali. Asumsinya, di dalam tubuh kita ini, ada yang namanya sel memori. Jika dia terinfeksi kembali, maka masa inkubasinya tidak selama waktu awal terifeksi, hanya 24 jam (1 hari). Karena sel memorinya akan menampilkan data bawah orang ini pernah terinfeksi. Sehingga, sehari kena, besok atau paling lambat dua hari sudah sembuh lagi.
    Revisi dari Indro: Manusia yang sudah pernah terinfeksi dan sembuh masih bisa terkena infeksi ulangan dari lapang, tapi sel memory tubuh akan mengeluarkan antibody lebih cepat (bukan 7 hari seperti infeksi pertama), tapi langsung keluar dalam waktu 1 hari (24 jam).
    Penjelasan dari Indro Cahyono juga dimuat di situs media Detik.com. Menurut Indro, terdapat sebagian informasi yang benar dalam pesan berantai itu. "Tapi banyak fakta yang sengaja dipelintir sehingga akan memicu polemik," kata Indro.
    Dilansir dari Suara.com, Indro Cahyono juga menyatakan bahwa bukan dia yang membuat dan menyebarkan pesan berantai tersebut. "Itu hoaks. Pesan inis eolah-olah memberikan pesan positif padahal isinya sangat menyesatkan," ujar Indro.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, pesan berantai yang berisi penjelasan ilmiah terkait Covid-19 di atas bukan berasal dari dokter hewan dan ahli virus Mohammad Indro Cahyono. Indro telah memastikan bahwa pembuat pesan yang disebarkan di WhatsApp itu telah mencatut namanya. Namun, ia juga telah membuat revisi terhadap poin-poin yang tercantum dalam pesan berantai tersebut.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8027) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Foto Uang yang Dibuang oleh Warga Italia di Tengah Pandemi Corona?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 03/04/2020

    Berita


    Dua foto yang memperlihatkan ribuan lembar uang kertas yang berserakan di jalanan beredar di media sosial. Menurut narasi yang menyertai foto-foto itu, uang-uang tersebut merupakan uang yang dibuang oleh warga Italia di tengah pandemi virus Corona Covid-19.
    Salah satu akun Facebook yang membagikan foto-foto itu adalah akun Anda Arl-khafie, yakni pada 1 April 2020. Akun ini menulis narasi, "Ini baru kiamat kecil. Harta yg selama ini mereka kumpulkan tiada artinya bagi mereka. Ini di Itali dimana masyarakat disana merasa kecewa karena hartanya (uang) tidak bisa menyelamatkan orang2 yg di cintainya. Maka dari itu mereka membuang uang2nya."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Anda Arl-khafie yang memuat narasi keliru mengenai foto yang diunggahnya.
    Apa benar kedua foto di atas merupakan foto uang yang dibuang oleh warga Italia ke jalanan di tengah pandemi virus Corona Covid-19?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, foto kedua yang diunggah akun Anda Arl-khafie pernah beredar sebelumnya di Facebook pada 22 Maret 2019. Saat itu, virus Corona Covid-19 belum muncul. Virus tersebut pertama kali dilaporkan pada Desember 2019. Foto itu dibagikan oleh akun Steve Hullet. Menurut akun ini, foto tersebut diambil di jalanan di Venezuela.
    Berbekal petunjuk itu, Tempo pun menelusuri pemberitaan dari media kredibel dengan memasukkan kata kunci "money in the street of Venezuela". Hasilnya, ditemukan artikel di situs cek fakta Snopes yang berisi verifikasi atas foto tersebut.
    Menurut temuan Snopes, foto tersebut diambil di Venezuela, kemungkinan pada 11 Maret 2019 dan menunjukkan hasil penjarahan di sebuah bank di Kota Merida. Media lokal di kota itu, Maduradas.com, pernah memuat beberapa foto lain dari insiden tersebut dan melaporkan bahwa para pelaku menebar uang-uang lama di jalanan dan membakarnya.
    "Fakta ini dikonfirmasi oleh Wakil Majelis Nasional Venezuela William Davila serta koresponden El Nacional (salah satu surat kabar Venezuela) di Merida, Leonardo Leon. Melalui Twitter, mereka melaporkan bahwa warga menyebarkan tumpukan uang lama di jalanan, yang kemudian dibakar," demikian laporan yang ditulis oleh Snopes.
    Adapun foto pertama yang diunggah akun Anda Arl-khafie juga merupakan foto dari peristiwa yang sama. Foto tersebut pernah dimuat oleh akun Twitter CNW dan Descifrando la Guerra pada 12 Maret 2019. Keduanya sama-sama menulis keterangan bahwa sebuah bank di Kota Merida, Venezuela, dijarah. Para pelaku menyebarkan uang itu di jalanan dan membakarnya.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Twitter CNW.
    Dilansir dari Snopes, ekonomi Venezuela memang mulai runtuh sejak 2013 lalu. Terdapat berbagai masalah yang menyebabkan negara tersebut mengalami krisis ekonomi hingga kini, seperti jatuhnya harga minyak, korupsi oleh pejabat pemerintah, kerusuhan politik, serta kebijakan yang sosialis.
    Seperti yang dilaporkan oleh Washington Post pada Januari 2018, kondisi ekonomi yang tidak menguntungkan itu pun melahirkan inflasi besar-besaran yang membuat mata uang Venezuela mengalami devaluasi. Devaluasi merupakan turunnya nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang luar negeri.
    Meskipun hiperinflasi membuat mata uang Venezuela tidak berharga, uang yang terlihat dalam kedua foto di atas merupakan mata uang lama Venezuela, Bolivar Fuerte. Pada Agustus 2018, mata uang ini digantikan oleh mata uang baru, Bolivar Soberano, sehingga mata uang Bolivar Fuerte dengan nominal lebih kecil dari 1.000 tidak lagi menjadi alat pembayaran yang sah.
    Pada 5 Desember 2018, seluruh mata uang Bolivar Fuerte baru ditarik sepenuhnya. Oleh karena itu, uang yang dibuang dalam foto-foto di atas, yang diambil pada Maret 2019, tidak berharga bukan karena tidak memiliki nilai, melainkan karena telah sepenuhnya diganti oleh mata uang baru.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, narasi yang menyertai kedua foto di atas, bahwa foto-foto tersebut adalah foto uang yang dibuang oleh warga Italia ke jalanan di tengah pandemi virus Corona Covid-19, keliru. Foto itu diambil di Venezuela pada Maret 2019 di mana terdapat sebuah bank yang dijarah, kemudian pelaku menyebarkan uang-uang lama Venezuela, Bolivar Fuerte, di jalanan dan membakarnya.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan