• (GFD-2021-8491) Keliru, Gubernur Kaltim Isran Noor Ganti Rugi UMKM yang Tutup 6-7 Februari dengan Dana Covid-19

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 10/02/2021

    Berita


    Klaim bahwa Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor bakal mengganti rugi semua Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang tutup selama dua hari, yakni pada 6-7 Februari 2021, beredar di media sosial. Menurut klaim itu, ganti rugi tersebut akan dibayarkan dengan dana penanganan Covid-19. Klaim ini beredar usai Isran Noor memutuskan untuk menerapkan pembatasan selama dua hari (6-7 Februari) di Kaltim guna memutus penyebaran Covid-19.
    Klaim tersebut terdapat dalam sebuah gambar yang berisi foto Isran Noor serta tulisan yang berbunyi: "Gubernur Kaltim Isran Noor, mengganti rugi semua UMKM yang tutup 2 hari 6-7 Februari, menggunakan dana penganagan covid yg masih berlimpah. Kategori usaha PKL: 2,5jt, warung kopi: 3jt, warung sembako: 3jt, pedangan pasar 2,5 jt/lapak, restoran: 5jt. Hanya untuk usaha yang sudah memiliki NIB. Pemilik Usaha diwajibkan kirim data via online."
    Di Facebook, gambar tersebut diunggah salah satunya oleh akun ini pada 5 Februari 2021. Hingga kini, unggahan itu telah mendapatkan 116 reaksi dan 109 komentar.
    Gambar yang berisi foto Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor serta klaim yang keliru soal ganti rugi bagi UMKM selama pembatasan kegiatan masyarakat di Kaltim.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan terkait dengan memasukkan kata kunci "Isran Noor ganti rugi usaha mikro" di mesin pencari Google. Hasilnya, ditemukan bantahan dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur soal klaim itu.
    Di situs resmi Pemprov Kaltim, Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim Sabani menyatakan bahwa informasi tersebut adalah hoaks dari pihak yang tidak bertanggung jawab. "Hoaks itu. Bukan itu yang beliau sampaikan," ujar Sabani pada 5 Februari 2021.
    Sabani menjelaskan bahwa diambilnya kebijakan untuk membatasi aktivitas masyarakat telah dibahas di tingkat pimpinan pada 4 Februari 2021 di Kantor Gubernur Kaltim. Kebijakan itu diambil karena penyebaran virus Corona Covid-19 di Kaltim semakin masif.
    "Pak Gubernur menawarkan apa strategi yang lain, selain upaya yang sudah biasa dilakukan. Dan akhirnya disepakati dalam rapat koordinasi untuk membatasi aktivitas masyarakat di hari Sabtu dan Minggu (6-7 Februari 2021) itu," ujar Sabani.
    Pernyataan Sabani itu juga dimuat oleh kantor berita Antara. Dia pun menjelaskan Pemprov Kaltim pernah memberikan konpensasi untuk pengusaha melalui anggaran pemerintah pusat pada 2020. "Sekitar Rp 2.400.000, bantuan bagi usaha-usaha mikro yang terdaftar dan tidak melakukan pinjaman di bank."
    Menurut Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UMKM Kalimantan Timur, Yadi Robyan Noor, tahun lalu, pemerintah pusat menggelontorkan dana berupa bantuan produktif usaha mikro (BPUM) senilai Rp 214 miliar. Seluruh dana itu sudah disalurkan kepada sekitar 89 ribu pelaku usaha mikro se-Kaltim.
    Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Kalimantan Timur, Muhammad Faisal, pun telah membantah isu bahwa Isran Noor bakal mengganti rugi semua UMKM yang tutup pada 6-7 Februari 2021. "Bapak Gubernur tidak pernah mengeluarkanstatementseperti itu," katanya seperti dilansir dari Detik.com.
    Faisal menyesalkan munculnya hoaks tersebut karena membuat masyarakat kebingungan. Padahal, menurut dia, instruksi Isran Noor untuk membatasi aktivitas masyarakat pada 6-7 Februari 2021 tersebut adalah hasil kesepakatan rapat wali kota dan bupati se-Kaltim.
    "Ini keputusan berat yang harus diambil. Jadi, masyarakat mohon memahami itu. Kita lihat grafiknya (kasus Covid-19) terus naik. Ya, kita harus menjaga, jangan sampai menjadi bencana bagi kita, dan kerugiannya lebih besar lagi," ujar Faisal.
    Sebelumnya, dikutip dari Detik.com, pada 4 Februari 2021, Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor memastikan akan melakukan pembatasan selama dua hari guna memutus penyebaran virus Corona Covid-19. Pembatasan yang dinamakan "Kaltim Steril" atau "Kaltim Silent" itu bakal dilakukan pada 6-7 Februari 2021.
    "Ini dilakukan untuk memastikan bahwa penyebaran Covid-19 tidak terjadi. Dari itu, kita akan coba nanti selama dua hari untuk meminta masyarakat Kaltim tidak ke luar rumah selama dua hari dan kita akan tutup semua fasilitas publik, termasuk pasar," kata Isran Noor.
    "Namun, gubernur itu sifatnya koordinatif. Yang memiliki kebijakan otonom itu adalah pemerintah kabupaten dan kota," ujarnya. Isran Noor menyatakan sudah mendengarkan penjelasan bupati dan wali kota se-Kaltim. Mereka siap melakukan gerakan secara bersama-sama dibantu Polri dan TNI.
    Menurut Isran Noor, jika tidak mampu mencegah penyebaran Covid-19, hal itu akan berbahaya bagi Kaltim. Saat ini, kata dia, mungkin masih aman. Tapi jika terus bertambah, Kaltim akan kekurangan tenaga kesehatan. "Jadi, Sabtu dan Minggu kita hentikan semua kegiatan," ujarnya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor bakal mengganti rugi semua UMKM yang tutup selama dua hari, yakni pada 6-7 Februari 2021, dengan dana Covid-19, keliru. Pemprov Kaltim telah membantah klaim tersebut dan menyatakannya sebagai hoaks. Isran Noor tidak pernah memberikan pernyataan bahwa ia akan mengganti rugi semua UMKM yang tutup pada 6-7 Februari di tengah pembatasan aktivitas masyarakat Kaltim.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8490) Keliru, Klaim Ini Video Warga Prancis yang Berbondong-bondong Masuk Islam

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 09/02/2021

    Berita


    Video berdurasi sekitar 2,5 menit yang diklaim memperlihatkan warga Prancis yang berbondong-bondong masuk Islam beredar di media sosial. Dalam video itu, tampak seorang pria berpeci dan berjubah putih yang sedang berada di atas sebuah panggung dan beberapa kali menyerukan takbir.
    Pria ini kemudian memimpin belasan orang yang juga naik ke atas panggung untuk mengucapkan syahadat. Di sekeliling panggung tersebut, ribuan orang berkumpul. Mereka mengikuti pria berpeci dan berjubah putih tersebut ketika meneriakkan takbir maupun membacakan syahadat.
    Di Facebook, video beserta narasi tersebut dibagikan salah satunya oleh akun ini pada 5 Januari 2021. Akun itu pun menulis, “Warga Perancis berbondong bondong masuk Islam.” Hingga artikel ini dimuat, unggahan itu telah mendapatkan 36 reaksi dan 13 komentar serta dibagikan 9 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait video yang diunggahnya.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video tersebut menjadi sejumlah gambar dengan toolInVID. Gambar-gambar itu kemudian ditelusuri denganreverse image toolYandex. Hasilnya, ditemukan bahwa video tersebut telah beredar sejak 2011. Peristiwa dalam video itu pun bukan terjadi di Prancis, melainkan di Jerman.
    Awalnya, Tempo mendapatkan beberapa petunjuk dari kanal YouTube berbahasa Arab, Abdulaziz Mohammed, yang mengunggah video yang identik dengan durasi yang lebih panjang pada 12 Januari 2012. Judul video itu, jika diterjemahkan, berarti “Tujuh belas orang mendeklarasikan Islam mereka di depan semua orang di Jerman pada 2011”.
    Terdapat pula petunjuk lain, yakni tulisan berjalan yang muncul pada menit 1:16, yang berbunyi “www.jugendnetz-wetzlar.de”. Lewat pencarian di Google, ditemukan bahwa situs tersebut dikhususkan bagi komunitas anak muda dari Wetzlar dan sekitarnya. Wetzlar adalah sebuah kota di negara bagian Hessen di Jerman.
    Petunjuk ketiga dalam video tersebut adalah tulisan dalam bahasa Jerman, yakni “Mochtest du Schuler von Dr. Bilal Philips werden?”, pada spanduk yang terpasang di bagian depan panggung acara itu. Apabila diterjemahkan, tulisan tersebut memiliki arti: “Apakah Anda ingin menjadi murid Dr. Bilal Philips?”.
    Dengan ketiga petunjuk itu, Tempo kemudian melakukan pencarian lanjutan di kanal YouTube milik situs Jugendnetz-wetzlar. Tempo memasukkan kata kunci “Dr Bilal Philips” di kolom pencarian kanal tersebut. Hasilnya, ditemukan setidaknya tiga video yang berasal dari peristiwa yang sama yang dipublikasikan pada 23 April 2011.
    Tiga video berjudul Pierre Vogel in Frankfurt (2011) itu, pada bagian kedua, terdapat keterangan "17 junge Menschen traten dem Islam bei" atau "17 anak muda masuk Islam". Seperti yang terlihat dalam video, acara tersebut digelar di depan patung Gutenberg-Denkmal dan kantor Ecommerzbank. Di Google Maps, patung dan kantor ini memang berada di Frankfurt, Jerman.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video tersebut adalah video warga Prancis yang berbondong-bondong masuk Islam, keliru. Video tersebut tidak diambil di Prancis. Video ini adalah rekaman peristiwa pada 2011, ketika 17 anak muda di Frankfurt, Jerman, masuk Islam.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8489) Keliru, Tak Ada Warga Vietnam yang Meninggal Akibat Covid-19 Karena Minum Teh Panas Campur Lemon

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 09/02/2021

    Berita


    Klaim bahwa tidak ada warga Vietnam yang meninggal karena Covid-19 beredar di media sosial. Menurut klaim tersebut, tidak ada kasus kematian akibat Covid-19 di Vietnam karena warganya rutin mengkonsumsi teh panas yang dicampur dengan perasan lemon. Di Facebook, klaim tersebut dibagikan oleh akun ini pada 8 Februari 2021. Berikut narasi lengkapnya:
    “Kabar gembira dan istimewa.. Vietnam korban covid 19 tidak ada yng mati...Berita super.. obat virus covid 19 sudah tercapai informasi dari negara Vietnam.. virus covid 19 tidak menyebabkan kematian.. ternyata resepnya sangat sederhana tapi sangat ampuh.. hanya 1 teh..2 lemon..minumlah teh panas setelah di campur perasan lemon..dapat segera membunuh virus covid 19..dan dapat sepenuhnya menghilangkan virus covid 19 dari tubuh...2 bahan ini membuat sistem kekebalan tubuh menjadi bersifat basa.. karena ketika malam tiba sistem tubuh menjadi asam.. kemampuan detensif juga akan berkurang.. itulah sebabnya orang Vietnam santai saja dengan menyebarnya virus covid 19... Di Vietnam rata2 semua orang minum segelas air panas dengan sedikit lemon di malam hari... Karena telah terbukti membunuh virus covid 19 secara total...”
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru bahwa tidak ada warga Vietnam yang meninggal akibat Covid-19 karena mengkonsumsi teh panas yang dicampur dengan perasan lemon.

    Hasil Cek Fakta


    Menurut data Worldometer per 9 Februari 2021, kasus Covid-19 di Vietnam mencapai 2.050 kasus, di mana 35 orang di antaranya meninggal. Sementara itu, pasien Covid-19 di Vietnam yang telah dinyatakan sembuh sebanyak 1.472 orang. Sementara menurut data Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) per 8 Februari 2021, kasus Covid-19 di Vietnam mencapai 2.005 kasus, di mana 35 orang di antaranya meninggal.
    Dilansir dari BBC, Vietnam mencatatkan kematian pertama akibat Covid-19 baru pada 31 Juli 2020. Pasien yang meninggal tersebut berjenis kelamin laki-laki dan berusia 70 tahun. Ia berasal dari Hoi An. Kematian kedua, seorang pria berusia 61 tahun, dilaporkan kemudian di hari yang sama. Kedua pasien yang meninggal tersebut memiliki kondisi kesehatan yang mendasarinya. Ketika itu, di Vietnam, kasus Covid-19 baru mencapai 546 kasus.
    Menurut BBC, tidak seperti banyak negara lain, Vietnam bertindak bahkan sebelum ada kasus Covid-19 yang dikonfirmasi. Pemerintah menutup perbatasannya lebih awal bagi hampir semua pelancong, kecuali warga negara yang kembali dari luar negeri. Siapa pun yang memasuki negara tersebut juga harus dikarantina di fasilitas pemerintah selama 14 hari dan menjalani pengujian Covid-19.
    Dikutip dari Liputan6.com, Vietnam merupakan salah satu negara di ASEAN yang dinilai dapat menangani pandemi Covid-19 dengan cukup baik di masa kritis, di saat negara lain masih bergulat untuk melawan virus tersebut. Duta Besar Vietnam untuk Indonesia Pham Vinh Quang memaparkan bahwa salah satu hal yang dilakukan oleh pemerintah Vietnam adalah cepat dan tanggap dalam merespons Covid-19.
    Bukti nyata pemerintah Vietnam bertindak cepat dan tanggap dalam penanganan pandemi Covid-19 adalah bahwa mereka segera membentuk komite penanganan pandemi, hanya 7 hari setelah ditemukannya kasus pertama pada Januari 2020. "Selain itu, aturan pembatasan ketat juga menjadi salah satu kunci dalam menangani Covid-19," kata Pham dalam sesi bincang santai siang virtual bersama awak media pada 22 Desember 2020.
    Teh panas dan lemon untuk Covid-19
    Klaim bahwa mengkonsumsi teh panas serta lemon bisa membunuh virus Corona Covid-19 pernah beredar pada April 2020 lalu. Ketika itu, Tim CekFakta Tempo telah melakukan verifikasi, dan menyatakan bahwa klaim tersebut keliru. Mengutip laporan organisasi cek fakta FactCheck, dokter penyakit menular Krutika Kuppalli mengatakan, "Tidak ada data yang menunjukkan bahwa lemon atau teh panas akan membunuh virus."
    Terkait klaim bahwa teh panas bisa mematikan virus Corona Covid-19, pernah beredar sebelumnya pada akhir Maret 2020. Informasi tersebut berasal dari peneliti Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Zhejiang, Cina. Dalam sebuah percobaan dengan sel yang dikultur secara in vitro, mereka menemukan bahwa teh, yang kaya polifenol, bekerja dengan baik dalam membunuh virus Corona secara ekstraseluler dan menekan proliferasi intraselulernya.
    Namun, hal itu telah dibantah oleh seorang ahli imunologi yang diwawancara oleh China Daily. Menurut dia, virus Corona menginfeksi sel epitel alveolar di paru-paru. Sementara teh yang diminum tidak akan mencapai paru-paru. Bahkan, kalau pun percobaan in vitro menunjukkan bahwa teh dapat membunuh virus Corona, tidak berarti bahwa mengkonsumsi teh bisa menghasilkan efek yang sama.
    Menurut ahli tersebut, setelah tes in vitro pun, uji coba pada hewan harus dilakukan, kemudian dipertimbangkan untuk uji klinis pada manusia. Hasil tes in vitro tidak cukup untuk menyimpulkan bahwa minum teh dapat membantu mencegah penularan Covid-19. Saat ini, artikel yang dipublikasikan lewat akun WeChat CDC Zhejiang tersebut juga sudah dihapus. Staf CDC Zhejiang mengatakan temuan dari penelitian terbaru akan dipublikasikan melalui WeChat setelah prosedur-prosedur yang diperlukan diselesaikan.
    Sementara terkait klaim bahwa  lemon bisa membunuh virus Corona Covid-19, pernah beredar pada awal April 2020. Narasi yang menyebar ketika itu menyatakan bahwa virus Corona memiliki derajat keasaman (pH) 5,5-8,5. Dengan derajat keasaman tersebut, virus Corona bisa dibunuh dengan mengkonsumsi makanan alkali, termasuk lemon, yang mengandung pH yang lebih tinggi ketimbang pH virus.
    Sebagai informasi, semakin rendah pH, suatu unsur akan semakin bersifat asam. Sementara makanan alkali mengandung pH basa atau pH di atas 7 (pH yang dianggap netral). Lemon memiliki pH sekitar 2, bukan 9,9 seperti dalam narasi itu. Menurut Euronews, mengkonsumsi makanan tertentu yang memiliki pH di bawah ataupun di atas 7 tidak akan mengubah derajat keasaman dalam tubuh. Pasalnya, tubuh telah mengatur derajat keasamannya dalam kisaran yang sangat sempit, terbatas pada pH 7,37-7,43, agar sel-sel tetap berfungsi.
    Ahli virus Shaheed Jameel pun mengatakan virus tidak memiliki derajat keasaman. Karena itu, pernyataan yang mengaitkan makanan yang diklaim memiliki pH tinggi dengan virus Corona tidak berdasar. "Tidak ada organisme hidup yang memiliki nilai pH," katanya. Oyewale Tomori, profesor virologi WHO, juga mengatakan bahwa klaim tentang pH pada virus Corona keliru. "Virus Corona tidak ada hubungannya dengan perut. Jadi, bagaimana 'makanan alkali' mengalahkan virus? Klaim ini harus diabaikan," ujarnya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa tidak ada warga Vietnam yang meninggal akibat Covid-19 karena rutin mengkonsumsi teh panas yang dicampur dengan perasan lemon, keliru. Meski kasus Covid-19 di Vietnam terbilang rendah, hingga saat ini, sebanyak 35 warga di negara itu yang meninggal akibat penyakit tersebut. Selain itu, tidak ada bukti yang menunjukkan teh panas atau lemon bisa mencegah atau menyembuhkan Covid-19.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8488) Keliru, Pria Ini Syok saat Siuman dari Koma Setahun Karena Keluarganya Meninggal Akibat Covid-19

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 09/02/2021

    Berita


    Narasi bahwa seorang pria asal Inggris, Joseph Flavill, syok saat siuman dari koma selama setahun karena mengetahui anggota keluarganya meninggal akibat Covid-19, beredar di media sosial. Klaim itu terdapat dalam sebuah artikel yang berjudul "Setahun Koma di Rumah Sakit, Begitu Siuman Pria Ini Syok Orang-orang Tercinta Meninggal karena Covid".
    Artikel tersebut salah satunya dimuat oleh situs ini pada 7 Februari 2021. Menurut artikel itu, informasi tersebut dikutip dari media Inggris The Sun. Artikel itu kemudian dibagikan ke media sosial, salah satunya oleh akun Facebook ini pada tanggal yang sama. Artikel tersebut juga memuat foto seorang pria yang tergolek di ranjang rumah sakit.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook berupa tautan artikel yang berisi klaim keliru soal pria asal Inggris yang koma selama pandemi Covid-19.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri jejak digital foto yang tercantum dalam artikel di atas denganreverse image toolGoogle. Hasilnya, ditemukan sejumlah berita yang memuat foto itu, termasuk yang diterbitkan oleh The Sun, yang dikutip oleh situs di atas. Namun, dalam berita itu, tidak terdapat informasi bahwa anggota keluarga Joseph Flavill meninggal karena Covid-19.
    Berita The Sun ini berjudul "Pelajar 19 tahun, dalam keadaan koma selama 11 bulan setelah tabrakan mobil, akhirnya bangun tanpa mengetahui pandemi Covid". Menurut berita itu, pelajar 19 tahun yang bernama Joseph Flavill tersebut tertabrak mobil saat berjalan kaki di daerah Burton, Staffordshire, Inggris, pada 1 Maret 2020. Akibat kecelakaan ini, dia menderita cedera otak parah dan dirawat di Rumah Sakit Umum Leicester.
    Joseph mengalami koma tiga minggu sebelum Inggris menerapkan lockdown nasional pertamanya untuk mengerem penyebaran Covid-19 pada 23 Maret 2020. Dia pun sempat terjangkit Covid-19 dua kali di rumah sakit, tapi saat ini telah pulih. Joseph juga sudah siuman dari koma. Namun, dia tidak memiliki pengetahuan tentang pandemi Covid-19. Saat ini, dia hanya berhubungan dengan orang-orang tercintanya lewat panggilan video di Facetime.
    Hanya ibu Joseph, Sharon Priestley, yang diizinkan berkunjung di bawah pembatasan karena pandemi Covid-19. Kerabatnya pun kini bertanya-tanya bagaimana menjelaskan betapa terpuruknya dunia akibat pandemi kepada Joseph. Bibinya, Sally Flavill-Smith, mengatakan dia telah mengalami kemajuan pesat dalam beberapa minggu terakhir. Joseph sudah bisa berkedip dan tersenyum ketika menanggapi perkataan seseorang serta mengangkat kaki sesuai instruksi.
    "Sangat sulit bagi ibunya untuk tidak bisa menemuinya. Kami juga tidak tahu seberapa banyak yang dia pahami karena kecelakaannya terjadi sebelum lockdown nasional pertama, dan itu artinya dia telah tertidur selama pandemi. Sulit karena kami tahu dia sudah semakin sadar, tapi bagaimana Anda menjelaskan pandemi kepada seseorang yang berada dalam kondisi koma sebelumnya?" ujar Sally.
    Sekitar empat bulan lalu, Joseph dipindahkan ke Rumah Perawatan Adderley Green di Stoke untuk rehabilitasi neurologis, fisik, dan kognitif. Ibunya diizinkan untuk menghabiskan waktu bersamanya di rumah perawatan itu di hari ulang tahun Joseph yang ke-19, meskipun tetap harus menjaga jarak. Menurut Sally, wajah Joseph bersinar ketika dia melihat teman dan keluarganya lewat Facetime.
    Berita tentang Joseph Flavill ini juga dimuat oleh media-media lain, baik luar maupun dalam negeri, seperti CNN, The Guardian, BBC, Reuters, CNN Indonesia, Detik.com, dan Merdeka.com. Namun, dalam berita-berita tersebut, juga tidak ditemukan informasi bahwa anggota keluarga Joseph meninggal karena Covid-19 selama dia berada dalam kondisi koma di rumah sakit akibat tertabrak mobil.
    Dilansir dari Reuters, selama Joseph Flavill dirawat di rumah sakit, sebagian besar keluarganya tidak bisa berada di dekatnya karena pembatasan akibat pandemi Covid-19. Mereka berkomunikasi hanya melalui panggilan video. "Baru-baru ini Joseph mulai menunjukkan tanda-tanda kecil pemulihan. Kami tahu sekarang dia bisa mendengar kami, dia menanggapi perintah kecil," kata Sally Flavill Smith, bibi Joseph, pada 8 Februari 2021.
    “Ketika kami mengatakan kepadanya, 'Joseph, kami tidak bisa bersamamu, tapi kamu aman, ini tidak akan selamanya', dia mengerti, dia mendengarmu, dia hanya tidak bisa berbicara,” katanya. Sally menambahkan bahwa Joseph sekarang bisa memberi isyarat 'ya' dengan satu kedipan dan 'tidak' dengan dua kedipan. Namun, Sally menyatakan masih tidak tahu bagaimana Joseph akan memahami cerita mereka tentang lockdown selama pandemi Covid-19.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa seorang pria asal Inggris, Joseph Flavill, syok saat siuman dari koma selama setahun karena mengetahui anggota keluarganya meninggal akibat Covid-19, keliru. Menurut artikel yang memuat klaim itu, informasi tersebut berasal dari The Sun. Namun, dalam berita yang dimuat oleh The Sun, tidak terdapat informasi bahwa anggota keluarga Joseph meninggal karena Covid-19. Begitu pula dalam pemberitaan di berbagai media lain. Dalam berita-berita itu, hanya disebutkan bahwa keluarga Joseph bingung bagaimana menjelaskan pandemi Covid-19 kepadanya karena ia mengalami koma sejak awal Maret 2021, sebelum Inggris mengalami lockdown dan kasus Covid-19 menyebar di seluruh dunia.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan