• (GFD-2021-8542) Keliru, Screenshot Artikel yang Kutip Arief Poyuono bahwa Prabowo Mau Jokowi Tiga Periode Karena Kerjanya Oke

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 16/03/2021

    Berita


    Gambar tangkapan layar atauscreenshotsebuah artikel dengan judul yang berisi kutipan dari politikus Partai Gerindra Arief Poyuono beredar di Facebook. Judul itu berbunyi "Arief Poyuono: Prabowo Mau Jokowi Tiga Periode, Sebab Prabowo Sudah Melihat Dan Merasakan Kerjanya Yang OK".
    Artikel itu dilengkapi dengan foto yang memperlihatkan momen ketika Arief diwawancara oleh wartawan. Akun ini membagikan gambar tersebut pada 12 Maret 2021. Hingga artikel ini dimuat, unggahan itu telah mendapatkan lebih dari seribu reaksi dan 267 komentar serta dibagikan 59 kali.
    Gambar tangkapan layar artikel yang beredar di Facebook yang merupakan hasil suntingan dari artikel Medcom.id yang berjudul "Arief Poyuono: Prabowo Mau Jokowi Tiga Periode".

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri sumber artikel yang berjudul "Arief Poyuono: Prabowo Mau Jokowi Tiga Periode, Sebab Prabowo Sudah Melihat Dan Merasakan Kerjanya Yang OK" itu dengan mesin pencari Google. Hasilnya, ditemukan bahwa gambar tangkapan layar ini berasal dari artikel di situs media Medcom.id yang telah mengalami suntingan.
    Judul asli artikel Medcom.id itu adalah "Arief Poyuono: Prabowo Mau Jokowi Tiga Periode". Artikel tersebut dimuat pada 12 Maret 2021. Artikel ini juga berisi foto yang sama dengan yang tercantum dalam gambar tangkapan layar yang beredar.
    Dalam artikel ini pun, tidak ditemukan pernyataan Arief bahwa Prabowo ingin Jokowi mengemban masa jabatan presiden selama tiga periode karena melihat dan merasakan kerjanya yang oke. Berikut isi lengkap artikel Medcom.id tersebut:
    Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto disebut menghendaki masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama tiga periode. Prabowo dinilai sosok yang mengikuti arah Kepala Negara."Ya saya pikir kalau melihat sekarang sih pasti Prabowo mau lah (Jokowi tiga periode)," kata mantan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono dalam webinar bertajuk 'Jabatan Presiden Tiga Periode: Konstitusional atau Inkonsistusional', Kamis, 11 Maret 2021.Menurut Arief, Prabowo punya komitmen kuat terhadap apa yang dikatakan pemimpinnya. Prabowo disebut punya kapasitas pemikiran terhadap pengaruh politik atau sebagai balas budi menyikapi wacana presiden tiga periode.
    "Prabowo bisa membedakan, antara politik dan mana balas budi. Dia tapi biasanya lebih ke balas budi," ujar Arief.Keputusan jabatan presiden tiga periode pun, kata Arief, tetap menunggu sikap mau atau tidaknya Jokowi kembali maju. Arief pesimis Jokowi menang lagi di tengah gempuran dampak covid-19."Apakah Jokowi akan mau pengantinnya tiga periode? Kalaupun dia mau, dia maju lagi, saya katakan belum tentu dia akan menang, kalau dia tidak lulus di periode kedua ini dari dampak covid-19," ujar Arief.Arief menilai wacana tiga periode hal positif. Namun, sistem pemerintahan perlu dibangun secara bersih dan transparan serta penegakan hukum yang optimal."Jadi enggak perlu baper (bawa perasaan) untuk tiga periode. Ini wacana bagus kalau kita melihat pengalaman dari (politik) 'dagang sapi dan dagang kebo' setiap presiden terpilih," ucap Arief.
    Sebelumnya, dilansir dari CNN Indonesia, Arief Poyuono mengatakan bahwa Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto tidak akan mampu menjadi Presiden RI pada 2024. Menurut dia, Prabowo bakal kewalahan menghadapi dampak pandemi Covid-19 yang diprediksi berlangsung lama.
    Arief pun mengusulkan agar UUD 1945 diamendemen agar Jokowi bisa kembali maju sebagai calon presiden pada 2024 untuk periode ketiga. "Enggak mampu dia (Prabowo) dalam menghadapi keadaan seperti ini, dan pasti kalau dia maju lawan Jokowi, pasti dia kalah," kata Arief pada 17 Februari 2021.
    Dia menuturkan perubahan batas maksimal masa jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode patut dipertimbangkan, berkaca dari keberhasilan Jokowi selama menjadi presiden. Salah satunya adalah membuat ekonomi Indonesia tidak terkontraksi terlalu tinggi di tengah pandemi Covid-19.
    Arief menuturkan perubahan batas maksimal masa jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode juga perlu dipertimbangkan karena tidak ada sosok yang tepat untuk memimpin Indonesia selain Jokowi. Dua kader Partai Gerindra, yaitu Prabowo dan Sandiaga Uno, menurut dia, tidak mampu memimpin Indonesia di periode berikutnya.
    Di tengah pro-kontra mengenai wacana perubahan batas maksimal masa jabatan presiden ini, pada 15 Maret 2021, Presiden Jokowi menegaskan sikap bahwa dia adalah presiden yang dipilih langsung oleh rakyat berdasarkan konstitusi. Karena itu, pemerintahannya akan berjalan tegak lurus dengan konstitusi tersebut.
    "Apalagi yang harus saya sampaikan? Bolak-balik ya sikap saya tidak berubah," ujar Jokowi. Ia menyatakan sama sekali tidak memiliki niat untuk menjadi presiden 3 periode. UUD 1945, kata dia, telah mengatur masa jabatan presiden selama dua periode yang tentunya harus dipatuhi bersama.
    "Saya tegaskan, saya tidak ada niat. Tidak berminat juga menjadi presiden 3 periode. Konstitusi mengamanatkan dua periode. Itu yang harus kita jaga bersama-sama," ujar Jokowi.
    Menurut dia, di tengah pandemi saat ini, semestinya seluruh pihak mencegah adanya kegaduhan baru. Seluruh elemen bangsa seharusnya bersama-sama bahu membahu membawa Indonesia keluar dari krisis pandemi dan menuju lompatan kemajuan baru. "Janganlah membuat kegaduhan baru. Kita saat ini tengah fokus pada penanganan pandemi," katanya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, gambar tangkapan layar artikel yang berjudul "Arief Poyuono: Prabowo Mau Jokowi Tiga Periode, Sebab Prabowo Sudah Melihat Dan Merasakan Kerjanya Yang OK" tersebut keliru. Gambar itu merupakan hasil suntingan dari artikel di situs media Medcom.id pada 12 Maret 2021 yang berjudul "Arief Poyuono: Prabowo Mau Jokowi Tiga Periode". Dalam artikel ini pun, tidak ditemukan pernyataan Arief bahwa Prabowo ingin Jokowi mengemban masa jabatan sebagai presiden 3 periode karena melihat dan merasakan kerjanya yang oke.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8541) Keliru, Klaim Ini Video Jokowi Tegur SWI OJK Karena Susahkan Rakyat di Masa Pandemi

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 15/03/2021

    Berita


    Video dengan judul danthumbnailyang berisi klaim bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi menegur Satgas Waspada Investasi (SWI) yang berada di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) beredar di media sosial. Menurut klaim itu, SWI OJK ditegur karena menyusahkan rakyat di masa pandemi Covid-19.
    Di YouTube, video itu diunggah oleh kanal ini pada 12 Maret 2021. Video tersebut diberi judul "Presiden Jokowi mengingatkan OJK/SWI||Jangan Menyusahkan Rakyat Di Masa Sulit". Hingga artikel ini dimuat, video tersebut telah ditonton lebih dari 1.900 kali.
    Gambar tangkapan layar video di YouTube yang berisi klaim keliru terkait pidato Presiden Jokowi.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula menonton video berdurasi sekitar 2,5 menit itu secara menyeluruh. Namun, dalam video ini, tidak terdapat penjelasan bahwa Presiden Jokowi menegur SWI OJK karena menyusahkan rakyat di masa pandemi. Video itu berisi pidato Jokowi terkait revolusi industri 4.0.
    Berikut isi pidato Jokowi dalam video tersebut:
    “Revolusi Industri 4.0, digital economy, sudah mulai masuk dan ini harus kita respon dengan cepat. Kita harus tanggap dengan perubahan-perubahan global. Kita harus cepat mengantisipasi setiap perubahan-perubahan yang ada. Karena revolusi industri 4.0 membawa disrupsi, perubahan yang radikal. Kita harus sadar ini adalah perubahan yang radikal, perubahan yang tidak terduga, memporak-porandakan standar-standar yang telah ada. Menurut saya, kita membutuhkan pemimpin-pemimpin yang open mind, yang terbuka, karena jamannya sekarang memang jaman terbuka. Kita butuh pemimpin-pemimpin yang siap menghadapi ketidakterdugaan, karena perubahan dunia ini sekarang cepat sekali. Kita baru belajar internet of thing, muncul artificial intellegence, muncul advanced robotic, muncul virtual reality, muncul Bitcoin, muncul cryptocurrency. Kalau pemimpinnya terkaget-kaget, enggak cepat merespon, enggak cepat belajar mengenai perubahan-perubahan itu, kita ditinggal. Kita juga butuh pemimpin yang bisa bereaksi cepat, dan butuh pemimpin yang goal oriented, result oriented, bukan procedure oriented yang bertele-tele. Dan kita harapkan training-training yang nanti akan kita lakukan secara besar-besaran lahir para reformis pembawa perubahan-perubahan, bisa mengantisipasi adanya perubahan-perubahan yang mau membuat sistem itu menjadi sederhana. Karena dalam perubahan-perubahan dunia yang sangat cepat seperti sekarang ini, kita butuh kebijakan yang bisa kita putuskan cepat, bukan justru kita memproduksi regulasi yang sebanyak-banyaknya yang justru mempersulit kita sendiri dalam mengantisipasi setiap perubahan-perubahan yang ada. Tapi saya yakin dengan perubahan-perubahan yang ada kita bisa merespons sangat cepat terhadap adanya perubahan-perubahan. Dan kembali lagi ingin saya sampaikan bahwa ke depan bukan negara kuat yang akan mengalahkan negara yang lemah, bukan negara yang besar yang akan mengalahkan negara yang kecil, tetapi negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lambat.”
    Tempo kemudian mencari konteks dari pidato tersebut dengan memfragmentasi video itu menjadi sejumlah gambar dengantoolInVID, lalu menelusuri gambar-gambar ini denganreverse image toolGoogle dan Yandex. Hasilnya, ditemukan bahwa pidato Presiden Jokowi dalam video tersebut disampaikan dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia di Jakarta Convention Center pada 27 November 2018. Video ini pernah dimuat oleh akun YouTube BI.
    Salah satu poin penting yang disampaikan Jokowi dalam pidato itu adalah bahwa para pemimpin di Indonesia harus dapat beradaptasi dan berinovasi terhadap begitu cepatnya perkembangan teknologi. Dalam pidato tersebut, Jokowi sama sekali tidak menegur OJK atau SWI agar tidak menyusahkan rakyat Indonesia di masa pandemi Covid-19. Pidato ini pun disampaikan jauh sebelum munculnya pandemi Covid-19 pada akhir Desember 2019.
    Video yang sama juga pernah ditayangkan oleh situs media CNBC Indonesia pada tanggal yang sama dengan judul “Saat Jokowi Memuji Keberanian BI Naikan Suku Bunga”. Berita terkait isi pidato Jokowi dalam Pertemuan Tahunan BI pada 2018 itu pun pernah dimuat oleh Kompas.com.
    Dilansir dari Kompas.com, Presiden Jokowi mengatakan, dalam menghadapi tantangan revolusi industri 4.0, Indonesia harus dipimpin oleh figur dengan kriteria khusus agar tidak tertinggal dari negara-negara lain. "Kita butuh pemimpin-pemimpin, orang-orang seperti apa? Agen-agen transformasi seperti apa? Baik itu di level desa, kabupaten/kota, provinsi, maupun di nasional? Di level manajerial di BUMN, di perusahaan swasta? Seperti apa yang kita butuhkan?"
    Pertama, menurut Jokowi, Indonesia membutuhkan pemimpin yang berpikiran terbuka. Sebab, dalam menghadapi sesuatu yang baru dan tidak pernah ada sebelumnya, dibutuhkan fleksibilitas. Selain itu, kata dia, Indonesia membutuhkan pemimpin yang siap menghadapi produk revolusi industri 4.0, sepertiadvanced robotic, virtual reality,dancryptocurrency. "Kalau pemimpinnya terkaget-kaget, enggak cepat merespons, enggak cepat mempelajari perubahan-perubahan itu, kita ditinggal," ujar Jokowi.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas memperlihatkan momen ketika Presiden Jokowi menegur SWI OJK karena menyusahkan rakyat di masa pandemi Covid-19, keliru. Pidato Jokowi dalam video tersebut disampaikan dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia di Jakarta Convention Center pada 27 November 2018. Dalam pidatonya saat itu, Jokowi sama sekali tidak menegur OJK maupun SWI agar tidak menyusahkan rakyat di tengah pandemi Covid-19. Jokowi hanya mengingatkan para pemimpin di Indonesia untuk beradaptasi di era revolusi industri 4.0. Pidato ini pun disampaikan jauh sebelum munculnya pandemi Covid-19 pada akhir Desember 2019.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8540) Keliru, Klaim Ini Foto-foto KPK Geledah Ruangan Anies Baswedan

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 15/03/2021

    Berita


    Sebuah gambar yang berisi klaim bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah ruang kerja Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan beredar di Facebook. Gambar itu menyebar di tengah proses penyidikan oleh KPK terkait dugaan korupsi ihwal pengadaan tanah oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta di Cipayung, Jakarta Timur, untuk program rumah DP 0 persen.
    "Ruang kerja Anies Baswedan di Geledah KPK, Mengejutkan 'Bukti Baru Terungkap' Sepandai Pandai Tupai Melompat,Akhirnya Akan Jatuh Juga,Duh Sakitnya," demikian narasi dalam gambar itu. Selain klaim tersebut, gambar itu juga berisi dua foto, yang menunjukkan sejumlah pria yang keluar dari sebuah gedung dengan membawa koper dan Anies tengah bersama sejumlah orang.
    Gambar tersebut dibagikan oleh akun ini pada 13 Maret 2021. Akun itu juga menulis, "Kabar berita mengejutkan !! Anies Baswedan tertangkap tangan KPK. Ruang kerja Anies Baswedan digeledah KPK !!!!! KPK kinerja paling berani OTT KPK dan kinerja paling terdepan, kinerja KPK untuk akif, efektif dan produktif serta profesional. Tidak ada yang di tutupi dalam kubu KPK."
    Gambar yang beredar di Facebook yang berisi klaim keliru terkait KPK dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan hasil verifikasi Tim CekFakta Tempo, dua foto tersebut bukanlah foto penggeledahan ruang kerja Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Untuk mendapatkan fakta atas foto pertama, Tempo memasukkan kata kunci “penggeledahan KPK” di mesin pencari Google. Hasilnya, ditemukan bahwa foto tersebut identik dengan foto yang pernah dimuat oleh Tribunnews.
    Foto itu terdapat dalam artikel Tribunnews pada 14 Januari 2020 yang berjudul "KPK Geledah Kantor KPU Selama 8,5 Jam, Penyidik Bawa 3 Koper". Tribunnews memberikan keterangan pada foto tersebut sebagai berikut:
    “Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membawa sejumlah barang bukti seusai menggeledah Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), di Jakarta, Senin (13/1/2020). Penggeledahan tersebut untuk mencari barang bukti terkait kasus suap pemulusan proses Pergantian Antar Waktu (PAW) Anggota DPR yang menjerat mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan.”
    Sementara itu, untuk mendapatkan fakta atas foto kedua, Tempo menelusuri jejak digitalnya denganreverse image tool Google. Hasilnya, ditemukan bahwa foto tersebut pernah dimuat oleh Wartakota dalam artikelnya pada 13 November 2017. Artikel itu berjudul "BNI Turut Meriahkan Hari Jadi Kepulauan Seribu yang ke-16".
    Acara tersebut memang dihadiri oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Menurut laporan Wartakota, dalam acara itu, BNI Kantor Wilayah Jakarta Kota memberikan dukungan melalui berbagai program bagi warga Kepulauan Seribu. Program-program ini kemudian diserahkan secara simbolis oleh BNI kepada Anies dalam acara tersebut.
    Penyidikan KPK
    Menurut arsip berita Tempo pada 9 Maret 2021, KPK masih terus mengumpulkan bukti dalam penyidikan kasus dugaan korupsi ihwal pengadaan tanah oleh salah satu BUMD DKI Jakarta di Cipayung, Jakarta Timur. Pengadaan tanah itu disebut-sebut akan digunakan sebagai lokasi program rumah DP nol rupiah.
    "Tim penyidik KPK saat ini masih terus mengumpulkan dan melengkapi bukti-bukti terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta Tahun 2019," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri.
    Koran Tempo edisi 8 Maret 2021 menulis kasus korupsi pengadaan tanah ini diduga merugikan negara hingga Rp 150 miliar. Perumda Pembangunan Sarana Jaya diduga membeli lahan di Pondok Ranggon dan Munjul seluas 4,2 hektare pada akhir 2019. Lahan yang akan digunakan untuk proyek rumah DP nol rupiah  itu diduga bermasalah karena berada di jalur hijau dan harganya di-mark-up.
    Tiga orang diduga telah ditetapkan sebagai tersangka. Pertama adalah Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory C Pinontoan, yang telah dicopot oleh Anies per 5 Maret 2021. Sementara lainnya adalah dua direktur PT Adonara Propertindo, Anja Runtuwene dan Tommy Andrian. Penyidik pun menetapkan PT Adonara Propertindo selaku penjual tanah sebagai tersangka.
    Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria sempat mengatakan bahwa PT Pembangunan Sarana Jaya membeli lahan itu untuk program rumah DP 0 persen. Namun, belakangan ia mengatakan tanah tersebut dibeli untuk menjalankan program bank tanah. Riza menjelaskan bahwa Perumda Pembangunan Sarana Jaya adalah BUMD yang ditugaskan untuk mencari tanah.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa dua foto di atas adalah foto-foto penggeledahan ruang kerja Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan oleh KPK, keliru. Foto pertama adalah foto saat KPK menggeledah kantor KPU pada Januari 2020 terkait kasus suap yang menjerat mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Sementara foto kedua adalah foto ketika Anies menghadiri acara HUT ke-16 Kabupaten Kepulauan Seribu pada November 2017.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8539) Keliru, Sertifikat Vaksinasi dengan Vaksin Pfizer yang Berefek Memperpanjang Ereksi

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 15/03/2021

    Berita


    Foto sebuah sertifikat vaksinasi Covid-19 yang diterbitkan oleh Jurong Community Hospital, Singapura, beredar di media sosial. Dalam sertifikat itu, tertulis efek samping dari vaksin yang digunakan di sana, vaksin Pfizer, yakni memperpanjang ereksi dan memperbesar ukuran alat kelamin.
    "May cause prolong erection and increase in size," demikian teks yang tertulis dalam sertifikat vaksinasi tersebut. Dalam sertifikat ini, tertulis pula kapan vaksin itu disuntikkan kepada si penerima, yakni pada 29 Januari 2021 (dosis pertama) dan pada 22 Februari 2021 (dosis kedua).
    Di Facebook, foto sertifikat vaksinasi Covid-19 tersebut diunggah oleh akun ini pada 28 Februari 2021, dengan narasi, "So this is real." Akun ini juga membagikan foto yang sama pada 1 Maret 2021. Hingga artikel ini dimuat, kedua unggahan itu telah mendapatkan lebih dari 100 reaksi.
    Foto sertifikat vaksinasi Covid-19 yang merupakan hasil suntingan dari sertifikat yang diterbitkan oleh Jurong Community Hospital, Singapura.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan terkait dengan memasukkan sejumlah kata kunci ke mesin pencari Google. Hasilnya, ditemukan bahwa foto itu adalah hasil suntingan. Jurong Community Hospital, yang merupakan anggota dari National University Health System (NUHS) atau JurongHealth Campus, telah menyatakan bahwa foto ini merupakan hasil rekayasa dari sertifikat vaksinasi Covid-19 yang mereka terbitkan.
    Dalam akun Facebook resminya, pada 28 Februari 2021, JurongHealth Hospital menyatakan foto tersebut palsu. "Kami mengetahui adanya gambar palsu dan hasil rekayasa dari sertikat vaksinasi Covid-19 yang dikeluarkan oleh staf klinik kami yang berbasis di Jurong Community Hospital yang beredar secara online. Itu adalah misinformasi yang tidak dikeluarkan oleh kami. Kami sedang menyelidiki sumber gambar palsu tersebut, dan akan membuat laporan polisi."
    Kantor berita AFP pun menemukan foto-foto dari sertifikat vaksinasi Covid-19 asli yang diterbitkan oleh Jurong Community Hospital. Foto-foto tersebut dibagikan oleh sejumlah pengguna Facebook. Namun, dalam foto-foto ini, tidak terdapat penjelasan terkait efek samping bahwa vaksin Pfizer dapat memperlama ereksi dan memperpanjang ukuran alat kelamin.
    Dilansir dari situs resmi Kementerian Kesehatan Singapura, efek samping vaksin Covid-19 kebanyakan ringan atau sedang, dan biasanya membaik dalam beberapa hari. Efek samping itu antara lain nyeri, kemerahan, dan bengkak di area suntikan, demam, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan kelelahan. Sama sekali tidak disebutkan efek samping apa pun terhadap alat kelamin.
    Dalam kasus yang sangat jarang, vaksin Covid-19 dapat menyebabkan reaksi alergi yang parah. Tanda-tandanya adalah kesulitan bernapas, pembengkakan pada wajah, detak jantung yang cepat, pusing dan lemas, dan rumah yang parah di sekujur tubuh. Jika mengalami reaksi alergi yang parah, penerima vaksin harus segera mencari pertolongan medis.
    Penjelasan serupa dimuat dalam situs resmi Harvard Health Publishing. Dalam uji klinis, efek samping vaksin Covid-19 sebagian besar ringan, dan biasanya berlangsung hanya dalam beberapa hari. Efek samping tidak selalu berarti buruk. Ini mungkin menunjukkan bahwa tubuh sedang membangun perlindungan terhadap virus.
    Efek samping yang umum terjadi dari vaksin Pfizer, Moderna, AstraZeneca, dan Johnson & Johnson adalah nyeri di area suntikan, kelelahan, sakit kepala, nyeri otot atau sendi, mual dan muntah, serta demam atau menggigil. Reaksi alergi yang parah juga ditemukan, namun jarang. Biasanya terjadi pada mereka yang pernah mengalami reaksi vaksin yang parah di masa lalu.
    Adapun menurut situs resmi pemerintah Inggris, sama seperti semua vaskin, vaksin Pfizer dapat menyebabkan efek samping, meskipun tidak semua orang mendapatkannya. Efek samping kebanyakan ringan atau sedang dan hilang dalam beberapa hari. Jika efek samping seperti nyeri atau demam mengganggu, dapat diobati dengan obat nyeri dan demam seperti parasetamol.
    Berikut efek samping vaksin Pfizer yang dapat terjadi, beserta frekuensinya:

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, foto sertifikat vaksinasi Covid-19 dengan teks bahwa vaksin Pfizer dapat memperpanjang ereksi dan memperbesar ukuran alat kelamin, keliru. Foto tersebut merupakan hasil suntingan dari sertifikat vaksinasi Covid-19 yang diterbitkan oleh Jurong Community Hospital, Singapura. Dalam sertifikat vaksinasi aslinya, tidak terdapat penjelasan terkait efek samping bahwa vaksin Pfizer dapat memperpanjang ereksi dan memperbesar ukuran alat kelamin. Dalam penjelasan berbagai otoritas kesehatan global pun, tidak disebutkan bahwa vaksin Covid-19 memberikan efek samping apa pun terhadap alat kelamin.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan