Tahapan Pelaksanaan SKB CPNS 2019 1. Penentuan jumlah peserta SKB/verifikasi peserta SKB CPNS 2019: 15-20 Juni 2020 2. Pengumuman dan penentuan jenis soal/type soal SKB CPNS 2019 sesuai jumlah peserta, formasi jabatan, dan pendidikan peserta: 22-30 Juni 2020 3. Entry data peserta SKB CPNS 2019 ke dalam database/server sscasn.bkn.go.id: 1-10 Juli 2020
(GFD-2020-4155) [SALAH] Tahapan Pelaksanaan SKB CPNS oleh BKN
Sumber: SuratTanggal publish: 24/06/2020
Berita
Hasil Cek Fakta
Beredar sebuah tangkapan layar berupa surat edaran yang berisikan tahapan pelaksanaan tes Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) CPNS 2019 beredar. Dalam surat yang mengatasnamakan Badan Kepegawaian Negara (BKN) tersebut, dijelaskan beberapa jadwal tahapan seleksi yang akan dimulai pada 15 Juni hingga 20 Juni 2020.
Menanggapi informasi yang beredar, pihak BKN menegaskan bahwa surat tersebut bukanlah produk dari BKN. Melansir dari akun Twitter resmi milik BKN @BKNgoid, dijelaskan bahwa hingga saat ini pemerintah belum memutuskan jadwal pelaksanaan SKB pada seleksi CPNS Formasi Tahun 2019. Lebih lanjut BKN menjelaskan bahwa pemerintah saat ini tengah mengkalkulasikan metode yang tepat dalam pelaksanaan SKB dalam situasi new normal.
Menanggapi informasi yang beredar, pihak BKN menegaskan bahwa surat tersebut bukanlah produk dari BKN. Melansir dari akun Twitter resmi milik BKN @BKNgoid, dijelaskan bahwa hingga saat ini pemerintah belum memutuskan jadwal pelaksanaan SKB pada seleksi CPNS Formasi Tahun 2019. Lebih lanjut BKN menjelaskan bahwa pemerintah saat ini tengah mengkalkulasikan metode yang tepat dalam pelaksanaan SKB dalam situasi new normal.
Kesimpulan
Edaran tersebut tidak benar. Badan Kepegawaian Negara melalui akun Twitter resminya menyatakan bahwa edaran tersebut bukanlah produk dari BKN.
Rujukan
(GFD-2020-4154) [SALAH] Foto “Kadrun kalo lihat foto ini panas dingin”
Sumber: facebook.comTanggal publish: 24/06/2020
Berita
Beredar foto yang menampilkan wajah Presiden Joko Widodo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dengan jaket dan beberapa gelas kopi berlogo Kopi Nako.
Berikut kutipan narasinya:
“Kadrun kalo lihat foto ini panas dingin . . 😂😂😀😁”
Berikut kutipan narasinya:
“Kadrun kalo lihat foto ini panas dingin . . 😂😂😀😁”
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan hasil penelusuran, diketahui bahwa foto tersebut hasil suntingan. Diketahui bahwa foto aslinya merupakan foto karya Jannik Diefenbach, fotografer asal Mainz, Jerman. Hal itu diketahui dari akun Instagram resmi milik Jannik (@jaadiee).
Foto aslinya menampilkan foto seorang pemuda dan seorang kakek tengah duduk bersama. Dalam foto tersebut juga tidak ditemukan gambar kopi dengan merk Kopi Nako. Dilansir dari laman pribadinya, yakni jaadiee.com, model kakek-kakek dalam foto merupakan Kakek Jannik sendiri.
Foto aslinya menampilkan foto seorang pemuda dan seorang kakek tengah duduk bersama. Dalam foto tersebut juga tidak ditemukan gambar kopi dengan merk Kopi Nako. Dilansir dari laman pribadinya, yakni jaadiee.com, model kakek-kakek dalam foto merupakan Kakek Jannik sendiri.
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka foto sumber terbukti hasil suntingan. Oleh sebab itu, foto tersebut masuk ke dalam kategori Manipulated Content atau Konten yang Dimanipulasi.
Rujukan
(GFD-2020-4150) [SALAH] “New Fatwa ‘Sholat Tanpa Wudhu Tanpa Tayamum’ Dari Mbah Kakung,Yang Akan Di Keluarkan Untuk Rakyat Negeri +62”
Sumber: facebook.comTanggal publish: 23/06/2020
Berita
Akun Putra Inka (fb.com/dennissikobo.taww) menunggah sebuah gambar tangkapan layar artikel berjudul “Ma’ruf Amin Minta MUI Terbitkan Fatwa ‘Shalat Tanpa Wudhu Tanpa Tayamum'” yang dimuat di situs swarakyat[dot]com dengan narasi sebagai berikut:
“Akan Keluar New Fatwa Yang Menurut Saya Tambah Nyleneh Dan Somplak,Bagaimana Menurut Pemirsa Tentang New Fatwa Dari Mbah Kakung,Yang Akan Di Keluarkan Untuk Rakyat Negeri +62.”
“Akan Keluar New Fatwa Yang Menurut Saya Tambah Nyleneh Dan Somplak,Bagaimana Menurut Pemirsa Tentang New Fatwa Dari Mbah Kakung,Yang Akan Di Keluarkan Untuk Rakyat Negeri +62.”
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan hasil penelusuran Tim Cek Fakta Medcom, klaim bahwa akan keluar fatwa baru dari Wakil Presiden Ma’ruf Amin tentang salat tanpa wudu dan tayamum untuk rakyat Indonesia adalah klaim yang salah.
Faktanya, Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta MUI menerbitkan fatwa salat tanpa wudu untuk petugas medis yang mengenakan alat pelindung diri (APD) saat merawat pasien COVID-19 bukan untuk umum.
Saat ditelusuri, artikel berita yang terdapat di gambar yang diunggah sumber klaim memang terdapat di situs Swarakyat[dot]com.
Namun ada ketidaksesuaian antara judul berita dan substansi artikel berita tersebut. Artikel berita tersebut menjelaskan, MUI diminta mengeluarkan fatwa yang membolehkan petugas medis covid-19 salat tanpa berwudu.
Dilansir dari artikel Medcom.id berjudul “Wapres Minta MUI Terbitkan Fatwa Pemulasaraan Jenazah Covid-19” menjelaskan Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa terkait pemulasaraan jenazah positif covid-19 atau korona. Sekaligus fatwa tata cara berwudu petugas medis yang merawat pasien covid-19.
Pasalnya, terang Ma’ruf petugas medis tidak sembarang bisa melepas pelindung diri (APD) saat waktu salat tiba ketika hendak berwudu.
“Saya mohon ada fatwa, misalnya tentang kebolehan orang yang salat tanpa wudu atau tayamum. Karena ini sudah dihadapi oleh para petugas medis,” ujar Ma’ruf.
Permintaan Ma’ruf pun diiyakan oleh MUI dengan mengeluarkan fatwa petugas medis covid-19 boleh salat tanpa wudu. Dilansir dari Medcom.id, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan fatwa Nomor 17 Tahun 2020. Fatwa menyatakan tenaga medis dengan alat pengaman diri (APD) yang menangani pasien virus korona (covid-19) boleh tidak wudu karena dalam keadaan mendesak.
“Dalam kondisi hadas dan tidak mungkin bersuci (wudu atau tayamum), maka ia melaksanakan salat boleh dalam kondisi tidak suci dan tidak perlu mengulangi (i’adah),” bunyi fatwa MUI yang disahkan Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin AF dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh di Jakarta, Kamis, 26 Maret 2020.
Hasanuddin mengatakan salah satu poin penting fatwa itu yakni tenaga kesehatan muslim yang merawat pasien covid-19 dengan APD tetap wajib melaksanakan salat dengan berbagai kondisinya diikuti sejumlah keringanan. Fatwa bisa menjadi pedoman salat bagi tenaga kesehatan yang memakai APD saat menangani pasien covid-19. Hasanuddin menjelaskan, manakala kondisi tenaga medis berada dalam rentang waktu salat dan memiliki wudu, boleh melaksanakan salat dalam waktu yang ditentukan, meski tetap memakai APD. Sementara, dalam kondisi sulit berwudu, maka bertayamum, kemudian melaksanakan salat.
Hasanuddin menambahkan apabila APD yang dipakai terkena najis dan tidak memungkinkan untuk dilepas atau disucikan, maka boleh melaksanakan salat dalam kondisi tidak suci dan mengulangi salat (i’adah) usai bertugas. Dia mengatakan ketika kondisi jam kerja tenaga medis sudah selesai, atau sebelum mulai kerja masih mendapati waktu salat, maka wajib salat fardu sebagaimana mestinya.
Kemudian, bila tenaga medis bertugas mulai sebelum masuk waktu zuhur atau magrib, dan berakhir di waktu asar atau isya, maka boleh melaksanakan salat dengan jamak ta’khir. Sementara, dalam kondisi bertugas mulai saat waktu zuhur atau magrib dan diperkirakan tidak dapat melaksanakan salat asar atau isya, maka boleh melaksanakan salat dengan jamak taqdim.
“Dalam kondisi ketika jam kerjanya berada dalam rentang waktu dua salat yang bisa dijamak (zuhur dan asar, serta magrib dan isya), maka ia boleh melaksanakan salat dengan jamak,” kata Hasanuddin.
Faktanya, Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta MUI menerbitkan fatwa salat tanpa wudu untuk petugas medis yang mengenakan alat pelindung diri (APD) saat merawat pasien COVID-19 bukan untuk umum.
Saat ditelusuri, artikel berita yang terdapat di gambar yang diunggah sumber klaim memang terdapat di situs Swarakyat[dot]com.
Namun ada ketidaksesuaian antara judul berita dan substansi artikel berita tersebut. Artikel berita tersebut menjelaskan, MUI diminta mengeluarkan fatwa yang membolehkan petugas medis covid-19 salat tanpa berwudu.
Dilansir dari artikel Medcom.id berjudul “Wapres Minta MUI Terbitkan Fatwa Pemulasaraan Jenazah Covid-19” menjelaskan Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa terkait pemulasaraan jenazah positif covid-19 atau korona. Sekaligus fatwa tata cara berwudu petugas medis yang merawat pasien covid-19.
Pasalnya, terang Ma’ruf petugas medis tidak sembarang bisa melepas pelindung diri (APD) saat waktu salat tiba ketika hendak berwudu.
“Saya mohon ada fatwa, misalnya tentang kebolehan orang yang salat tanpa wudu atau tayamum. Karena ini sudah dihadapi oleh para petugas medis,” ujar Ma’ruf.
Permintaan Ma’ruf pun diiyakan oleh MUI dengan mengeluarkan fatwa petugas medis covid-19 boleh salat tanpa wudu. Dilansir dari Medcom.id, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan fatwa Nomor 17 Tahun 2020. Fatwa menyatakan tenaga medis dengan alat pengaman diri (APD) yang menangani pasien virus korona (covid-19) boleh tidak wudu karena dalam keadaan mendesak.
“Dalam kondisi hadas dan tidak mungkin bersuci (wudu atau tayamum), maka ia melaksanakan salat boleh dalam kondisi tidak suci dan tidak perlu mengulangi (i’adah),” bunyi fatwa MUI yang disahkan Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin AF dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh di Jakarta, Kamis, 26 Maret 2020.
Hasanuddin mengatakan salah satu poin penting fatwa itu yakni tenaga kesehatan muslim yang merawat pasien covid-19 dengan APD tetap wajib melaksanakan salat dengan berbagai kondisinya diikuti sejumlah keringanan. Fatwa bisa menjadi pedoman salat bagi tenaga kesehatan yang memakai APD saat menangani pasien covid-19. Hasanuddin menjelaskan, manakala kondisi tenaga medis berada dalam rentang waktu salat dan memiliki wudu, boleh melaksanakan salat dalam waktu yang ditentukan, meski tetap memakai APD. Sementara, dalam kondisi sulit berwudu, maka bertayamum, kemudian melaksanakan salat.
Hasanuddin menambahkan apabila APD yang dipakai terkena najis dan tidak memungkinkan untuk dilepas atau disucikan, maka boleh melaksanakan salat dalam kondisi tidak suci dan mengulangi salat (i’adah) usai bertugas. Dia mengatakan ketika kondisi jam kerja tenaga medis sudah selesai, atau sebelum mulai kerja masih mendapati waktu salat, maka wajib salat fardu sebagaimana mestinya.
Kemudian, bila tenaga medis bertugas mulai sebelum masuk waktu zuhur atau magrib, dan berakhir di waktu asar atau isya, maka boleh melaksanakan salat dengan jamak ta’khir. Sementara, dalam kondisi bertugas mulai saat waktu zuhur atau magrib dan diperkirakan tidak dapat melaksanakan salat asar atau isya, maka boleh melaksanakan salat dengan jamak taqdim.
“Dalam kondisi ketika jam kerjanya berada dalam rentang waktu dua salat yang bisa dijamak (zuhur dan asar, serta magrib dan isya), maka ia boleh melaksanakan salat dengan jamak,” kata Hasanuddin.
Kesimpulan
Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta MUI menerbitkan fatwa salat tanpa wudu untuk petugas medis yang mengenakan alat pelindung diri (APD) saat merawat pasien COVID-19 bukan untuk umum.
Rujukan
- https://www.medcom.id/telusur/cek-fakta/8N00D35N-cek-fakta-ma-ruf-amin-minta-mui-terbitkan-fatwa-salat-tanpa-wudu
- https://archive.vn/H4YYZ (Arsip artikel berjudul: Ma’ruf Amin Minta MUI Terbitkan Fatwa ‘Sholat Tanpa Wudhu Tanpa Tayamum’)
- https://www.medcom.id/nasional/peristiwa/1bVj40Pb-wapres-minta-mui-terbitkan-fatwa-pemulasaraan-jenazah-covid-19
- https://www.medcom.id/nasional/peristiwa/yNLGQxyK-fatwa-mui-paramedis-tangani-korona-boleh-salat-tanpa-wudu
(GFD-2020-4149) [SALAH] “uang kertas kita tahun 1954 ada tulisan Arab”
Sumber: Facebook.comTanggal publish: 23/06/2020
Berita
Akun Anwar Harum Maru (fb.com/anwarharum) mengunggah sebuah foto dengan narasi sebagai berikut:
“Inilah wajah uang kertas kita tahun 1954…Renungkanlah !”
Foto yang diunggah memperlihatkan pecahan 100 rupiah yang di dalamnya memuat tulisan Arab dan juga gambar Presiden RI pertama, Sukarno.
“Inilah wajah uang kertas kita tahun 1954…Renungkanlah !”
Foto yang diunggah memperlihatkan pecahan 100 rupiah yang di dalamnya memuat tulisan Arab dan juga gambar Presiden RI pertama, Sukarno.
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan hasil penelusuran, klaim bahwa uang kertas tahun 1954 yang bergambar Sukarno dan memuat tulisan Arab adalah uang resmi merupakan klaim yang salah.
Bukan uang resmi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia maupun pemerintah pada 1954 sebagai alat transaksi yang sah. Uang Seri Sukarno yang memuat tulisan Arab hanyalah uang suvenir yang bisa diperjualbelikan secara bebas.
Pada 25 Januari 2017, klaim soal adanya uang Sukarno yang memuat tulisan Arab ini pernah dibuatkan artikel periksa fakta di turnbackhoax.id dengan judul “[DISINFORMASI] Uang jaman Ir.Soekarno bertuliskan lafadz ALLAH (Indonesia negara Islam)”
Dikutip dari artikel tersebut, dijelaskan bahwa “Uang Soekarno Suvenir tidak dijadikan sebagai alat pembayaran yang sah. Uang Soekarno Suvenir dikeluarkan oleh pihak swasta, bukan oleh Bank Indonesia sehingga tidak akan ditemukan penjelasan Uang Soekarno Suvenir pada situs-situs resmi BI karena BI hanya mengeluarkan uang yang digunakan sebagai nilai tukar.”
Dilansir dari Tempo.co, biasanya dalam Uang Sukarno suvenir ini, terdapat tambahan tulisan Arab berupa asma Allah, kun fa ya kun, nurisulaiman, surat Al Ikhlas, dan lain-lain.
Meski bukan uang resmi, uang suvenir tetap diminati karena memiliki keunikan yang tidak dimiliki oleh uang lainnya, seperti bisa melengkung sendiri dan memuat tulisan Arab.
Selain itu, berdasarkan penelusuran Tim CekFaka Tempo terhadap dokumen “Sejarah Bank Indonesia: Sistem Pembayaran Periode 1953-1959” yang diterbitkan oleh BI, diketahui bahwa uang pecahan 100 rupiah yang memuat tulisan Arab itu bukan uang resmi yang dikeluarkan oleh BI maupun pemerintah pada 1954 sebagai alat transaksi.
Uang berangka tahun 1954 hanya diterbitkan oleh pemerintah, namun tidak ada yang bergambar Sukarno dan tidak memuat tulisan Arab. Pada 1954, pemerintah hanya menerbitkan Seri Suku Bangsa dengan menyertakan tanda tangan Menteri Keuangan Ong Eng Die. Pecahan 1 rupiah berwarna biru bergambar seorang wanita Sumatera Timur, sementara pecahan 2,5 rupiah berwarna merah dan memuat gambar seorang pria Flores.
Dalam dokumen Sejarah Sistem Pembayaran Periode 1959-1966 oleh Bank Indonesia, pemerintah menerbitkan Uang Kertas Bank Indonesia (UKBI) Seri Sukarno dengan angka tahun 1960. UKBI Seri Sukarno ini terdiri atas tiga pecahan, yaitu 5 rupiah, 10 rupiah, dan 100 rupiah. Ciri-ciri utamanya adalah, pada bagian depan, tertera tulisan “IRIAN BARAT”. Sementara nomor seri yang terdapat pada bagian belakang diawali dengan kode “IB”. UKBI Seri Sukarno ini ditandatangani oleh Soetikno Slamet dan Indra Kasoema.
Setahun kemudian, pada 1961, pemerintah mengeluarkan uang kertas Seri Sukarno untuk Irian Barat dan Riau, dengan angka tahun 1961. Uang ini ditandatangani oleh Menteri Keuangan Notohamiprodjo.
Penerbitan uang kertas Seri Sukarno pada 1964 juga dilakukan oleh pemerintah dan ditandatangani oleh Soemarno. Penerbitan ini merupakan penerbitan uang oleh pemerintah yang terakhir kalinya. Selanjutnya, pemerintah tidak lagi menerbitkan uang sehubungan dengan pemberian wewenang kepada BI untuk mengeluarkan semua jenis uang dalam segala pecahan.
Bukan uang resmi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia maupun pemerintah pada 1954 sebagai alat transaksi yang sah. Uang Seri Sukarno yang memuat tulisan Arab hanyalah uang suvenir yang bisa diperjualbelikan secara bebas.
Pada 25 Januari 2017, klaim soal adanya uang Sukarno yang memuat tulisan Arab ini pernah dibuatkan artikel periksa fakta di turnbackhoax.id dengan judul “[DISINFORMASI] Uang jaman Ir.Soekarno bertuliskan lafadz ALLAH (Indonesia negara Islam)”
Dikutip dari artikel tersebut, dijelaskan bahwa “Uang Soekarno Suvenir tidak dijadikan sebagai alat pembayaran yang sah. Uang Soekarno Suvenir dikeluarkan oleh pihak swasta, bukan oleh Bank Indonesia sehingga tidak akan ditemukan penjelasan Uang Soekarno Suvenir pada situs-situs resmi BI karena BI hanya mengeluarkan uang yang digunakan sebagai nilai tukar.”
Dilansir dari Tempo.co, biasanya dalam Uang Sukarno suvenir ini, terdapat tambahan tulisan Arab berupa asma Allah, kun fa ya kun, nurisulaiman, surat Al Ikhlas, dan lain-lain.
Meski bukan uang resmi, uang suvenir tetap diminati karena memiliki keunikan yang tidak dimiliki oleh uang lainnya, seperti bisa melengkung sendiri dan memuat tulisan Arab.
Selain itu, berdasarkan penelusuran Tim CekFaka Tempo terhadap dokumen “Sejarah Bank Indonesia: Sistem Pembayaran Periode 1953-1959” yang diterbitkan oleh BI, diketahui bahwa uang pecahan 100 rupiah yang memuat tulisan Arab itu bukan uang resmi yang dikeluarkan oleh BI maupun pemerintah pada 1954 sebagai alat transaksi.
Uang berangka tahun 1954 hanya diterbitkan oleh pemerintah, namun tidak ada yang bergambar Sukarno dan tidak memuat tulisan Arab. Pada 1954, pemerintah hanya menerbitkan Seri Suku Bangsa dengan menyertakan tanda tangan Menteri Keuangan Ong Eng Die. Pecahan 1 rupiah berwarna biru bergambar seorang wanita Sumatera Timur, sementara pecahan 2,5 rupiah berwarna merah dan memuat gambar seorang pria Flores.
Dalam dokumen Sejarah Sistem Pembayaran Periode 1959-1966 oleh Bank Indonesia, pemerintah menerbitkan Uang Kertas Bank Indonesia (UKBI) Seri Sukarno dengan angka tahun 1960. UKBI Seri Sukarno ini terdiri atas tiga pecahan, yaitu 5 rupiah, 10 rupiah, dan 100 rupiah. Ciri-ciri utamanya adalah, pada bagian depan, tertera tulisan “IRIAN BARAT”. Sementara nomor seri yang terdapat pada bagian belakang diawali dengan kode “IB”. UKBI Seri Sukarno ini ditandatangani oleh Soetikno Slamet dan Indra Kasoema.
Setahun kemudian, pada 1961, pemerintah mengeluarkan uang kertas Seri Sukarno untuk Irian Barat dan Riau, dengan angka tahun 1961. Uang ini ditandatangani oleh Menteri Keuangan Notohamiprodjo.
Penerbitan uang kertas Seri Sukarno pada 1964 juga dilakukan oleh pemerintah dan ditandatangani oleh Soemarno. Penerbitan ini merupakan penerbitan uang oleh pemerintah yang terakhir kalinya. Selanjutnya, pemerintah tidak lagi menerbitkan uang sehubungan dengan pemberian wewenang kepada BI untuk mengeluarkan semua jenis uang dalam segala pecahan.
Kesimpulan
Bukan uang resmi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia maupun pemerintah pada 1954 sebagai alat transaksi yang sah. Uang Seri Sukarno yang memuat tulisan Arab hanyalah uang suvenir yang bisa diperjualbelikan secara bebas.
Rujukan
- https://turnbackhoax.id/2017/01/25/disinformasi-uang-jaman-ir-soekarno-bertuliskan-lafadz-allah-indonesia-negara-islam/
- https://cekfakta.tempo.co/fakta/844/fakta-atau-hoaks-benarkah-uang-resmi-pecahan-100-rupiah-pada-1954-memuat-tulisan-arab
- https://www.bi.go.id/id/pencarian/Default.aspx?k=SEJARAH BANK INDONESIA : SISTEM PEMBAYARAN Periode 1953-1959
- https://uangindonesia.com/misteri-uang-kuno-gambar-soekarno-bisa-melengkung/
Halaman: 5049/5553