• (GFD-2021-8644) Keliru, Klaim Ini Video Pemakaman Palsu Warga Palestina yang Jadi Korban Serangan Israel

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 02/06/2021

    Berita


    Video yang memperlihatkan sejumlah pria yang sedang mengusung mayat dengan tandu beredar di Facebook. Saat terdengar suara sirine, para pria itu malah menurunkan mayat tersebut dan kabur. Tak lama kemudian, orang yang menjadi mayat, yang ternyata masih hidup, itu juga terbangun dan kabur. Video ini diklaim sebagai video pemakaman palsu warga Palestina yang menjadi korban serangan Israel.
    Akun ini membagikan video tersebut pada 12 Mei 2021. Aku itu menulis, "Penduduk Gaza Palestina membawa jenazah korban serangan Israel, dan ketika tiba-tiba ada sirine serangan udara, pengusung jenazah bubar, jenazahnya bangun melepas kafan dan kabur menyelamatkan diri.... wkwkwk." Hingga artikel ini dimuat, video dalam unggahan tersebut telah ditonton lebih dari 350 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait video yang diunggahnya. Video itu tidak ada kaitannya dengan konflik Israel-Palestina.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, video tersebut telah beredar di internet sejak Maret 2020 dan tidak terkait dengan konflik antara Israel dan Palestina yang memanas baru-baru ini. Video itu sengaja dibuat oleh sejumlah anak muda di Yordania pada 2020 saat otoritas setempat memberlakukan karantina dan jam malam untuk mencegah penularan Covid-19.
    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tempo mula-mula memfragmentasi video tersebut menjadi sejumlah gambar dengantoolInVID. Selanjutnya, gambar-gambar itu ditelusuri denganreverse image toolGoogle dan Yandex.
    Hasilnya, ditemukan bahwa video tersebut pernah diunggah ke YouTube oleh kanal Jordan Trend pada 24 Maret 2020 dengan judul dalam Bahasa Arab yang jika diterjemahkan berarti “Pemakaman Palsu Selama Karantina Rumah di Yordania”. Video yang identik juga pernah diunggah ke YouTube oleh kanal Nicos Vlogs pada 26 Maret 2020 dengan judul "Pemakaman Palsu di Yordania, untuk Melanggar Jam Malam Virus Corona".
    Situs media berbahasa Arab Alroeya.com pun pernah memuat video yang sama pada 24 Maret 2020 dalam artikelnya yang berjudul "Video pemakaman palsu untuk melanggar larangan di Yordania, dan sirine polisi membuat 'jenazah' kembali ke rumahnya".
    Menurut Alroeya.com, video sekelompok orang di Yordania yang membawa mayat dengan tandu ke pemakaman untuk menguburkan mayat tersebut beredar di Twitter. Ternyata, video itu hanyalah video sekelompok anak muda yang berusaha melanggar larangan yang diberlakukan oleh otoritas Yordania karena khawatir akan merebaknya virus Corona.
    Penjelasan yang sama dimuat oleh Alhurra.com. Video itu menunjukkan para pemuda yang mencoba melanggar jam malam yang diberlakukan oleh otoritas Yordania, dengan mengadakan pemakaman palsu. Saat mendengar sirine mobil polisi, mereka melarikan diri, meninggalkan orang yang berperan sebagai mayat di jalanan, yang ikut melarikan diri beberapa saat kemudian.
    Dilansir dari In-24.com, pada 10 Mei 2021 lalu, video itu disebarkan kembali oleh penasihat Menteri Luar Negeri Israel, Dan Poraz, di Twitter. Dia menuduh warga Palestina memicu kekerasan dengan menggelar pemakaman palsu. Untuk mendukung klaimnya, dia membagikan video tersebut. “Haruskah kita tertawa atau menangis?” ujarnya. Video ini pun dibagikan oleh para warganet. Mereka menuduh Hamas telah memasang taktik untuk menimbulkan kemarahan komunitas internasional.
    Namun, seperti dikutip dari AFP, peristiwa dalam video itu tidak ada hubungannya dengan meletusnya kekerasan di Jalur Gaza, Palestina. Video ini, yang direkam di Yordania, menunjukkan anak-anak muda yang menggunakan dalih pemakaman palsu untuk melarikan diri dari karantina yang diberlakukan karena pandemi Covid-19. Poraz pun menghapus cuitannya sekitar 18-20 Mei.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video tersebut adalah video pemakaman palsu warga Palestina yang menjadi korban serangan Israel, keliru. Video itu telah beredar sejak Maret 2020 dan tidak terkait dengan konflik Israel dan Palestina. Video itu sengaja dibuat sejumlah pemuda di Yordania yang menggunakan dalih pemakaman palsu untuk melarikan diri dari kebijakan karantina yang diberlakukan pemerintah setempat di tengah pandemi Covid-19.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8643) Keliru, Klaim Ini Video Pembakaran Bendera Israel oleh Rakyatnya Sendiri karena Konflik dengan Palestina

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 01/06/2021

    Berita


    Sebuah video yang memperlihatkan sekelompok orang menggelar aksi protes dengan membakar bendera Israel beredar di Facebook. Sejumlah pria dalam video itu tampak mengenakan pakaian yang biasa digunakan oleh umat Yahudi. Video ini diklaim sebagai video pembakaran bendera Israel oleh rakyatnya sendiri akibat berkonflik dengan Palestina.
    Video tersebut dibagikan oleh akun ini pada 21 Mei 2021. Akun itu pun menulis, “BENDERA ISR4HELL. DI BAKAR RAKYATNYA SENDIRI. APA KABAR Y4Hud1 PESEK. Sepertinya gak bakal cair ini dananya.” Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah mendapatkan lebih dengan 500 reaksi dan telah ditonton lebih dari 11 ribu kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait video yang diunggahnya. Video itu tidak terkait dengan konflik antara Israel dan Palestina.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula mengambil gambar tangkapan layar video itu. Lalu, gambar ini ditelusuri denganreverse image toolGoogle dan Yandex. Hasilnya, ditemukan bahwa video itu telah beredar sejak pertengahan 2019 lalu dan tidak terkait dengan memanasnya konflik antara Israel dan Palestina baru-baru ini.
    Video yang identik pernah diunggah oleh situs Ensonhaber.com pada 4 Juli 2019. Video tersebut juga pernah dimuat oleh sejumlah media Turki, seperti Yenisafak dan Gaste24, pada tanggal yang sama. Pembakaran bendera Israel dalam video itu merupakan bagian dari aksi protes umat Yahudi ultra-ortodoks di Israel terkait kematian seorang pemuda Israel keturunan Ethiopia akibat tertembak polisi.
    Dikutip dari LA Times, pemuda Israel keturunan Ethiopia yang meninggal akibat peluru polisi itu bernama Solomon Teka, 18 tahun. Ia tertembak oleh polisi yang sedang tidak bertugas pada 30 Juni 2019 di pinggiran Kiryat Haim di Haifa, Israel bagian utara, saat berkumpul dengan teman-temannya di sebuah taman bermain.
    Dilansir dari CNN, polisi yang menembak Teka kala itu sedang menikmati liburan akhir pekannya bersama istri dan tiga anaknya di taman bermain tersebut. Ketika itu, polisi tersebut melihat beberapa remaja yang memukuli seorang anak laki-laki yang lebih muda. Polisi ini mendatangi mereka dan mencoba untuk menghentikannya, sebelum kemudian melepaskan tembakan yang mengenai Teka.
    Dikutip dari Middle East Eye, peristiwa tersebut memicu gelombang protes komunitas Yahudi Ethiopia di Israel. Ribuan warga Israel-Ethiopia menggelar demonstrasi besar-besaran di seluruh Israel untuk memprotes penembakan polisi terhadap Teka. Aksi protes ini menyebabkan 111 petugas polisi terluka dan ratusan pengunjuk rasa ditahan.
    Presiden Israel Reuven Rivlin bahkan meminta pengunjuk rasa untuk menyudahi aksi protes. Rivlin pun berjanji bahwa pemerintahannya akan bertindak secara bertanggung jawab dan moderat serta bakal memperbaiki kesalahan mereka dan menciptakan masa depan yang lebih baik.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video itu adalah video pembakaran bendera Israel oleh rakyatnya sendiri akibat berkonflik dengan Palestina, keliru. Video tersebut merupakan video lama dan tidak terkait dengan memanasnya konflik antara Israel dan Palestina baru-baru ini. Video itu memperlihatkan aksi protes umat Yahudi ultra-ortodoks di Israel terkait kematian seorang pemuda Israel keturunan Ethiopia akibat tertembak oleh polisi pada pertengahan 2019 lalu.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8642) Keliru, Anak-anak Kebal terhadap Virus Corona dan yang Meninggal Tak Ada Kaitannya dengan Covid-19

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 01/06/2021

    Berita


    Video pendek yang berisi klaim bahwa anak-anak kebal terhadap virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, beredar di Instagram. Menurut perempuan dalam video itu, yang mengklaim dirinya sebagai peneliti, anak-anak yang meninggal dalam setahun terakhir juga tidak terkait dengan Covid-19. Video tersebut juga mempromosikan agar publik menolak vaksin Covid-19 karena dianggap sebagai genosida.
    "Masihkah vaksin harus dipaksakan untuk masyarakat? Harus berapa banyak anak-anak mati karena vaksin dan membuat pemerintah sadar bahwa vaksin harus dihentikan?" demikian teks yang tertulis dalam video itu.
    Sementara perempuan dalam video tersebut berkata, "Virus ini tidak berpengaruh terhadap anak-anak. Mereka kebal terhadap virus ini. Dua ratus lebih anak meninggal dalam setahun, dan tidak ada hubungannya dengan dengan Covid-19. Hanya karena 200 lebih anak meninggal, kalian ingin menyuntikkan vaksin kepada anak-anak yang lain? Akuilah bahwa ini merupakan sebuah pembunuhan besar-besaran, genosida."
    Akun ini membagikan video tersebut pada 30 Mei 2021. Akun itu menulis, "Masihkah kita mau dipermainkan, dijadikan kelinci percobaan, manggut-manggut aja disuruh ini-itu. Kita ini manusia berakal, bukan kawanan hewan ternak."
    Gambar tangkapan layar unggahan di Instagram yang berisi video dengan klaim keliru terkait penularan Covid-19 terhadap anak-anak.

    Hasil Cek Fakta


    Klaim 1: Anak-anak kebal terhadap virus Corona dan yang meninggal tidak ada kaitannya dengan Covid-19
    Fakta:
    Data kasus di beberapa negara menunjukkan bahwa anak-anak tidak kebal terhadap Covid-19. Dilansir dari NPR, menurut American Academy of Pediatrics (AAP), jumlah anak-anak yang terinfeksi Covid-19 di beberapa negara bagian di Amerika Serikat baru-baru ini mencapai 22,4 persen, lebih tinggi dibandingkan pada 2020 saat pandemi baru terjadi, yakni sebesar 3 persen.
    Jumlah anak yang positif Covid-19 tersebut mencapai 71.649 orang dari 319.601 kasus per 29 April 2021. Diduga, salah satu penyebab meningkatnya kasus pada anak-anak adalah adanya varian baru virus Corona yang menyebar, B117, yang menjadi dominan di banyak negara dan lebih mudah menular.
    Di Brasil, meskipun awalnya Covid-19 dinilai jarang menyebabkan anak-anak yang tertular penyakit ini meninggal, ternyata ada 1.300 bayi yang meninggal karena penyakit tersebut, seperti yang dilaporkan oleh BBC pada 15 April 2021.
    Anak-anak di Indonesia pun juga tertular Covid-19. Jumlah anak-anak di Indonesia yang positif Covid-19 hingga 20 Desember 2020 mencapai 74.249 orang. Sedangkan data klaster sekolah atau pesantren sudah mencapai 3.711 kasus dan tersebar di berbagai provinsi.
    Menurut Johns Hopkins Medicine, meskipun Covid-19 pada anak-anak biasanya lebih ringan ketimbang pada orang dewasa, beberapa anak bisa mengalami sakit yang parah dan komplikasi atau gejala jangka panjang yang mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan mereka. Virus ini dapat menyebabkan kematian pada anak-anak meskipun lebih jarang ketimbang pada orang dewasa.
    Klaim 2: Vaksinasi Covid-19 pada anak-anak bertujuan untuk genosida
    Fakta:
    Dilansir dari Johns Hopkins Medicine, vaksin Covid-19 telah melalui prosedur keamanan yang sangat ketat. Berdasarkan hasil pemberian vaksin Covid-19 Pfizer untuk anak-anak di AS, efek samping suntikan antara anak-anak dan orang dewasa sama. Anak-anak akan merasakan sakit di lokasi suntikan, dan lebih lelah dari biasanya. Sakit kepala, nyeri otot atau persendian, bahkan demam dan kedinginan juga mungkin terjadi. Efek samping ini bersifat sementara dan bakal hilang dalam waktu 48 jam.
    Selama ini, vaksinasi telah terbukti mencegah banyak kematian pada anak-anak akibat berbagai penyakit. Dikutip dari Unicef, pada abad ke-20, lebih dari 5,2 miliar orang meninggal, di mana 1,7 miliar orang di antaranya meninggal karena penyakit menular, seperti difteri (0,76 juta), hepatitis B (12,7 juta), campak (96,7 juta), meningitis (21,9 juta), polio (0,13 juta), cacar (400 juta), tetanus (37,1 juta), dan batuk rejan (38,1 juta).
    Vaksinasi sangat aman dan efektif. Vaksin hanya diberikan kepada anak-anak setelah melalui tinjauan yang panjang dan cermat oleh ilmuwan, dokter, dan profesional kesehatan. Vaksin akan menimbulkan ketidaknyamanan dan dapat menyebabkan rasa sakit, kemerahan, atau nyeri di tempat suntikan. Tapi ini minimal dibandingkan dengan rasa sakit, ketidaknyamanan, dan trauma akibat penyakit yang dicegah oleh vaksin. Efek samping yang serius usai vaksinasi, seperti reaksi alergi yang parah, sangat jarang terjadi.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa anak-anak kebal terhadap virus Corona dan yang meninggal tidak ada kaitannya dengan Covid-19, keliru. Di AS, jumlah anak yang positif Covid-19 mencapai 71.649 orang per 29 April 2021. Sementara di di Indonesia, jumlah anak yang terinfeksi Covid-19 hingga 20 Desember 2020 mencapai 74.249 orang. Terkait anak-anak yang meninggal akibat Covid-19, di Brasil, terdapat 1.300 bayi yang meninggal karena penyakit tersebut.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8641) Sebagian Benar, Klaim Ini Foto Meteor yang Jatuh di Puncak Gunung Merapi

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 31/05/2021

    Berita


    Sebuah foto yang memperlihatkan kilatan cahaya vertikal yang berada tepat di puncak sebuah gunung beredar di media sosial. Foto tersebut dibagikan dengan klaim bahwa meteor jatuh di puncak Gunung Merapi.
    Di Facebook, foto tersebut dibagikan oleh akun ini pada 28 Mei 2021. Akun itu menulis narasi berupa kalimat pertanyaan, “Meteor Jatuh di Puncak Gunung Merapi ? Kali Adem, Cangkringan, Yogyakarta (27 Mei 2021) pkl. 23.07 WIB. Gunarto_song | @merapi_uncover."
    Hingga artikel ini dimuat pada 31 Mei 2021, foto unggahan akun tersebut telah mendapatkan lebih dari 1.300 reaksi dan 320 komentar serta dibagikan lebih dari 800 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang memuat foto kilatan cahaya vertikal yang diklaim jatuh di puncak Gunung Merapi.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri jejak digital foto tersebut denganreverse image toolGoogle dan Yandex. Hasilnya, ditemukan artikel berita yang memuat foto itu, yang menjelaskan bahwa kilatan cahaya kehijauan ini diduga kuat berasal dari aktivitas hujan meteor. Namun, lokasinya bukan di puncak Gunung Merapi.
    Foto tersebut pertama kali diunggah ke Instagram oleh akun @gunarto_song pada 28 Mei 2021. Pemilik akun itu, Gunarto, merupakan fotografer yang mengabadikan momen tersebut. Di Instagram, Gunarto menulis narasi seperti yang beredar. “Meteor Jatuh di Puncak Gunung Merapi ??, Kali Adem, Cangkringan, Yogyakarta(27 Mei 2021, Jam 23.07 WIB),” kata Gunarto.
    Di Twitter, tiga foto yang identik diunggah oleh akun @merapi_uncover pada tanggal yang sama, dengan narasi yang sama pula. Peristiwa ini pun terekam oleh kamera CCTV milik Megadata, perusahaan penyedia layanan internet, pada 27 Mei 2021. Video tersebut diunggah ke Twitter oleh akun @JogjaUpdate pada 28 Mei 2021. "Meteor terlihat (pada detik ke 21) dari CCTV Megadata, di Merapi yang berlokasi di Kalitengah Kidul."
    CCTV milik Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga menangkap kilatan cahaya tersebut pada waktu yang sama. Dalam akun Instagram-nya, BPPTKG menulis, "Kamera CCTV yang berada di Deles (sisi timur Gunung Merapi) sempat merekam kilatan cahaya pada tanggal 27 Mei 2021 pukul 23.08.10 WIB."
    Dilansir dari Kompas.com, Gunarto mengungkapkan bahwa foto itu diambilnya ketika berada di Kali Adem, Cangkringan, Yogyakarta, pada 27 Mei 2021. Namun, ia tidak yakin apakah benda bercahaya itu merupakan meteor atau bukan. "Saya enggak berani pastikan, yang pasti sangat cepat dan terang. Lokasinya di Kali Adem, Cangkringan, malam hari tanggal 27 Mei 2021," ujarnya.
    Menurut dia, saat melakukan pembidikan obyek, terdapat ambience pada awan. Hal ini menunjukkan kemungkinan bahwa cahaya misterius itu tidak jatuh di puncak Gunung Merapi, tapi perspektifnya seolah-olah cahaya tersebut jatuh di puncak Gunung Merapi.
    Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menjelaskan cahaya hijau yang muncul di dekat Gunung Merapi kemungkinan berkaitan dengan hujan meteor. Dilansir dari dari situs resmi LAPAN, menurut peneliti LAPAN Andi Pangerang, berdasarkan data International Meteor Organization (IMO) pada Mei 2021, setidaknya terdapat dua hujan meteor yang sedang aktif ketika cahaya tersebut diabadikan kamera pada 27 Mei 2021.
    Kedua hujan meteor yang dimaksud adalah hujan meteor Eta Aquarid yang aktif pada 19 April-28 Mei 2021 dan hujan meteor Arietid yang aktif pada 14 Mei-24 Juni 2021. "Sehingga, dari dua ini, bisa diduga bahwa kilatan cahaya kehijauan yang muncul di dekat Gunung Merapi itu mungkin terkait dengan aktivitas hujan meteor,” kata Andi.
    Dengan menggunakan metode paralaks sederhana, Andi menyimpulkan bahwa, jika cahaya itu memang berasal dari meteor, lokasi jatuhnya bukan berada di lereng Gunung Merapi. “Lokasi jatuhnya di sekitar puncak Gunung Merbabu. Hal ini ditandai dengan posisi kilatan cahaya yang nyaris vertikal menjulang ke langit,” tuturnya.
    Selain itu, kilatan cahaya yang secara visual tidak terlalu besar, ditambah ketiadaan ledakan, membuat Andi memperkirakan bahwa meteor yang kemungkinan jatuh tersebut pun tidak terlalu besar. "Setidaknya berukuran seperti kerikil dan bisa jadi telah habis terbakar di atmosfer," ujarnya.
    Analisis berbeda diungkapkan oleh anggota Astronom Amatir Indonesia, Marufin Sudibyo. Dikutip dari Kompas.com, ia mengatakan bahwa memang benar telah terdeteksi sebuah meteor-terang (fireball) yang seakan-akan menumbuk puncak Gunung Merapi pada 27 Mei 2021 sekitar pukul 23.01 WIB. Terdapat dua dokumentasi untuk fenomena ini, yakni citra atau foto bertipe long exposure (kecepatan rana sangat lambat) dan rekaman CCTV beresolusi rendah.
    "Berdasarkan dua dokumentasi tersebut dan dengan memperhitungkan fitur-fitur khas di sekitar puncak Gunung Merapi, maka untuk sementara ini saya menyimpulkan meteor-terang tersebut berkedudukan di atas Laut Jawa sebelah selatan Kepulauan Karimunjawa," kata Marufin pada 29 Mei 2021. Tepatnya, berjarak 150-160 kilometer di sebelah utara-barat laut dari kedua titik yang mendokumentasikan fenomena tersebut.
    Meteor-terang tersebut memang seakan-akan menumbuk puncak Gunung Merapi karena berada di dalam garis pandang di antara titik pengamatan menuju ke posisi meteor. Perhitungan menunjukkan, pada kedua lokasi tersebut, meteor-terang terekam pada altitude 16-17 derajat. "Analisis saya lebih lanjut juga memperlihatkan bahwa meteor-terang ini sama sekali tak berhubungan dengan salah satu hujan meteor sebagaimana dipaparkan LAPAN," ujarnya.
    Pada saat kejadian, hujan meteor Eta Aquarid maupun Arietid belum terbit atau masih nerada di bawah horizon untuk titik lokasi di sekitar Gunung Merapi, sehingga mustahil untuk bisa menjadi sumber dari meteor-terang yang terekam di sekitar Gunung Merapi. "Meteor-terang itu tidak jatuh ke paras bumi. Maka tidak jatuh pula di puncak Gunung Merapi. Posisi meteor-terang tersebut juga sangat jauh dari Gunung Merapi," imbuhnya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto itu menunjukkan meteor yang jatuh di puncak Gunung Merapi, sebagian benar. Kilatan cahaya kehijauan yang terekam muncul di dekat Gunung Merapi tersebut diduga kuat terkait dengan aktivitas hujan meteor. Namun, terkait lokasinya, LAPAN menyatakan bukan di lereng Gunung Merapi, melainkan di puncak Gunung Merbabu. Fotografer yang mengabadikan peristiwa tersebut juga mengatakan cahaya misterius itu tidak jatuh di puncak Gunung Merapi, tapi perspektifnya memang seolah-olah kilatan tersebut jatuh di puncak Gunung Merapi.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan