(GFD-2021-8583) Keliru, Klaim Ini Foto FPI Deklarasi Bunuh Diri Massal Jika Rizieq Shihab Tak Dibebaskan
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 13/04/2021
Berita
Sebuah gambar yang berisi foto yang memperlihatkan sekumpulan massa berpakaian dan berpeci putih yang sedang berunjuk rasa beredar di Facebook. Dalam foto itu, terlihat pula sebuah mobil komando yang di atasnya berdiri beberapa orang dengan pakaian serupa. Foto tersebut diklaim sebagai foto ketika para eks anggota Front Pembela Islam ( FPI ) melakukan deklarasi bunuh diri massal jika eks pemimpin FPI Rizieq Shihab tidak dibebaskan.
Foto ini beredar di tengah berlangsungnya sidang kasus kerumunan dengan terdakwa Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada 12 April 2021. Sidang ini beragendakan pemeriksaan 11 saksi dari pihak jaksa penuntut umum. Para saksi memberikan kesaksian untuk tiga perkara, yakni nomor 221, 222, dan 226. Perkara nomor 221 dan 222 adalah kasus kerumunan Petamburan. Sementa perkara nomor 226 adalah kasus kerumunan Megamendung, Bogor.
Dalam gambar yang dibagikan oleh akun ini pada 12 April 2021, terdapat teks yang berbunyi: "Mantan anggota x fpi. deklarasi. bersumpah akan bunuah diri masal apa bila HRS (Habib Rizieq Shihab) tidak di bebaskan. kurang lebih 200 org bersumpah mbela hrs sampai mati." Akun itu juga menulis, "Ciek..ciek. yg punya surga ampai segitunya!!! Fanatik bole gila jangan!!! sejak kapan Rizieq bs masukin ente ke surga???? jgnkan masuk surga nyium baunya surga kagak!!!!"
Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait foto yang memperlihatkan para eks anggota FPI sedang berunjuk rasa.
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri jejak digital foto dalam gambar di atas denganreverse image tool Google dan Yandex. Hasilnya, ditemukan bahwa foto itu bukan foto ketika para eks anggota FPI melakukan deklarasi bunuh diri massal jika Rizieq Shihab tidak dibebaskan. Foto itu adalah foto ketika massa FPI berdemonstrasi di kantor Tempo pada 16 Maret 2018 silam.
Foto tersebut merupakan foto milik JPNN.com yang diambil oleh fotografernya, Ricardo. Foto ini pernah dimuat oleh JPNN.com dalam artikelnya pada 6 Juli 2020 yang berjudul "5 Berita Terpopuler: Ancaman FPI, Jokowi Diminta Copot Erick Thohir, Begini Reaksi Fahri Hamzah". Dalam keterangannya, tertulis: "Massa FPI berdemo di kantor Tempo, Jakarta, Jumat (16/3). Mereka memprotes karikatur yang dianggap menghina Ketua DPP FPI, Rizieq Shihab."
Akurat.co juga pernah memuat foto yang diambil dari lokasi yang sama. Kesamaan terlihat dari bentuk pos keamanan yang berada di dekat mobil komando, di mana di sekeliling pintu terdapatlist berwarna merah. Foto ini dimuat dalam artikel Akurat.co pada 16 Maret 2018 yang berjudul "FPI Demo, AJI: Itu Bentuk Intimidasi dan Mengancam Kebebasan Pers".
Berdasarkan arsip berita Tempo pada 16 Maret 2018, jumlah massa FPI yang ikut dalam unjuk rasa di kantor Tempo tersebut sekitar 200 orang. Unjuk rasa ini digelar untuk memprotes karikatur pemimpin mereka, Rizieq Shihab, yang terdapat dalam salah satu edisi Majalah Tempo. Menurut juru bicara FPI Novel Bamukmin, FPI ingin bertemu dengan para pimpinan Tempo secara langsung. Mereka ingin pimpinan redaksi Majalah Tempo meminta maaf.
Menurut arsip berita Koran Tempo pada 19 Maret 2018, massa FPI yang menggeruduk kantor Tempo bermaksud memprotes kartun yang dimuat dalam Majalah Tempo edisi 26 Februari 2018. Mereka menganggap kartun itu menghina pendiri FPI, Rizieq Shihab, yang pergi umrah dan belum kembali ke Tanah Air setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi. Padahal, menurut Tempo, gambar dan teks pada kartun itu tidak langsung merujuk kepada seseorang.
"Menjunjung kemerdekaan berekspresi, Tempo tak menutup mata terhadap kemungkinan perbedaan interpretasi mengenai kartun tersebut. Karena itu, redaksi Tempo menyatakan siap berdialog sejak FPI menyerukan 'aksi damai' selepas waktu salat Jumat tersebut. Sayangnya, utusan FPI malah menggunakan kesempatan berdialog untuk mengintimidasi. Di depan aparat, mereka menghardik, menggebrak meja, dan sempat melemparkan gelas ke arah perwakilan redaksi Tempo."
Merujuk pada ketentuan Kode Etik Jurnalistik dan Undang-Undang Pers, Tempo berjanji memuat keberatan FPI sebagai hak jawab pada kesempatan pertama. Jawaban ini tak meredakan kemarahan massa FPI. Mereka memaksa Pemimpin Redaksi Majalah Tempo meminta maaf kepada seluruh umat Islam. "Permintaan ini jelas tidak masuk akal. Bagaimana bisa FPI mengklaim semua umat Islam punya pandangan, sikap, dan perilaku yang sama dengan mereka."
Di tengah kepungan massa FPI, Tempo akhirnya meminta maaf atas dampak pemuatan kartun, bila hal itu menyinggung perasaan kelompok tertentu. Tapi Tempo tidak meminta maaf—apalagi mengaku bersalah—karena memuat kartun itu. Ihwal penilaian "salah-benar" atas kartun tersebut, Tempo menyerahkan sepenuhnya kepada Dewan Pers. Di luar forum Dewan Pers, tak ada alasan untuk tunduk kepada tekanan ala FPI. Apalagi pelbagai ancaman telah menjadi bagian dari sejarah Tempo.
Sikap Tempo untuk tidak tunduk kepada tekanan dan ancaman bukanlah karena punya nyali berlebih. "Kami hanya percaya, sekali intimidasi berhasil menentukan keputusan redaksi, yang dipertaruhkan bukan hanya reputasi Tempo. Bila tak dilawan, pelaku intimidasi bisa ketagihan. Korbannya bisa Tempo ataupun media lain. Ini sangat membahayakan kemerdekaan pers dan hak publik atas informasi," demikian yang tertulis dalam kolom Koran Tempo tersebut.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto tersebut adalah foto ketika para eks anggota FPI melakukan deklarasi bunuh diri massal jika eks pemimpinnya, Rizieq Shihab, tidak dibebaskan, keliru. Foto itu adalah foto saat massa FPI berdemonstrasi di kantor Tempo pada 16 Maret 2018 silam untuk memprotes kartun yang dimuat dalam Majalah Tempo edisi 26 Februari 2018. Mereka menganggap kartun itu menghina Rizieq Shihab yang pergi umrah dan belum kembali ke Tanah Air setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi. Padahal, menurut Tempo, gambar dan teks pada kartun itu tidak langsung merujuk kepada seseorang.
TIM CEK FAKTA TEMPO
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://www.tempo.co/tag/fpi
- https://www.tempo.co/tag/kerumunan-petamburan
- https://archive.ph/fEFE0
- https://www.tempo.co/tag/rizieq-shihab
- https://www.jpnn.com/news/5-berita-terpopuler-ancaman-fpi-jokowi-diminta-copot-erick-thohir-begini-reaksi-fahri-hamzah
- https://akurat.co/news/id-175932-read-fpi-demo-aji-itu-bentuk-intimidasi-dan-mengancam-kebebasan-pers
- https://metro.tempo.co/read/1070179/demo-fpi-ke-gedung-tempo-polisi-turunkan-400-personil/full&view=ok
- https://kolom.tempo.co/read/1070941/demo-fpi-dan-sikap-kami/full&view=ok
- https://majalah.tempo.co/
- https://www.tempo.co/tag/tempo
(GFD-2021-8582) Keliru, Pimpinan Muhammadiyah Mantrijeron Yogyakarta Ditangkap Densus 88 Sepulang dari Turki
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 12/04/2021
Berita
Gambar tangkapan layar sebuah cuitan di Twitter soal penangkapan yang dilakukan oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri atau Densus 88 di Yogyakarta beredar di Facebook. Menurut cuitan pada 10 April 2021 itu, di Yogyakarta, Densus 88 menangkap seorang pimpinan Muhammadiyah cabang Mantrijeron sepulang liburan dari Turki.
"MUHAMMADIYAH MULAI DIGARAP: Pimpinan Muhammadiyah Cabang Mantrijeron Yogyakarta Ditangkap Densus 88, begitu turun dari pesawat, sepulang liburan dari Turky," demikian narasi dalam cuitan itu. Cuitan ini disertai dengan foto sebuah artikel di koran yang membahas tentang penggeledahan rumah seorang terduga teroris di Suryowijayan, Mantrijeron.
Artikel itu berjudul "Di Balik Penggeledahan Rumah Terduga Teroris di Kampung Suryowijayan: Pulang Liburan, Turun Pesawat Suami Ditangkap". Akun ini membagikan gambar tangkapan layar itu pada 10 April 2021. Akun tersebut pun menulis, "Waspada.... Sepetinya Muhammadiyah Target Selanjutnya!!! Lindungi Para Ulama Kami Ya Rob..."
Gambar tangkapan layar cuitan di Twitter yang beredar di Facebook yang berisi klaim keliru soal penangkapan terduga teroris di Mantrijeron, Yogyakarta, oleh Densus 88.
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasim klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan terkait di media-media kredibel. Hasilnya, ditemukan penjelasan dari Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Yogyakarta bahwa ustaz berinisial FA asal Mantrijeron, Yogyakarta, yang ditangkap oleh Densus 88 memang memiliki nomor keanggotaan. Namun, ia bukan bukan pengurus maupun pimpinan Muhammadiyah.
Dilansir dari Detik.com, Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Yogyakarta menyatakan bahwa ustaz berinisial FA asal Mantrijeron, Yogyakarta, yang ditangkap oleh Densus 88 bukan pengurus Muhammadiyah. Namun, mereka mengakui bahwa FA memiliki nomor baku keanggotaan.
Ketua Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Yogyakarta Akhid Widi Rakhmanto mengomentari pernyataan Polri bahwa FA bukan seorang pengurus organisasi Muhammadiyah. "Ada benarnya. Karena di Muhammadiyah hanya numpang nama," kata Akhid pada 12 April 2021.
Akhid mengatakan, dalam kepengurusan maupun kegiatan Muhammadiyah, FA tidak pernah aktif. Namun, dia mengakui bahwa FA mengantongi nomor baku keanggotaan Muhammadiyah. Akhid pun menyatakan bahwa, secara pribadi, dia kurang mengenal sosok FA. "Saya belum begitu mengenal," ujarnya.
Berdasarkan arsip berita Tempo pada 10 April 2021, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono menegaskan bahwa FA, terduga teroris yang ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, bukan pengurus PP Muhammadiyah.
"FA merupakan anggota organisasi Jamaah Islamiyah (JI) Yogyakarta," kata Argo dalam keterangan tertulisnya pada 10 April 2021. Menurut Argo, pihaknya perlu meluruskan isu yang menyebut bahwa terduga teroris FA adalah pengurus Muhammadiyah. "Hal itu tidak benar," ujarnya.
Menurut Argo, beredarnya berita bahwa terduga teroris FA adalah pengurus organisasi keagamaan di Tanah Air sudah menjadi strategi jaringan terorisme Jamaah Islamiyah. "Memang strategi JI adalah membenturkan pemerintah dengan organisasi agama yang ada agar terjadi konflik," kata Argo.
Dia pun menjelaskan bahwa FA merupakan anggota Jamaah Islamiyah yang memiliki peran cukup vital, yakni melakukan doktrinisasi terhadap anggota kelompoknya. "Yang bersangkutan melakukan perekrutan beberapa orang untuk masuk ke dalam JI dan melakukan I’dad atau pelatihan militer dan mendaki Gunung Lawu yang merupakan salah satu tahapan persiapan dalam aktifitas terorisme kelompok ini."
Dikutip dari kantor berita Antara, FA ditangkap Densus 88 di Bandara Soekarno-Hatta pada 8 April 2021 setelah pulang dari Turki bersama istrinya, DM. FA melakukan perjalanan ke Turki untuk membangun komunikasi dan jaringan dengan tokoh-tokoh Al Qaeda.
FA juga terkait erat dengan strategi organisasi mereka, yaitu mendukung gerakan terorisme global. Pada 9 April 2021, Densus 88 pun menggeledah rumah terduga teroris FA yang terletak di Kampung Suryowijaya RT 28 RW 6, Gendongkiwo, Mantrijeron, Yogyakarta.
Penggerebekan lain di Yogyakarta oleh Densus 88
Sebelumnya, pada 2 April 2021 sekitar pukul 19.00 WIB, Densus 88 menggerebek Pondok Pesantren Ibnul Qoyyim di Jalan Jogja-Wonosari KM 8,5 Gandu, Sendangtirto, Berbah, Sleman. Dilansir dari Tirto.id, menurut Ketua RT setempat, Agus Purwanto, yang diminta menjadi saksi, semua ruangan diperiksa kecuali asrama santri.
Di hari yang sama, sekitar pukul 14.00 WIB, pengurus pondok pesantren ini ditangkap oleh Densus 88 di Terban, Gondokusuman, Yogyakarta. "Penangkapan terhadap suami dari pengurus ponpes usai belanja di toko, lantas disergap," kata Rozi, salah satu pengajar di Pondok Pesantren Ibnul Qoyyim, pada 5 April 2021.
Setelah berita soal penggerebekan ini mencuat, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat atau PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengklarifikasi lewat Twitter, bahwa pondok pesantren itu tidak terafiliasi dengan PP Muhammadiyah. "Tidak ada yang menuduh Muhammadiyah terlibat dalam terorisme," ujarnya.
Sebelumnya, beredar sebuah "undangan aksi dan peliputan" atas nama Himpunan Aktivis Muda Muhammadiyah yang menyatakan hendak berdemonstrasi untuk memprotes penggerebekan Pondok Pesantren Ibnul Qoyyim, karena itu sama saja menuduh Muhammadiyah terlibat terorisme. Menurut Mu'ti, dalam struktur Muhammadiyah, tidak dikenal organisasi Himpunan Aktivis Muda Muhammadiyah.
Seorang pengajar di Pondok Pesantren Ibnul Qoyyim, Yusron Rusdiono, juga memastikan bahwa pondok pesantren tersebut bukan milik Muhammadiyah. "Secara organisasi bukan milik Muhammadiyah, tapi milik PDHI (Persaudaraan Djamaah Haji Indonesia," katanya.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa pimpinan Muhammadiyah cabang Mantrijeron, Yogyakarta, ditangkap oleh Densus 88 sepulang dari Turki, keliru. Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Yogyakarta telah menyatakan bahwa ustaz berinisial FA asal Mantrijeron, Yogyakarta, yang ditangkap oleh Densus 88 ini bukan pimpinan Muhammadiyah. Memang diakui bahwa FA memiliki nomor baku keanggotaan Muhammadiyah, namun ia tidak pernah aktif dalam kepengurusan maupun kegiatan Muhammadiyah. Polri pun telah menyatakan bahwa FA merupakan anggota organisasi Jamaah Islamiyah (JI) Yogyakarta, bukan pengurus PP Muhammadiyah.
TIM CEK FAKTA TEMPO
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://www.tempo.co/tag/muhammadiyah
- https://www.tempo.co/tag/densus-88
- https://archive.ph/nZ3D0
- https://www.tempo.co/tag/yogyakarta
- https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-5529105/muhammadiyah-yogya-akui-fa-yang-ditangkap-densus-punya-nomor-anggota
- https://nasional.tempo.co/read/1451272/polri-tegaskan-terduga-teroris-fa-bukan-pengurus-pp-muhammadiyah/full&view=ok
- https://www.tempo.co/tag/teroris
- https://www.tempo.co/tag/jamaah-islamiyah
- https://www.antaranews.com/berita/2093134/polri-terduga-teroris-fa-bukan-pengurus-muhammadiyah
- https://tirto.id/mengurut-penggerebekan-pesantren-di-yogyakarta-oleh-densus-88-gbZj
- https://www.tempo.co/tag/muhammadiyah
- https://www.tempo.co/tag/pesantren
(GFD-2021-8581) Keliru, Presiden Tanzania Meninggal karena Dibungkam Demi Agenda Kontrol Populasi Lewat Vaksinasi
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 12/04/2021
Berita
Video pendek yang berjudul "Kematian Janggal Presiden Tanzania" beredar di Instagram. Video ini beredar tak lama setelah Presiden Tanzania John Magufuli meninggal pada 17 Maret 2021. Menurut video itu, terdapat spekulasi bahwa Magufuli sebenarnya dibungkam untuk mensukseskan "The Great Reset", agenda World Economic Forum (WEF) untuk mengontrol populasi dunia melalui vaksinasi.
Berdurasi satu menit, video itu berisi gabungan foto dan video yang terkait dengan kematian Magufuli. Video itu memuat narasi sebagai berikut:
"Pada bulan Maret lalu, Presiden Tanzania John Magufuli dikabarkan meninggal dunia karena sakit jantung setelah hilang dari publik selama dua minggu lebih. Beliau adalah salah satu tokoh terkenal di Afrika karena skeptis virus corona dan menolak lockdown atau pun vaksinasi. John Magufuli kemudian digantikan oleh Samia Suluhu Hassan, sosok yang pernah menjabat sebagai wakil presiden di sana. Namun, keraguan baru pun muncul setelah diketahui bahwa Samia Suluhu adalah salah satu bagian member dari World Economic Forum (WEF). WEF merupakan organisasi non-profit yang terdiri dari para pemimpin elite yang gencar mempromosikan agenda 'The Great Reset'. Agenda ini memanfaatkan pandemi untuk melancarkan aksi mereka mengontrol populasi dunia, seperti mevaksin seluruh umat manusia sebelum tahun 2030. Berbagai spekulasi mengklaim, Mantan Presiden Tanzania itu dibungkam untuk menyukseskan agenda tersebut."
Akun ini membagikan video tersebut pada 6 April 2021. Hingga artikel ini dimuat, video itu telah ditonton lebih dari 171 ribu kali.
Gambar tangkapan layar unggahan di Instagram yang memuat klaim keliru terkait meninggalnya Presiden Tanzania John Magufuli.
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, 'The Great Reset' bukanlah agenda untuk mengontrol populasi dunia di tengah pandemi Covid-19 melalui vaksinasi. Kematian Presiden Tanzania John Magufuli pun disebut karena gagal jantung. Berikut ini fakta-fakta atas klaim dalam video di atas:
Klaim 1: Presiden Tanzania John Magufuli dibungkam untuk mensukseskan 'The Great Reset'
Fakta:
Kematian Magufuli diumumkan oleh wakil presidennya, Samia Suluhu Hassan, dan disiarkan di sejumlah televisi setempat. Suluhu menjelaskan bahwa Magufuli meninggal karena gagal jantung. Dikutip dari National Public Radio (NPR), Magufuli sudah tidak muncul di depan publik sejak akhir Februari 2021. Hal ini memunculkan spekulasi bahwa dia sedang sakit.
Saingan politik utama Magufuli, Tundu Lissu, menduga presiden menderita Covid-19. Lissu berkata, "Ini adalah presiden yang menyangkal Covid-19, yang berusaha untuk menutupinya, yang dengan tegas menolak untuk mengambil tindakan apa pun untuk memerangi pandemi, yang telah mengacungkan hidungnya ke dunia, menolak kerjasama internasional atau regional untuk menangani Covid-19 dan sekarang dia terjangkit Covid-19. Itu adalah keadilan puitis bagi saya."
Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Magufuli meninggal karena dibungkam untuk mensukseskan agenda "The Great Reset".
Sumber: NTV Kenya dan NPR
Klaim 2: "The Great Reset" adalah agenda World Economic Forum (WEF) untuk mengontrol populasi dunia melalui vaksinasi.
Fakta:
"The Great Reset" adalah inisiatif dari WEF yang telah dikonseptualisasikan oleh pendiri dan Ketua Eksekutif WEF, Klaus Schwab, dan telah berkembang selama beberapa tahun terakhir. Hal tersebut didasarkan pada penilaian bahwa perekonomian dunia sedang dalam kesulitan yang parah. Schwab berpendapat bahwa situasinya telah menjadi jauh lebih buruk karena banyak faktor, termasuk efek pandemi yang menghancurkan masyarakat global, revolusi teknologi, dan konsekuensi dari perubahan iklim.
Schwab menuntut bahwa "dunia harus bertindak bersama dan cepat untuk mengubah semua aspek masyarakat dan ekonomi kita, dari pendidikan hingga kontrak sosial dan kondisi kerja. Setiap negara, dari Amerika Serikat hingga Cina, harus berpartisipasi, dan setiap industri, dari minyak dan gas hingga teknologi, harus diubah. Singkatnya, kita membutuhkan 'Penyetelan Ulang Besar' kapitalisme."
Konsep ini kemudian berkembang menjadi teori konspirasi dan diklaim untuk mengontrol populasi dunia melalui vaksinasi. Vaksinasi sendiri bukan untuk mengontrol populasi manusia, tapi mencegah populasi terinfeksi Covid-19.
Sumber: situs resmi WEF, Indian Express, dan BBC
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa kematian Presiden Tanzania John Magufuli adalah bentuk pembungkaman untuk mensukseskan "The Great Reset", agenda WEF untuk mengontrol populasi dunia melalui vaksinasi, keliru. Pemerintah Tanzania telah mengumumkan bahwa Magufuli meninggal karena gagal jantung. "The Great Reset" pun merupakan agenda untuk memulihkan ekonomi dunia pasca pandemi, bukan untuk mengontrol populasi dunia melalui vaksinasi.
TIM CEK FAKTA TEMPO
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://www.tempo.co/tag/tanzania
- https://www.instagram.com/p/CNUqFYJFMU0/?utm_source=ig_embed
- https://www.tempo.co/tag/pandemi-covid-19
- https://www.tempo.co/tag/covid-19
- https://www.youtube.com/watch?v=PMV4GiybKY4
- https://www.npr.org/2021/03/17/978336051/tanzania-president-john-magufuli-a-covid-19-skeptic-has-died
- https://www.tempo.co/tag/pandemi
- https://www.tempo.co/tag/vaksinasi
- https://www.weforum.org/great-reset/
- https://indianexpress.com/article/explained/what-is-the-great-reset-and-why-is-it-controversial-world-economic-forum-7160434/
- https://www.bbc.com/news/55017002
(GFD-2021-8580) Keliru, Klaim Anggota Brimob Maluku Ini Korban Vaksin AstraZeneca
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 09/04/2021
Berita
Foto seorang pria yang terbaring di atas kasur di sebuah ruang perawatan beredar di Facebook. Di sekeliling pria itu, terdapat beberapa orang dengan ekspresi sedih. Ada pula seorang pria yang tampak menangis. Pria yang terbaring di atas kasur itu diklaim sebagai anggota Brimob yang menjadi korban vaksin Covid-19 AstraZeneca.
Akun ini membagikan foto beserta klaim itu pada 7 April 2021. Akun tersebut menulis narasi sebagai berikut:
"Korban Vaksin Lagi. Tanggung Jawab @jokowiAlm VaKsin hari Minggu kemarin setelah vaksin Astrazaneca banyak anggota Brimob hilang kesadaran dan histeris di UGD. Perawatan oleh RS Bhayangkara. Suasana berlanjut hingga keesokan hari meski sdh ada yg pulang kerumah tapi keluhan sakit berbagai macam keluhan belum hilang. Termasuk alm yg kembali berobat ke RS Bhayangkara. Namun kejang2 dan sesak didada tdk pula sembuh hingga alm menghembuskan napas terakhir tadi pagi sekitar pkl 07.15 wit di RS Bhayangkara Polda Maluku. Innalillahi Wainna ilaihi rooji'uun.."
Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait penyebab meninggalnya salah satu anggota Brimob Polda Maluku.
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan terkait di media. Hasilnya, ditemukan informasi bahwa memang ada anggota Brimob Polda Maluku yang meninggal beberapa hari setelah menjalani vaksinasi Covid-19 dengan vaksin AstraZeneca. Dia merupakan Komandan Kompi 4 Batalion A Pelopor Brimob Polda Maluku, Inspektur Satu Laurens Tenine. Namun, penyebab kematiannya bukan vaksin, melainkan infeksi Covid-19.
Dilansir dari Merdeka.com, Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI) Hindra Irawan Safari mengatakan Laurens meninggal bukan karena vaksin. Seperti diketahui, Laurens meninggal lima hari setelah disuntik vaksin Covid-19 AstraZeneca pada 30 Maret 2021. Namun, ia meninggal karena terinfeksi Covid-19.
"Almarhum meninggal bukan karena vaksin, tapi karena terinfeksi Covid-19," kata Hindra pada 5 April 2021. Menurut Hindra, Laurens sudah terpapar Covid-19 sebelum disuntik vaksin AstraZeneca. Hal ini diketahui berdasarkan hasil penelitian dan audit Komnas KIPI.
"Kalau tanggal terpaparnya saya tidak hafal. Tapi yang pasti almarhum terpapar sebelum 30 Maret (tanggal disuntik). Jadi, berdasarkan hasil audit Komnas KIPI, almarhum meninggal bukan gara-gara vaksin," ujarnya. Selain itu, berdasarkan audit, Komnas KIPI menyatakan Laurens tidak memiliki penyakit penyerta. "Tidak ada penyakit penyerta, sakitnya karena Covid-19," ujarnya.
Polri juga telah memastikan bahwa Laurens meninggal lantaran terjangkit Covid-19, bukan akibat penyuntikan vaksin Covid-19 AstraZeneca. "Dilakukan sampel pemeriksaan Covid-19 (RT-PCR) di Rumah Sakit Haulussy Ambon dengan hasil positif," kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono pada 7 April 2021 seperti dilansir dari CNN Indonesia.
Argo menjelaskan bahwa perwira kepolisian itu meninggal ketika tiba di RS Bhayangkara, Ambon, Maluku, dengan keluhan tidak sadarkan diri. Kemudian, kata dia, dilakukan pemeriksaan menyeluruh oleh dokter. Namun, dokter tidak menemukan adanya respons napas dan nadi dari pasien.
Selanjutnya, dokter melakukan tindakan resusitasi jantung-paru selama satu siklus, namun dinyatakan tidak berhasil. "Pasien juga diperiksakan rekam jantung dengan alat EKG, didapatkan hasilno response. Untuk refleks pupil dan kornea, negatif, dan dinyatakan meninggal pukul 07.17 WIT," ujar Argo.
Dilansir dari Terasmaluku.com, Laurens memang sempat mengikuti vaksinasi Covid-19 dosis pertama di Lapangan Polda Maluku, Tantui, Ambon, pada 30 Maret 2021. Namun, Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar Rum Ohoirat menepis kabar bahwa yang bersangkutan meninggal akibat menjalani vaksin covid-19. Rum mengungkapkan almarhum sebelumnya merasakan sesak napas pada 3 April 2021 malam.
Pada 4 April 2021 pagi, Laurens pun dilarikan ke RS Bhayangkara untuk mendapatkan penanganan medis. "Ada yang bilang dia meninggal karena ikut vaksin itu tidak (tidak benar), Jadi, tadi malam sekitar jam 12, dia merasa sakit, sesak napas. Terus tadi pagi dibawa ke rumah sakit langsung sudah meninggal," kata Rum. Setelah dinyatakan meninggal, RS Bhayangkara kemudian melakukan Tes Cepat Molekuler (TCM). Hasilnya, almarhum positif Covid-19.
Dilansir dari Kompas.com, gejala meriang seperti yang dirasakan Laurens juga dialami oleh puluhan anggota Polda Maluku. Rum mengatakan bahwa mereka sama-sama disuntik vaksin AstraZeneca pada 30 Maret 2021 lalu. Saat itu, ada sekitar 1.500 anggota yang menjalani penyuntikan vaksin.
"Ada 20-an anggota kami yang alami meriang setelah vaksinasi massal itu, salah satunya Iptu LT. Jadi ada banyak, bukan LT sendiri," kata Rum pada 5 April 2021. Namun, menurut dia, gejala meriang termasuk hal yang wajar dalam KIPI. Kini, kondisi mereka sudah membaik dan bekerja seperti biasa.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa anggota Brimob Maluku, Leurens Tenine, adalah korban vaksin Covid-19 AstraZeneca, keliru. Laurens, yang merupakan Komandan Kompi 4 Batalion A Pelopor Brimob Polda Maluku ini, memang meninggal beberapa hari setelah menjalani vaksinasi dengan vaksin AstraZeneca. Namun, berdasarkan hasil audit Komnas KIPI, almarhum meninggal bukan akibat vaksin AstraZeneca, melainkan karena terinfeksi Covid-19 sebelum menjalani vaksinasi.
TIM CEK FAKTA TEMPO
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://web.facebook.com/denuha.denuha.39/posts/128266635932273?_rdc=1&_rdr
- https://www.merdeka.com/peristiwa/penjelasan-ketua-kipi-soal-brimob-di-maluku-meninggal-usai-vaksinasi-astrazeneca.html
- https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210407215438-12-627234/polri-pastikan-danki-brimob-maluku-wafat-bukan-karena-vaksin
- https://terasmaluku.com/danki-brimob-maluku-meninggal-positif-covid-19-almarhum-sempat-jalani-vaksin-tahap-pertama/
- https://regional.kompas.com/read/2021/04/06/051000778/tak-hanya-komandan-brimob-20-anggota-juga-rasakan-meriang-setelah-divaksin?page=all
Halaman: 4736/6298