• (GFD-2021-7272) [SALAH] “Semangkin Gawat Indonesia sekarang ini! Banyaknya Rumah Sakit Penerima Vaksin Palsu!”

    Sumber: facebook.com
    Tanggal publish: 19/07/2021

    Berita

    “Semangkin Gawat Indonesia sekarang ini! Banyaknya Rumah Sakit Penerima
    Vaksin Palsu! Mau jadi apa NKRI ini”

    Hasil Cek Fakta

    Akun Facebook dengan nama pengguna Doni S Sos (https://www.facebook.com/doni.ssos.33) dalam forum Media Cetak dan Online Ampera News (https://www.facebook.com/groups/256007485656252) mengunggah sebuah potongan video dengan logo Kompas TV yang memberitakan tentang peredaran vaksin palsu di beberapa rumah sakit. Unggahan tersebut juga disertai dengan keterangan yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut terjadi baru-baru ini.

    Pihak Kompas TV melalui situs resminya, kompas.tv, menegaskan bahwa video tersebut merupakan potongan berita Kompas TV yang meliput peredaran vaksin palsu untuk balita pada tahun 2016 lalu. Video lengkap sudah pernah diunggah ke kanal YouTube Kompas TV pada 15 Juli 2016 yang lalu.

    Lebih lanjut, pihak Kompas TV juga menjelaskan bahwa logo yang tercantum pada potongan video merupakan logo lama. Kompas TV telah mengganti logonya sejak 19 Oktober 2017, bertepatan dengan Peluncuran Rumah Pilkada. Proses peluncuran logo baru Kompas TV dapat dilihat dalam video yang diunggah di kanal Kompas TV berjudul “ROSI Spesial Peluncuran Rumah Pilkada” pada cap waktu 2:25:05.

    Dengan demikian, narasi yang diunggah oleh akun Facebook dengan nama pengguna Doni S Sos (https://www.facebook.com/doni.ssos.33) dalam forum Media Cetak dan Online Ampera News (https://www.facebook.com/groups/256007485656252) tersebut dapat dikategorikan sebagai Konten yang Menyesatkan/Misleading Content.

    Kesimpulan

    Hasil Periksa Fakta Khairunnisa Andini (Universitas Diponegoro).

    Bukan video yang meliput berita tentang vaksin Covid-19 palsu baru-baru ini, melainkan berita tentang peredaran vaksin palsu untuk balita pada tahun 2016 lalu.

    Rujukan

  • (GFD-2021-7271) [SALAH] Nilai CT Pada Tes PCR Menentukan Kesembuhan Pasien Covid-19

    Sumber: whatsapp.com
    Tanggal publish: 19/07/2021

    Berita

    Narasi:
    “Edukasi tentang PCR yg sangat menakutkan.
    Jangan panik kalo hasil PCR positif doang, minta juga hasil CT nya.
    Bagaimana membaca nilai CT dan kesimpulannya:
    CT 0 – 11 hasil lab invalid
    CT 12 – 20 buanyak virus
    CT 21 – 30 fase penyembuhan
    CT 31 – 40 sembuh”
    “PCR tidak perlu diulang ulang karena tes PCR tidak bisa membedakan fragmen virus yg hidup atau mati.
    Kalau hasil PCR tidak disertakan CT value mohon diminta, jangan terjebak dlm kebodohan.
    Jadi jangan panik kalo hasil PCR positif doang, bukan vonis mati.”

    Hasil Cek Fakta

    Telah beredar pesan berantai melalui WhatsApp berisi informasi terkait nilai CT (Cycle Threshold) pada tes PCR Covid-19. Dalam pesan tersebut, nilai CT dikelompokkan dalam beberapa kategori untuk menentukan kesembuhan pasien Covid-19.

    Berdasarkan hasil penelusuran, informasi kategori nilai CT itu tidak benar. Melalui unggahan akun Twitter resmi @PBIDI, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengonfirmasi bahwa tidak ada pengelompokan berdasarkan nilai CT dan nilai CT tidak dapat dibandingkan antar lab karena ada perbedaan dalam metode, alat, reagen, beserta sampel yang diperiksa. Selain itu, ditegaskan juga berapapun nilai CT apabila hasil tes PCR menunjukkan positif, maka harus menjalani isolasi dan berkonsultasi dengan dokter.

    Hal serupa dijelaskan oleh Dokter Spesialis Paru dan Pernapasan, Dr. Jaka Pradipta. Mengutip dari Suara, Dr. Jaka memaparkan, nilai CT bukanlah tolak ukur kesembuhan pasien Covid-19 dan juga bukan patokan apakah sesorang masih bisa menularkan Covid-19 . Hal ini disebabkan nilai CT dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor selain jumlah virus yang ditemukan dalam sampel tes PCR.

    “Itu mitos dan menyesatkan, yang kita lihat adalah gejalanya dan perbaikan. Kemudian pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, radiologi, dan yang paling penting sudah menyelesaikan isolasi minimal 10 hari, atau 14 hari. Kalau itu semua bagus, baru itu namanya sembuh. Contohnya, semakin dalam diperiksa, maka CT value-nya semakin turun. Mesinnya yang berbeda juga akan mempengaruhi hasil yang berbeda, proses penyimpanan dan proses pengerjaan akan menghasilkan pemeriksaan CT value yang berbeda. Jadi nilai CT value itu bukan acuan, banyak pasien kritis dengan CT value tinggi dan bahkan pasien tanpa gejala CT value-nya rendah. Jadi jangan hiraukan CT value,” jelas Dr. Jaka, melalui siaran kanal YouTube Mayapada Hospital yang dikutip oleh suara.com (17/7/2021).

    Dari berbagai fakta di atas, pesan yang beredar melalui WhatsApp itu dikategorikan sebagai Konten yang Menyesatkan.

    Kesimpulan

    Hasil Periksa Fakta Renanda Dwina Putri (Anggota Komisariat MAFINDO Universitas Pendidikan Indonesia)

    Faktanya, tidak ada pengelompokan nilai CT (Cycle Threshold) pada tes PCR Covid-19 dan nilai tersebut tidak dapat dipakai untuk menentukan derajat keparahan gejala, kesembuhan, atau daya penularan pada pasien Covid-19.

    Rujukan

  • (GFD-2021-7270) [SALAH] Fenomena Aphelion Sebabkan Cuaca Dingin di Indonesia sampai Bulan Agustus

    Sumber: whatsapp.com
    Tanggal publish: 19/07/2021

    Berita

    “Mulai besok 15 Juli 2021 pkl 05.27 wib kita akan mengalami FENOMENA APHELION, dimana letak bumi akan sangat jauh dr matahari. Kita tdk bisa melihat fenomena tsb, tp kita bs merasakan dampaknya. Ini akan berlangsung sampai bulan Agustus 2021.”
    “Kita akan mengalami cuaca yg dingin melebihi cuaca dingin sebelumnya, yg akan berdampak meriang, flu, batuk, sesak nafas dll. Oleh Krn itu mari kita semua tingkatkan imun dgn byk2 meminum vitamin atau suplemen agar imun kita kuat. Smg kita semua selalu ada dlm lindunganNya. Aamiinn.

    Jarak bumi – matahari perjlnan 5 mnt cahaya atau 90.000.000 km. Fenomena aphelion menjadi 152.000.000 km. 66% lbh jauh. Jadi hawa lbh dingin, dampaknya ke badan kurang enak karena gak terbiasa dgn suhu ini.”
    Frnomena Aphelion
    Fenomena alphelion

    Hasil Cek Fakta

    Telah beredar pesan berantai melalui WhatsApp berisi informasi terkait fenomena Aphelion yang terjadi mulai tanggal 15 Juli hingga Agustus 2021. Disebutkan juga fenomena itu akan membuat cuaca lebih dingin dari sebelumnya yang menyebabkan beberapa penyakit, seperti batuk, flu, dan sesak nafas.

    Berdasarkan hasil penelusuran, informasi fenomena aphelion yang menyebabkan penurunan suhu itu tidak benar. Mengutip dari Kompas, Kepala Bidang Diseminasi Pusat Sains Antariksa Lapan, Emanuel Sungging mengungkapkan bahwa suhu dingin yang terjadi di bulan Juli ini bukan disebabkan oleh fenomena Aphelion.

    “(Bumi di titik Aphelion) Itu hanya fenomena tahunan biasa. Artinya, sudah setengah tahun perjalanan Bumi mengitari Matahari. Kalau suhu lebih karena dinamika atmosfer,” kata Sungging, dikutip dari pemberitaan Kompas.com (4/7/2021).

    Selain itu, melalui laman resminya, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menjelaskan bahwa Aphelion yang terjadi pada 6 Juli 2021 pukul 05.27 WIB / 06.27 WITA / 07.27 WIT pada jarak 152.100.527 km adalah fenomena di mana pusat bumi berada pada titik terjauh dengan matahari. Fenomena ini secara umum tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap suhu bumi.

    “Secara umum, tidak ada dampak yang signifikan pada Bumi. Suhu dingin ketika pagi hari yang terjadi belakangan ini dan nanti sampai dengan Agustus merupakan hal yang biasa terjadi pada musim kemarau dikarenakan tutupan awan yang sedikit sehingga tidak ada panas dari permukaan bumi (yang diserap dari cahaya matahari dan dilepaskan pada malam hari) yang dipantulkan kembali ke permukaan bumi oleh awan,” tulis LAPAN dalam artikelnya.

    Dari berbagai fakta di atas, pesan yang beredar melalui WhatsApp itu dikategorikan sebagai Konten yang Menyesatkan.

    Kesimpulan

    Hasil Periksa Fakta Renanda Dwina Putri (Anggota Komisariat MAFINDO Universitas Pendidikan Indonesia)

    Faktanya, suhu dingin udara yang terjadi saat ini sampai Agustus bukan disebabkan oleh fenomena aphelion, melainkan fenomena alamiah yang biasa terjadi pada bulan-bulan puncak musim kemarau, yakni di bulan Juli-September.

    Rujukan

  • (GFD-2021-7269) [SALAH] Banyaknya Varian Covid-19 Muncul Setelah Vaksinasi Dilakukan

    Sumber: twitter.com
    Tanggal publish: 19/07/2021

    Berita

    So let me get this straight.

    COVID-19 barely mutated for a whole year but once the ‘vaccines’ were rolled out, suddenly a whole greek alphabet of new variants appeared…

    BUT the unvaccinated people are to blame.

    (terjemahan)

    Jadi coba saya pahami

    COVID-19 hampir tidak bermutasi selama setahun, tapi setelah vaksinasi dilakukan tiba-tiba seluruh alfabet Yunani pada varian baru muncul…

    TAPI yang disalahkan malah orang yang tidak divaksin.

    Vaksinasi menyebabkan infeksi Covid

    Varian mu
    Covid19 mu

    Hasil Cek Fakta

    Beredar postingan di Twitter oleh akun @Votehinnigan yang mengomentari postingan berita dari akun CNN (@CNN) pada 03 Juli 2021. Dilansir dari berita CNN tersebut, para ahli berpendapat bahwa orang yang tidak divaksin adalah faktor penyebab yang signifikan munculnya varian baru Covid-19. Selain itu, orang yang tidak divaksin akan lebih rentan terinfeksi Covid-19 dan juga berkontribusi dalam penularan ke manusia lain.

    Akun @Votehinnigan membantah narasi tersebut dengan memberikan klaim yakni Covid-19 bermutasi dengan berbagai varian alfabet Yunani yang baru muncul setelah vaksinasi digalakkan. Postingan @Votehinnigan bermaksud untuk memberitahukan bahwa yang menyebabkan varian Covid-19 adalah vaksin itu sendiri.

    Meski begitu, klaim yang disampaikan @Votehinnigan berisi informasi menyesatkan. Setelah dilakukan penelusuran fakta terkait, varian Covid-19 bahkan sudah muncul jauh sebelum vaksinasi pertama kali dilakukan pada manusia.

    Bersumber dari CMAJ (Canadian Medical Association Journal), varian Covid-19 sudah bermutasi sebelum vaksinasi pertama dilakukan pada manusia di bulan Desember 2020. Varian Beta (B.1.351) ditemukan pertama kali di Afrika Selatan pada Mei 2020, Varian Alpha (B.1.1.7) ditemukan pertama kali di Inggris pada September 2020, kemudian varian Delta (B.1.617.2) yang 60% lebih mudah menular dibandingkan varian Alpha, ditemukan pertama kali di India pada Oktober 2020, dan varian Gamma (P.1) pertama kali ditemukan di Brazil pada November 2020.

    Dilansir dari BBC News, Inggris sebagai negara yang pertama kali memberikan vaksin kepada warganya. Tepat pada 08 Desember 2020, wanita lansia asal Inggris, Margaret Keenan menerima dosis vaksin Pfizer pertamanya.

    Jurnal kesehatan The BMJ mengabarkan, Russia mulai memberikan vaksin Sputnik V gratis kepada seluruh warganya pada 02 Desember 2020. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa pemberian vaksin secara masif baru dilakukan pada Desember 2020, sedangkan berbagai varian Covid-19 sudah muncul sebelum bulan Desember 2020.

    Berdasarkan data yang terkumpul dapat disimpulkan bahwa klaim @Votehinnigan adalah HOAX dan termasuk kategori Konten yang Menyesatkan.

    Kesimpulan

    Hasil Periksa Fakta Ani Nur MR (Universitas Airlangga).

    Informasi salah. Varian Covid-19 yakni Alpha, Beta, Gamma, dan Delta sudah muncul beberapa bulan sebelum vaksinasi pertama kali dilakukan pada bulan Desember 2020.

    Rujukan