• (GFD-2021-8483) Sesat, Foto Satelit Ini Diklaim Tunjukkan Retakan Bawah Laut Akibat Gempa Sulawesi Barat

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 04/02/2021

    Berita


    Gambar tangkapan layar dari Google Maps yang menunjukkan foto satelit wilayah Tanjung Tapalang, Sulawesi Barat, beredar di Facebook. Foto satelit tersebut diklaim menunjukkan retakan bawah laut akibat gempa Sulawesi Barat. Dalam foto ini, memang terlihat galur-galur berwarna biru tua di bagian laut.
    Salah satu akun yang membagikan foto tersebut adalah akun Firman Syah Rezeck, tepatnya pada 1 Februari 2021. Akun ini menulis, "Retakan Bawah Laut Akibat Gempa #LautTapalang #PrayForSulbar." Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah mendapatkan 32 reaksi dan 10 komentar serta dibagikan sebanyak 57 kali.
    Foto itu beredar setelah gempa dengan magnitudo 6,2 terjadi di Sulbar pada 15 Januari 2021 dini hari. Gempa tersebut mengakibatkan sejumlah bangunan roboh. Sebanyak 84 orang meninggal akibat gempa ini. Badan SAR Nasional (Basarnas) mengatakan puluhan korban gempa itu merupakan penduduk Kabupaten Majene dan Kabupaten Mamuju.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Firman Syah Rezeck yang memuat klaim menyesatkan terkait foto satelit yang diunggahnya.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, garis-garis berwarna biru tua itu memang terlihat dalam foto satelit wilayah Tanjung Tapalang, Sulawesi Barat, di Google Maps. Namun, garis-garis tersebut bukan retakan bawah laut yang diakibatkan oleh gempa.
    Tempo mula-mula memeriksa wilayah Tanjung Tapalang yang berada di Kabupaten Mamuju tersebut melalui Google Maps. Dalam tampilan satelit di Google Maps yang direkam pada 2021, memang terlihat adanya garis-garis berwarna biru tua di sepanjang lautan.
    Tempo kemudian meminta penjelasan dari Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono. Menurut dia, garis-garis biru tua itu memang penampakan dasar laut, tapi bukan karena dampak gempa Sulawesi Barat pada 15 Januari 2021. “Memang strukturnya demikian,” kata Daryono pada 4 Februari 2021.
    Menurut Daryono, struktur dasar laut memiliki batuan atau material yang lemah sehingga mudah tergerus air atau terdeformasi. Struktur ini sama dengan struktur yang ada di darat, yang terjadi secara alamiah. “Itu memang alamiah, karena material dasar laut sebenarnya mirip seperti di darat juga. Ada yang keras, ada yang lemah, ada yang gampang erosi, ada yang tidak."
    Dia pun meminta masyarakat untuk tidak khawatir dengan hal tersebut. “Tidak apa-apa, tidak ada yang perlu dikhawatirkan," ujar Daryono.
    Tampilan struktur bawah laut di wilayah Sulbar terlihat lebih jelas di Google Earth. Google Earth adalah program pemetaan dan penandaan geografis unik yang menggunakan citra komposit untuk membentuk peta bumi yang komprehensif dan interaktif dengan menggabungkan lebih dari satu miliar citra satelit dan udara.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto satelit tersebut menunjukkan retakan bawah laut akibat gempa Sulawesi Barat, menyesatkan. Garis-garis berwarna biru tua itu memang terlihat dalam foto satelit wilayah Tanjung Tapalang, Sulbar, di Google Maps. Namun, garis-garis tersebut bukan retakan bawah laut akibat gempa, melainkan proses alami karena adanya batuan atau material yang lemah yang kemudian tergerus air atau terdeformasi.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8482) Keliru, Klaim Ini Foto 70 Ribu Hunian Elite yang Dibangun Erdogan untuk Korban Gempa Turki

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 03/02/2021

    Berita


     Dua foto yang memperlihatkan sebuah kawasan perumahan yang baru dibangun beredar di media sosial. Dua foto itu dilengkapi dengan foto yang memperlihatkan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan tengah berada di dalam sebuah helikopter. Helikopter ini melintas di atas sebuah kawasan perumahan yang juga baru dibangun.
    Ketiga foto tersebut dibagikan dengan klaim bahwa Erdogan sedang meninjau proyek pembangunan 70 ribu unit hunian elite bagi korban gempa Turki 2020. Terdapat pula kutipan yang disebut berasal dari Erdogan. Kutipan ini berbunyi "Saya bangun 70 ribu pemukiman elite bagi rakyat Turki, gratis siap huni".
    Di Facebook, foto-foto itu dibagikan salah satunya oleh akun Safira Maulida pada 1 Februari 2021. Akun ini menulis, “Presiden Turki Erdogan: Saya bangun 70.000 pemukiman elite bagi rakyat Turki, gratis siap huni. Erdogan melakukan tinjauan proyek pembangunan 70.000 unit hunian elit bagi warga Turki kehilangan tempat tinggal akibat diterpa gempa bumi di tahun 2020.”
    Gambar tangkapan layar unggahan sebuah akun Facebook yang berisi klaim keliru terkait foto-foto yang diunggahnya.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri jejak digital foto-foto tersebut denganreverse image toolGoogle. Hasilnya, ditemukan bahwa dua foto yang memperlihatkan kawasan perumahan yang baru dibangun itu memang berada di Turki, tepatnya di Konya. Namun, kedua foto ini tidak terkait dengan foto Erdogan yang sedang meninjau pembangunan rumah gempa di Elazig dengan helikopter.
    Dua foto tersebut pernah dimuat oleh situs Karaman Habercisi dalam artikelnya pada 24 Januari 2021. Artikel itu berisi informasi tentang pembangunan pemukiman baru Dedemli Neighborhood yang berada di distrik Meram, Konya, Turki, yang akan segera rampung. Foto-foto itu pun pernah dimuat oleh situs Memleket dalam artikelnya pada tanggal yang sama.
    Menurut kedua artikel ini, kawasan perumahan itu dibangun oleh TOKI (Administrasi Pembangunan Perumahan Massal Turki), bersama Direktorat Jenderal KOSKI Konya yang membangun jaringan air dan saluran pembuangan serta Direktorat Urusan Sains Konya yang membangun konstruksi jalan. Dalam kedua artikel tersebut, tidak terdapat informasi bahwa perumahan ini diperuntukkan bagi korban gempa Turki.
    Adapun foto Erdogan yang tengah berada di dalam helikopter, pernah dimuat oleh situs Hurriyet dalam artikelnya pada 25 Januari 2021. Artikel ini berisi informasi tentang kunjungan Erdogan ke Elazig, Turki, untuk menghadiri peringatan setahun gempa Elazig dan upacara penyerahan rumah gempa.
    Gempa dengan magnitudo 6,8 yang terjadi pada 24 Januari 2020 itu menyebabkan 41 orang tewas. Sebanyak 37 korban ditemukan di Elazig dan empat korban ditemukan di Malatya. Gempa tersebut juga menyebabkan lebih dari 25 ribu rumah di kedua kota itu rusak berat.
    Kini, lebih dari 2.500 rumah telah dibangun di Elazig, di mana lebih dari 20 ribu rumah telah dibangun di era pemerintahan Erdogan. Disambut di bandara, Erdogan mengatakan bahwa dia bakal melakukan pemeriksaan dengan helikopter dan melakukan perjalanan ke wilayah tersebut untuk menghadiri upacara penyerahan rumah gempa di Yazikonak, Elazig.
    Foto tersebut juga pernah dimuat oleh situs Milliyet dalam artikelnya pada 25 Januari 2021. Artikel ini berisi informasi yang sama dengan yang dimuat oleh situs Hurriyet. Dalam kunjungannya ke Elazig itu, Erdogan didampingi oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Urbanisasi Turki, Murat Kurum.
    Tempo pun menelusuri lokasi Konya dan Elazig. Berdasarkan pencarian di Google Maps, jarak antara Konya dan Elazig mencapai 749 kilometer. Konya merupakan salah satu kota yang berada di region Anatolia Tengah. Sementara Elazig adalah salah satu kota yang terletak di region Anatolia Timur.
    Gempa Turki 2020
    Berdasarkan arsip berita Tempo, gempa dengan magnitudo 6,8 memang mengguncang wilayah timur Turki pada 24 Januari 2020. Gempa tersebut terasa hingga ke Iran, Suriah, dan Lebanon. Menurut laporan Reuters dan CNN, gempa terjadi di Sivrice, Elazig. Menteri Dalam Negeri Turki, Sulyman Soylu, mengatakan gempa susulan terjadi beberapa kali dengan kekuatan 5,4.
    Menurut Badan Survei Geologi Amerika Serikat, pusat gempa diperkirakan berada di kedalaman 10 kilometer. Sekitar 500 ribu orang merasakan getaran gempa tersebut. Turki memiliki sejarah panjang dan pahit tentang gempa. Pada Agustus 1999, gempa berkekuatan 7,6 mengguncang Izmit, menewaskan 17 ribu orang. Gempa dahsyat di Turki kembali terjadi pada 2011, mengguncang Ercis dan Van. Sedikitnya 523 orang tewas akibat gempa ini.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa dua foto yang memperlihatkan kawasan perumahan baru itu adalah foto 70 ribu hunian elite yang dibangun Presiden Recep Tayyip Erdogan untuk korban gempa Turki 2020, keliru. Tidak ditemukan informasi bahwa perumahan Dedemli Neighborhood ini diperuntukkan bagi korban gempa Turki 2020. Kawasan perumahan dalam kedua foto itu memang berada di Turki, namun terletak di Konya. Sementara foto Erdogan yang berada di helikopter diambil ketika ia meninjau pembangunan rumah gempa di Elazig. Jumlah rumah yang dibangun di sana pun tidak sampai 70 ribu unit.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8481) Sesat, Klaim Ini Video Kecelakaan Kereta Api pada 28 Januari 2021 di Sukoharjo

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 03/02/2021

    Berita


    Video yang memperlihatkan momen ketika seorang pengendara motor tertabrak kereta beredar di media sosial. Gerbong kereta tersebut berwarna merah-putih dan bertuliskan "Solo". Video ini diklaim sebagai video kecelakaan kereta pada 28 Januari 2021 di dekat Terminal Sukoharjo, Jawa Tengah.
    Di Facebook, salah satu akun yang membagikan video beserta klaim itu adalah akun Cyntia Nandhasari, tepatnya pada 28 Januari 2021. Akun itu menulis, "Kasihan petugasnya... Detik detik pemotor tertabrak Kereta Api, Kamis (28/1/2021). Lokasi : Dekat Terminal Sukoharjo, Jawa Tengah. Silahkan bantu lengkapi infonya, tetap hati hati dan waspada !"
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Cyntia Nandhasari yang memuat klaim menyesatkan terkait video yang diunggahnya.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim itu, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan terkait dengan memasukkan kata kunci "motor tertabrak kereta di Sukoharjo" di mesin pencari Google. Hasilnya, ditemukan sejumlah berita yang menyatakan bahwa kecelakaan kereta dalam video tersebut sudah lama terjadi, pada 2019.
    Dilansir dari Kompas.com, Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Sukoharjo Ajun Komisaris Firdaus Yudhatama mengatakan video itu adalah video lama. "Bukan kerjaian baru. Itu informasinya video lama. Lokasi sepertinya di Sukoharjo," kata Firdaus pada 29 Januari 2021.
    Senada dengan Firdaus, Kepala Polsek Sukoharjo Kota Ajun Komisaris Gerry Armando mengatakan kejadian dalam video ini sudah lama terjadi, yakni pada 18 November 2019. "Untuk lokasinya, di perlintasan kereta timur Terminal Sukoharjo," kata Gerry pada 29 Januari 2021.
    Dikutip dari Tribun Solo, kereta yang menabrak seorang pengendara motor tersebut adalah kereta api railbus Batara Kresna. Kecelakaan kereta ini terjadi di perlintasan yang berada di jalur Wonogiri-Solo, tepatnya di timur Terminal Sukoharjo.
    Pengendara motor itu bernama Saiman, warga Jatimulyo, Mojogedang, Karanganyar. Ia selamat meskipun sempat terseret sejauh lima meter. Menurut Gerry, peristiwa bermula saat kereta api railbus Batara Kresna melaju dari arah selatan, yakni dari Wonogiri, ke arah utara, yakni dari Solo.
    Lantaran palang pintu kereta tidak berfungsi, petugas menghentikan kendaraan secara manual. Saat itu, petugas menghentikan beberapa kendaraan dari arah timur. Di saat yang bersamaan, Saiman yang mengendarai motor Yamaha Vixion menyalip beberapa truk yang berhenti.
    "Terdengar bunyi klakson railbus sangat keras, namun korban tetap menerobos hingga tertabrak pada bagian tengah body motor," kata Gerry. Akibatnya, Saiman terseret hingga sekitar lima meter bersama motornya. Saiman pun dibawa ke RSUD Ir. Soekarno, Sukoharjo, untuk mendapatkan perawatan.
    Informasi kecelakaan kereta ini juga pernah dimuat pada 18 November 2019 oleh portal berita resmi Polda Jawa Tengah Tribrata News. Menurut laporannya, kecelakaan tersebut terjadi sekitar pukul 09.00 WIB. Karena kejadian ini, korban mengalami patah tulang kaki bagian kiri.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video tersebut adalah video kecelakaan kereta api pada 28 Januari 2021 di dekat Terminal Sukoharjo, Jawa Tengah, menyesatkan. Video itu memang menunjukkan pengendara motor yang tertabrak kereta di Sukoharjo. Namun, peristiwa dalam video tersebut sudah lama terjadi, bukan pada 28 Januari 2021, melainkan pada 18 November 2019.
    ANGELINA ANJAR SAWITRI
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8480) Keliru, Virus Corona Covid-19 Muncul Karena Adanya Tes Rapid dan PCR

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 02/02/2021

    Berita


    Klaim bahwa virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, muncul karena adanya tes cepat (rapid test) dan tes PCR (polymerase chain reaction) beredar di Facebook. Klaim ini dibagikan oleh akun Lois Lois pada 28 Januari 2021. “Gara2 ada alat setan Rapid dan PCR yg di sumbang Bill gate..Dunia kacau balau meyakini ada virus hanya karena adanya alat setan ini!!!!!”
    Akun tersebut juga mengklaim bahwa pasien Covid-19 yang menderita gejala berat diakibatkan oleh obat antivirus. “Masih Main2 alat setan Maka harus siap di racuni obat yg di beri label 'Antivirus'!! Agar bergejala berat sesak nafas,mual,nyeri dada,jantung berdebar pakai Ventilator!!”
    Dalam unggahannya, akun itu juga membagikan gambar tangkapan layar Instagram story dari akun @rachay.mds yang menyebut bahwa Tanzania adalah satu-satunya negara yang tidak terjangkit Covid-19 karena tidak menggunakan tes rapid maupun tes PCR. "Itu sebabnya tahun lalu kopit udah 3 bulan, tapi di indonesia masih normal-normal aja, sebelum ada alat tes."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Lois Lois yang memuat klaim keliru soal tes rapid dan tes PCR Covid-19.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, klaim-klaim dalam unggahan tersebut tidak berdasarkan fakta. Rapid test maupun tes PCR telah banyak digunakan untuk melakukan deteksi dalam berbagai penyakit lain sebelumnya, tidak hanya Covid-19. Berikut fakta-fakta atas klaim tersebut:
    Klaim 1: Virus Corona Covid-19 bisa muncul karena adanya tes rapid dan tes PCR
    Fakta:
    Tes PCR danrapid testadalah dua jenis tes yang bisa digunakan untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi Covid-19. Berdasarkan arsip berita Tempo, pakar kesehatan Akmal Taher mengatakan testingbersamatracing dantreatment(3T) merupakan strategi yang perlu diambil untuk menghentikan laju kasus Covid-19. Dengan tes, mereka yang positif Covid-19 bisa segera ditemukan lalu diisolasi agar tidak menularkannya pada orang lain.
    Sebelum terjadinya pandemi Covid-19, tes PCR telah digunakan. Dikutip dari Science Mag, metode tes PCR ditemukan oleh Kary Mullis, ilmuwan Cetus Corporation di Emeryville, California, Amerika Serikat, pada Mei 1983. Sejak pertama kali ditemukan, tes PCR terus dikembangkan dan diperkuat serta telah menjadi salah satu alat laboratorium yang digunakan di berbagai penjuru dunia.
    Dilansit dari Medicinenet, tes PCR punya banyak kegunaan, mulai dari mendiagnosis penyakit genetik, melakukan sidik jari DNA, menemukan bakteri dan virus, mempelajari evolusi manusia, mengkloning DNA mumi Mesir, dan sebagainya. Dengan demikian, tes PCR telah menjadi alat penting bagi ahli biologi, laboratorium forensik DNA, dan banyak laboratorium lain yang mempelajari materi genetik.
    Dalam perjalanannya, metode ini berkembang menjadi RT-PCR (reverse transcriptasePCR), yakni teknik yang sangat sensitif untuk mendeteksi dan menghitung mRNA (messengerRNA). Tekniknya terdiri dari dua bagian, yakni sintesis cDNA dari RNA dengan RT dan amplifikasi cDNA tertentu oleh PCR. RT-PCR telah digunakan untuk mengukurviral loadHIV dan juga dapat digunakan dengan virus RNA lain seperti campak dan gondongan.
    Klaim 2: Tanzania satu-satunya negara yang tidak memiliki kasus Covid-19
    Fakta:
    Menurut data WorldOMeter, hingga 2 Februari 2021, terdapat 509 kasus Covid-19 di Tanzania, di mana 21 orang di antaranya meninggal. Tanzania telah mencatatkan kasus Covid-19 sejak 16 Maret 2020.
    Tanzania pun mewajibkan orang yang keluar-masuk negaranya untuk memiliki hasil tes PCR negatif. Dikutip dari berita di All Africa pada 12 Januari 2021, individu yang masuk dan keluar dari Tanzania untuk berbagai alasan, baik itu urusan pribadi, bisnis, atau wisata, harus memiliki surat tes PCR Covid-19 dengan hasil negatif.
    Langkah-langkah itu diambil oleh Tanzania untuk menjunjung tinggi komitmen dan memastikan negaranya tetap aman bagi rakyatnya, wisatawan, dan investor yang ingin mengunjungi Tanzania selama masa-masa sulit ini.
    Klaim 3: Pasien Covid-19 yang bergejala berat karena diracun dengan obat antivirus
    Fakta:
    Seseorang yang terinfeksi Covid-19 bisa saja tidak menunjukkan gejala ataupun mengalami gejala ringan, gejala sedang, dan gejala berat. Dikutip dari Detik.com, para ahli menyebut memiliki komorbid atau penyakit penyerta menjadi faktor penentu kondisi pasien Covid-19 bisa menjadi berat atau tidak. Hal ini dikarenakan individu dengan penyakit penyerta memiliki sistem kekebalan tubuh yang lebih lemah sehingga tidak mampu melawan Covid-19.
    Faktor kedua adalah jika virus berhasil melewati tenggorokan dan masuk ke dalam jaringan paru. Hal ini membuat penyakit tersebut masuk ke fase yang lebih memprihatinkan. Gejala yang dialami meliputi sakit dada, batuk keras, dan sesak napas. Virus ini juga dapat menyerang alveoli atau kantong udara dan memenuhinya dengan cairan sehingga menimbulkan pneumonia.
    Sementara faktor ketiga adalah respons sistem kekebalan tubuh. Dalam kebanyakan kasus, kekebalan tubuh bisa langsung melawan dan mematikan virus Corona dengan sukses. Saat kemunculan virus, tubuh berusaha segera memperbaiki kerusakan di paru-paru. Apabila berjalan dengan baik, infeksinya dapat diberantas dalam beberapa hari.
    Sayangnya, ada beberapa kondisi di mana kekebalan tubuh dapat lebih berbahaya dan menyebabkan hilangnya folikel yang membantu mengusir kontaminasi. Selain itu, ada juga sindrom badai sitokin yang terjadi saat tubuh overdrive dalam upaya melawan virus. Saat badai sitokin terjadi, imun yang harusnya menyerang virus malah balik menyerang tubuh.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa virus Corona Covid-19 muncul karena adanya tes rapid dan tes PCR, keliru.Testing, terutama dengan tes PCR, justru menjadi salah satu strategi yang penting dalam menghentikan pandemi Covid-19. Teknologi tes PCR pun sudah ditemukan sejak 1983, jauh sebelum munculnya Covid-19.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan