• (GFD-2020-4703) [SALAH] “majalah Italia tahun 1962 menggambarkan yang akan terjadi pada 2022”

    Sumber: facebook.com
    Tanggal publish: 19/05/2020

    Berita

    “Sebuah majalah Italia sudah menggambarkan akan adanya keharusan untuk melalukan physical distancing dan penggunaan pelindung tubuh. Mungkin karena saat itu tahun 1962 sehingga keadaan yang digambarkan akan terjadi adalah nanti pada tahun 2022.”

    Hasil Cek Fakta

    * HOAX OR FACT: ““Akankah kita berkeliling kota seperti ini? Inilah bagaimana masalah lalu lintas di kota-kota dapat diringankan, jika tidak sepenuhnya diselesaikan: mobil kecil dengan satu tempat duduk yang menempati area kecil … “

    Jadi, foto tersebut benar-benar menunjukkan bagaimana masalah lalu lintas di kota-kota dapat diringankan di masa depan menggunakan mobil kecil, kursi tunggal (singlet) yang menempati area yang sangat sedikit. Dengan kata lain, ini menunjukkan transportasi perkotaan masa depan – bukan pasca pandemi global COVID-19 pada tahun 2022.”

    * facta.news: “Oleh karena itu ilustrasi, sejauh yang dapat dipertimbangkan di garis depan memikirkan kelahiran, beberapa tahun kemudian, alat transportasi yang dirancang untuk mengangkut satu individu pada suatu waktu (seperti, misalnya, Twizy yang diproduksi oleh Renault), tidak ada hubungannya lihat dengan coronavirus baru dan tidak ada referensi eksplisit untuk 2022. Seperti yang terlihat, depan dan belakang jumlah La Domenica del Corriere yang diterbitkan pada 16 Desember 1962 berkisar pada tema lalu lintas kota dan kemungkinan solusi untuk menguranginya.”

    Rujukan

  • (GFD-2020-4702) [SALAH] Uang Pangkal Masuk Undip Mencapai 87 Miliar Rupiah

    Sumber: twitter.com
    Tanggal publish: 24/08/2020

    Berita

    Sebuah akun twitter @yooziddanye mengunggah tangkapan layar bukti penerimaan mahasiswa baru Universitas Diponegoro. Dalam tangkapan layar tersebut tertera seorang mahasiswa dinyatakan lulus dengan jalur mandiri dan membayar uang pangkal sebesar Rp87.000.000.000.

    Berikut kutipan narasinya:

    “Tahun ini gini amat yaa SPI ampe 87M 🙁 #UNDIP”

    Hasil Cek Fakta

    Menanggapi hal itu, Plt Wakil Rektor III Bidang Komunikasi dan Bisnis Undip Dwi Cahyo Utomo mengatakan kabar tersebut tidak benar. Dengan beberapa alasan:

    1. Undip tidak mengenal istilah ‘uang pangkal’ seperti yang disebutkan dalam cuitan di Twitter dan ramai diperbincangkan tersebut.

    2. Biaya pendidikan dan Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) di Undip tetap berpedoman pada ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 25 tahun 2020.

    3. Terdapat tiga jalur seleksi UM S1 di Undip. Yakni, jalur reguler, jalur kemitraan, dan jalur yang diberikan kepada calon mahasiswa yang berasal dari golongan tidak mampu atau pemegang Kartu Indonesia Pintar (KIP).

    “Sehingga pada seleksi UM S1 tahun 2020 --yang telah diumumkan pada Jumat (21/8) pukul 21.00 WIB, ada yang berbeda dari tahun sebelumnya. Yakni Undip menerima calon mahasiswa jalur UM S1 dari kelurga kurang mampu atau pemegang KIP,” jelasnya.

    Selain itu, ia menjelaskan, format kartu bukti kelulusan yang ada di Twitter tidak sesuai dengan format resmi yang dikeluarkan oleh Undip. “Karena itu, berita perihal uang pangkal 87 miliar rupiah untuk jalur kemitraan, kami tegaskan tidak benar atau kabar hoax,” tandas Cahyo Utomo.

    Undip mengaku merasa dirugikan atas informasi hoaks di media sosial itu. Pihaknya tengah memikirkan akan mengambil langkah hukum karena informasi hoaks itu mencemarkan nama baik Undip.

    “Karena merugikan, Undip akan memprosesnya. Proses hukum akan dilakukan setelah undip mendapatkan bukti yang kuat terkait pemilik akun twitter tersebut agar langkah hukumnya tidak sia-sia,” tegas Dwi.

    Kesimpulan

    Plt Wakil Rektor III Bidang Komunikasi dan Bisnis Undip Dwi Cahyo Utomo menegaskan bahwa kabar tersebut adalah tidak benar. "Berkenaan dengan trending di Twitter, lulus jalur UM S1 harus membayar uang pangkal 87 miliar rupiah, kami tegaskan bahwa berita tersebut hoaks, tidak benar," kata Dwi lewat keterangannya kepada wartawan, Sabtu (22/8/2020).

    Rujukan

  • (GFD-2020-4701) [SALAH] Pernyataan Maruarar Sebut Orang yang Tak Pilih Jokowi Bodoh dan Gila

    Sumber: facebook.com
    Tanggal publish: 24/08/2020

    Berita

    Akun Facebook bernama Ferry Ansyah mengunggah status pada tanggal 23/8/2020 di grup ‘SAHABAT ADIAN NAPITUPULU’. Status tersebut berupa layar tangkap berita dengan narasi bertuliskan “Tak mempan diserang sana-sini, Maruarar: Kekuatan Jokowi itu rakyat. Hanya Orang Bodoh Dan Gila, Yang Tak Mau Pak Jokowi, Jadi Presiden RI.”

    Berikut kutipan narasinya:

    “Tak mempan diserang sana-sini, Maruarar: Kekuatan Jokowi itu rakyat. Hanya Orang Bodoh Dan Gila, Yang Tak Mau Pak Jokowi, Jadi Presiden RI”

    Hasil Cek Fakta

    Setelah ditelusuri, artikel asli diunggah pada laman hops.id pada tanggal 22/8/2020 dengan judul asli “Tak mempan diserang sana-sini, Maruarar: Kekuatan Jokowi itu rakyat”. Dalam artikel tersebut dijelaskan mengenai respon dari Maruarar Sirait terkait deklarasi Koalisis Aksi Menyelamatkan Indonesia atau KAMI pada 17 Agustus lalu. Marurarar memastikan, kehadiran kelompok KAMI merupakan hal yang biasa di negara demokrasi.

    Dilansir dari tribunnews.com Maruarar juga mengatakan bahwa dalam sistem negara yang demokratis, keseimbangan itu diperlukan. "Bagus-bagus saja untuk check and balances. Pemerintah kan perlu check and balances juga," kata Maruarar Jumat (21/8/2020). Tidak ditemukan pernyataan Maruarar yang mengatakan pihak yang tidak menginginkan Jokowi sebagai orang bodoh dan gila.

    Kesimpulan

    Gambar suntingan atau editan. Berita asli berjudul ‘Tak mempan diserang sana-sini, Maruarar: Kekuatan Jokowi itu rakyat’, tidak terdapat pernyataan Maruarar Sirait yang menyebut orang bodoh dan gila.

    Rujukan

  • (GFD-2020-4700) [SALAH] “Pemerintah Takkan Umumkan Lagi Kasus Positif Covid-19”

    Sumber: artikel
    Tanggal publish: 18/05/2020

    Berita

    Beredar artikel berjudul “Pemerintah Takkan Umumkan Lagi Kasus Positif Covid-19” yang dimuat di situs cnnindonesia.com pada Senin, 18 Mei 2020 pukul 17:40.

    Dalam artikel ini, ditulis bahwa “Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto menyampaikan mulai Senin (18/5) pemerintah hanya akan mengumumkan jumlah kasus orang dalam pemantauan (ODP). Dengan demikian, tak ada lagi pengumuman jumlah kasus positif, meninggal, maupun pasien sembuh terkait virus corona (covid-19).”

    Hasil Cek Fakta

    Berdasarkan hasil penelusuran, klaim bahwa pemerintah tidak akan lagi mengumumkan kasus positif COVID-19 adalah klaim yang salah.

    Bukan tidak lagi mengumumkan kasus positif COVID-19. Tapi tidak lagi mengumumkan jumlah ODP dan PDP secara akumulatif karena ODP dan PDP yang sudah selesai dipantau dan diawasi maka tidak perlu lagi dihitung sebagai ODP dan PDP.

    Redaksi CNN Indonesia sendiri sudah mengubah judul dan meminta maaf atas kekeliruan pengutipan.

    Sementara itu, salah satu sumber klaim yang sebelumnya sempat membagikan gambar tangkapan layar dan tautan dari artikel tersebut juga sudah mengubah postingannya dan menambahkan keterangan dan gambar tangkapan layar perubahan judul dan isi artikel tersebut.

    Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menegaskan bahwa pihaknya tetap akan mengumumkan data kasus pasien Covid-19 di Indonesia setiap harinya. Yuri membantah atas pemberitaan yang menyebut pemerintah tidak akan mengumumkan pasien positif lagi.

    “Berita ini kok enggak sejalan dengan yang saya sampaikan,” kata Yuri saat dikonfirmasi Suara.com, Senin (18/5/2020).

    “ODP yang sudah selesai pemantauan berarti sudah sembuh. Maka yang saya umumkan hari ini adalah ODP yang sedang dipantau. ODP yang sedang dipantau di seluruh Indonesia sekarang adalah 45.047,” kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto (Yuri), kepada detikcom, Senin (18/5/2020).

    Sebelum hari ini, pemerintah mengumumkan jumlah ODP dan PDP sebagai jumlah akumulasi dari pencatatan sejak awal hingga pencatatan paling baru. Maka jumlah yang disampaikan cenderung lebih banyak. Kini pemerintah berubah pikiran. Alasannya adalah pertimbangan bahwa ODP dan PDP yang sudah selesai dipantau dan diawasi maka tidak perlu lagi dihitung sebagai ODP dan PDP.

    “PDP kalau sudah mendapat hasil positif juga bukan PDP lagi melainkan kasus positif COVID-19. PDP kalau sudah negatif dan sembuh berarti bukan kasus COVID-19,” kata Yuri.

    Pemerintah merasa tidak perlu lagi mengumumkan orang-orang yang semula berstatus ODP atau PDP yang kini sudah tidak berstatus ODP atau PDP.

    “Kemarin jumlahnya merupakan jumlah akumulasi, termasuk yang sudah selesai dipantau pun masih dicatat,” kata Yuri.

    Redaksi CNN Indonesia dalam artikel berjudul “Pemerintah Ubah Metode Pelaporan ODP-PDP Covid-19” menuliskan koreksi sebagai berikut:

    “Catatan redaksi: Judul berita diubah dari semula Pemerintah Takkan Umumkan Lagi Kasus Positif Covid-19. Judul diubah karena terjadi kekeliruan dalam pengutipan. Redaksi meminta maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan.”

    Kesimpulan

    Bukan tidak lagi mengumumkan kasus positif COVID-19. Tapi tidak lagi mengumumkan jumlah ODP dan PDP secara akumulatif karena ODP dan PDP yang sudah selesai dipantau dan diawasi maka tidak perlu lagi dihitung sebagai ODP dan PDP. Redaksi CNN Indonesia sendiri sudah mengubah judul dan meminta maaf atas kekeliruan pengutipan.

    Rujukan