• (GFD-2021-8574) Tidak Terbukti, Istri Shinzo Abe Pura-pura Tak Bisa Bahasa Inggris saat Bertemu Donald Trump

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 06/04/2021

    Berita


    Gambar yang berisi klaim bahwa istri mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, Akie Abe, pura-pura tidak bisa berbahasa Inggris saat bertemu dengan mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump beredar di Instagram. Gambar itu dilengkapi dengan foto Donald Trump dan istrinya, Melanie Trump, bersama Shinzo Abe dan istrinya, Akie Abe.
    Klaim itu berbunyi: "Taukah kamu, ketika dirinya bertemu Donald Trump, ibu negara jepang, yaitu istri dari perdana menteri Jepang pura2 tidak bisa bahasa inggris selama 2 jam agar tidak diajak bicara oleh Donald trump." Akun ini membagikan gambar tersebut pada 1 April 2021. Hingga artikel ini dimuat, unggahan itu telah disukai lebih dari 38 ribu kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Instagram terkait istri mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan terkait di media-media arus utama. Hasilnya, ditemukan bahwa klaim tersebut bermula dari pernyataan mantan Presiden AS Donald Trump saat diwawancarai oleh koresponden The New York Times di Gedung Putih, Maggie Haberman, tentang acara G20 yang berlangsung di Jerman pada 2017.
    Dalam acara makan malam para pemimpin negara peserta Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang berlangsung selama 1 jam 45 menit, Donald Trump yang duduk bersebelahan dengan Akie Abe mengungkapkan bahwa dia tidak bisa berkomunikasi dengan istri mantan PM Jepang Shinzo Abe tersebut. Donald Trump menyebut Akie Abe sama sekali tidak bisa berbahasa Inggris.
    Berikut petikan wawancara Haberman dengan Trump seperti dilansir dari The New York Times :
    Trump: So, I was seated next to the wife of Prime Minister Abe, who I think is a terrific guy, and she’s a terrific woman but doesn’t speak English.Haberman: Like, nothing, right? Like zero?Trump: Like, not "hello".Haberman: That must make for an awkward seating.Trump: Well, it’s hard, because you know, you’re sitting there for...Haberman: Hours.Trump: So the dinner was probably an hour and 45 minutes.
    Namun, sebuah video di YouTube yang memperlihatkan Akie Abe memberikan pidato dalam bahasa Inggris memunculkan spekulasi bahwa dia pasti berpura-pura tidak bisa berbahasa Inggris untuk menghindari percakapan dengan Trump. Video ini diunggah oleh kanal Black Tie Magazine pada 3 Oktober 2014 dengan judul “Keynote Address - Her Excellency- Madame Akie Abe, First Lady of Japan”.
    Hal ini juga diberitakan oleh BBC. Ketika warganet menemukan video di YouTube bahwa Akie Abe memberikan pidato dalam bahasa Inggris, mereka kemudian berspekulasi bahwa dia pasti berpura-pura tidak mengerti bahasa tersebut untuk menghindari percakapan dengan Trump.
    Namun, meskipun pernyataan Trump bahwa Akie Abe bahkan tidak bisa mengatakan "halo" mungkin berlebihan, bisa membaca pidato dalam bahasa Inggris dengan naskah tidak berarti bahwa seseorang mampu melakukan percakapan spontan saat makan malam.
    Dalam pertemuan-pertemuan diplomatik sebelumnya, Akie Abe hampir selalu memakai penerjemah. Ketika BBC meminta wawancara dengannya di masa lalu pun, pihaknya mengatakan bahwa Akie Abe hanya akan menerimanya jika dilakukan dalam bahasa Jepang.
    Menanggapi keributan atas pernyataan Donald Trump tentang pertemuannya dengan Akie Abe di KTT G20 tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri Jepang mengatakan kepada BBC bahwa tidak akan ada komentar resmi terkait hal itu, karena ini adalah percakapan pribadi. "Sementara itu, kami mengakui dalam wawancara itu bahwa Presiden Trump menyatakan bahwa dia menikmati malam bersamanya, dan dia benar-benar wanita yang cantik."
    Dilansir dari The Washington Post, spekulasi memang sempat merajalela di dunia maya, apakah Akie Abe berpura-pura tidak bisa berbicara dalam bahasa Inggris untuk menghindari berbicara dengan Trump dalam jamuan makan malam yang berlangsung hampir dua jam tersebut.
    Menurut The Washington Post, tentu saja salah jika kemampuan AKie Abe berbicara dalam bahasa Inggris “nol”. Tidak terbayangkan bahwa mantan ibu negara Jepang itu, yang sebelumnya bekerja di Dentsu, perusahaan hubungan masyarakat internasional terbesar di Jepang, tidak tahu kata "halo", bahkan jika dia mungkin tidak mengatakannya kepada Trump dalam makan malam KTT G20.
    Beberapa orang yang diwawancarai oleh The Washington Post mengatakan bahwa mereka belum pernah mendengar Akie Abe berbicara dalam bahasa Inggris dan berspekulasi bahwa dia tidak merasa nyaman melakukan lebih dari percakapan sederhana. Kebanyakan orang yang diwawancarai untuk artikel The Washington Post ini mau memberikan informasi dengan syarat anonim karena mereka tidak berbicara dengan Akie Abe secara langsung atau ekstensif.
    "Saya hanya mendengar dia berbicara dalam bahasa Jepang," kata seorang pakar asal Jepang di sebuah lembaga think tank. “Dalam pertemuan internasional, dia berbicara melalui penerjemah. Saya berharap dia dapat melakukan percakapan, tapi Anda tidak boleh berasumsi lebih dari itu. ”
    Seorang mantan asisten Presiden AS ke-44 Barack Obama mengatakan dalam pesan teks bahwa dia "tidak pernah mendengar Akie Abe berbicara dalam bahasa Inggris dengan Nyonya Obama".
    Nicole Uehara, warga asal AS yang membantu mengatur acara dan berpartisipasi di dalamnya, mengatakan Abe tidak berbicara dalam bahasa Inggris selama pertemuan tersebut dan malah membuat komentar melalui penerjemah, yang duduk di belakangnya. Uehara mengatakan dia diberitahu bahwa ibu negara Jepang itu tahu sedikit bahasa Inggris tetapi tidak fasih.
    "Saya rasa dia tidak terlalu memahami bahasa Inggris," kata seorang reporter televisi Jepang di Washington dalam sebuah email. Dia pun mengatakan bahwa cerita itu tidak membuat heboh warga Jepang. “Bahkan pertemuan kedua antara Trump dan Putin bukanlah cerita besar di Jepang,” ujarnya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa istri mantan PM Jepang Shinzo Abe, Akie Abe, pura-pura tidak bisa berbahasa Inggris saat bertemu dengan mantan Presiden AS Donald Trump agar tidak diajak bicara, tidak terbukti. Klaim tersebut merupakan spekulasi yang muncul setelah Trump menyebut bahwa Akie Abe sama sekali tidak bisa berbahasa Inggris dalam acara makan malam KTT G20 di Jerman pada 2017. Namun, beredar pula video yang memperlihatkan Akie Abe tengah berpidato dengan naskah berbahasa Inggris. Juru bicara Kemenlu Jepang mengatakan bahwa tidak akan ada komentar resmi terkait hal tersebut.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8573) Keliru, Klaim Ini Video Tumpukan Jenazah Covid-19 yang Salah Satunya Merokok

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 06/04/2021

    Berita


    Video yang memperlihatkan tumpukan kantong plastik hitam berisi manusia di dalam bak sebuah truk beredar di Facebook. Dari salah satu kantong itu, terlihat seorang pria yang kepalanya menyembul yang sedang merokok. Menurut klaim yang menyertai video ini, kantong-kantong tersebut berisi jenazah Covid-19 palsu yang telah dipersiapkan untuk pemberitaan.
    Di Twitter, akun ini membagikan video itu pada 30 Maret 2021. Akun itu menulis, "Mereka sedang mempersiapkan mayat Rona ( Corona ) untuk diberitakan. Salah satunya masih merokok." Hingga artikel ini dimuat, video itu telah ditonton lebih dari 400 ribu kali. Cuitan tersebut juga mendapatkan 862 komentar, 11 riburetweet, serta 16 ribulike.
    Sementara di Facebook, akun ini mengunggah video tersebut pada 31 Maret 2021. Akun itu menulis, "Lebih banyak mayat menumpuk dari Covid, tapi salah satunya menghisap rokok?" Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah mendapatkan lebih dari 1.500 reaksi dan 335 komentar.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait video yang diunggahnya.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, video di atas bukanlah video tumpukan jenazah pasien Covid-19 palsu yang telah dipersiapkan. Kantong-kantong plastik hitam berisi manusia yang terlihat dalam video tersebut dipakai dalam syuting video klip lagu rapper asal Rusia, Dmitry Nikolayevich Kuznetsov alias Husky.
    Untuk mendapatkan fakta tersebut, Tempo mula-mula memfragmentasi video itu menjadi sejumlah gambar dengantoolInVID. Lalu, gambar-gambar ini ditelusuri dengan reverse image tool Google dan Yandex. Hasilnya, ditemukan petunjuk dalam video yang diunggah oleh kanal YouTube ini pada 31 Maret 2021 yang berjudul serupa dengan narasi dalam cuitan akun Tiwtter di atas.
    Salah satu akun yang mengomentari video itu menyebut bahwa video tersebut direkam dari lokasi pembuatan video klip lagu "Never-Ever" karya Husky. "Mereka membuat video musik 'Never-Ever' oleh rapper Husky," demikian bunyi komentar tersebut.
    Tempo kemudian menelusuri video klip lagu tersebut di kanal YouTube resmi Husky. Video klip lagu berjudul "Never-Ever" diunggah oleh kanal ini pada 26 September 2020. Tempo pun menonton video berdurasi 2 menit 39 detik itu secara menyeluruh. Pada menit 2:23, terlihat truk berwarna oranye yang identik dengan yang terlihat dalam video yang beredar. Di dalam bak truk itu, juga terlihat tumpukan kantong plastik hitam yang serupa.
    Dalam keterangannya, tertulis bahwa video klip ini disutradarai oleh Evgeny Bakirov. Sementara direktur fotografinya adalah Kirill Groshev dan desainer produksinya adalah Vasya Ivanov. Tempo kemudian menelusuri akun-akun media sosial mereka dan juga Husky. Di akun Instagram Groshev, ditemukan video yang sama dengan yang disebarkan oleh akun Twitter dan akun Facebook di atas.
    Groshev menyimpan video itu di salah satu highlight Instagram Story miliknya yang diberi judul "Husky | N-E". Video itu diunggah 27 pekan yang lalu, sekitar akhir September 2020, waktu yang sama ketika video klip lagu "Never-Ever" dirilis ke YouTube oleh Husky.
    Gambar tangkapan layar unggahan direktur fotografi video klip lagu "Never-Ever", Kirill Groshev, di Instagram Story.
    Pada September 2020, video lain yang diambil dari lokasi syuting video klip lagu milik Husky juga pernah disebarkan dengan klaim keliru. Video itu memperlihatkan kantong-kantong berwarna hitam yang diturunkan dari atas sebuah gedung dengan tali. Kantong-kantong ini diklaim berisi penghuni sebuah apartemen di Italia yang semuanya meninggal karena Covid-19.
    Berdasarkan verifikasi Tempo, peristiwa dalam video tersebut merupakan bagian dari proses pembuatan video klip lagu milik Husky di Institut Penelitian dan Klinik Regional MF Vladimirsky (Moniki), Moskow, Rusia. Kantong hitam yang terlihat dalam video itu berisi boneka.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video tersebut adalah video tumpukan jenazah  Covid-19 palsu yang telah dipersiapkan, karena salah satunya terlihat sedang merokok, keliru. Video itu direkam dari lokasi pembuatan video klip lagu "Never-Ever" karya rapper asal Rusia, Dmitry Nikolayevich Kuznetsov alias Husky. Kantong-kantong plastik hitam yang terlihat dalam video tersebut hanyalah properti dalam video klip itu.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8572) Sesat, Artikel yang Sebut Cina Bohong soal Asal-usul Virus Corona

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 05/04/2021

    Berita


    Klaim bahwa Cina berbohong tentang asal-usul virus Corona beredar di Facebook. Klaim itu terdapat dalam artikel yang dimuat oleh situs Kabarterkini.sehatalajsr.com yang berjudul "China Tidak Bisa Berbohong Lagi, WHO Akhirnya Bongkar Asal Usul Virus Corona yang Sebenarnya, Benarkah Dunia Sudah Dibohongi Selama Ini?".
    Artikel itu berisi penjelasan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menemukan peternakan satwa liar di Cina yang menjadi sumber pandemi Covid-19. Informasi tersebut diklaim berasal dari situs Intisari Grid, yang mengutip situs sains luar negeri Live Science pada 18 Maret 2021.
    "Menurut Peter Daszak, ahli ekologi penyakit di tim WHO yang melakukan investigasi ke China, di sekitar provinsi Yunna di China selatan terdapat banyak peternakan satwa liar. Menurutnya, peternak satwa liar tersebut kemungkinan besar memasok hewan ke pedagang di Pasar Grosir Makanan Laut Huanan di Wuhan, tempat kasus pertama Covid-19 di temukan."
    Gambar tangkapan layar artikel yang beredar di Facebook yang memuat judul yang menyesatkan tentang pemerintah Cina dan asal-usul virus Corona.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, artikel yang dipublikasikan oleh Kabarterkini.sehatalajsr.com tersebut memang berasal dari artikel Intisari Grid yang diterbitkan pada 19 Maret 2021. Namun, artikel itu tidak memuat secara lengkap artikel Intisari Grid. Artikel tersebut hanya berisi sekitar sepertiga dari isi artikel yang dimuat Intisari.
    Judul artikel Intisari Grid (Grup Kompas) pun tidak sesuai dengan isi berita di situs Kompas.com yang menjadi sumber artikel tersebut. Berita Kompas.com yang dimaksud adalah berita yang berjudul "Dari Mana Covid-19 Berasal, WHO Ungkap Hasil Investigasinya" yang terbit pada 18 Maret 2021.
    Berita Kompas.com ini tidak menyebut adanya kebohongan yang dilakukan oleh Cina. Berita itu menjelaskan temuan WHO, bahwa kemungkinan virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, berasal dari peternakan hewan yang banyak berdiri di Cina.
    Di Intisari Grid, artikel tersebut disajikan dalam tiga halaman. Kabarterkini.sehatalajsr.com hanya mengutip isi artikel Intisari Grid yang terdapat di halaman pertama. Penjelasan yang tidak dimuat oleh situs itu antara lain sebagai berikut:

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, artikel yang berjudul "China Tidak Bisa Berbohong Lagi, WHO Akhirnya Bongkar Asal Usul Virus Corona yang Sebenarnya, Benarkah Dunia Sudah Dibohongi Selama Ini?" menyesatkan. Artikel ini memang diambil dari Intisari Grid, namun hanya sebagian kecil dan tidak menyeluruh, sehingga kurang memberikan informasi yang jelas. Artikel Intisari Grid pun berasal dari berita Kompas.com yang berjudul "Dari Mana Covid-19 Berasal, WHO Ungkap Hasil Investigasinya". Namun, dalam berita ini, tidak ada penjelasan bahwa Cina melakukan kebohongan. Sumber virus Corona penyebab Covid-19 masih ditelusuri oleh WHO.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8571) Keliru, Klaim Bom Gereja Katedral Makassar Diledakkan dengan Remote Jarak Jauh

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 05/04/2021

    Berita


    Gambar tangkapan layar sebuah pesan WhatsApp yang berisi klaim bahwa bom Gereja Katedral Makassar diledakkan dengan remote control dari jarak jauh beredar di Facebook. Menurut pesan itu, pengeboman di Gereja Katedral Makassar pada 28 Maret 2021 tersebut persis dengan pengeboman yang terjadi di Surabaya pada 2018 silam.
    "Sandiwara rezim PKI dg mengorbankan org Islam persis yg terjd di Surabaya Tempo dulu. Korban disuruh antar barang di gereja sebelum masuk gereja BOM diledakkan lewat remot kendali jarak jauh. PKI ingin memframing PD publik bhw Islam teroris. Hati2 jika ada seseorang yg menyuruh kita minta kirimkan barang ke gereja. Bisa didlm barangnya terisi bom kendali jarak jauh jd itu strategi PKI utk menghancurkan islam," demikian bunyi pesan itu.
    Akun ini membagikan gambar tersebut pada 28 Maret 2021. Akun itu menulis, "Benarkah? Tanya..." Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah mendapatkan lebih dari 500 reaksi dan 189 komentar serta dibagikan lebih dari 200 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait bom yang meledak di Gereja Katedral Makassar pada 28 Maret 2021.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri berbagai pemberitaan terkait dari media-media kredibel. Dilansir dari Kompas.com, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono telah membantah informasi yang mengklaim bom di Gereja Katedral Makassar diledakkan dengan remote control dari jarak jauh. "Enggak benar pernyataan tersebut," kata Argo pada 4 April 2021.
    Polisi memastikan bom yang meledak di Gereja Katedral Makassar adalah bom bunuh diri. Terdapat dua pelaku yang melakukan aksi ini. Mereka melancarkan aksinya dengan mengendarai motor bernomor polisi DT 5984 MD dan berusaha merangsek ke halaman gereja. Namun, keduanya dicegat oleh petugas keamanan di gerbang gereja. "Pelaku sempat dicegah oleh security gereja tersebut tapi kemudian terjadilah ledakan itu," ujar Argo.
    Dikutip dari Detik.com, Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan bom yang meledak di Gereja Katedral Makassar adalah bom panci. Dilansir dari Koran Tempo, Kepala Polda Sulawesi Selatan Inspektur Jenderal Merdisyam menjelaskan bom yang digunakan pelaku memiliki daya ledak tinggi. Bom itu disimpan di dalam wadah panci. Polisi juga menemukan paku-paku yang bertebaran di tengah jalan.
    Menurut Listyo, pelaku merupakan bagian dari jaringan yang juga melakukan pengeboman Gereja Katedral Jolo, Filipina, pada 2018. Keduanya adalah bagian dari kelompok Jamaah Ansharud Daulah (JAD) di Sulawesi Selatan. Mereka merupakan bagian dari 20 anggota JAD Sulawesi Selatan yang ditangkap Detasemen Khusus 88 Antiteror (Densus 88) dalam dua bulan terakhir.
    Deputi VII Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto mengatakan aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh pasangan suami-istri di Gereja Katedral Makassar itu adalah upaya balas dendam atas tewasnya mentor mereka pada 6 Januari 2021. "Dia ingin mewujudkan itu, rencana serang sejak Januari diwujudkan oleh dia ini," kata Wawan pada 3 April 2021.
    Pada 6 Januari lalu, terjadi penangkapan terhadap 20 anggota JAD. Dua orang di antaranya tewas tertembak. Mereka adalah Moh Rizaldy dan Sanjai Ajis. Menurut Wawan, Rizaldy merupakan mentor dari pasangan suami-istri yang melakukan aksi bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar. Rizaldy juga yang menikahkan keduanya enam bulan lalu. Setelah kedua orang itu tewas, para pengikutnya mengancam bakal menyerang.
    Bom Surabaya
    Setelah terjadinya ledakan bom di gereja Surabaya pada 13 Mei 2018, beredar klaim bahwa bom-bom tersebut dikontrol dari jarak jauh. Tiga gereja itu adalah Gereja Santa Maria Tak Bercela di Ngagel, Gereja Kristen Indonesia (GKI) Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Arjuna.
    Namun, menurut Kepala Divisi Humas Polri saat itu, Inspektur Jenderal Setyo Wasisto, rumor ini keliru. Dilansir dari Suara.com, Setyo menyatakan bahwa pelaku, Dita Oepriarto dan istrinya, Puji Kuswati, secara sadar mengajak keempat anaknya untuk melakukan aksi bom bunuh diri di tiga gereja tersebut.
    "Bagaimana mungkin pelaku tak sadar saat melakukan aksinya? Bomnya kan diikat di badan semua. Pelaku semuanya melakukan itu secara sadar dan sudah disiapkan," kata Setyo pada 18 Mei 2018. Sebagai penguat, Setyo mengungkap keterangan ketua RT di lingkungan rumah keluarga Dita soal keganjilan perilaku dua anak Dita sehari sebelum aksi bom Surabaya.
    "Ada keterangan Pak RT yang mengatakan, satu hari sebelum kejadian, yakni Sabtu (12 Mei 2018), malam Minggu, dia melihat dua anak pelaku salat di musala. Kedua anak itu terlihat saling menangisi. Ada apa itu? Kemungkinan besar mereka tahu besoknya akan melakukan amaliah (teror)," kata Setyo.
    Kapolri saat itu, Jenderal Tito Karnavian, juga telah menjelaskan jenis bom yang digunakan oleh Dita dan keluarganya. Dilansir dari Detik.com, jenis bom tersebut berbeda-beda. Bom yang meledak di Gereka Santa Maria Tak bercela dibawa oleh kedua anak Dita di dalam tas.
    Bom yang meledak di GKI Diponegoro, yang dibawa oleh istri Dita, disematkan di ikat pinggangnya. Sementara bom yang meledak di GPPS Arjuna, yang berdaya eksplosif tinggi, dibawa oleh Dita dengan mobil. "Yang dengan (Toyota) Avanza di Arjuna itu menggunakan bom yang diletakkan dalam kendaraan, setelah itu ditabrak. Ini ledakan terbesar dari tiga (lokasi)," ujar Tito.
    Bom Medan oleh pelaku berjaket ojol
    Usai meledaknya bom di Polrestabes Medan pada 13 November 2019, beredar pula klaim bahwa bom tersebut merupakan paket yang dikirim dengan jasa ojek online (ojol). "Info bukan bom bunuh diri, tapi driver Gojek dapat orderan barang ke polrestabes. Sampai sana, barang yang dibawa meledak. Jadi, driver Gojek yang jadi korban," demikian isi pesan berantai di WhatsApp ketika itu.
    Tim CekFakta Tempo telah memverifikasi klaim tersebut pada 14 November 2019, dan menyatakannya keliru. Polri memastikan bahwa ledakan di Polrestabes Medan itu adalah aksi bom bunuh diri oleh pria bernama Rabbial Muslim, warga Sei Putih Barat, Medan Petisah.
    Usai kejadian bom Medan ini, polisi menangkap istri Rabbial yang berinisial DA. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri saat itu, Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo, mengatakan bahwa DA diduga terpapar paham radikalisme terlebih dulu sebelum sang suami. DA rutin berkomunikasi dengan seorang narapidana teroris berinisial I yang sedang berada tahanan. DA juga rutin mengunjungi I. Bahkan, keduanya sudah berencana untuk melakukan aksi di Bali.
    Selain itu, dikutip dari Detik.com, berdasarkan pengusutan Satuan Tugas (Satgas) Grab di Medan, Rabbial adalah mantan pengemudi ojol Grab. Menurut Ketua Garda Regional Sumatera Utara, Joko Pitoyo, Rabbial sudah putus mitra dengan Grab sejak November 2018. "Di Gojek, beliau tidak pernah terdaftar," kata Joko pada 13 November 2019.
    Sementara menurut Dedi, Rabbial datang ke Polrestabes Medan bukan untuk mengantar barang. Dia berujar bahwa petugas yang berjaga di pos pengamanan Polrestabes Medan sempat memeriksa Rabbial. "Petugas tanyakan apa keperluannya, pelaku mengaku akan membuat SKCK," katanya.
    Saat itu, petugas juga menggeledah tas yang dibawa Rabbial, tapi hanya menemukan sebuah buku. Rabbial pun diminta melepas jaket, tapi ia malah bergeser ke arah kerumunan orang. Bom itu, kata Dedi, meledak 30-40 meter dari pos pengamanan. Ketika itu, Rabbial belum sampai di tempat pembuatan SKCK.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa bom Gereja Katedral Makassar diledakkan dengan remote control dari jarak jauh, keliru. Polisi telah membantah klaim itu, dan menyatakan bahwa bom yang meledak di Gereja Katedral Makassar adalah bom bunuh diri. Bom itu berjenis bom panci. Terkait bom yang meledak di tiga gereja di Surabaya pada 2018 silam, bom yang digunakan juga tidak dikontrol dari jarak jauh. Bom yang meledak di Gereka Santa Maria Tak bercela dibawa di dalam tas. Bom yang meledak di GKI Diponegoro disematkan di ikat pinggang. Sementara bom yang meledak di GPPS Arjuna dibawa dengan mobil yang kemudian ditabrakkan.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan