• (GFD-2020-8040) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Video Jenazah Muslim di New York yang Meninggal Karena Corona?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 14/04/2020

    Berita


    Sebuah video pendek yang memperlihatkan puluhan jenazah yang ditutup dengan kain kafan di dalam sebuah ruangan beredar di Instagram, WhatsApp, dan Twitter dalam beberapa hari terakhir. Jenazah-jenazah tersebut diklaim sebagai warga muslim di New York, Amerika Serikat, yang meninggal karena terinfeksi virus Corona Covid-19.
    Di Instagram, video berdurasi 1 menit itu diunggah salah satunya oleh akun Drama Kereta Official, @drama.kereta, yakni pada 8 April 2020. Dalam video itu, terlihat seorang pria yang memakai masker dan sarung tangan sedang menunjukkan banyaknya jenazah yang meninggal karena Covid-19 dan belum dimakamkan. Terdengar pula suara pria yang berbicara dalam bahasa Arab di video tersebut.
    Di WhatsApp, video yang beredar memiliki durasi lebih panjang, yakni 3 menit 25 detik. Video itu diiringi narasi sebagai berikut:
    “Ini kiriman video betapa dahsyatnya wabah covid 19 di Amerika. Video ini dari murid saya yg tinggal di Amerika. Ini yg diliput di Brooklyn (sebuah wilayah di New York) untuk mengingatkan semua, jangan menganggap enteng virus covid 19 ini. Mayat-mayat Muslim diserahkan ke komunitas (Arab) untuk dimakamkan karena Pemerintah setempat sudah kewalahan. Komunitas ini menerima mayat puluhan orang perharinya kurang lebih 55 orang. Jenazah-jenazah itu digeletakin begitu saja di ruang kantor menunggu antre untuk dimakamkan.”
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Instagram Drama Kereta Official.
    Apa benar video di atas adalah video muslim di New York yang meninggal karena virus Corona Covid-19?

    Hasil Cek Fakta


    Tim CekFakta Tempo menggunakan tool InVID untuk mengekstraksi video tersebut menjadi sejumlah foto. Foto-foto itu kemudian ditelusuri dengan reverse image tool. Dengan cara ini, Tempo memperoleh video dalam versi lengkap yang berdurasi 5 menit 15 detik.
    Video itu adalah video milik akun Facebook @sherifkhorsheid yang dipublikasikan oleh Youm7.com, sebuah situs berita berbahasa Arab yang berbasis di Mesir, pada 7 April 2020. Video tersebut diunggah dengan keterangan "video tentang jumlah mayat muslim yang menjadi korban Corona sebelum pemakaman mereka di New York".
    Lewat video itu, Tempo memperoleh petunjuk pada menit awal, ketika dua pria yang bercakap-cakap dalam bahasa Arab hendak masuk ke sebuah kantor. Di kaca jendela kantor tersebut, tertera dua nomor telepon. Tempo kemudian mengecek nomor telepon tersebut, yakni 347-262-2744 dan 718-435-6700, ke mesin pencarian Google.
    Berdasarkan informasi dari situs Business Directory, nomor telepon itu adalah milik Islamic International Funeral Services atau Layanan Pemakaman Islam Internasional yang beralamat di Pat Marmo, 4123 4th Avenue, Brooklyn, New York.
    Melalui penelusuran dengan Google Maps, Tempo mendapati bahwa kantor itu adalah benar kantor Islamic International Funeral Services. Hal ini terlihat dari kesamaan tulisan nomor telepon yang tertera pada kaca jendela kantor serta bangunan yang berada di seberang jalan.
    Gambar tangkapan layar street view di Google Maps yang menunjukkan lokasi Islamic International Funeral Services di New York, Amerika Serikat.
    Dalam artikelnya, Youm7.com menjelaskan bahwa video itu direkam oleh Bakr Mansour, warga Yordania, yang memantau jumlah kematian akibat Covid-19 pada kalangan muslim di Amerika. Saat video itu diambil, salah satu staf biro pemakaman mengatakan bahwa kantornya menerima 55 jenazah kasus Covid-19, sepuluh jenazah di antaranya telah dimakamkan. Situs ini juga menjelaskan bahwa 90 persen kematian yang diterima oleh Islamic International Funeral Services adalah karena virus Corona.Setelah video ini menyebar di media sosial, petugas Islamic International Funeral Services yang berada dalam video itu kemudian membuat klarifikasi. Tempo mendapatkan video klarifikasi tersebut diunggah oleh kanal Abu Ammar di YouTube pada 7 April 2020.
    Melalui bantuan Direktur Tempo Institute, Qaris Tajudin, yang merupakan lulusan Universitas Al Azhar Mesir dan bisa berbahasa Arab, diketahui bahwa pria dalam video itu menjelaskan jenazah-jenazah tersebut meninggal bukan karena Covid-19, tapi karena sebab lain.
    Menurut pria itu, pasien yang meninggal karena Covid-19 diletakkan dalam peti tertutup dan dikuburkan langsung oleh rumah sakit, tanpa melalui Islamic International Funeral Services. “Jenazah diurus di rumah sakit, dilakukan tayamum, lalu langsung ke pemakaman,” katanya.
    Tempo pun sempat mengirimkan pesan ke Islamic International Funeral Services lewat Facebook. Salah satu admin menjawab bahwa video yang viral itu diambil dan diedarkan ke media sosial tanpa kesepakatan. “Maaf, kami tidak dapat mengomentari video itu. Itu diambil tanpa persetujuan kami dan kami menghargai privasi saudara-saudari muslim kami,” katanya pada 13 April 2020.
    Dilansir dari Bloomberg, New York menjadi pusat yang terdampak parah dari wabah Covid-19 di Amerika. Departemen Kesehatan setempat menjelaskan bahwa hari Minggu kemarin, 12 April 2020, merupakan hari keenam berturut-turut di mana kematian mencapai lebih dari 700 orang. Hingga kini, total kematian di New York telah mencapai 9.385 orang dengan jumlah yang terinfeksi mencapai 188.694 orang.
    Dikutip dari NY Daily News, tingginya kematian akibat Covid-19 memang menyebabkan rumah duka kewalahan melayani permintaan untuk pemakaman dan pembakaran jenazah. "Setiap lingkungan, kelompok etnis, kelompok agama, mereka semua dibanjiri (jenazah)," kata John D'Arienzo, pengelola rumah duka Brooklyn dan Presiden Asosiasi Direktur Pemakaman Metropolitan di New York. "Ini yang terburuk yang pernah kulihat."

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, dapat disimpulkan bahwa narasi yang menyertai video di atas sebagian benar. Video tersebut memang diambil di kantor layanan pemakaman muslim, Islamic International Funeral Services, di New York yang sedang dipenuhi oleh jenazah. Namun, menurut klarifikasi dari staf kantor tersebut, jenazah-jenazah dalam video di atas meninggal bukan karena terinfeksi virus Corona, melainkan karena sebab lain. Jenazah kasus Covid-19 di sana akan dimasukkan ke dalam peti tertutup dan dimakamkan langsung oleh rumah sakit.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8039) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Foto-foto Muslim Uighur yang Makin Giat Beribadah saat Pandemi Corona?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 13/04/2020

    Berita


    Sebuah gambar tangkapan layar yang berisi tiga foto sejumlah pria yang mengenakan kopiah putih, beberapa di antaranya berjenggot, beredar di Twitter. Foto-foto itu diklaim sebagai foto muslim Uighur yang semakin giat beribadah di tengah pandemi virus Corona Covid-19.
    Gambar tangkapan layar tersebut diunggah oleh akun Ikhsan Kamil, @IkhsanK07895159, pada 8 April 2020. Dalam tiga foto itu, terlihat pula sejumlah pria yang sedang berdoa. Selain itu, terdapat narasi yang mengajak agar umat Islam di Indonesia bisa meniru apa yang dilakukan oleh muslim Uighur di Cina.
    "Seharusnya umat Muslim di Indonesia itu mencontoh muslim Uighur. Walaupun negaranya itu sumbernya virus Corona, tapi mereka tidak panik dan bahkan semakin giat ibadahnya, seolah-olah tidak ada bencana pagebluk virus Corona," demikian narasi dalam gambar tangkapan layar tersebut.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Twitter Ikhsan Kamil.
    Gambar tangkapan layar ini beredar di saat pemerintah Indonesia menerapkan pembatasan kegiatan ibadah, seperti salat berjamaah di masjid, untuk menekan penyebaran virus Corona Covid-19. Beberapa daerah pun sudah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB di mana kegiatan ibadah dibatasi.
    Apa benar foto-foto dalam gambar tangkapan layar di atas adalah foto-foto muslim Uighur yang semakin giat beribadah saat pandemi Corona?

    Hasil Cek Fakta


    Tim CekFakta Tempo menggunakanreverse image tooldari Google dan Storyful, Source, untuk melacak siapa yang pertama kali mengunggah ketiga foto tersebut. Hasilnya, Tempo mendapatkan bahwa ketiga foto itu telah beredar di internet pada 2009-2016, sebelum terjadinya pandemi Covid-19.
    Berikut ini fakta-fakta atas foto tersebut:
    FOTO I

    Foto ini telah beredar sejak 2015 dan dimuat oleh situs berbahasa Bosnia, Dzematdonjevukovije.org. Foto tanpa keterangan ini digunakan dalam artikel berjudul "Minat Besar dalam Islam di Cina" yang dipublikasikan pada 27 Februari 2015. Artikel ini mengulas tentang jumlah muslim di Cina yang meningkat dua kali lipat dalam dua puluh tahun terakhir. Foto ini kemudian dipakai oleh sejumlah situs hingga kini, termasuk situs media di Indonesia. Pada 2018 misalnya, iNews menggunakan foto yang berasal dari AFP ini dengan keterangan muslim Uighur di Cina.
    Sumber: Dzematdonjevukovije.org dan iNews
    FOTO II

    Foto ini telah beredar sejak 2009. Foto tersebut pertama kali dipublikasikan oleh situs berbahasa Bengali di India, Jugantor.com, dalam artikel yang berjudul "Apakah kata 'teroris' diperuntukkan bagi Muslim?" pada 31 Agustus 2009. Dalam artikel itu, terdapat keterangan foto yang berbunyi, "Muslim Uighur di Tiongkok". Foto ini pun sering dipakai oleh sejumlah situs, namun dengan keterangan yang berbeda. Kantor berita Antara misalnya, pernah menggunakan foto ini dalam artikel berita berjudul "Pengamat Cina Anggap Kelas Muslim Tidak Patut" yang dimuat pada 30 Januari 2018.
    Sumber: Jugantor.com dan Antara
    FOTO III

    Foto ini pernah dipublikasikan oleh situs Sixthone.com dalam artikelnya yang berjudul "In Pictures: Chinese Muslims Celebrate Eid al-Fitr" pada 6 Juli 2016. Foto tersebut diberi keterangan, "Kaum muslim mengambil foto ulama senior yang tiba di Masjid Niujie yang bersejarah untuk merayakan Idul Fitri di Beijing, 6 Juli 2016. Damir Sagolj/Reuters". Foto ini juga pernah dimuat oleh situs Diplo-mag.com pada 11 Agustus 2019.
    Sumber: Sixthone. com  dan  Diplo-mag.com
    Salah satu daerah yang ditutup
    Xinjiang, rumah bagi komunitas muslim Uighur, menjadi salah satu daerah yang ditutup oleh pemerintah Cina sejak Februari 2020 untuk menekan penyebaran virus Corona Covid-19. Dilansir dari The New York Times, setelah sebulan lebih,lockdowndi Xinjiang diakhiri pada pekan kedua Maret 2020.
    Menurut laporan pemerintah Cina, Xinjiang memiliki 76 kasus Covid-19 dan tiga kematian akibat virus tersebut. Warga Uighur yang tinggal di luar negeri skeptis dengan perhitungan pemerintah Cina tersebut. Mereka sempat khawatir virus itu akan menyebar dengan cepat di Xinjiang jika virus masuk ke dalam kamp, penjara, atau daerah pedesaan dengan perawatan medis yang terbatas. Bagi banyak orang Uighur, komunikasi dengan dunia luar yang sebagian besar terputus oleh tindakan keras pemerintah menambah ketidakpastian.
    Sebelum wabah Covid-19 menyebar di Cina, Xinjiang berada di bawah kontrol yang ketat dari otoritas Cina. Wilayah ini dipenuhi dengan pos-pos pemeriksaan untuk mengendalikan pergerakan populasi minoritas. Banyak muslim yang ditangkap dan ditempatkan di kamp-kamp atau penjara terkait berbagai perilaku yang oleh pemerintah dianggap ekstrem. Setelah kasus Covid-19 pertama di Xinjiang dilaporkan pada 23 Januari, kontrol otoritas Cina ke wilayah tersebut semakin meningkat.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, narasi yang menyertai foto-foto di atas, bahwa foto-foto tersebut merupakan foto muslim Uighur yang semakin giat beribadah di tengah pandemi Corona, menyesatkan. Ketiga foto tersebut diambil jauh sebelum terjadinya pandemi Covid-19. Selain itu, kecil kemungkinan foto-foto kegiatan muslim Uighur yang berada di kamp-kamp di Xinjiang bisa tersebar luar mengingat wilayah tersebut dikontrol secara ketat oleh pemerintah.
    IKA NINGTYAS
    Catatan Koreksi: Artikel ini diubah pada Senin, 13 April 2020, pukul 15.00 pada bagian pemeriksaan fakta untuk menambahkan keterangan dan sumber pada foto ketiga. Redaksi mohon maaf.
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8038) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Penjelasan Soal Corona dari Mohammad Indro Cahyono dalam Pesan Berantai Ini?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 13/04/2020

    Berita


    Pesan berantai yang berisi hasil wawancara dengan Mohammad Indro Cahyono tentang virus Corona Covid-19 viral di media sosial. Menurut pesan ini, Mohammad Indro Cahyono adalah seorang dokter hewan yang telah meneliti virus selama 20 tahun.
    Salah satu poin wawancara dalam pesan berantai itu menyebut bahwa pandemi Covid-19 hanya akan berlangsung selama dua minggu dan pasien Covid-19 dapat sembuh dengan mengkonsumsi vitamin E. Dalam pesan ini, Indro juga mengatakan bahwa virus bisa dibuat cepat menyebar dan menempel ke manusia.
    Pertanyaan: Kalau dari manusia, pasti ada penyebar pertamanya...
    Jawaban: Ya, penyebar pertamanya dari Wuhan sana, kenapa dia bisa muncul dari sana dan nyebar banyak, ya kita gak ngerti. Spekulasinya banyak. Cuma kalau saya ditanya sebagai orang yang sudah lama maen sama virus, apakah itu bisa dibikin supaya bisa nyebar cepat dan bisa nempel ke manusia, ya saya bilang bisa dibikin.
    Pertanyaan: Lewat intervensi para ilmuwan?
    Jawaban: Bisa. Gak akan sulit. Kalau orang yang biasa maenan virus, itu bisa. Cuma sekarang gak ada gunanya lagi kita membahas itu, wong virusnya sudah nyebar.
    Poin lainnya dalam pesan berantai tersebut yang kontroversial adalah bahwa pasien Covid-19 di Wuhan bisa sembuh karena mengkonsumsi vitamin E, karena vaksin dan obat Covid-19 belum ada. Oleh karena itu, Indro mengimbau agar masyarakat cukup menjaga kebersihan dan mengkonsumsi vitamin E.
    Terakhir, Indro memberikan prediksi bahwa pandemi Covid-19 akan menurun dalam dua minggu, lalu berakhir. "Gak lama. Dalam dua minggu setelah ini, sudah menurun, lalu selesai," demikian narasi dalam pesan berantai yang diklaim berasal dari Indro itu.
    Di Facebook, pesan berantai ini dibagikan salah satunya oleh akun Nurwanti Listya Dewi, yakni pada 8 April 2020. Hingga artikel ini dimuat, unggahan akun Nurwanti Listya Dewi tersebut telah disukai sebanyak 200 kali dan dibagikan lebih dari 150 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Nurwanti Listya Dewi.
    Artikel ini akan berisi pemeriksaan terhadap dua hal:

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo dengan tool Plagiarism Checker, narasi dalam pesan berantai di atas bersumber dari artikel di situs Radar Banjarmasin yang dimuat pada 23 Maret 2020. Namun, narasi dalam pesan berantai tersebut telah mengalami penambahan berupa pertanyaan dan jawaban yang memuat prediksi bahwa pandemi Covid-19 akan berakhir dalam dua pekan.
    Mohammad Indro Cahyono mengakui bahwa isi dari pesan berantai yang beredar tersebut merupakan pernyataannya. "Benar, aslinya itu obrolan biasa. Saya enggak tahu kalau itu wartawan, dan beberapa statement belum siap dibuka ke publik. Saat dirilis, saya enggak diberitahu sebelumnya," kata Indro pada 1 April 2020 seperti dikutip dari Detik.com.
    Siapakah Indro Cahyono dan apakah penjelasan dalam pesan berantai di atas sesuai fakta?
    Berdasarkan penelusuran Tempo, Mohammad Indro Cahyono adalah dokter hewan lulusan Universitas Gajah Mada. Sejak 2006, ia bekerja di Badan Penelitian Veteriner (Balitvet), sebuah unit yang berada di bawah Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Kementerian Pertanian. Di Balitvet, Indro bertugas sebagai peneliti di Laboratorium Virologi. Pada 2018, Indro keluar dari Balitvet dan menjadi peneliti di kantor swasta.
    Dilihat dari latar belakang tersebut, Indro sebenarnya adalah ahli kesehatan atau ahli virus pada hewan, bukan ahli virus pada manusia. Ia juga tidak terlibat dalam penanganan klinis pasien yang terinfeksi Covid-19.
    Dengan alasan ini, Tim CekFakta Tempo perlu memeriksa ulang penjelasan Indro dengan fakta-fakta penelitian mengenai virus Corona Covid-19. Tempo juga menghubungi Dicky Budiman, dokter sekaligus ahli epidemiologi penyakit menular. Epidemiologi adalah ilmu tentang pola penyebaran penyakit atau kejadian yang berhubungan dengan kesehatan serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keadaan tersebut pada lingkup masyarakat tertentu.
    Berikut ini pemeriksaan fakta atas klaim dalam pesan berantai di atas:
    Klaim 1: Virus Corona sudah ada sejak nabi Isa atau 200 tahun sebelum Masehi.
    Menurut Dicky, klaim ini tidak memiliki referensi ilmiah. Beberapa penelitian memang menunjukkan bahwa virus Corona sudah ada sejak lama. Tapi hal itu berlaku untuk jenis virus Corona pada hewan, bukan manusia. Virus Corona pada hewan berbeda dengan virus Corona pada manusia.
    Mengutip penelitian Jeffrey Kahn, doktor di Yale University School of Medicine, pada 2005 yang berjudul "History and Recent Advances in Coronavirus Discovery", virus Corona pada manusia baru teridentifikasi pada 1965 ketika Tyrrell dan Bynoe menemukan virus bernama B814 yang menyebabkan sebagian besar infeksi saluran pernapasan atas pada anak-anak.
    Kemudian, sejak 2003, setidaknya terdapat lima jenis virus Corona baru pada manusia yang telah diidentifikasi, termasuk virus Corona yang menyebabkan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Virus Corona penyebab Covid-19 sendiri muncul pertama kali di Wuhan, Cina, pada Desember 2019 dan kemudian menjadi pandemi hingga saat ini.
    Klaim 2: Virus pertamanya menyebar di Wuhan. Virus bisa dibuat supaya cepat menyebar dan menempel ke manusia.
    Klaim ini adalah bagian dari teori konspirasi bahwa virus Corona Covid-19 diproduksi oleh laboratorium di Wuhan, Cina. Tim CekFakta Tempo pernah memuat artikel yang berisi verifikasi atas teori konspirasi yang awalnya diucapkan oleh ahli perang biologis Israel Dany Shoham itu. Menurut Shoham dalam emailnya kepada Tempo, dia tidak memiliki petunjuk dan bukti untuk pernyataannya tersebut, sehingga teori konspirasi ini tidak bisa dibuktikan.
    Dicky juga menjelaskan bahwa teori konspirasi selalu muncul dalam setiap pandemi, seperti saat pandemi HIV-AIDS. Sejauh ini, tidak ada satu pun penelitian para ahli virologi dunia yang menunjukkan bahwa virus Corona Covid-19 adalah produk laboratorium, baik laboratorium Cina maupun laboratorium Amerika Serikat.
    Teori konspirasi pun dianggap berbahaya dalam upaya pengendalian Covid-19 karena akan mengurangi sinergi dan kolaborasi dunia global. “Padahal, pandemi tidak bisa ditangani satu negara, harus ada kolaborasi karena sifatnya global,” kata Dicky.
    Klaim 3: Minum vitamin E bisa mencegah Covid-19.
    Menurut Dicky, vitamin E tidak berkaitan langsung dengan pencegahan Covid-19. Sebelumnya, vitamin D sempat dihubungkan dengan Covid-19 karena berkaitan dengan imunitas. Namun, menurut Dicky, bukan berarti ketika daya tahan tubuh meningkat seseorang menjadi lebih aman dari Covid-19. Pencegahan utama, kata dia, adalah mengkonsumsi makanan bergizi, rajin mencuci tangan, dan jaga jarak.
    Dikutip dari situs resmi Akademi Ilmuwan Muda Indonesia, vitamin E juga bukan satu-satunya nutrisi yang dibutuhkan untuk melawan Covid-19. Mikronutrisi, seperti vitamin A, B, C, D, dan E, serta mineral zat besi, selenium, dan seng atau zinc sangat penting melawan infeksi. Penelitian menunjukkan bahwa meningkatkan nutrisi dapat membantu mendukung kerja sistem imun yang lebih optimal.
    Klaim 4: Pandemi Covid-19 tidak akan berlangsung lama. Dalam dua minggu setelah ini, sudah menurun, lalu selesai.
    Hal ini tidak sesuai dengan pemodelan yang dilakukan oleh ahli epidemiologi Universitas Indonesia yang memprediksi bahwa pandemi Corona akan menurun pada Mei 2020. Prediksi menurun pada Mei ini pun disertai syarat di mana pemerintah harus melakukan intervensi dengan efektif, yakni membatasi mobilitas masyarakat seperti mudik.
    Dicky juga menjelaskan bahwa klaim "pandemi selesai dalam dua minggu" tersebut sangat gegabah dan tidak sesuai dengan ilmu pandemi. Secara teori, pandemi akan berhenti setelah setengah dari populasi dunia terinfeksi. Proses ini membutuhkan waktu yang lama sehingga tidak mungkin selesai selama dua pekan.
    Merujuk pada sejarah pandemi flu yang dimulai pada Januari 1918, pandemi tersebut baru selesai dalam waktu tiga tahun, yakni pada Desember 1920. Pandemi flu saat itu memiliki nilai kecepatan di atas 2, hampir sama dengan pandemi Covid-19. Pandemi saat itu berlangsung lama karena ketidaksiplinan sejumlah negara untuk membatasi mobilitas masyarakat.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, penjelasan seputar virus Corona Covid-19 dalam pesan berantai di atas memang berasal dari Mohammad Indro Cahyono. Namun, Indro adalah ahli kesehatan pada hewan, sehingga beberapa pernyataannya dalam pesan berantai itu tidak sesuai dengan fakta-fakta mengenai virus Corona Covid-19. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penjelasan seputar virus Corona Covid-19 dalam pesan berantai di atas sebagian benar.
    ZAINAL ISHAQ | IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8037) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Foto-foto Jenazah Pasien Corona di Ekuador yang Digeletakkan di Pinggir Jalan?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 10/04/2020

    Berita


    Sejumlah foto jenazah yang terbungkus plastik ataupun kain serta peti mati yang digeletakkan di pinggir jalan beredar di media sosial. Menurut narasi yang menyertainya, foto-foto itu merupakan foto jenazah pasien yang meninggal di Ekuador karena terinfeksi virus Corona Covid-19.
    Salah satu akun di Facebook yang membagikan foto-foto tersebut adalah akun 2020 Story, yakni pada 8 April 2020. Terdapat lima foto yang diunggah oleh akun ini. Foto pertama memperlihatkan jenazah yang terbungkus plastik. Foto kedua merupakan foto peti mati yang diletakkan di pinggir jalan.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook 2020 Story.
    Foto ketiga memperlihatkan seorang pria yang terduduk di trotoar dengan wajah menunduk. Di depan pria itu terdapat peti mati yang terbungkus plastik. Adapun foto keempat memperlihatkan petugas yang membereskan kardus yang berukuran sebesar peti mati dan foto kelima memperlihatkan jenazah yang terbungkus kain yang diletakkan di sebuah bangku di pinggir jalan.
    Apa benar foto-foto di atas merupakan foto-foto pasien Corona di Ekuador?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo dengan tool Source, kelima foto tersebut pernah dimuat oleh media asing maupun media dalam negeri. Foto-foto itu pun benar diambil di Ekuador dan merupakan pasien yang meninggal karena terinfeksi virus Corona Covid-19.
    Foto pertama, yakni foto jenazah yang terbungkus plastik, pernah diunggah di akun Twitter milik situs stok foto Getty Images pada 7 April 2020. Foto ini diambil oleh fotografer yang bernama Francisco Macias di sebuah jalan di Guayaquil, Ekuador.
    Foto itu diberi keterangan, "Mayat yang terbungkus plastik dan ditutupi kardus yang digeletakkan di trotoar di Guayaquil. Ekuador memiliki 3.747 kasus yang terkonfirmasi Corona dan 191 meninggal. Pihak berwenang menyatakan bahwa angka yang sebenarnya mungkin lebih tinggi karena kamar mayat penuh."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Twitter Getty Images.
    Foto kedua, yakni foto peti mati yang diletakkan di pinggir jalan, pernah dimuat di situs media Italia  Sky  pada 7 April 2020. Foto yang bersumber dari Getty Images ini dimuat dalam artikel yang berjudul "Virus Corona, Ekuador dengan 3.747 kasus adalah salah satu negara yang paling terdampak di Amerika Selatan". Dalam artikel ini, dimuat pula foto pertama tadi.
    Foto ketiga, yakni foto seorang pria yang terduduk di trotoar dengan wajah menunduk, pernah dimuat oleh situs media Chicago Tribune pada 6 April 2020. Foto tersebut berasal dari Getty Images dan diberi keterangan, "Kerabat korban virus Corona menangis di sebelah peti mati korban itu sambil menunggu untuk dibawa ke pemakaman di Guayaquil, Ekuador, pada 4 April 2020."
    Terkait foto keempat, yakni foto petugas yang membereskan kardus yang berukuran sebesar peti mati, ditemukan foto yang serupa dengan angle berbeda di situs media The Guardian dalam artikelnya pada 5 April 2020. Foto ini diberi keterangan, "Peti mati kardus di Guayaquil."
    Adapun foto kelima, yakni foto jenazah yang terbungkus kain yang diletakkan di sebuah bangku di pinggir jalan, pernah dimuat dalam artikel di situs media dalam negeri, Detik.com, pada 8 April 2020. Foto ini juga merupakan foto jenazah pasien virus Corona Covid-19 di Ekuador. Foto tersebut berasal dari Getty Images. Dalam artikel di Detik.com ini, juga dimuat empat foto lainnya yang diunggah akun 2020 Story.
    Dilansir dari organisasi media nonprofit NPR, Ekuador merupakan salah satu negara terkecil di Amerika Selatan yang menghadapi wabah virus Corona Covid-19 terburuk di kawasan itu. Hingga 3 April 2020, lebih dari 3.100 kasus dan 120 kematian akibat Covid-19 teridentifikasi di Ekuador.
    Pusat wabah Corona di negara ini berada di kota pelabuhan Guayaquil. Di sana, mayat-mayat terbaring di pinggir-pinggir jalan. Guayaquil mencatatkan sekitar setengah dari total kasus Covid-19 di Ekuador. Pasien memenuhi rumah sakit kota. Jam malam yang diberlakukan serta birokrasi di sana pun menghambat para petugas untuk mengurus jenazah.
    Hal ini membuat jenazah orang-orang yang meninggal di rumah karena virus Corona Covid-19 atau penyakit lainnya terbaring selama berhari-hari di pinggir-pinggir jalan. Jenazah-jenazah itu terbungkus seprai dan plastik, lalu membusuk di bawah teriknya matahari tropis Ekuador.
    Itulah yang terjadi pada Victor Morande, warga Guayaquil berusia 38 tahun, yang meninggal karena gagal pernapasan. Dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi lokal TV Ecuavisa, Keyla Reyes, sepupu Morande, menyatakan rasa putus asanya karena Morande sudah meninggal selama empat hari dan mulai membusuk sehingga mesti dipindahkan ke trotoar. "Kami telah memanggil polisi, tapi tidak ada yang datang," ujar Reyes.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, foto-foto unggahan akun Facebook 2020 Story di atas adalah benar foto-foto jenazah serta peti mati dari pasien yang meninggal karena terinfeksi virus Corona Covid-19 di Ekuador, tepatnya di Kota Guayaquil. Jam malam yang diberlakukan serta birokrasi di sana menghambat para petugas untuk mengurus jenazah.
    IBRAHIM ARSYAD
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan