• (GFD-2020-8268) [Fakta atau Hoaks] Benarkah UAS Sebut Facebook Haram di Poster Ini?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 09/09/2020

    Berita


    Sebuah poster yang berisi klaim bahwa Ustaz Abdul Somad, atau yang akrab disapa UAS, menyebut Facebook haram beredar di media sosial. Menurut klaim itu, Facebook haram karena dibuat untuk merusak iman Islam di mana wall Facebook, tempat menulis status, serupa dengan Tembok Ratapan Yahudi.
    Poster berwarna biru ini berisi foto UAS yang mengenakan kemeja batik, juga berwarna biru, serta serban coklat muda yang dikalungkannya di leher. Di sebelah foto UAS, terdapat narasi yang berbunyi: "Face Book Haram Karena dibuat oleh kafir untuk merusak iman Islam Menulis status di wall menyerupai Tembok Ratapan Kaum Yahudi."
    Di bawah tulisan itu, terdapat pula tanda tangan yang di bawahnya tertulis "H. Abdul Somad". Di bagian bawah, terdapat kutipan dari "HR. Abu Daud, Hasan", yakni "Barangsiapa yang Menyerupai Suatu Kaum Maka Ia Termasuk Bagian Dari Mereka".
    Di Facebook, poster itu diunggah salah satunya oleh akun Rohman Abdul, yakni pada 6 September 2020. Akun ini pun menulis, "Bong ceboooong....Haraaaaaaam booooong.... Paham kagak eloh bong...."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Rohman Abdul.
    Apa benar Ustaz Abdul Somad menyebut Facebook haram dalam poster tersebut?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta menelusuri poster itu denganreverse image toolGoogle dan Yandex. Lewat penelusuran ini, ditemukan bahwa poster itu telah mengalami suntingan. Poster aslinya berisi nasihat yang berbunyi "Malam Tahun Baru 2019 No Bonceng, No Bencong, No Mabuk. Jangan Melalak. Ada Zikir, Ikut. Tak Ada, Tidur".
    Poster ini pernah dimuat Serambinews.com dalam artikelnya yang berjudul "Nasehat Ustaz Abdul Somad untuk Anak Muda di Malam Tahun Baru 2019: Jangan Keluyuran, Minum Antimo" pada 31 Desember 2018. Dalam keterangannya, disebutkan bahwa poster itu diambil dari akun Instagram UAS, @ustadzabdulsomad.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Instagram lama Ustaz Abdul Somad, @ustadzabdulsomad, yang memuat poster tentang Tahun Baru 2019.
    Dikutip dari Banjarmasinpost.co.id, menyambut Tahun Baru 2019, Ustaz Abdul Somad memberikan pesan khusus kepada umat Islam, terutama generasi mudanya, lewat poster yang diunggah di akun Instagram-nya pada 15 Desember 2018. UAS mengingatkan generasi muda muslim agar tidak merayakan malam Tahun Baru 2019 dengan berhura-hura dan keluyuran.
    Dalam poster yang menggunakan bahasa Minang itu, UAS mengingatkan bahwa anak-anak muda lebih baik mengisi malam tahun baru dengan mengikuti acara zikir. "Malam Tahun Baru 2019, No Bonceng, No Bencong dan No Mabuk. Jangan Melalak, Ada Zikir Ikut, Tak Ada, Tidur," demikian pesan UAS dalam poster tersebut. Dalam sehari, pesan UAS ini telah mendapatkan like sebanyak 317.382 dan dikomenteri puluhan warganet.
    Meskipun begitu, pada akhir Juni 2019, akun Instagram UAS itu, @ustadzabdulsomad, dihapus. UAS pun membuat akun baru dengan nama @ustadzabdulsomad_official. Karena itu, poster ini tidak bisa lagi ditemukan di akun Instagram UAS.
    Di Facebook milik Ustaz Abdul Somad, poster ini juga tidak bisa lagi ditemukan. Pasalnya, dikutip dari situs Hidayatullah.com, Facebook telah menghapus poster tentang malam Tahun Baru 2019 itu.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Ustaz Abdul Somad yang berisi poster tentang Tahun Baru 2019 mendapatkan peringatan dari Facebook sehingga tidak bisa dilihat oleh akun lain.
    "Postingan Anda melanggar Standar Komunitas kami tentang ujaran kebencian. Orang lain tidak dapat melihat postingan Anda. Kami memiliki standar ini karena kami ingin diskusi di Facebook berjalan dengan penuh hormat," demikian penjelasan Facebook seperti dikutip dari foto yang dimuat oleh Hidayatullah.com.
    Dalam foto ini, terlihat bagian atas poster UAS tentang Tahun Baru 2019 yang berwarna biru dengan aksen oranye dan putih itu. Poster tersebut diunggah oleh akun Facebook UAS, Ustadz Abdul Somad, pada 15 Desember 2018. UAS pun menuliskan narasi, "Buatkan dalam spanduk dan baliho, sebarkan."

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Ustaz Abdul Somad menyebut Facebook haram dalam poster di atas, keliru. Poster itu adalah hasil suntingan. Dalam poster aslinya, yang diunggah oleh UAS sendiri di akun-akun media sosialnya, narasi yang tertulis adalah "Malam Tahun Baru 2019 No Bonceng, No Bencong, No Mabuk. Jangan Melalak. Ada Zikir, Ikut. Tak Ada, Tidur".
    IBRAHIM ARSYAD
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8267) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Video Demo Covid-19 di Polandia yang Tuntut Pandemi Diakhiri?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 08/09/2020

    Berita


    Video pendek yang diklaim sebagai video demonstrasi di Polandia untuk menuntut agar pandemi Covid-19 diakhiri beredar di Facebook. Menurut klaim yang menyertai video tersebut, warga Polandia menuntut pandemi diakhiri karena sudah menyadari bahwa Covid-19, penyakit yang disebabkan oleh virus Corona jenis baru, adalah penipuan.
    Dalam video berdurasi 16 detik itu, terlihat ribuan orang yang menyemut di jalanan sebuah kota sembari membentangkan bendera berwarna putih-merah-putih dalam berbagai ukuran.
    Di Facebook, video itu dibagikan salah satunya oleh akun Mohd Shukri Mohamed, yakni pada 4 September 2020. Akun ini pun menulis, “Ini di Polandia (Poland). Tuntutan agar diakhiri pandemi palsu. Orang Eropa sudah menyadari penipuan Covid-19.”
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Mohd Shukri Mohamed.
    Apa benar video itu adalah video demo Covid-19 di Polandia yang menuntut agar pandemi diakhiri?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, video tersebut bukanlah video demo Covid-19 di Polandia yang menuntut agar pandemi diakhiri. Pertama, unjuk rasa tersebut berlokasi di Belarusia. Kedua, demo itu digelar untuk menuntut mundur Presiden Belarusia Alexander Lukashenko karena dianggap mencurangi pemilu.
    Untuk memverifikasi klaim dalam unggahan akun Mohd Shukri Mohamed, Tempo mula-mula memfragmentasi video itu menjadi sejumlah gambar dengantoolInVID. Kemudian, gambar-gambar tersebut ditelusuri denganreverse image toolGoogle. Hasilnya, ditemukan bahwa video itu pernah diunggah oleh akun Facebook terverifikasi, Adeyanju Deji, pada 24 Agustus 2020.
    Adeyanju Deji merupakan seorang aktivis di Nigeria. Ia memberikan keterangan terhadap video itu bahwa rakyat Belarusia turun ke jalan untuk memprotes presidennya yang mencurangi hasil pemilu. "The president rigged the elections in Belarus but the people are now on the streets resisting it. Nigerians are still waiting for who will mobilize & transport them then give them THANK YOU FOR COMING package," katanya.
    Tempo pun mendapatkan petunjuk lain dari situs media berbahasa Bosnia, Balkan Time, yang melaporkan bahwa unjuk rasa tersebut terjadi di Belarusia untuk mendesak pemilihan umum ulang. Balkan Time memuat video itu dengan menyebutkan sumbernya, yakni akun Twitter terverifikasi @ronzheimer pada 23 Agustus 2020.
    Akun itu adalah akun milik Paul Ronzheimer, jurnalis media Jerman, BILD-Zeitung. Dalam unggahannya, Paul menulis pernyataan seorang polisi yang menyerukan bahwa demonstrasi tersebut tidak sah. Tapi para demonstran tidak peduli. "Police: 'Dear citizens, this is an unauthorized mass meeting...' But people dont care, even the street which leads to the square is PACKED."
    Dengan memasukkan kata kunci “Belarus protest” di YouTube, Tempo menemukan video-video liputan unjuk rasa di Belarusia pada 23 Agustus 2020 tersebut yang salah satunya dimuat oleh kanal milik media Deutsche-Welle.
    Deutsche-Welle melaporkan bahwa puluhan ribu pengunjuk rasa di Belarusia turun ke jalan-jalan di pusat ibukota, Minsk, dalam dua pekan berturut-turut. Mereka menuntut Presiden Belarusia Alexander Lukashenko mengundurkan diri karena dianggap mencurangi pemilu. Lukashenko telah memerintah Belarusia selama 26 tahun dan menuduh NATO berusaha memecah belah Belarusia. Dia mengerahkan tentara untuk mengepung Minsk.
    Covid-19 itu nyata
    Klaim bahwa Covid-19 palsu adalah klaim yang tidak berdasarkan bukti. Data WorldoMeter  menunjukkan bahwa virus Corona  Covid-19 telah menginfeksi 27.500.917 orang di seluruh dunia hingga 8 September 2020. Dari jumlah yang terinfeksi, sebanyak 896.988 orang meninggal.
    Di Eropa, Covid-19 telah menginfeksi 2.373.856 orang per 7 September 2020 dengan angka kematian sebanyak 182.839 orang. Menurut data CDC Eropa, negara-negara di Eropa dengan kasus Covid-19 tertinggi adalah Spanyol (498.989 kasus), Inggris (347.152 kasus), Prancis (324.777 kasus), Italia (277.634 kasus), dan Jerman (250.799).

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas adalah video demo Covid-19 di Polandia yang menuntut agar pandemi diakhiri, keliru. Video tersebut adalah video unjuk rasa di Belarusia untuk menuntut Presiden Belarusia Alexander Lukashenko mengundurkan diri karena dianggap mencurangi pemilu. Covid-19 sendiri bukan penyakit palsu atau bentuk penipuan. Di seluruh dunia, sebanyak 896.988 orang meninggal karena infeksi virus Corona jenis baru tersebut.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8266) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Tentara Merah Cina Berkamuflase Jadi Banser NU untuk Adu Domba Muslim?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 08/09/2020

    Berita


    Sebuah foto Kartu Tanda Anggota (KTA) Barisan Serba Guna Nahdlatul Ulama atau Banser NU dengan nama Lie Tjin Kiong beredar di media sosial. Pria pemilik KTA tersebut diklaim sebagai Tentara Merah Cina yang berkamuflase menjadi Banser dan GP Ansor, organisasi pemuda NU, untuk mengadu domba umat Islam.
    "Tentara Merah RRC.. Berkamuflase jadi Banser dan Ansor.. Sasaranya mengadu domba unat Islam.. Waspada... Ini berita fix dan bisa di pertanggung jawabkan.." demikian narasi yang menyertai foto KTA tersebut.
    Dalam KTA Banser NU Satuan Koordinasi Rayon (Satkoryon) Tandes, Surabaya, tersebut, Lie Tjin Kiong tercatat sebagai anggota resmi Banser NU sejak 24 April 2016. Tertera juga masa berlaku kartu itu, yakni hingga 20 Februari 2020. KTA tersebut ditandatangani oleh Ketua Pimpinan Wilayah GP Ansor Jawa Timur Rudi Triwahid dan Kepala Satuan Koordinasi Wilayah Banser Jawa Timur Umar Usman.
    Di Facebook, foto KTA Banser tersebut dibagikan salah satunya oleh akun Anto Lay pada 2 september 2020. Akun ini pun menulis, "Yang perlu tuk di waspadai." Hingga artikel ini dimuat, foto tersebut telah dibagikan lebih dari 135 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Anto Lay.
    Apa benar Tentara Merah Cina berkamuflase menjadi Banser dan GP Ansor NU untuk mengadu domba umat Islam?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tempo, KTA Banser NU milik Lie Tjin Kiong tersebut telah beredar di internet sejak 2017. Dilansir dari berita di situs media Jawa Timur, Beritajatim.com, pada 3 Mei 2017, Ketua Pimpinan Wilayah GP Ansor Jatim Rudi Triwahid membenarkan bahwa Lie Tjin Kiong merupakan anggota Banser dan seorang mualaf.
    Menurut Rudi, Lie Tjin Kiong mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Dasar (Diklatsar) Banser pada 2001. "Siapapun boleh menjadi anggota Banser," kata Rudi.
    Kepala Satkorwil Banser Jatim pada 2017, Abid Umar, juga menegaskan bahwa Lie Tjin Kiong merupakan salah satu pengurus Masjid Cheng Ho Surabaya yang telah mengikuti Diklatsar Banser. "KTA memang benar diteken oleh Kasatkorwil Banser Jatim yang lama, Umar Usman. Banser juga punya yang londo. Tapi mereka beragama Islam," ujar Abid.
    Dilansir dari situs resmi NU, NU.or.id, Lie Tjin Kiong akrab disapa Ayong. Setelah memeluk Islam, Ayong berganti nama menjadi Ahmad Subkhi. Namun, pada 15 Agustus 2020 lalu, Ayong tutup usia. Kabar ini dibenarkan oleh Ketua Pimpinan Anak Cabang GP Ansor Tandes, Sutrabaya, Luthfi Ansori.
    "Iya, benar. Lie Tjin Kiong atau Ahmad Subkhi alias Ayong telah meninggal dunia Sabtu pagi ini di RS Muji Rahayu. Jenazah dimakamkan di TPU Babat Jerawat, Tandes," ujar Luthfi.
    Ayong merupakan Kepala Satuan Koordinasi Banser Kelurahan Balongsari. Sehari-hari, ia menjalankan usaha cuci cetak foto. Usaha tersebut berlokasi di sebuah toko yang terdapat di area rumah yang merupakan warisan orang tuanya. "Beliau orang yang luar biasa, selain ibadahnya tekun,” kata Luthfi.
    Menurut Luthfi, pengabdian Ayong terhadap Ansor dan Banser yang sangat luar biasa dibuktikan dengan tidak pernah menolak tugas. Jika terdapat anggota Ansor atau Banser yang ingin mencuci cetak foto di tokonya, Ayong pun kerap menggratiskannya. “Ia tidak pernah mau menerima bayaran dari sahabatnya," tutur Lutfi.
    Ayong meninggal dunia di usianya yang ke-41 dan meninggalkan istri serta tiga putra-putrinya. Anak pertama baru saja melangsungkan pernikahan, sementara anak terakhir masih berusia 7 tahun.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Tentara Merah Cina berkamuflase menjadi Banser dan GP Ansor NU untuk mengadu domba umat Islam, keliru. Pemilik KTA Banser NU tersebut, Lie Tjin Kiong, merupakan seorang mualaf. Lie Tjin Kiong atau Ahmad Subkhi, yang akrab disapa Ayong, adalah salah satu pengurus Masjid Cheng Ho Surabaya dan Kepala Satuan Koordinasi Banser Kelurahan Balongsari, Surabaya.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8265) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Erick Thohir Sebut Tak Akan Copot Ahok Karena Punya Kepentingan dengan Cina?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 08/09/2020

    Berita


    Klaim bahwa Menteri BUMN Erick Thohir menyebut tidak akan mencopot Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok beredar di media sosial. Menurut klaim tersebut, Ahok tidak akan dicopot karena pemerintah memiliki kepentingan dengan Cina.
    Klaim itu terdapat dalam gambar tangkapan layar artikel di situs ID Today yang berjudul "Ahox Tidak Akan Dicopot, Erik Thohir: Kami Punya Kepentingan dengan Cina, Mohon Dipahami". Artikel tersebut diterbitkan pada 27 Agustus 2020, tak lama setelah Pertamina mencatatkan kerugian sekitar Rp 11 triliun pada semester I 2020.
    Di Facebook, gambar tangkapan layar itu dibagikan salah satunya oleh akun Thomas Udin Edison, yakni pada 31 Agustus 2020. Akun ini pun memberikan narasi yang ditulis dalam huruf kapital, “Sontoloyo ... Kenapa kita harus paham dengan kepentingan mereka ... Seharusnya mereka yang harus pahami kondisi rakyat negeri sendiri! Ternyata mereka hanya numpang berbisnis di Indonesia dengan korbankan rakyatnya!!”
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Thomas Udin Edison.
    Apa benar Erick Thohir menyatakan tidak akan mencopot Ahok karena mempunyai kepentingan dengan Cina?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, Menteri BUMN Erick Thohir tidak pernah menyatakan “tidak mencopot Ahok karena mempunyai kepentingan dengan Cina”. Judul berita ini adalah hasil suntingan. Hal ini terlihat dari dua kekeliruan dalam penulisan nama dalam judul tersebut, yakni “Ahox” yang seharusnya “Ahok” dan “Erik” yang seharusnya “Erick”.
    Judul itu merupakan suntingan dari versi aslinya yang berbunyi “Ahok Tidak Akan Dicopot, Erick Thohir: Kerugian Pertamina Masih Lebih Baik Dibanding Perusahaan Lain”. Judul ini merupakan judul berita situs RMOL.id pada 27 Agustus 2020. Berita ini juga memuat foto Ahok seperti yang digunakan dalam gambar tangkapan layar yang dibagikan oleh akun Thomas Udin Edison.
    Tempo mendapatkan berita versi asli tersebut dengan memasukkan kata kunci “Ahok Tidak Akan Dicopot” ke mesin pencarian Google. Selain RMOL.id, Tempo tidak menemukan berita dengan judul serupa maupun judul “tidak mencopot Ahok karena mempunyai kepentingan dengan Cina” di situs ID Today.
    Dalam berita tersebut, RMOL.id menulis bahwa belum ada rencana pergantian direksi BUMN dalam waktu dekat, termasuk Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, meskipun mengalami kerugian hingga Rp 11,13 triliun pada semester I 2020.
    Menteri BUMN Erick Thohir menyebut perombakan tidak dilakukan karena kondisi keuangan Pertamina dinilai masih lebih baik daripada perusahaan lainnya di tengah pandemi Covid-19. "Pertamina kan ruginya kelihatan, kalau kita perbandingkan dengan Exxon dengan Emik, jauhlah. Justru, perusahan yang lain itu jauh lebih rugi dari Pertamina," ujar Erick di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, pada 27 Agustus 2020.
    Pernyataan Erick tersebut juga dimuat oleh Tempo. Menurut dia, kinerja Pertamina dinilai lebih baik ketimbang perusahaan migas lainnya di tengah pandemi Covid-19. "Pertamina kan ruginya kelihatan, kalau kita perbandingkan dengan Exxon dengan Eni (Eni S.p.A, perusahaan migas multinasional Italia), jauhlah. Justru, perusahaan yang lain itu jauh lebih rugi dari Pertamina," kata Erick usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, pada 27 Agustus 2020.
    Erick lalu menyebut bahwa, selama ini, ia berprinsip jajaran direksi perusahaan tidak perlu dirombak selama kinerjanya baik. "Saya prinsipnya angkat direksi jangan diganti-ganti. Kan saya di awal sudah bilang, selama KPI-nya (Key Performance Indicators) tercapai. Terus dibilang, Pak Erick pilih kasih main pecat-pecat saja, enggak lho."
    Erick mengatakan, pergantian direksi maupun komisaris hanya dilakukan bila KPI dari sejumlah perusahaan plat merah berada di bawah standar yang ditentukan. Terkait hal ini, menurut dia, kinerja Pertamina cukup baik di mana, dalam kondisi Covid-19, perseroan tetap dapat menjaga ketersediaan minyak di dalam negeri.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Erick Thohir menyatakan tidak akan mencopot Ahok karena mempunyai kepentingan dengan Cina, keliru. Judul artikel yang memuat klaim itu adalah hasil suntingan, dari judul asli berita yang dimuat oleh RMOL.id yang berbunyi "Ahok Tidak Akan Dicopot, Erick Thohir: Kerugian Pertamina Masih Lebih Baik Dibanding Perusahaan Lain".
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan