“Ada yang rela anaknya jadi Magneto junior? 😢
.
.
Follow @teluuur
Follow @t3luuur”
(GFD-2022-8968) [SALAH] Benda Logam Menempel pada Lengan setelah divaksin
Sumber: Instagram.comTanggal publish: 12/01/2022
Berita
Hasil Cek Fakta
Akun Instagram @t3luuur membagikan screenshoot direct message yang berisikan foto lengan anak kecil dengan logam yang menempel di sana, kemudian terdapat penjelasan bahwa anak tersebut lemas setelah divaksin, dan benda besi seperti uang koin, jepitan kertas, sendok dan benda logam lainnya menempel di lengan yang telah divaksin.
Klaim ini sebelumnya pernah diperiksa fakta dengan judul [SALAH] Setelah Divaksin, Tubuh Punya Daya Magnetis dan Dapat Dikoneksikan ke Bluetooth dalam artikel tersebut menyebutkan bahwa “Dr. Thomas Hope, peneliti vaksin dan profesor biologi sel dan perkembangan di Fakultas Kedokteran Universitas Northwestern, menjelaskan bahwa vaksin Covid-19 pada dasarnya terdiri dari protein dan lipid, garam, air, dan bahan kimia yang menjaga PH. Sehingga tidak ada bahan apapun yang dapat berinteraksi dengan magnet. Selain itu, otoritas kesehatan di AS dan Kanada menegaskan bahwa tidak ada jenis vaksin Covid-19 yang memiliki bahan berbasis logam”.
Artikel lain dengan judul [SALAH] Vaksin Covid-19 Mengandung Microchip Magnetik, yang melansir dari AFP, para ahli medis mengatakan bahwa video Vaksin Covid-19 memiliki microchip magnetik tidak lebih dari teori konspirasi yang termasuk ke dalam kategori disinformasi tentang virus Covid-19.
Terkait koin yang bisa menempel pada lengan, dalam artikel Republika.co.id menyebutkan ahli fisika dari National High Magnetic Field Laboratory Amerika Serikat punya penjelasan.
“Kita dulu pernah melakukannya semasa kecil dengan menumpuk koin di dahi. Itu menjadi mungkin karena permukaan kulit berminyak, tegangan permukaan terkait dengan hal itu. Orang juga bisa melakukan trik dengan koin yang ada bekas tempelan selotip atau perekat lainnya hingga seolah-olah kulit seseorang jadi seperti magnet,” jelasnya kepada BBC.
Klaim ini sebelumnya pernah diperiksa fakta dengan judul [SALAH] Setelah Divaksin, Tubuh Punya Daya Magnetis dan Dapat Dikoneksikan ke Bluetooth dalam artikel tersebut menyebutkan bahwa “Dr. Thomas Hope, peneliti vaksin dan profesor biologi sel dan perkembangan di Fakultas Kedokteran Universitas Northwestern, menjelaskan bahwa vaksin Covid-19 pada dasarnya terdiri dari protein dan lipid, garam, air, dan bahan kimia yang menjaga PH. Sehingga tidak ada bahan apapun yang dapat berinteraksi dengan magnet. Selain itu, otoritas kesehatan di AS dan Kanada menegaskan bahwa tidak ada jenis vaksin Covid-19 yang memiliki bahan berbasis logam”.
Artikel lain dengan judul [SALAH] Vaksin Covid-19 Mengandung Microchip Magnetik, yang melansir dari AFP, para ahli medis mengatakan bahwa video Vaksin Covid-19 memiliki microchip magnetik tidak lebih dari teori konspirasi yang termasuk ke dalam kategori disinformasi tentang virus Covid-19.
Terkait koin yang bisa menempel pada lengan, dalam artikel Republika.co.id menyebutkan ahli fisika dari National High Magnetic Field Laboratory Amerika Serikat punya penjelasan.
“Kita dulu pernah melakukannya semasa kecil dengan menumpuk koin di dahi. Itu menjadi mungkin karena permukaan kulit berminyak, tegangan permukaan terkait dengan hal itu. Orang juga bisa melakukan trik dengan koin yang ada bekas tempelan selotip atau perekat lainnya hingga seolah-olah kulit seseorang jadi seperti magnet,” jelasnya kepada BBC.
Kesimpulan
Hasil periksa fakta Riza Dwi (Anggota Tim Kalimasada)
Informasi terkait benda logam yang menempel pada lengan setelah divaksin tidak benar. Para ahli mengatakan bahwa vaksin Covid19 tidak mengandung magnet, microchip dan bahan sejenisnya.
Informasi terkait benda logam yang menempel pada lengan setelah divaksin tidak benar. Para ahli mengatakan bahwa vaksin Covid19 tidak mengandung magnet, microchip dan bahan sejenisnya.
Rujukan
- https://turnbackhoax.id/2021/05/27/salah-setelah-divaksin-tubuh-punya-daya-magnetis-dan-dapat-dikoneksikan-ke-bluetooth/
- https://turnbackhoax.id/2021/05/21/salah-vaksin-covid-19-mengandung-microchip-magnetik-2/
- https://www.republika.co.id/berita/qtpjar414/koin-logam-kok-bisa-nempel-di-lengan-bekas-suntikan-vaksin-part1
(GFD-2022-8967) [SALAH] Pemerintah New Zealand Mengizinkan Euthanasia Secara Spesifik bagi Pasien COVID-19
Sumber: Twitter.comTanggal publish: 12/01/2022
Berita
“Patients admitted to hospital with COVID-19 can die by euthanasia if doctors decide they might not survive, the New Zealand government has declared. That’ll certainly increase the numbers. There’s evil afoot.”
Terjemahan:
“Pasien COVID-19 mengaku ke rumah sakit bahwa mereka dapat meninggal dengan euthanasia jika dokter memutuskan mereka tidak selamat, pemerintah New Zealand telah mengumumkan. Ada kejahatan yang terjadi.”
Terjemahan:
“Pasien COVID-19 mengaku ke rumah sakit bahwa mereka dapat meninggal dengan euthanasia jika dokter memutuskan mereka tidak selamat, pemerintah New Zealand telah mengumumkan. Ada kejahatan yang terjadi.”
Hasil Cek Fakta
Akun Twitter @calvinrobinson (Calvin) menyebarluaskan informasi bahwa pasien COVID-19 dapat meminta euthanasia apabila dokter memutuskan mereka tidak akan selamat, serta hal tersebut tentu akan meningkatkan angka kematian bagi pasien COVID-19. Pengguna Twitter tersebut mengutip dari artikel Catholic Herald yang diunggah pada 20 Desember lalu. Unggahan tersebut telah dibagikan ulang sebanyak lebih dari 2,500 kali. Selain itu, terdapat 4,600 orang menyukai dan lebih dari 200 orang telah memberikan komentar.
Klaim tersebut berawal dari legalisasi “the End of Life Choice Act 2019”, di mana hukum tersebut mulai bisa diaplikasikan setahun setelah diresmikan. Banyak pihak yang kontra terhadap hukum tersebut. Salah satu yang paling vokal dalam mengekspresikan ketidaksetujuan mereka adalah sekelompok aktivis yang melakukan pergerakan dengan nama #DefendNZ.
#DefendNZ menerbitkan artikel yang berisi pertanyaan sebagai berikut:
“Could a patient who is severely hospitalized with COVID-19 potentially be eligible for assisted suicide or euthanasia under the Act if a health practitioner viewed their prognosis as less than six months?”
Pertanyaan tersebut yang memicu banyaknya pengguna sosial media untuk menyebarkan klaim serupa dengan yang ditulis @calvinrobinson.
Pihak resmi menteri kesehatan New Zealand meluruskan tuduhan tersebut. Blair Cunningham, penasihat senior untuk Kementerian Kesehatan New Zealand, mengungkapkan kepada Reuters bahwa euthanasia tidak secara spesifik ditujukan kepada pasien COVID-19.
Selain itu, Blair Cunningham juga menyatakan bahwa layak atau tidaknya seseorang untuk melakukan euthanasia ditentukan secara case-by-case. Pasien COVID-19 bisa masuk dalam kategori layak untuk euthanasia, namun tidak semua. Dibutuhkan paling tidak dua dokter dan seorang psikiater yang memberikan laporan resmi bahwa seorang pasien boleh meminta euthanasia.
Informasi dengan topik yang sama juga pernah dibahas sebelumnya oleh Reuters dengan judul “Fact Check – New Zealand has not approved euthanasia specifically for COVID-19 patients”.
Dengan demikian, informasi yang disebarluaskan oleh akun Twitter @calvinrobinson (Calvin) tersebut dikategorikan sebagai konten yang menyesatkan karena kelayakan euthanasia yang dijelaskan dalam the “End of Life Choice Act 2019” digunakan untuk membungkus sebuah isu.
Klaim tersebut berawal dari legalisasi “the End of Life Choice Act 2019”, di mana hukum tersebut mulai bisa diaplikasikan setahun setelah diresmikan. Banyak pihak yang kontra terhadap hukum tersebut. Salah satu yang paling vokal dalam mengekspresikan ketidaksetujuan mereka adalah sekelompok aktivis yang melakukan pergerakan dengan nama #DefendNZ.
#DefendNZ menerbitkan artikel yang berisi pertanyaan sebagai berikut:
“Could a patient who is severely hospitalized with COVID-19 potentially be eligible for assisted suicide or euthanasia under the Act if a health practitioner viewed their prognosis as less than six months?”
Pertanyaan tersebut yang memicu banyaknya pengguna sosial media untuk menyebarkan klaim serupa dengan yang ditulis @calvinrobinson.
Pihak resmi menteri kesehatan New Zealand meluruskan tuduhan tersebut. Blair Cunningham, penasihat senior untuk Kementerian Kesehatan New Zealand, mengungkapkan kepada Reuters bahwa euthanasia tidak secara spesifik ditujukan kepada pasien COVID-19.
Selain itu, Blair Cunningham juga menyatakan bahwa layak atau tidaknya seseorang untuk melakukan euthanasia ditentukan secara case-by-case. Pasien COVID-19 bisa masuk dalam kategori layak untuk euthanasia, namun tidak semua. Dibutuhkan paling tidak dua dokter dan seorang psikiater yang memberikan laporan resmi bahwa seorang pasien boleh meminta euthanasia.
Informasi dengan topik yang sama juga pernah dibahas sebelumnya oleh Reuters dengan judul “Fact Check – New Zealand has not approved euthanasia specifically for COVID-19 patients”.
Dengan demikian, informasi yang disebarluaskan oleh akun Twitter @calvinrobinson (Calvin) tersebut dikategorikan sebagai konten yang menyesatkan karena kelayakan euthanasia yang dijelaskan dalam the “End of Life Choice Act 2019” digunakan untuk membungkus sebuah isu.
Kesimpulan
Hasil periksa fakta Evarizma Zahra.
Informasi tersebut salah. Faktanya, Kementerian Kesehatan New Zealand tidak mengizinkan euthanasia secara spesifik untuk pasien COVID-19 di New Zealand. Pasal “The End of Life Choice Act 2019” yang resmi dilegalkan pada 7 November 2021 tidak secara spesifik merujuk untuk pasien COVID-19.
Informasi tersebut salah. Faktanya, Kementerian Kesehatan New Zealand tidak mengizinkan euthanasia secara spesifik untuk pasien COVID-19 di New Zealand. Pasal “The End of Life Choice Act 2019” yang resmi dilegalkan pada 7 November 2021 tidak secara spesifik merujuk untuk pasien COVID-19.
Rujukan
- https://www.defendnz.co.nz/news-media/2021/12/19/exclusive-euthanasia-expansion-moh-says-kiwis-with-covid-19-can-now-be-eligible
- https://www.reuters.com/article/factcheck-newzealand-euthanasia-idUSL1N2TM0L5
- https://www.health.govt.nz/our-work/life-stages/assisted-dying-service/end-life-choice-act-2019
(GFD-2022-8966) [SALAH] Foto Wanita Mengenakan Kaos Berisi Tulisan Umpatan Untuk Anies
Sumber: Facebook.comTanggal publish: 12/01/2022
Berita
“Kaos pesanan Oma sudah sampai langsung dipakai buat selfie
😁
😁
Hasil Cek Fakta
Akun Facebook bernama Arifianto Arifianto mengunggah sebuah gambar yang memperlihatkan seorang wanita mengenakan kaos bertuliskan umpatan berbahasa Inggris terhadap Gubernur DKI Anies Baswedan.
Berdasarkan penelusuran, gambar tersebut merupakan hasil suntingan atau editan. Menggunakan mesin pencarian Yandex, foto asli dari wanita yang memakai kaos bertuliskan bahasa umpatan tersebut ditemukan banyak di internet yang isinya merupakan kalimat umpatan untuk Donald Trump yang saat ini merupakan mantan Presiden Amerika Serikat.
Gambar serupa sudah pernah beredar sebelumnya dan sudah pernah diverifikasi oleh laman turnbackhoax.id dengan artikel berjudul “[SALAH] Foto Seorang Wanita Menggunakan Kaus Bertuliskan Umpatan Kepada Anies Baswedan” (9/1/21).
Berdasarkan penelusuran, gambar tersebut merupakan hasil suntingan atau editan. Menggunakan mesin pencarian Yandex, foto asli dari wanita yang memakai kaos bertuliskan bahasa umpatan tersebut ditemukan banyak di internet yang isinya merupakan kalimat umpatan untuk Donald Trump yang saat ini merupakan mantan Presiden Amerika Serikat.
Gambar serupa sudah pernah beredar sebelumnya dan sudah pernah diverifikasi oleh laman turnbackhoax.id dengan artikel berjudul “[SALAH] Foto Seorang Wanita Menggunakan Kaus Bertuliskan Umpatan Kepada Anies Baswedan” (9/1/21).
Kesimpulan
Foto editan atau suntingan. Foto aslinya adalah wanita tersebut memakai kaos bertuliskan umpatan terhadap Donald Trump yang merupakan mantan Presiden Amerika Serikat.
Rujukan
(GFD-2022-8965) [SALAH] Tiket MotoGP Mandalika Sudah Ludes, Kalau Formula E APBDnya Yang Sudah Ludes
Sumber: Facebook.comTanggal publish: 12/01/2022
Berita
“PENGUMUMAN TIKET MOTO GP MANDALIKA SUDAH LUDES. KALAU FORMULA-E BARU APBDnya YANG SUDAH LUDES.
Hasil Cek Fakta
Sebuah akun Facebook bernama Sandrina Achmad mengunggah postingan berupa narasi yang mengkalim bahwa tiket MotoGp Mandalika sudah habis terjual, sedangangkan ajang Formula E malah menghabiskan APBD dalam hal ini adalah DKI Jakarta.
Berdasarkan hasil penelusuran, klaim bahwa tiket MotoGP Mandlika sudah habis terjual adalah tidak sepenuhnya benar. Hingga saat ini, tercatat yang habis adalah tiket dengan kategori VIP Hospitality Suites Premiere Class seharga Rp15 juta sebanyak 900 tiket.
Berdasarkan pencarian melalui salah satu official partner penjualan tiket MotoGP Mandalika yaitu tiket.com, terlihat masih banyak tiket di beberapa kelas yang bisa dipesan seperti kelas Grandstand Premium beberapa zona dan Royal Box B – Deluxe Class.
Sementara itu, klaim bahwa ajang Formula E menghabiskan APBD DKI Jakarta juga salah. Ketua Pelaksana Jakarta E-Prix 2022 Ahmad Sahroni menegaskan bahwa ajang balap Formula E 2022 tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Karena itu, panitia penyelenggara Formula E akan mengandalkan sponsor dari perusahaan-perusahaan besar untuk mendanai balapan tersebut.
“Yang pasti pelaksanaan Formula E Tidak menggunakan APBD. Tolong dicatat,” kata Sahroni dalam konferensi pers di Ancol, Jakarta Utara, Rabu (22/12/2021).
Diberitakan sebelumnya, Ancol resmi ditunjuk sebagai lokasi sirkuit penyelenggaraan Formula E Jakarta pada Juni 2022 mendatang. Ancol ditunjuk sebagai lokasi sirkuit Formula E setelah melalui kajian panjang bersama pihak Formula E Operations sebagai wakil Federasi Otomotif Internasional (FIA).
Berdasarkan hasil penelusuran, klaim bahwa tiket MotoGP Mandlika sudah habis terjual adalah tidak sepenuhnya benar. Hingga saat ini, tercatat yang habis adalah tiket dengan kategori VIP Hospitality Suites Premiere Class seharga Rp15 juta sebanyak 900 tiket.
Berdasarkan pencarian melalui salah satu official partner penjualan tiket MotoGP Mandalika yaitu tiket.com, terlihat masih banyak tiket di beberapa kelas yang bisa dipesan seperti kelas Grandstand Premium beberapa zona dan Royal Box B – Deluxe Class.
Sementara itu, klaim bahwa ajang Formula E menghabiskan APBD DKI Jakarta juga salah. Ketua Pelaksana Jakarta E-Prix 2022 Ahmad Sahroni menegaskan bahwa ajang balap Formula E 2022 tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Karena itu, panitia penyelenggara Formula E akan mengandalkan sponsor dari perusahaan-perusahaan besar untuk mendanai balapan tersebut.
“Yang pasti pelaksanaan Formula E Tidak menggunakan APBD. Tolong dicatat,” kata Sahroni dalam konferensi pers di Ancol, Jakarta Utara, Rabu (22/12/2021).
Diberitakan sebelumnya, Ancol resmi ditunjuk sebagai lokasi sirkuit penyelenggaraan Formula E Jakarta pada Juni 2022 mendatang. Ancol ditunjuk sebagai lokasi sirkuit Formula E setelah melalui kajian panjang bersama pihak Formula E Operations sebagai wakil Federasi Otomotif Internasional (FIA).
Kesimpulan
Tidak semua tiket MotoGP Mandalika ludes terjual. Untuk saat ini yang habis adalah tiket kategori VIP Hospitality Suites Premiere Class. Sementara itu untuk Formula E, Ketua Pelaksana Jakarta E-Prix 2022 Ahmad Sahroni menegaskan bahwa ajang balap Formula E 2022 tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Rujukan
- https://sport.detik.com/moto-gp/d-5887615/tiket-motogp-mandalika-seharga-15-juta-ludes-terjual
- https://sulsel.suara.com/read/2022/01/11/090309/tiket-vip-hospitality-suites-premiere-class-motogp-sirkuit-mandalika-habis-terjual
- https://www.tiket.com/to-do/motogp-mandalika-2022
- https://megapolitan.kompas.com/read/2021/12/22/13012951/tak-pakai-apbd-ini-sumber-pendanaan-formula-e
- https://jakarta.bisnis.com/read/20211222/77/1480435/resmi-digelar-di-ancol-formula-e-dipastikan-tak-pakai-apbd-dk
Halaman: 5106/6764