• (GFD-2021-8593) Keliru, Pejabat Denmark Meninggal karena Diracun saat Umumkan Larangan Vaksin AstraZeneca

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 20/04/2021

    Berita


    Klaim bahwa pejabat pemerintah Denmark meninggal karena diracun saat mengumumkan larangan penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca beredar di Facebook. Klaim itu terdapat dalam video berdurasi 15 detik yang menunjukkan momen saat seorang perempuan terjatuh di hadapan peserta sebuah forum.
    Video itu memuat teks yang berbunyi: "Denmark melarang vaksin AstraZeneca dan selama pengumuman berlangsung salah satu pejabat pemerintah pingsan dan meninggal." Akun ini membagikan video itu pada 16 April 2021 dengan narasi sebagai berikut:
    "Ini risikonya kalau berani melawanndoroglobe. Kemarin presiden Tanzaniaygsempat 1 minggu menghilang dan dinyatakan meninggal akibat serangan jantung. Sekarang salah satu pejabat pemerintah Denmark meregang nyawa saat mengumumkan pelaranganvaxastrazeneca. Mungkin di racun."
    Video yang diunggah di Facebook yang memperlihatkan jatuhnya seorang pejabat Denmark saat mengumumkan penghentian penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca. Video ini disebarkan dengan klaim keliru, bahwa pejabat tersebut meninggal karena diracun.

    Hasil Cek Fakta


    Hasil verifikasi Tim CekFakta Tempo menemukan bahwa perempuan yang terjatuh dalam video tersebut adalah Kepala Badan Obat-obatan Denmark, Tanja Erichsen. Namun, ketika itu, Erichsen hanya pingsan, tidak meninggal karena diracun. Kondisinya pun telah membaik setelah menjalani perawatan.
    Video tumbangnya Erichsen ini pernah dipublikasikan oleh sejumlah media. Media Inggris, The Sun, memuat video itu dalam artikelnya yang berjudul "Dramatic moment Danish vaccine chief FAINTS during a Covid conference announcing the permanent ban of AstraZeneca jab" pada 15 April 2021.
    Erichsen pingsan dalam sebuah konferensi pers yang mengumumkan larangan permanen Denmark terhadap vaksin Covid-19 AstraZeneca. Namun, menurut The Sun, pemerintah Denmark mengumumkan bahwa Erichsen sudah sadar dan telah dilarikan ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut.
    Klaim-klaim palsu terkait pingsannya Tanja Erichsen itu tidak hanya beredar di Indonesia, tapi juga di Eropa. Di sana, menyebar klaim yang menyebut bahwa dia pingsan setelah menerima vaksin Astrazeneca.
    Dilansir dari Associated Press, Direktur Jenderal Otoritas Kesehatan Denmark Soren Brostrom mengatakan bahwa Erichsen baik-baik saja. Brostrom menjelaskan bahwa Erichsen pingsan karena terlalu banyak bekerja dan berdiri terlalu lama. Juru bicara Badan Obat-obatan Denmark Kim Voigt Ostrom juga mengatakan bahwa Erichsen belum menerima vaksin Covid-19.
    Lewat akun pribadinya di Twitter, pada 19 April 2021, Tanja Erichsen pun menyatakan bahwa pemulihannya berjalan dengan baik.
    "Terima kasih banyak atas perhatian dan salam Anda. Ini adalah pukulan keras yang harus saya terima, tapi untungnya saya dalam pemulihan yang baik sekarang. Ini sangat berarti bagi saya, dengan dukungan besar yang saya terima, baik di sini di Twitter maupun di platform lain. Terima kasih banyak," kata Erichsen dalam bahasa Denmark.
    Dikutip dari BBC, pemerintah Denmark menjadi negara pertama yang melarang sepenuhnya penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca pada 15 April 2021. Upaya ini diambil menyusul terbitnya hasil penelitian Otoritas Kesehatan Denmark, yang menunjukkan frekuensi pembekuan darah yang lebih tinggi dari yang diharapkan, dengan perbandingan sekitar satu dari 40 ribu orang.
    Sebelumnya, terjadi dua kasus trombosis di Denmark yang dikaitkan dengan vaksin Covid-19  AstraZeneca. Satu kasus di antaranya terjadi pada seorang wanita berusia 60 tahun dan berakibat fatal. Direktur Jenderal Otoritas Kesehatan Denmark Soren Brostrom mengatakan bahwa ini adalah keputusan yang sulit, tapi Denmark memiliki vaksin lain dan pandemi di sana saat ini terkendali.
    Meskipun begitu, dia mengatakan bahwa tidak tertutup kemungkinan vaksin AstraZeneca akan digunakan di masa mendatang. Selain Denmark, beberapa negara di Eropa sempat menangguhkan vaksin itu. Saat ini, sebagian besar di antaranya telah melanjutkan penggunaan vaksin AstraZeneca, meski dengan batasan tertentu bagi kelompok usia yang lebih tua.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa seorang pejabat pemerintah Denmark, Tanja Erichsen, meninggal karena diracun saat mengumumkan larangan penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca, keliru. Dalam video yang digunakan untuk menyebarkan klaim itu, Erichsen yang merupakan Kepala Badan Obat-obatan Denmark hanya pingsan karena kelelahan, bukan meninggal karena diracun. Kini, Erichsen telah pulih, seperti yang ia nyatakan dalam cuitannya di Twitter.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8592) Keliru, Klaim Bill Gates Tak Pernah Pakai Masker

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 20/04/2021

    Berita


    Klaim yang menyebut bahwa pendiri raksasa teknologi Microsoft, Bill Gates, tidak pernah mengenakan masker beredar di Instagram baru-baru ini. Klaim itu terdapat dalam sebuah poster berwarna putih-hitam yang dilengkapi dengan foto Gates.
    Narasi dalam poster itu berbunyi: "Mengapa Bill Gates tidak pernah mengenakan masker? Inilah fakta yang patut dicek..... Apakah Bill Gates pernah memakai masker ? Jika ya, di mana buktinya? Dan jika tidak, mengapa dia memberi tahu semua orang di dunia bahwa mereka harus memakainya sampai vaksin yang dia investasikan banyak itu tersedia?"
    Akun ini membagikan poster tersebut pada 16 April 2021. Hingga artikel ini dimuat, unggahan itu telah disukai lebih dari 900 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Instagram yang berisi klaim keliru terkait pendiri perusahaan teknologi Microsoft, Bill Gates.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula melakukan pencarian foto Bill Gates yang memakai masker dengan memasukkan kata kunci “Bill Gates wears mask” di mesin pencari Google. Hasilnya, ditemukan foto Gates yang sedang mengenakan masker yang telah beredar di internet sejak Januari 2021.
    Pada 23 Januari 2021, di akun Instagram terverifikasi miliknya, @thisisbillgates, Gates pernah mengunggah foto dirinya yang mengenakan masker saat menerima suntikan vaksin Covid-19. Foto tersebut diberi keterangan sebagai berikut:
    "One of the benefits of being 65 is that I’m eligible for the Covid-19 vaccine. I got my first dose this week, and I feel great. Thank you to all of the scientists, trial participants, regulators, and frontline healthcare workers who got us to this point."
    Foto itu juga diunggah oleh Gates di akun Twitter terverifikasi miliknya, @BillGates, pada tanggal yang sama. Keterangan yang dicantumkan pun sama.
    Gambar tangkapan layar unggahan Bill Gates di Instagram pada 23 Januari 2021 yang berisi foto dirinya ketika menerima vaksin Covid-19.
    Hal ini diberitakan oleh Tempo pada 23 Januari 2021. Pendiri Microsoft, Bill Gates, mengumumkan telah menerima vaksin Covid-19 dosis pertama pada pekan ini. Dalam cuitannya di Twitter, Gates mengunggah foto ketika menjalani vaksinasi pada 23 Januari waktu Indonesia. Gates memenuhi syarat untuk mendapatkan vaksin di usianya yang ke-65.
    "Salah satu keuntungan di usia 65 tahun adalah saya diizinkan untuk menerima vaksin Covid-19. Saya telah mendapatkan dosis pertama minggu ini dan saya merasa baik," kata Gates dalam cuitannya itu.
    Gates pun mengucapkan terima kasih untuk semua ilmuwan, partisipan dalam uji coba, regulator, serta tenaga kesehatan di garis depan yang terlibat dalam vaksinasi Covid-19. Meski begitu, Gates tidak merinci vaksin apa yang ia terima. Adapun vaksin Covid-19 yang telah disetujui penggunaannya di Amerika Serikat adalah vaksin buatan Pfizer dan Moderna.
    Tempo juga menemukan pemberitaan di India Times yang berisi wawancara dengan Bill Gates terkait jenis masker yang ia kenakan. Dalam sebuah wawancara dengan Wired, Gates mengatakan bahwa dia menggunakan "masker normal yang cukup jelek".
    Gates juga mengatakan bahwa ia mengganti maskernya setiap hari, dan masker yang ia pakai setiap hari tersebut adalah "masker bedah" biasa. "Mungkin saya harus menemukan desainer masker atau sesuatu yang kreatif," ujar Gates.
    Pada Mei 2020, sempat beredar klaim bahwa Bill Gates mengabaikan protokol kesehatan. Saat itu, beredar foto yang memperlihatkan Gates tengah berjalan dengan penasihat Covid-19 Gedung Putih, Anthony Fauci. Foto tersebut diedarkan dengan narasi bahwa Gates dan Fauci melanggar aturan jarak sosial.
    Menurut hasil pemeriksaan fakta India Today, klaim itu menyesatkan. Faktanya, foto tersebut diambil pada Desember 2018 dan tidak ada hubungannya dengan pandemi Covid-19. Foto yang beredar itu merupakan potongan dari foto yang pernah dimuat oleh situs resmi Institut Kesehatan Nasional (NIH) AS.
    Menurut keterangan NIH, foto itu diambil pada 11 Desember 2018, ketika Gates mengunjungi NIH di Bethesda, Maryland, untuk lokakarya. Foto ini juga pernah diunggah ke Flicker oleh akun NIH dengan keterangan: "NIH bekerja sama dengan Bill & Melinda Gates Foundation untuk mengadakan lokakarya konsultatif tahunan kelima mereka tentang kesehatan global. Lokakarya tersebut berlangsung pada 11 Desember 2018, di Bethesda, Maryland."
    Dalam foto tersebut, tidak hanya terlihat Gates dan Fauci, yang merupakan Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular NIH, tapi juga Francis Collins, Direktur NIH.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa pendiri Microsoft, Bill Gates, tidak pernah memakai masker, keliru. Salah satu foto Gates yang mengenakan masker telah beredar di internet sejak Januari 2021, saat ia menerima dosis pertama vaksin Covid-19. Sebelumnya, pernah beredar foto Gates bersama Anthony Fauci, penasihat Covid-19 Gedung Putih, yang dilengkapi dengan narasi bahwa keduanya melanggar protokol kesehatan. Namun, foto itu sebenarnya diambil pada 11 Desember 2018, jauh sebelum munculnya pandemi Covid-19.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8591) Sesat, Vaksin Covid-19 Tingkatkan Limfosit yang Mematikan bagi Manusia

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 19/04/2021

    Berita


    Klaim bahwa meningkatnya antibodi setelah vaksinasi disebut limfositosis beredar di Instagram. Limfositosis merupakan kondisi di mana jumlah sel darah putih jenis limfosit di dalam tubuh manusia berlebih. Menurut klaim itu, limfosit ini mematikan bagi manusia. Klaim tersebut beredar di tengah gelaran program vaksinasi Covid-19 di Indonesia sejak awal 2021 lalu.
    Akun ini mengunggah klaim itu pada 16 April 2021. "Kenaikan antibodi setelah divaksin adalah limfositosis. Jika limfosit pembunuh sudah ada maka bye-bye dunia!" demikian narasi yang ditulis oleh akun tersebut. Hingga artikel ini dimuat, unggahan itu telah disukai lebih dari 600 kali dan mendapat puluhan komentar yang berisi penolakan terhadap vaksin Covid-19.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Instagram yang berisi klaim sesat terkait vaksin Covid-19 dan limfositosis.

    Hasil Cek Fakta


    Hasil verifikasi Tim CekFakta Tempo menunjukkan bahwa pemberian vaksin, termasuk vaksin Covid-19, memang menyebabkan limfositosis. Akan tetapi, naiknya kadar limfosit pasca vaksinasi berguna untuk membentuk antibodi yang justru bermanfaat untuk mencegah atau mengurangi keparahan akibat infeksi Covid-19.
    Menurut pakar patologi klinis dari Universitas Sebelas Maret, Tonang Dwi Ardiyanto, jenis sel darah terbagi menjadi empat, yakni plasma darah, sel darah merah, sel darah putih (leukosit), dan trombosit. Sel darah putih terbagi menjadi dua, yakni neutrofill dan limfosit.
    Neutrofill bertugas melawan semua bakteri atau virus penyebab penyakit. Sedangkan limfosit terbagi menjadi dua, yakni limfosit B dan limfosit T. Kedua limfosit ini berperan sebagai pembentuk sistem imun. Limfosit T berfungsi untuk mengenali dan menangkap benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Sementara limfosit B berguna untuk menghasilkan antibodi.
    "Kalau ada virus baru masuk ke tubuh kita, seperti virus penyebab Covid-19 ini, yang akan maju untuk memusnahkan dulu adalah neutrofill. Dia tidak melalui pengenalan spesifik, begitu ada benda asing dia bertugas menghancurkan," kata Tonang saat dihubungi pada 19 April 2021.
    Sementara saat diberi vaksin Covid-19, tubuh manusia akan merespons dengan memproduksi limfosit T dan limfosit B yang spesifik untuk mengenali dan membentuk antibodi Covid-19. Cara kerja sel darah putih memang berbeda antara ketika tubuh terinfeksi penyakit dengan saat tubuh menerima vaksin.
    Pada tubuh yang belum mendapatkan vaksin, saat ada virus dan bakteri yang masuk, kadar sel darah putih akan meningkat karena neutrofill bertugas melawan benda asing tersebut. Dalam kondisi tertentu, virus dan bakteri akan menyebabkan sakit atau peradangan.
    Sedangkan saat tubuh menerima vaksin, sel darah putih juga meningkat karena membentuk kekebalan tubuh ( antibodi ). Akan tetapi, peningkatan jumlah sel darah putih pada tubuh yang menerima vaksin lebih rendah dibandingkan saat melawan virus atau bakteri dalam tubuh.
    "Vaksin itu dosisnya sudah terukur dan tidak menimbulkan lonjakan limfosit yang tinggi," kata Tonang. Dia juga menambahkan bahwa tidak ada limfosit pembunuh yang berbahaya bagi manusia, karena sel tersebut menjadi bagian dari sistem imun tubuh manusia.
    Menurut Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI), Hindra Irawan Satari, usai vaksinasi Covid-19 digelar di Inggris, Amerika Serikat, serta Israel, terlihat adanya penurunan angka kasus dan angka kematian Covid-19 di ketiga negara tersebut.
    Dikutip dari Liputan6.com, menurut analisis Public Health England (PHE), percepatan vaksinasi Covid-19 di Inggris menggunakan vaksin Covid-19 Pfizer dapat mencegah 10 ribu lebih kematian orang-orang yang berusia di atas 60 tahun hingga akhir Maret 2021.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa vaksin Covid-19 meningkatkan sel darah putih jenis limfosit yang mematikan bagi manusia, menyesatkan. Vaksin, termasuk vaksin Covid-19, memang dapat meningkatkan kadar limfosit di dalam tubuh manusia. Namun, hal tersebut justru berguna untuk membentuk antibodi yang bermanfaat untuk mencegah atau mengurangi keparahan akibat infeksi Covid-19.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8590) Keliru, Artikel yang Sebut Kominfo Pastikan TMII Dijual Megawati ke Cina

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 19/04/2021

    Berita


    Gambar tangkapan layar artikel yang berjudul "Beredar Narasi Megawati Jual TMII ke Tiongkok, Menkominfo Pastikan Itu" beredar di Facebook. Artikel tersebut dipublikasikan pada 14 April 2021 pukul 08.13 WIB. Gambar ini menyebar usai diambilalihnya pengelolaan Taman Mini Indonesia Indonesia oleh pemerintah dari Yayasan Harapan Kita pada awal April lalu.
    Di bawah judul artikel itu, terdapat teks tambahan dengan warna merah, ungu, dan biru yang berbunyi "TMII. Kini dijual ke Tiongkok bisa beralih jadi lahan properti dan penghuni nya adalah Cina". Ada pula foto yang memperlihatkan miniatur wilayah Indonesia yang terdapat di TMII. Artikel tersebut diklaim diterbitkan oleh Kompas TV.
    Akun ini membagikan gambar tangkapan layar artikel itu pada 14 April 2021. Akun tersebut kemudian menulis, "Sudah Pak Harto di fitnah memiliki TMII,Padahal kini di ambil megawati Madam Bansos, trus di jual ke china Astaqfirullah." Hingga artikel ini dimuat, unggahan itu telah mendapatkan lebih dari 800 reaksi dan 200 komentar serta dibagikan 150 kali.
    Gambar tangkapan layar artikel tentang pengambilalihan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang beredar di Facebook yang merupakan hasil suntingan dari artikel milik Kompas TV.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, gambar tangkapan layar artikel tersebut merupakan hasil suntingan dari gambar tangkapan layar artikel yang dimuat oleh Kompas TV pada 14 April 2021 pukul 08.13 WIB. Judul artikel aslinya berbunyi "Beredar Narasi Megawati Jual TMII ke Tiongkok, Menkominfo Pastikan Itu Hoaks".
    Untuk memverifikasi klaim itu, Tempo mula-mula memasukkan judul artikel yang terdapat dalam gambar tangkapan layar tersebut ke kolom pencarian situs Kompas TV. Hasilnya, ditemukan sebuah artikel yang dimuat pada tanggal dan jam yang sama dengan yang terlihat dalam gambar tangkapan layar itu, namun berjudul "Beredar Narasi Megawati Jual TMII ke Tiongkok, Menkominfo Pastikan Itu Hoaks".
    Kesamaan lain adalah foto yang tercantum dalam artikel itu, yang menunjukkan miniatur wilayah Indonesia yang terdapat di TMII. Kalimat di awal artikel tersebut juga sama dengan yang terlihat dalam gambar tangkapan layar, berbunyi "JAKARTA, KOMPAS.TV- Pemerintah melalui Kementerian Sekretariat Negara menyatakan mengambil alih pengelolaan Taman Mini".
    Sebelumnya, memang beredar hoaks bahwa Taman Mini diambil alih oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan dijual ke Cina. Menurut artikel Kompas TV tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah memastikan bahwa narasi itu hoaks. "Klaim bahwa TMII diambil Megawati dan dijual ke Tiongkok, tidak berdasar. Faktanya, tidak ada informasi resmi dan valid mengenai hal tersebut," kata Kominfo dalam artikelnya.
    Artikel itu dimuat oleh Kominfo pada 11 April 2021. Menurut Kominfo, terdapat sebuah unggahan di media sosial yang menyebut: "Sudah pak Harto difitnah memiliki TMII, padahal sekarang diambil si Megawati madam bansos, trus dijual ke Cina astagfirullah". Narasi ini mengomentari gambar tangkapan layar artikel yang berjudul "Ambil Alih Pengelolaan TMII, Pemerintah Bakal Serahkan ke Pihak Lain."
    Menurut Kominfo, klaim bahwa TMII diambil Megawati dan dijual ke Tiongkok itu tidak berdasar. "Faktanya, tidak ada informasi resmi dan valid mengenai hal tersebut. Judul artikel pada berita tersebut benar adanya, namun narasi pada unggahan sengaja dipelintir dan dapat menggiring opini pembaca sesuai dengan kehendak pembuat informasi," demikian penjelasan Kominfo.
    Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko pun telah mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak akan membentuk yayasan keluarga untuk mengelola Taman Mini Indonesia Indonesia. "Jadi saya ingatkan jangan lagi ada yang berpandangan nanti akan muncul yayasan baru yang dikelola Pak Jokowi, itu pandangan primitif," kata Moeldoko pada 9 April 2021.
    Pengambilalihan TMII oleh pemerintah
    Moeldoko mengatakan, ke depannya, pengelolaan TMII akan dilakukan secara profesional oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang pariwisata. Menurut dia, pemerintah mengambil alih Taman Mini Indonesia Indah dari Yayasan Harapan Kita milik keluarga Cendana lantaran pengelolaannya terus merugi dari tahun ke tahun. Dia menyebut Yayasan Harapan Kita bahkan perlu mensubsidi TMII sekitar Rp 40-50 miliar per tahun dan tidak ada kontribusi kepada negara.
    Pada 7 April 2021, Mensesneg Pratikno mengumumkan bahwa Presiden Jokowi telah meneken Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pengelolaan TMII. Lewat Perpres ini, pemerintah mengambil alih pengelolaan TMII dari Yayasan Harapan Kita. "Yayasan ini sudah hampir 44 tahun mengelola milik negara ini, dan kami berkewajiban melakukan penataan, memberi manfaat luas ke masyarakat dan memberi kontribusi terhadap keuangan negara," katanya.
    Pratikno mengatakan Yayasan Harapan Kita mesti menyerahkan kembali hak pengelolaan TMII ke negara. Ia pun memberi waktu masa transisi selama sekitar tiga bulan kepada yayasan itu untuk menyerahkan berbagai laporan terkait pengelolaan Taman Mini selama ini. "Intinya, penguasaan dan pengelolaan Taman Mini dilakukan oleh Kemensesneg dan berarti berhenti pula pengelolaan yang selama ini dilakukan oleh Yayasan Harapan Kita," katanya.
    Dalam konferensi persnya pada 11 April 2021, Sekretaris Yayasan Harapan Kita Tria Sasangka Putra menyatakan bahwa yayasannya akan bersikap kooperatif terkait pengambilalihan Taman Mini. "Kami menghormati terbitnya Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2021 sebagai suatu produk hukum peraturan perundang-undangan negara. Dan tentunya akan bersikap kooperatif sesuai kemampuan yang ada pada kami untuk menerima dengan tangan terbuka."
    Namun, dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama TMII Tanribali Lamo membantah bahwa pihaknya tidak pernah menyetorkan penghasilan TMII kepada negara. Audit BPK terhadap TMII pada 2018-2020 pun tidak menemukan kasus yang mengakibatkan kerugian negara. Tanribali menyampaikan hal itu sambil menunjukkan dokumen hasil pemeriksaan BPK.
    "Pengelola tidak mungkin melakukan hal-hal yang melanggar aturan lantaran diawasi oleh BPK," katanya. Apabila Taman Mini tidak memberikan setoran, bagi hasil, dan sebagainya, manajemen akan ditegur oleh BPK. Sejauh ini BPK menyatakan tidak ada kerugian negara. "Kalau kita simak pernyataan ini, maka sebenarnya tidak ada lagi yang tidak pernah disetorkan kepada TMII sepanjang itu menjadi kewajiban TMII."

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, gambar tangkapan layar artikel yang berjudul "Beredar Narasi Megawati Jual TMII ke Tiongkok, Menkominfo Pastikan Itu" keliru. Gambar tersebut merupakan hasil suntingan dari gambar tangkapan layar artikel yang dimuat oleh Kompas TV pada 14 April 2021 pukul 08.13 WIB. Judul artikel aslinya berbunyi "Beredar Narasi Megawati Jual TMII ke Tiongkok, Menkominfo Pastikan Itu Hoaks".
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan