“Benarkah COVID ada??”
Di video yang berasal dari kanal Youtube FE 101 Channel yang berjudul “E21 Part 5: TATO SERTIFIKASI DAJJAL” tersebut, berisi kolase foto, cuplikan video, dan klaim bahwa pandemi Covid-19 adalah hasil konspirasi sejumlah tokoh, salah satunya pendiri Microsoft, Bill Gates. Narasi dalam video itu dibacakan oleh seorang pria.
Klaim yang disampaikan dalam video itu antara lain soal tes swab polymerase chain reaction (PCR) Covid-19 yang sengaja dibuat tidak akurat, rencana sertifikasi digital pada mereka yang telah divaksin Covid-19, Covid adalah singkatan dari Certificate of Vaccination Id, dan konsep “new normal” yang bermuatan LGBT seperti judul serial televisi pada 2012.
(GFD-2020-4231) [SALAH] Video “Benarkah COVID ada??”
Sumber: facebook.comTanggal publish: 01/07/2020
Berita
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan hasil penelusuran Tim CekFakta Tempo, klaim bahwa Covid-19 adalah singkatan dari Certificate of Vaccination ID dan konsep “new normal” bermuatan LGBT adalah klaim yang keliru.
Nama Covid-19 merujuk pada singkatan dari “coronavirus disease 2019″ atau penyakit yang disebabkan oleh virus Corona pada 2019. Adapun serial televisi yang berjudul “The New Normal”, yang di dalamnya menyinggung LGBT, tidak berkaitan dengan pandemi Covid-19 karena ditayangkan pada 2012, jauh sebelum terjadinya pandemi Covid-19.
Berikut penjelasan selengkapnya yang dilansir dari cekfakta.tempo.co:
Klaim 1: Tes swab PCR dibuat tidak akurat agar sampai kapan pun Covid-19 seolah-olah tidak pernah hilang. Sampel swab tidak dimurnikan dulu. Tidak jelas urutan genetik apa yang dibandingkan.
Fakta:
Hingga saat ini, reverse transcriptase PCR dianggap sebagai metode standar emas (gold standard) yang digunakan untuk mendeteksi Covid-19. Metode ini tidak hanya digunakan di Indonesia, tapi juga di negara-negara lain di Asia, Eropa, dan Amerika. Dilansir dari jurnal PubMed Central, tes PCR merupakan tes berbasis deteksi asam nukleat yang memiliki sensitivitas yang memadai untuk membantu mendiagnosis infeksi dini.
Meski memiliki akurasi yang lebih tinggi ketimbang tes antibodi (rapid test), tes PCR tetap memiliki potensi negatif palsu. Namun, potensi ini bukan diakibatkan oleh kesengajaan agar Covid-19 tetap selalu ada seperti klaim dalam video di atas. Negatif palsu bisa terjadi karena tiga hal. Pertama, jika infeksi yang terjadi pada seseorang yang dites masih terlalu dini atau malah terlambat sehingga tidak terdapat virus dalam jumlah yang cukup di sel mereka. Kedua, jika layanan kesehatan tidak mengumpulkan jumlah sampel yang cukup, misalnya swab kurang. Ketiga, jika jarak waktu antara pengambilan sampel dan tes terlalu lama, yang membuat RNA virus terurai.
Dengan adanya risiko negatif palsu tersebut, dokter biasanya tidak hanya mengandalkan tes untuk menentukan apakah seseorang mengidap Covid-19. Jika seseorang menunjukkan gejala klasik Covid-19 dan berada di lokasi wabah, dokter kerap mendiagnosis seseorang terkena Covid-19 meskipun hasil tesnya negatif.
Klaim 2: Bill Gates mengatakan mereka yang sudah divaksin Covid-19 harus ditato sertifikat digital. Sertifikat digital itu dibuat oleh Tattoo ID dan tertera dalam situs ID2020.org. Tato tersebut berkode 666 atau tato dajal. Vaksin dan sertifikat digital ini kemudian akan dihubungkan dengan chip implan transaksi online (microchip).
Fakta:
Rumor ini pernah beredar pada April 2020, dan Tim CekFakta Tempo telah menerbitkan artikel cek fakta yang membantah rumor tersebut. Dilansir dari Reuters, rumor mengenai rencana Bill Gates untuk memakai implan microchip dalam melawan pandemi Covid-19 memang bermula dari wawancara pendiri Microsoft tersebut dengan para pengguna Reddit. Setelah wawancara itu berakhir, muncul sebuah tulisan berjudul “Bill Gates will use microchip implants to fight coronavirus”.
Ditulis layaknya sebuah berita, tulisan yang menyesatkan itu menyebut bahwa “quantum dot dye” atau “quantum dot tattoo”, teknologi yang ditemukan oleh Bill and Melinda Gates Foundation, bakal digunakan sebagai kapsul yang diimplan ke manusia yang memiliki “sertifikat digital”. Teknologi ini disebut dapat menunjukkan siapa saja yang sudah menjalani tes Covid-19.
Kepada Reuters, salah satu penulis utama makalah penelitian mengenai quantum dot dye, Kevin McHugh, mengatakan, “Teknologi quantum dot dye bukan berbentuk microchip atau kapsul yang bisa diimplan ke manusia, dan setahu saya tidak ada rencana menggunakan teknologi ini untuk memerangi pandemi Covid-19.”
Dalam wawancara di Reddit itu, Bill Gates memang sempat menyebut “sertifikat digital”. Namun, penyebutan “sertifikat digital” itu untuk menjawab pertanyaan mengenai dampak pandemi Covid-19 terhadap bisnis dan ekonomi dunia. Dalam wawancara itu, Bill Gates sama sekali tidak menyinggung masalah microchip.
Organisasi cek fakta Amerika Serikat, FactCheck, juga telah memverifikasi klaim “Bill Gates berencana menggunakan vaksin Covid-19 untuk melacak orang-orang dengan microchip”. Menurut mereka, klaim itu keliru. Gates Foundation mengkonfirmasi bahwa penelitian mengenai quantom dot dye tidak terkait dengan vaksin Covid-19. Begitu pula dengan sertifikat digital.
Bill Gates merupakan salah satu orang terkaya di dunia, yang menempatkan sebagian kekayaannya itu dalam berbagai organisasi dan inisiatif amal melalui Bill and Melinda Gates Foundation. Fokus utama yayasan ini, dan filantropi Bill Gates secara umum, adalah mengurangi ketidaksetaraan dalam bidang kesehatan, dengan fokus pada negara berkembang.
Melalui organisasi-organisasi ini, Bill Gates juga mendanai penelitian terkait solusi teknologi untuk menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat di komunitas termiskin secara global. Sejak 2015, ia telah mengungkapkan kekhawatirannya mengenai kurangnya kesiapsiagaan dunia dalam menghadapi bencana pandemi.
Salah satunya karena pembelaannya terhadap vaksin, Bill Gates menjadi sasaran utama gerakan anti-vaksin selama lebih dari satu dekade terakhir. Permusuhan yang dibangun selama bertahun-tahun oleh klaim palsu dari kelompok-kelompok anti-vaksin itu, yang meningkat selama pandemi Covid-19, telah menciptakan teori konspirasi seputar Covid-19 yang semakin luas dan berpusat pada Bill Gates.
Klaim 3: ID2020 adalah bagian dari konspirasi vaksin global.
Fakta:
Sebenarnya, ID2020 adalah organisasi nirlaba yang berbasis di Amerika yang bertujuan untuk membantu miliaran orang yang tidak berdokumen, seperti pengungsi. Mereka yang tidak berdokumen ini adalah kelompok rentan yang tanpa perlindungan hukum, tidak dapat mengakses layanan dasar dan berpartisipasi sebagai warga negara atau pemilih, serta bertransaksi dalam ekonomi modern. Organisasi pemeriksa fakta Amerika, Snopes, menulis bahwa ID2020, atau Digital Identity Alliance, didanai oleh beragam yayasan dan perusahaan, termasuk Microsoft dan GAVI yang didanai oleh Bill Gates.
ID2020 Alliance menyediakan dana dan bantuan lain untuk proyek identitas digital dalam rangka melindungi privasi. Setiap individu atau organisasi yang memenuhi kriteria dapat mengajukan proposal. Tujuannya adalah untuk mengembangkan sistem di mana individu memiliki kendali penuh atas identitas pribadi atau dokumentasi kesehatannya. Sementara produk akhirnya adalah sistem yang memungkinkan informasi semacam itu dapat diakses di mana saja tapi hanya dengan persetujuan pemilik.
Salah satu proyek percontohan yang terkait dengan ID2020 adalah MyPass, upaya untuk memberikan identifikasi digital kepada populasi tuna wisma di Austin, Texas. Proyek tersebut berupaya membuat repositori identifikasi dan dokumen medis berbasis cloud. Versi awal, mereka menggunakan beberapa kombinasi kartu kode QR yang diberikan kepada individu yang berpartisipasi. Namun, kepesertaan dalam penelitian ini bersifat sukarela. Proyek berikutnya berada di Tanzania dan Bangladesh, yang melakukan pencatatan online pada bayi.
Proyek-proyek tersebut tidak terkait dengan pandemi Covid-19 dan tidak menyuntikkan apapun ke dalam tubuh manusia, atau sesuatu yang memungkinkan segala jenis pelacakan aktif atau pengawasan. Namun, teori konspirasi telah mendorong fakta-fakta di atas ke dalam narasi yang tidak berdasar.
Klaim 4: Covid adalah singkatan dari Certificate of Vaccination ID.
Fakta:
Pemberian nama Covid-19 merujuk pada singkatan dari “coronavirus disease 2019” atau penyakit yang disebabkan oleh virus Corona pada 2019. Nama Covid-19 tersebut diumumkan oleh Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, pada 11 Februari 2020. Sesuai pedoman internasional, nama tersebut tidak merujuk pada lokasi geografis, hewan, individu, ataupun kelompok tertentu.
Klaim 5: Konsep “new normal” diambil dari serial televisi tentang LGBT.
Fakta:
Tidak ada kaitan antara “new normal” sebagai konsep kenormalan baru untuk beradaptasi dengan Covid-19 dan serial televisi berjudul “The New Normal” yang pernah ditayangkan oleh CNBC. Serial televisi tersebut dirilis pada 2012 dan berakhir pada 2013, jauh sebelum terjadinya pandemi Covid-19. Cerita da
Nama Covid-19 merujuk pada singkatan dari “coronavirus disease 2019″ atau penyakit yang disebabkan oleh virus Corona pada 2019. Adapun serial televisi yang berjudul “The New Normal”, yang di dalamnya menyinggung LGBT, tidak berkaitan dengan pandemi Covid-19 karena ditayangkan pada 2012, jauh sebelum terjadinya pandemi Covid-19.
Berikut penjelasan selengkapnya yang dilansir dari cekfakta.tempo.co:
Klaim 1: Tes swab PCR dibuat tidak akurat agar sampai kapan pun Covid-19 seolah-olah tidak pernah hilang. Sampel swab tidak dimurnikan dulu. Tidak jelas urutan genetik apa yang dibandingkan.
Fakta:
Hingga saat ini, reverse transcriptase PCR dianggap sebagai metode standar emas (gold standard) yang digunakan untuk mendeteksi Covid-19. Metode ini tidak hanya digunakan di Indonesia, tapi juga di negara-negara lain di Asia, Eropa, dan Amerika. Dilansir dari jurnal PubMed Central, tes PCR merupakan tes berbasis deteksi asam nukleat yang memiliki sensitivitas yang memadai untuk membantu mendiagnosis infeksi dini.
Meski memiliki akurasi yang lebih tinggi ketimbang tes antibodi (rapid test), tes PCR tetap memiliki potensi negatif palsu. Namun, potensi ini bukan diakibatkan oleh kesengajaan agar Covid-19 tetap selalu ada seperti klaim dalam video di atas. Negatif palsu bisa terjadi karena tiga hal. Pertama, jika infeksi yang terjadi pada seseorang yang dites masih terlalu dini atau malah terlambat sehingga tidak terdapat virus dalam jumlah yang cukup di sel mereka. Kedua, jika layanan kesehatan tidak mengumpulkan jumlah sampel yang cukup, misalnya swab kurang. Ketiga, jika jarak waktu antara pengambilan sampel dan tes terlalu lama, yang membuat RNA virus terurai.
Dengan adanya risiko negatif palsu tersebut, dokter biasanya tidak hanya mengandalkan tes untuk menentukan apakah seseorang mengidap Covid-19. Jika seseorang menunjukkan gejala klasik Covid-19 dan berada di lokasi wabah, dokter kerap mendiagnosis seseorang terkena Covid-19 meskipun hasil tesnya negatif.
Klaim 2: Bill Gates mengatakan mereka yang sudah divaksin Covid-19 harus ditato sertifikat digital. Sertifikat digital itu dibuat oleh Tattoo ID dan tertera dalam situs ID2020.org. Tato tersebut berkode 666 atau tato dajal. Vaksin dan sertifikat digital ini kemudian akan dihubungkan dengan chip implan transaksi online (microchip).
Fakta:
Rumor ini pernah beredar pada April 2020, dan Tim CekFakta Tempo telah menerbitkan artikel cek fakta yang membantah rumor tersebut. Dilansir dari Reuters, rumor mengenai rencana Bill Gates untuk memakai implan microchip dalam melawan pandemi Covid-19 memang bermula dari wawancara pendiri Microsoft tersebut dengan para pengguna Reddit. Setelah wawancara itu berakhir, muncul sebuah tulisan berjudul “Bill Gates will use microchip implants to fight coronavirus”.
Ditulis layaknya sebuah berita, tulisan yang menyesatkan itu menyebut bahwa “quantum dot dye” atau “quantum dot tattoo”, teknologi yang ditemukan oleh Bill and Melinda Gates Foundation, bakal digunakan sebagai kapsul yang diimplan ke manusia yang memiliki “sertifikat digital”. Teknologi ini disebut dapat menunjukkan siapa saja yang sudah menjalani tes Covid-19.
Kepada Reuters, salah satu penulis utama makalah penelitian mengenai quantum dot dye, Kevin McHugh, mengatakan, “Teknologi quantum dot dye bukan berbentuk microchip atau kapsul yang bisa diimplan ke manusia, dan setahu saya tidak ada rencana menggunakan teknologi ini untuk memerangi pandemi Covid-19.”
Dalam wawancara di Reddit itu, Bill Gates memang sempat menyebut “sertifikat digital”. Namun, penyebutan “sertifikat digital” itu untuk menjawab pertanyaan mengenai dampak pandemi Covid-19 terhadap bisnis dan ekonomi dunia. Dalam wawancara itu, Bill Gates sama sekali tidak menyinggung masalah microchip.
Organisasi cek fakta Amerika Serikat, FactCheck, juga telah memverifikasi klaim “Bill Gates berencana menggunakan vaksin Covid-19 untuk melacak orang-orang dengan microchip”. Menurut mereka, klaim itu keliru. Gates Foundation mengkonfirmasi bahwa penelitian mengenai quantom dot dye tidak terkait dengan vaksin Covid-19. Begitu pula dengan sertifikat digital.
Bill Gates merupakan salah satu orang terkaya di dunia, yang menempatkan sebagian kekayaannya itu dalam berbagai organisasi dan inisiatif amal melalui Bill and Melinda Gates Foundation. Fokus utama yayasan ini, dan filantropi Bill Gates secara umum, adalah mengurangi ketidaksetaraan dalam bidang kesehatan, dengan fokus pada negara berkembang.
Melalui organisasi-organisasi ini, Bill Gates juga mendanai penelitian terkait solusi teknologi untuk menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat di komunitas termiskin secara global. Sejak 2015, ia telah mengungkapkan kekhawatirannya mengenai kurangnya kesiapsiagaan dunia dalam menghadapi bencana pandemi.
Salah satunya karena pembelaannya terhadap vaksin, Bill Gates menjadi sasaran utama gerakan anti-vaksin selama lebih dari satu dekade terakhir. Permusuhan yang dibangun selama bertahun-tahun oleh klaim palsu dari kelompok-kelompok anti-vaksin itu, yang meningkat selama pandemi Covid-19, telah menciptakan teori konspirasi seputar Covid-19 yang semakin luas dan berpusat pada Bill Gates.
Klaim 3: ID2020 adalah bagian dari konspirasi vaksin global.
Fakta:
Sebenarnya, ID2020 adalah organisasi nirlaba yang berbasis di Amerika yang bertujuan untuk membantu miliaran orang yang tidak berdokumen, seperti pengungsi. Mereka yang tidak berdokumen ini adalah kelompok rentan yang tanpa perlindungan hukum, tidak dapat mengakses layanan dasar dan berpartisipasi sebagai warga negara atau pemilih, serta bertransaksi dalam ekonomi modern. Organisasi pemeriksa fakta Amerika, Snopes, menulis bahwa ID2020, atau Digital Identity Alliance, didanai oleh beragam yayasan dan perusahaan, termasuk Microsoft dan GAVI yang didanai oleh Bill Gates.
ID2020 Alliance menyediakan dana dan bantuan lain untuk proyek identitas digital dalam rangka melindungi privasi. Setiap individu atau organisasi yang memenuhi kriteria dapat mengajukan proposal. Tujuannya adalah untuk mengembangkan sistem di mana individu memiliki kendali penuh atas identitas pribadi atau dokumentasi kesehatannya. Sementara produk akhirnya adalah sistem yang memungkinkan informasi semacam itu dapat diakses di mana saja tapi hanya dengan persetujuan pemilik.
Salah satu proyek percontohan yang terkait dengan ID2020 adalah MyPass, upaya untuk memberikan identifikasi digital kepada populasi tuna wisma di Austin, Texas. Proyek tersebut berupaya membuat repositori identifikasi dan dokumen medis berbasis cloud. Versi awal, mereka menggunakan beberapa kombinasi kartu kode QR yang diberikan kepada individu yang berpartisipasi. Namun, kepesertaan dalam penelitian ini bersifat sukarela. Proyek berikutnya berada di Tanzania dan Bangladesh, yang melakukan pencatatan online pada bayi.
Proyek-proyek tersebut tidak terkait dengan pandemi Covid-19 dan tidak menyuntikkan apapun ke dalam tubuh manusia, atau sesuatu yang memungkinkan segala jenis pelacakan aktif atau pengawasan. Namun, teori konspirasi telah mendorong fakta-fakta di atas ke dalam narasi yang tidak berdasar.
Klaim 4: Covid adalah singkatan dari Certificate of Vaccination ID.
Fakta:
Pemberian nama Covid-19 merujuk pada singkatan dari “coronavirus disease 2019” atau penyakit yang disebabkan oleh virus Corona pada 2019. Nama Covid-19 tersebut diumumkan oleh Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, pada 11 Februari 2020. Sesuai pedoman internasional, nama tersebut tidak merujuk pada lokasi geografis, hewan, individu, ataupun kelompok tertentu.
Klaim 5: Konsep “new normal” diambil dari serial televisi tentang LGBT.
Fakta:
Tidak ada kaitan antara “new normal” sebagai konsep kenormalan baru untuk beradaptasi dengan Covid-19 dan serial televisi berjudul “The New Normal” yang pernah ditayangkan oleh CNBC. Serial televisi tersebut dirilis pada 2012 dan berakhir pada 2013, jauh sebelum terjadinya pandemi Covid-19. Cerita da
Kesimpulan
Nama Covid-19 merujuk pada singkatan dari “coronavirus disease 2019″ atau penyakit yang disebabkan oleh virus Corona pada 2019. Adapun serial televisi yang berjudul “The New Normal”, yang di dalamnya menyinggung LGBT, tidak berkaitan dengan pandemi Covid-19 karena ditayangkan pada 2012, jauh sebelum terjadinya pandemi Covid-19.
Rujukan
- https://cekfakta.tempo.co/fakta/857/fakta-atau-hoaks-benarkah-covid-19-singkatan-dari-certificate-of-vaccination-id-dan-konsep-new-normal-bermuatan-lgbt
- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7189409/
- https://theconversation.com/coronavirus-tests-are-pretty-accurate-but-far-from-perfect-136671
- https://cekfakta.tempo.co/fakta/746/fakta-atau-hoaks-benarkah-bill-gates-bikin-vaksin-corona-yang-dipasang-microchip
- https://turnbackhoax.id/2020/04/02/salah-bill-gates-akan-meluncurkan-kapsul-implan-manusia-untuk-melawan-virus-corona/
- https://www.snopes.com/fact-check/bill-gates-id2020/
- https://tekno.tempo.co/read/1306618/di-balik-nama-covid-19-untuk-virus-corona-mematikan-asal-wuhan
- https://www.imdb.com/title/tt2087571/
- https://kolom.tempo.co/read/1351996/negara-masyarakat-dan-era-new-normal
(GFD-2020-4230) [SALAH] Tanggal 2-24 Juli Ada Pelayanan Akta Kelahiran Keliling di Taman Bungkul & Royal
Sumber: whatsapp.comTanggal publish: 30/06/2020
Berita
Beredar melalui pesan berantai Whatsapp yang menyatakan bahwa pada tanggal 2 hingga 24 Juli akan diadakan pelayanan akte kelahiran keliling. Jam pelaksanaannya disebutkan pada jam 09.00 sampai dengan 13.00. Selain itu disebutkan syarat-syarat untuk mengurusnya.
Berikut kutipan narasinya:
“Informasi : bagi dulur-dulur yg
blm punya akte kelahiran, pada
tgl 2-24 juli ada pelayanan akte
kelahiran keliling di jam 09.00 s/
d 13.00 syarat, membawa foto
copy KK,KTP dan foto copy KTP
2 orang saksi. Akte langsung jadi.
tolong di informasikan ke saudara
dan tetangga mungkin sangat
membantu. Terima kasih. Lokasinya
taman bungkul & Royal.”
Berikut kutipan narasinya:
“Informasi : bagi dulur-dulur yg
blm punya akte kelahiran, pada
tgl 2-24 juli ada pelayanan akte
kelahiran keliling di jam 09.00 s/
d 13.00 syarat, membawa foto
copy KK,KTP dan foto copy KTP
2 orang saksi. Akte langsung jadi.
tolong di informasikan ke saudara
dan tetangga mungkin sangat
membantu. Terima kasih. Lokasinya
taman bungkul & Royal.”
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan hasil penelusuran, diketahui bahwa informasi tersebut tidak benar. Sebab, pihak Pemerintah Kota Surabaya sudah memberikan bantahan terkait informasi tersebut. Melalui laman Facebook resminya, yakni Sapawarga Kota Surabaya, menyatakan bahwa pesan berantai whatsapp tersebut hoaks.
“Selama masa New Normal Pandemi Covid-19, seluruh pelayanan Dispendukcapil hanya melalui klampid.disdukcapilsurabaya.id,” tulis akun Sapawarga Kota Surabaya.
Adapun, Kepala Dispendukcapil Surabaya Agus Imam Sonhaji pernah menyatakan bahwa masyarakat tidak perlu datang ke Kantor Dispendukcapil untuk mengurus dokumen kependudukan seperti KTP, Kartu Keluarga, Akta Kelahiran dan lain-lain. Cukup mengakses klampid.disdukcapilsurabaya.id, masyarakat bisa mengurusnya dari rumah.
“Kami sejak 23 Maret lalu, mengalihkan seluruh pelayanan ke online. Sampai sekarang masih seperti itu. Caranya untuk bisa mengakses, pemohon harus punya akun dulu. Jadi tidak sembarang orang mudah mengakses tanpa akun. Karena itu kan data kependudukan, bahaya kalau bisa diubah oleh orang lain,” kata Agus,” kata Agus pada Jumat 12/6/2020.
“Selama masa New Normal Pandemi Covid-19, seluruh pelayanan Dispendukcapil hanya melalui klampid.disdukcapilsurabaya.id,” tulis akun Sapawarga Kota Surabaya.
Adapun, Kepala Dispendukcapil Surabaya Agus Imam Sonhaji pernah menyatakan bahwa masyarakat tidak perlu datang ke Kantor Dispendukcapil untuk mengurus dokumen kependudukan seperti KTP, Kartu Keluarga, Akta Kelahiran dan lain-lain. Cukup mengakses klampid.disdukcapilsurabaya.id, masyarakat bisa mengurusnya dari rumah.
“Kami sejak 23 Maret lalu, mengalihkan seluruh pelayanan ke online. Sampai sekarang masih seperti itu. Caranya untuk bisa mengakses, pemohon harus punya akun dulu. Jadi tidak sembarang orang mudah mengakses tanpa akun. Karena itu kan data kependudukan, bahaya kalau bisa diubah oleh orang lain,” kata Agus,” kata Agus pada Jumat 12/6/2020.
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan tersebut maka konten pesan berantai tersebut tidak benar. Oleh sebab itu, konten tersebut masuk ke dalam kategori Fabricated Content atau Konten Palsu.
Rujukan
- https://web.facebook.com/groups/fafhh/permalink/1222422064756993/
- https://turnbackhoax.id/2020/07/01/salah-tanggal-2-24-juli-ada-pelayanan-akta-kelahiran-keliling-di-taman-bungkul-royal/
- https://web.facebook.com/sapawargakotasurabaya/posts/3048244078593842
- https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2020/pandemi-dispendukcapil-surabaya-optimalkan-layanan-online/
(GFD-2020-4229) [SALAH] Tidur Sehabis Menangis Tanpa Cuci Muka Dapat Sebabkan Mata Bintitan
Sumber: Tiktok.comTanggal publish: 30/06/2020
Berita
“guys jangan pernah nangis langsung tidur tanpa cuci muka, aku nangis sampe bengkak trus aku langsung tidur besok pagi nya mataku kaya muncul Bentolan i think “ah bintitan” akhirnya ak beli salep bintitan sekitar 3 hari ga kempes” malah tambah besar. finally, aku ke dokter mata. dan langsung dibilang harus operasi sekarang juga. akhirnya aku dioperasi jadi di dalam kelopak aku isinya Nanah banyak karena bakteri menyebar.”
Hasil Cek Fakta
Beredar sebuah tangkapan layar dari aplikasi tiktok mengenai kesaksian seorang wanita yang mengalami bintitan dan di operasi karena 3 hari tidak kempes. Hal tersebut diklaim terjadi akibat menangis dan tidak mencuci mukanya sebelum tidur.
Berdasarkan penelusuran, dilansir dari kompas.com, dokter spesialis mata bidang retina di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung, dr Grimaldi Ihsan, menyampaikan, apa yang dialami wanita dalam foto itu diduga bernama penyakit selulitis.
“Karena tidak terlihat seperti apa gangguannya, (tertutup kasa), seperti itu lebih ke arah selulitis di kelopak mata, jadi kayak bisul gitu,” kata Grimaldi kepada Kompas.com, Jumat (26/6/2020).
Selulitis merupakan infeksi pada jaringan lunak yang terdapat di rongga mata yang meliputi otot dan jaringan lemak.
Dirinya mengungkapkan bahwa menangis terlalu lama bukanlah menjadi penyebab adanya selulitis.
“Tidak benar kalau (infeksi itu) disebabkan oleh menangis kemudian tidur,” ujar Grimaldi.
Ia menambahkan, ketika menangis, kemudian mengucek-ucek mata dan kebetulan tangan untuk mengucek ternyata tidak bersih, maka dapat menjadi kontaminasi. Terkait infeksi yang dialami perempuan itu, Grimaldi mengungkapkan, infeksi bakteri juga dapat disebabkan oleh kurang bersihnya make up pada wajah wanita yang menimbulkan penumpukan kotoran dan menginfeksi ke dalam kelopak mata.
Dilansir dari alodokter.com, Penyebab utama bintitan adalah infeksi bakteri Staphylococcus. Bakteri yang umum hidup di kulit ini dapat menyumbat kelenjar minyak di kelopak mata, sehingga menimbulkan peradangan. Penyebab lain dari bintitan adalah kuman dan kulit mati yang terperangkap di ujung kelopak mata.
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena bintitan, yaitu seperti menyentuh mata dengan tangan yang kotor, menggunakan kosmetik yang sudah kedaluwarsa, tidak membersihkan bekas kosmetik pada mata sebelum tidur, memakai lensa kontak yang tidak steril, mengalami peradangan pada ujung kelopak mata (blefaritis), dan mengalami penyakit rosacea yang menyebabkan kulit wajah memerah.
Berdasarkan penelusuran, dilansir dari kompas.com, dokter spesialis mata bidang retina di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung, dr Grimaldi Ihsan, menyampaikan, apa yang dialami wanita dalam foto itu diduga bernama penyakit selulitis.
“Karena tidak terlihat seperti apa gangguannya, (tertutup kasa), seperti itu lebih ke arah selulitis di kelopak mata, jadi kayak bisul gitu,” kata Grimaldi kepada Kompas.com, Jumat (26/6/2020).
Selulitis merupakan infeksi pada jaringan lunak yang terdapat di rongga mata yang meliputi otot dan jaringan lemak.
Dirinya mengungkapkan bahwa menangis terlalu lama bukanlah menjadi penyebab adanya selulitis.
“Tidak benar kalau (infeksi itu) disebabkan oleh menangis kemudian tidur,” ujar Grimaldi.
Ia menambahkan, ketika menangis, kemudian mengucek-ucek mata dan kebetulan tangan untuk mengucek ternyata tidak bersih, maka dapat menjadi kontaminasi. Terkait infeksi yang dialami perempuan itu, Grimaldi mengungkapkan, infeksi bakteri juga dapat disebabkan oleh kurang bersihnya make up pada wajah wanita yang menimbulkan penumpukan kotoran dan menginfeksi ke dalam kelopak mata.
Dilansir dari alodokter.com, Penyebab utama bintitan adalah infeksi bakteri Staphylococcus. Bakteri yang umum hidup di kulit ini dapat menyumbat kelenjar minyak di kelopak mata, sehingga menimbulkan peradangan. Penyebab lain dari bintitan adalah kuman dan kulit mati yang terperangkap di ujung kelopak mata.
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena bintitan, yaitu seperti menyentuh mata dengan tangan yang kotor, menggunakan kosmetik yang sudah kedaluwarsa, tidak membersihkan bekas kosmetik pada mata sebelum tidur, memakai lensa kontak yang tidak steril, mengalami peradangan pada ujung kelopak mata (blefaritis), dan mengalami penyakit rosacea yang menyebabkan kulit wajah memerah.
Kesimpulan
Bukan Karena menangis, bintitan atau hordeolum bisa terjadi karena mengucek mata dengan tangan yang kotor, menggunakan kosmetik kadaluarsa, tidak membersihkan kosmetik sebeum tidur, memakai lensa kontak yang tidak steril, Mengalami penyakit rosacea yang menyebabkan kulit wajah memerah.
Rujukan
(GFD-2020-4227) [SALAH] Ular Makan Senapan Laras Panjang Jenis AK 47
Sumber: facebook.comTanggal publish: 30/06/2020
Berita
Beredar postingan Facebook gambar berupa seekor ular dengan tubuh berbentuk senapan jenis AK-47. Dalam narasi diklaim bahwa gambar tersebut meurpakan foto ular kelaparan lalu memakan senapan jenis AK-47.
Berikut kutipan narasinya:
“Saking lapar nya...
Ular ini makan senapan laras panjang jenis AK 47.”
Berikut kutipan narasinya:
“Saking lapar nya...
Ular ini makan senapan laras panjang jenis AK 47.”
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan hasil penelusuran, diketahui bahwa klaim tersebut tidak benar. Dilansir dari hoaxes.id, gambar tersebut merupakan gambar AK-Python, karya seni rupa dari seniman asal Rusia, Vasily Slonov.
Karya seni rupa tersebut berupa ular dengan bagian tubuhnya berbentuk senapan AK-47. Bahan yang digunakan untuk membuat karya tersebut ialah karet. AK-Python dibuat tahun 2019 dan pemiliknya ialah 11.12 Gallery.
Karya seni rupa tersebut berupa ular dengan bagian tubuhnya berbentuk senapan AK-47. Bahan yang digunakan untuk membuat karya tersebut ialah karet. AK-Python dibuat tahun 2019 dan pemiliknya ialah 11.12 Gallery.
Kesimpulan
Dengan demikian, konten tersebut bukanlah gambar atau foto ular setelah memakan senapan AK-47, melainkan karya seni rupa dengan tajuk AK-Pyhton dari Vasily Slonov. Oleh sebab itu, konten tersebut masuk ke dalam kategori False Context atau Konten yang Salah.
Rujukan
- https://web.facebook.com/groups/fafhh/permalink/1221931471472719/
- https://turnbackhoax.id/2020/06/30/salah-ular-makan-senapan-laras-panjang-jenis-ak-47/
- https://www.hoaxes.id/2020/06/gambar-penampakan-ular-rakus-menelan-senapan-ak-47.html
- https://www.artsy.net/artwork/vasily-slonov-ak-python
- https://www.artprice.com/marketplace/2009936/vasily-slonov/sculpture-volume/python-ak
- https://en.wikipedia.org/wiki/Vasily_Slonov
Halaman: 5024/5544