• (GFD-2020-8271) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Gereja Ini Dibangun dari Tulang Umat Islam yang Menolak Dikristenkan?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 10/09/2020

    Berita


    Unggahan yang berisi klaim bahwa Gereja Capela dos Ossos di Portugal dibangun dari tulang-tulang umat Islam beredar di media sosial. Menurut unggahan tersebut, umat Islam yang tulang-tulangnya dipakai untuk membangun gereja itu adalah mereka yang menolak untuk dikristenkan.
    "Gereja Capela dos Ossos di Kota Evora, Portugis, yang dibangun sepenuhnya oleh seorang biarawan Fransiskan seluruhnya dari tulang-tulang kaum muslim Andalusia yang terbunuh dan dikuburkan di kuburan massal di dekat tempat lokasi gereja," demikian narasi dalam unggahan tersebut.
    Menurut unggahan itu pula, di gereja ini, terdapat dua mayat kering yang digantung di dinding, yang salah satunya merupakan mayat anak muslim yang dicekik kemudian dikeringkan. "Capella dos Osos juga mengoleksi sekitar 5 ribu kerangka manusia muslim Moor yang menolak memeluk agama Kristen setelah kejatuhan Andalusia."
    Unggahan ini disertai dengan dua foto. Foto pertama memperlihatkan sebuah dinding yang dipenuhi dengan tulang dan tengkorak. Sementara foto kedua menunjukkan sebuah ruangan dengan tembok yang dipenuhi tulang dan tengkorak, di mana di bagian tengah ruangan itu terpasang sebuah salib.
    Di Facebook, klaim beserta foto-foto itu diunggah salah satunya oleh akun Puhai Aceh pada 7 Agustus 2020. Di bagian awal, akun ini menulis, "Sebagai umat muslim, wajib tahu sejarah ini.. Betapa biadabnya mereka.. Tapi yang di tuduh radikal/teroris adalah Islam.."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Puhai Aceh.
    Apa benar Gereja Capela dos Ossos di Portugal dibangun dari tulang-tulang umat Islam yang menolak dikristenkan?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri jejak digital kedua foto tersebut denganreverse image toolGoogle, Yandex, dan TinEye. Hasilnya, ditemukan bahwa dua foto itu diambil dari dua Capela dos Ossos yang berbeda, yakni yang berlokasi di Evora dan di Faro, Portugal.
    Foto pertama, yang memperlihatkan sebuah dinding yang dipenuhi dengan tulang dan tengkorak, merupakan foto milik fotografer yang bernama Steve Allen. Foto itu bisa ditemukan di sejumlah situs stok foto, seperti Shutter Stock dan iStock Photo. Di dua situs itu, foto tersebut diunggah pada 2017.
    Dalam keterangannya, tertulis bahwa foto itu memang merupakan foto Capela dos Ossos, salah satu monumen paling terkenal di Evora, Portugal. Kapel yang berukuran kecil ini terletak di sebelah pintu masuk Gereja San Francisco. Kapel tersebut diberi nama demikian karena dinding interiornya ditutupi dengan tengkorak dan tulang manusia.
    Gambar tangkapan layar situs Shutter Stock yang memuat foto Capela dos Ossos milik Steve Allen.
    Dikutip dari Live Science, kapel yang merupakan bagian dari Gereja San Francisco ini dilapisi dengan lebih dari 5 ribu tengkorak yang ditambah dengan berbagai macam tulang manusia lainnya. Pada abad ke-16, tidak ada lagi lahan yang tersisa di lokasi pemakaman milik gereja. Karena itu, para biarawan dari ordo Fransiskan di gereja tersebut menggali makam-makam tua yang sudah lama rusak serta mengawetkan dan merekatkan tengkorak serta tulang dari makam itu ke osuarium.
    Dilansir dari Kompas.com, para biarawan menata ribuan tengkorak tersebut untuk pelayanan doa arwah bagi umat saat peringatan hari kebangkitan. Selain itu, tulang-tulang tersebut menjadi pengingat bagi yang orang-orang masih hidup terhadap kematian. Sebuah tulisan tentang kematian tertulis di pintu masuk kapel tersebut, "Nos ossos que aqui estamos, pelos vossos esperamo" yang artinya kurang lebih "Tulang belulang kami berada di sini, menunggu milikmu".
    Adapun foto kedua, yang menunjukkan sebuah ruangan dengan tembok yang dipenuhi tulang dan tengkorak, di mana di bagian tengah ruangan itu terpasang sebuah salib, juga merupakan foto Capela dos Ossos, namun yang terletak di Faro, Portugal. Foto yang identik pernah dimuat oleh situs Fortheloveofwanderlust.com dalam artikelnya yang berjudul "Mengunjungi Kapel Tulang di Faro, Portugal".
    Kapel ini merupakan bagian dari gereja yang lebih besar, yakni Nossa Senhora do Carmo. Gereja ini selesai dibangun pada 1700-an, sementara Capela dos Ossos selesai dibangun pada 1816. Kapel tersebut dibangun dari tulang lebih dari 1.000 biarawan, dan dihiasi dengan lebih dari 1.200 tengkorak yang ditempatkan secara simetris di seluruh kapel.
    Gambar tangkapan layar artikel di situs Fortheloveofwanderlust.com yang memuat foto Capela dos Ossos di Faro, Portugal.
    Di atas pintu kapel, terdapat tulisan yang berbunyi "Para aqui a considerar que a este estado has-de chegar" yang artinya kurang lebih "Berhenti dan anggaplah bahwa keadaan ini akan menimpa kita semua". Pada abad ke-18, ketika kapel ini dibangun, penempatan tulang dan tengkorak di dinding tersebut dianggap sebagai bentuk penghormatan terhadap para biarawan.
    Penjelasan yang serupa terdapat dalam buku "Lonely Planet Best of Portugal". Dalam buku ini, tertulis bahwa Capela dos Ossos di Faro dibangun di belakang sebuah gereja yang bernama Nossa Senhora do Carmo. Gereja itu selesai dibangun pada 1719. "Capela dos Ossos dibangun pada abad ke-19, dipenuhi dengan tulang dan tengkorak lebih dari 1.000 biarawan sebagai pengingat ketidakkekalan duniawi."

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa gereja dalam foto itu, Capela dos Ossos, dibangun dari tulang-tulang umat Islam yang menolak dikristenkan, keliru. Foto-foto yang menyertai klaim itu merupakan foto dari dua Capela dos Ossos yang berbeda, yakni yang berlokasi di Evora dan di Faro, Portugal. Namun, keduanya tidak dibangun dari tulang umat Islam di Andalusia yang menolak dikristenkan. Tulang-tulang di Capela dos Ossos di Evora berasal dari makam-makam tua di Gereja San Francisco. Sementara Capela dos Ossos di Faro dibangun dari tulang lebih dari 1.000 biarawan.
    IBRAHIM ARSYAD | ANGELINA ANJAR SAWITRI
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8270) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Qari Pelantun Ayat Alquran di Video Ini dari Papua?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 10/09/2020

    Berita


    Video yang memperlihatkan seorang pria sedang melantunkan ayat-ayat Alquran beredar di media sosial. Menurut klaim yang tertera dalam video tersebut, pria itu merupakan qari internasional pemilik suara tertinggi dan napas terpanjang di dunia yang berasal dari Papua.
    Di Facebook, video tersebut dibagikan salah satunya oleh akun Kursiah Cia, yakni pada 20 Agustus 2020. Hingga artikel ini dimuat, video berdurasi 5 menit 16 detik tersebut telah direspons lebih dari 4.300 kali, dikomentari sebanyak 360 kali, dan dibagikan lebih dari 8.300 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Kursiah Cia.
    Apa benar qari dalam video di atas berasal dari Papua?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video itu menjadi sejumlah gambar dengantoolInVID. Kemudian, gambar-gambar tersebut ditelusuri denganreverse image toolGoogle. Hasilnya, ditemukan fakta bahwa qari dalam video tersebut bukan berasal dari Papua, melainkan dari Tanzania, Afrika Timur.
    Video yang sama, tanpa tulisan "Qori Internasional Asal dari Papua Pemilik Suara Tertinggi dan Nafas Terpanjang di Dunia", pernah diunggah oleh kanal YouTube Kashi Foundation pada 7 Maret 2020 dengan judul "Surah al Balad Qari Eidi Shaban || Qari Edi Shaban from Africa || Beautiful recitation of Quran".
    Video ini diberi keterangan dalam bahasa Urdu yang jika diterjemahkan berarti: "Qari Eidi Shaban Tanzania Afrika (Pembaca Terbaik Nafas Terpanjang) Madrasah Riaz-ul-Quran wa Al-Tajweed pemilik nafas panjang. Pakistan, Pathan, Pashtun, Punjabi, Sindhi Balochi, dan Seraiki, tapi juga pangeran favorit semua orang dan milik dunia."
    Video dari peristiwa yang sama, namun denganangleyang sedikit berbeda, juga pernah diunggah oleh kanal YouTube Quran Show TV pada 12 Mei 2020. Video tersebut berjudul "Surah Duha Qari Eidi Shaban from Africa | Best Recitation of The Holy Quran Tilawat Qari Edi Shaban".
    Gambar tangkapan layar unggahan kanal YouTube Quran Show TV.
    Kesamaan terlihat dari warna baju, serban, dan peci yang dikenakan oleh qari tersebut, susunanmicyang digunakan, sertabackdrop di bagian belakang yang berwarna biru dengan tulisan merah, hijau, dan putih dalam bahasa Bengali, bahasa yang digunakan di Bangladesh dan India.
    Jauh sebelumnya, yakni pada 24 Desember 2019, video dengananglelain pernah diunggah oleh kanal YouTube terverifikasi yang berbasis di Bangladesh, CTG Islamic TV. Video ini diberi judul “Qari Eidi Shaban From Africa | Best Recitation of The Holy Quran Tilawat Qari Edi Shaban”.
    Dilansir dari situs media Bangladesh Dailynayadiganta.com, pada 21 Desember 2019, Kompleks Talimul Quran Chittagong, Bangladesh, memang menyelenggarakan Konferensi Quran Internasional. Maulana Hafeez Muhammad Tayyab, ketua kompleks, memimpin konferensi itu.
    Kompetisi siswa dari berbagai sekolah, perguruan tinggi, dan madrasah digelar dari pukul 8 pagi waktu setempat hingga zuhur. Dari zuhur hingga isya, ulama lokal dan internasional mengaji. Dari isya hingga acara berakhir, ayat-ayat Alquran dilantunkan dengan suara merdu dari qari internasional terkenal, termasuk qari Tanzania Rezai Ayub dan Eidi Shaban, qari India Tayyab Jamal, dan Qari Mesir Muhammad Ahmed Abdul Hafiz Ad Durunki.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa qari pelantun ayat-ayat Alquran dalam video di atas berasal dari Papua, keliru. Qari dalam video tersebut adalah Eidi Shaban, asal Tanzania, Afrika Timur.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8269) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Jokowi Disebut Tak Berkemampuan Tapi Punya Daya Rusak oleh Peneliti Australia?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 09/09/2020

    Berita


    Gambar tangkapan layar sebuah artikel dengan judul "Peneliti Australia Sebut: Jokowi 'Presiden Tak Berkemampuan' Tapi Memiliki Daya Rusak" beredar di Facebook. Artikel itu dimuat pada 4 September 2020. Dalam gambar tersebut, terdapat pula tulisan "IDNTODAY News". Ada pula foto Presiden Jokowi berkemeja putih yang sedang duduk.
    Unggahan tersebut dibagikan salah satunya oleh akun Nazril Faturrahman pada 7 September 2020. Akun ini pun menuliskan narasi sebagai berikut:
    "PENELITI AUSTRALIA SEBUT:Jokowi presiden tak Berkemampuan Tapi Memiliki Daya Rusak..!!Wachh radikal ne PENELITI AUSTARALIA.Banser mana Banser,gk bisa di biarkan ne masak presiden macam jokowi di bilang (Memiliki daya Rusak) kurang ajar memang diaAyo pengikut jokowi,kerah kan pasukan,kepung australia..!!!"
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Nazril Faturrahman.
    Benarkah peneliti Australia menyebut Jokowi sebagai presiden tak berkemampuan tapi memiliki daya rusak?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, gambar tangkapan layar artikel yang memuat judul "Peneliti Australia Sebut: Jokowi 'Presiden Tak Berkemampuan' Tapi Memiliki Daya Rusak" adalah hasil suntingan. Situs IDN Today tidak pernah memuat artikel dengan judul tersebut.
    Mula-mula, Tempo memasukkan kata kunci "Jokowi" dalam kolom pencarian situs IDN Today. Lewat cara ini, ditemukan satu artikel dengan foto Jokowi yang identik dengan foto dalam gambar tangkapan layar tersebut. Namun, artikel aslinya berjudul "Peneliti Australia Sebut Jokowi Seperti Wali Kota di Istana Presiden".
    Artikel itu dimuat oleh IDN Today pada 4 September, sama dengan tanggal yang tertera dalam gambar tangkapan layar di atas. IDN Today mempublikasikan ulang artikel tersebut dari situs media Tribunnews yang menggunakan judul yang sama, yakni "Peneliti Australia Sebut Jokowi Seperti Wali Kota di Istana Presiden".
    Artikel di Tribunnews itu bersumber dari berita di situs media ABC Indonesia. Berita ini berisi hasil wawancara ABC Indonesia dengan Ben Bland, Direktur Program Asia Tenggara di lembaga Lowy Institute. Bland menjelaskan soal buku terbarunya yang berjudul "Man of Contradictions - Joko Widodo and the Struggle to Remake Indonesia".
    Dalam buku setebal 180 halaman ini, Bland memaparkan bagaimana "seorang pembuat mebel" berhasil menangkap imajinasi bangsa Indonesia tentang sosok pemimpin yang diidam-idamkan, namun juga penuh "kontradiksi". "Kontradiksi tidak sepenuhnya konsep yang negatif, tapi menyiratkan Jokowi sedang bertarung untuk mendamaikan banyak persoalan," kata Bland.
    Namun, saat memasuki periode kedua, sosok yang sebelumnya menawarkan diri bukan bagian dari elite politik ini telah berubah menjadi elite yang membangun dinasti politiknya sendiri. "Sosok yang pernah dipuja karena reputasinya yang bersih, malah telah memperlemah lembaga pemberantasan korupsi, memicu aksi demonstrasi mahasiswa dan pelajar," ujar Ben.
    "Kelemahan kepemimpinannya terungkap oleh krisis Covid-19. Pemerintahannya menunjukkan jejak-jejak buruk: tidak menghargai pendapat pakar kesehatan, tidak mempercayai gerakan masyarakat sipil, dan gagal membangun strategi terpadu," tuturnya.
    Sinopsis mengenai buku Bland itu juga dimuat oleh situs resmi Low Institute. Tertulis dalam laman tersebut bahwa Jokowi adalah sosok presiden perwujudan kontradiksi mendasar dari Indonesia modern. Dia terjebak antara demokrasi dan otoriterisme, keterbukaan dan proteksionisme, serta Islam dan pluralisme.
    “Dari gubuk tepi sungai hingga istana presiden, Joko Widodo naik ke puncak politik Indonesia dengan gelombang harapan perubahan. Namun, enam tahun masa kepresidenannya, mantan pembuat furnitur ini berjuang untuk mewujudkan reformasi yang sangat dibutuhkan Indonesia. Meski menjanjikan untuk membangun Indonesia menjadi kekuatan Asia, Jokowi, begitu ia dikenal, tersendat di tengah krisis, dari Covid-19 hingga gerakan massa Islamis."
    “Man of Contradictions, biografi berbahasa Inggris pertama Jokowi, berpendapat bahwa Jokowi adalah presiden perwujudan kontradiksi mendasar dari Indonesia modern. Dia terjebak antara demokrasi dan otoriterisme, keterbukaan dan proteksionisme, Islam dan pluralisme. Kisah luar biasa Jokowi menunjukkan apa yang mungkin terjadi di Indonesia - dan itu juga menunjukkan batasannya.”

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "peneliti Australia menyebut Jokowi sebagai presiden tak berkemampuan tapi memiliki daya rusak" keliru. Gambar tangkapan layar yang memuat klaim tersebut merupakan hasil suntingan dari berita di situs IDN Today yang berjudul "Peneliti Australia Sebut Jokowi Seperti Wali Kota di Istana Presiden". Peneliti yang dimaksud, Ben Bland, pun tidak menyebut Presiden Jokowi tidak berkemampuan dan memiliki daya rusak. Sebagaimana yang tertulis dalam bukunya, "Man of Contradictions - Joko Widodo and the Struggle to Remake Indonesia", Bland menyebut Jokowi sebagai sosok presiden yang penuh kontradiksi. Namun, menurut Bland, kontradiksi tidak sepenuhnya konsep yang negatif.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8268) [Fakta atau Hoaks] Benarkah UAS Sebut Facebook Haram di Poster Ini?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 09/09/2020

    Berita


    Sebuah poster yang berisi klaim bahwa Ustaz Abdul Somad, atau yang akrab disapa UAS, menyebut Facebook haram beredar di media sosial. Menurut klaim itu, Facebook haram karena dibuat untuk merusak iman Islam di mana wall Facebook, tempat menulis status, serupa dengan Tembok Ratapan Yahudi.
    Poster berwarna biru ini berisi foto UAS yang mengenakan kemeja batik, juga berwarna biru, serta serban coklat muda yang dikalungkannya di leher. Di sebelah foto UAS, terdapat narasi yang berbunyi: "Face Book Haram Karena dibuat oleh kafir untuk merusak iman Islam Menulis status di wall menyerupai Tembok Ratapan Kaum Yahudi."
    Di bawah tulisan itu, terdapat pula tanda tangan yang di bawahnya tertulis "H. Abdul Somad". Di bagian bawah, terdapat kutipan dari "HR. Abu Daud, Hasan", yakni "Barangsiapa yang Menyerupai Suatu Kaum Maka Ia Termasuk Bagian Dari Mereka".
    Di Facebook, poster itu diunggah salah satunya oleh akun Rohman Abdul, yakni pada 6 September 2020. Akun ini pun menulis, "Bong ceboooong....Haraaaaaaam booooong.... Paham kagak eloh bong...."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Rohman Abdul.
    Apa benar Ustaz Abdul Somad menyebut Facebook haram dalam poster tersebut?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta menelusuri poster itu denganreverse image toolGoogle dan Yandex. Lewat penelusuran ini, ditemukan bahwa poster itu telah mengalami suntingan. Poster aslinya berisi nasihat yang berbunyi "Malam Tahun Baru 2019 No Bonceng, No Bencong, No Mabuk. Jangan Melalak. Ada Zikir, Ikut. Tak Ada, Tidur".
    Poster ini pernah dimuat Serambinews.com dalam artikelnya yang berjudul "Nasehat Ustaz Abdul Somad untuk Anak Muda di Malam Tahun Baru 2019: Jangan Keluyuran, Minum Antimo" pada 31 Desember 2018. Dalam keterangannya, disebutkan bahwa poster itu diambil dari akun Instagram UAS, @ustadzabdulsomad.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Instagram lama Ustaz Abdul Somad, @ustadzabdulsomad, yang memuat poster tentang Tahun Baru 2019.
    Dikutip dari Banjarmasinpost.co.id, menyambut Tahun Baru 2019, Ustaz Abdul Somad memberikan pesan khusus kepada umat Islam, terutama generasi mudanya, lewat poster yang diunggah di akun Instagram-nya pada 15 Desember 2018. UAS mengingatkan generasi muda muslim agar tidak merayakan malam Tahun Baru 2019 dengan berhura-hura dan keluyuran.
    Dalam poster yang menggunakan bahasa Minang itu, UAS mengingatkan bahwa anak-anak muda lebih baik mengisi malam tahun baru dengan mengikuti acara zikir. "Malam Tahun Baru 2019, No Bonceng, No Bencong dan No Mabuk. Jangan Melalak, Ada Zikir Ikut, Tak Ada, Tidur," demikian pesan UAS dalam poster tersebut. Dalam sehari, pesan UAS ini telah mendapatkan like sebanyak 317.382 dan dikomenteri puluhan warganet.
    Meskipun begitu, pada akhir Juni 2019, akun Instagram UAS itu, @ustadzabdulsomad, dihapus. UAS pun membuat akun baru dengan nama @ustadzabdulsomad_official. Karena itu, poster ini tidak bisa lagi ditemukan di akun Instagram UAS.
    Di Facebook milik Ustaz Abdul Somad, poster ini juga tidak bisa lagi ditemukan. Pasalnya, dikutip dari situs Hidayatullah.com, Facebook telah menghapus poster tentang malam Tahun Baru 2019 itu.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Ustaz Abdul Somad yang berisi poster tentang Tahun Baru 2019 mendapatkan peringatan dari Facebook sehingga tidak bisa dilihat oleh akun lain.
    "Postingan Anda melanggar Standar Komunitas kami tentang ujaran kebencian. Orang lain tidak dapat melihat postingan Anda. Kami memiliki standar ini karena kami ingin diskusi di Facebook berjalan dengan penuh hormat," demikian penjelasan Facebook seperti dikutip dari foto yang dimuat oleh Hidayatullah.com.
    Dalam foto ini, terlihat bagian atas poster UAS tentang Tahun Baru 2019 yang berwarna biru dengan aksen oranye dan putih itu. Poster tersebut diunggah oleh akun Facebook UAS, Ustadz Abdul Somad, pada 15 Desember 2018. UAS pun menuliskan narasi, "Buatkan dalam spanduk dan baliho, sebarkan."

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Ustaz Abdul Somad menyebut Facebook haram dalam poster di atas, keliru. Poster itu adalah hasil suntingan. Dalam poster aslinya, yang diunggah oleh UAS sendiri di akun-akun media sosialnya, narasi yang tertulis adalah "Malam Tahun Baru 2019 No Bonceng, No Bencong, No Mabuk. Jangan Melalak. Ada Zikir, Ikut. Tak Ada, Tidur".
    IBRAHIM ARSYAD
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan