• (GFD-2020-8036) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Penularan Corona Bisa Dihentikan dengan Berdiam Diri Selama 3 Hari?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 09/04/2020

    Berita


    Sebuah poster yang mengajak masyarakat untuk berdiam diri selama tiga hari, yakni pada 10-12 April 2020, beredar di media sosial. Menurut poster itu, dengan berdiam diri selama tiga hari, penularan virus Corona Covid-19 bisa dihentikan.
    Berikut ini isi lengkap tulisan dalam poster tersebut, "Ayo Kompak Lawan Virus. Serempak Se-Indonesia Berhenti Total Tiga Hari. Virus tidak bisa pindah kecuali dipindahkan, dan jika dalam 24 jam tidak dipindahkan, virus mati sendiri. Pelaksanaan: 10-12 April 2020."
    Salah satu akun di Facebook yang mengunggah poster itu adalah akun Septi Virginia Bunda Aldy, yakni pada 7 April 2020. Akun ini pun menuliskan narasi, "Kito buat si Corona mati gaya, istirahat total (kalau biso) 3 hari saja! Cuman bener2 harus kompak artinya tgl2 itu saya berupaya tinggal dirumah, tidak menerima tamu atau orderan, tidak belanja online, tidak menerima paket (kecuali dana segar via rekening) itu saya... bagaimana dengan anda? Ayo bersama kita bisa."
    Adapun di WhatsApp, poster itu disebarkan dengan narasi, "Kenapa kita dianjurkan untuk makai masker di tgl 10-12 April. URGENT sbg informasi dari Bpk Dir-1... Bhw 3 hari kedepan diusahakan seluruh anggota keluarga masing2 di Rmh...utk tdk keluar rmh, walau hanya utk berjemur, klu tdk sgt terpaksa.. Krn dlm 3 hari kedepan Arus angin dari Utara ke arah Selatan yg membawa wabah (penyakit) akan melewati Indonesia menuju Australian."
    Artikel ini akan berisi pemeriksaan fakta terhadap dua hal:

    Hasil Cek Fakta


    Klaim I
    Untuk memeriksa klaim pertama, Tim CekFakta Tempo menghubungi Dicky Budiman, ahli epidemologi yang kini menjadi kandidat doktor di Universitas Griffith Australia. Menurut dia, klaim bahwa berhenti beraktivitas total selama tiga hari dapat menghentikan penularan virus Corona Covid-19 tidak memiliki landasan ilmiah. "Ini tidak sesuai dengan fakta sifat masa inkubasi virus penyebab Covid-19," kata Dicky kepada Tempo pada 9 April 2020.
    Dicky menjelaskan masa inkubasi atau jangka waktu sejak seseorang terpapar virus hingga menunjukkan gejala Covid-19 adalah sekitar 14 hari, bahkan 28 hari. Karena itu, berhenti beraktivitas total selama tiga hari saja tidak akan efektif untuk menghentikan penularan Covid-19.
    Menurut Dicky, penelitian sejumlah ahli juga menunjukkan bahwa, untuk menekan angka produksi kasus 1 persen atau di bawahnya, harus dilakukan karantina wilayah hingga 35 hari. "Jadi, jauh sekali antara tiga hari dengan 35 hari itu," kata Dicky.
    Hingga kini, berapa lama masa inkubasi Covid-19 memang belum bisa dinyatakan secara final karena pandemi ini masih berlangsung sehingga penelitian mengenai virus itu pun masih berjalan. Namun, Tempo tidak menemukan rujukan yang menyatakan virus Corona Covid-19 bisa dimatikan dalam waktu tiga hari. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ), sebagian besar perkiraan menyatakan masa inkubasi Covid-19 berkisar antara 1-14 hari. Namun, yang paling umum adalah sekitar lima hari.
    Baru-baru ini, para peneliti Cina bahkan menemukan virus corona Covid-19 dapat hidup di saluran pernapasan seseorang yang terinfeksi selama 37 hari sejak pertama kali mengalami sakit. Perhitungan tersebut dihasilkan dari penelitian terhadap 191 pasien di dua rumah sakit di Wuhan, Cina.
    "Pelepasan virus yang berkepanjangan memberikan alasan untuk strategi isolasi pasien yang terinfeksi dan intervensi antivirus yang optimal di masa depan," demikian temuan yang ditulis di jurnal The Lancet yang terbit pada 11 Maret 2020.
    Sementara terkait klaim bahwa virus Corona Covid-19 bisa mati sendiri jika dalam 24 jam tidak dipindahkan, menurut Dicky, belum ada penelitian final mengenai berapa lama virus itu dapat bertahan di permukaan benda. Data yang tersebar di internet mengenai lamanya virus Corona bertahan di permukaan meja, besi, plastik, ataupun kertas masih didasarkan pada sifat virus Corona SARS dan MERS.
    Meskipun begitu, Dicky mengingatkan bahwa penting untuk membersihkan setiap permukaan benda dengan deterjen atau cairan disinfektan secara rutin. Dengan cara ini, risiko penularan virus Corona Covid-19 bisa berkurang. "Jadi, tidak perlu menunggu berhari-hari atau berjam-jam untuk membersihkan," kata Dicky.
    WHO juga menjelaskan bahwa belum pasti berapa lama virus Corona Covid-19 bertahan di permukaan benda. Tapi virus ini kemungkinan berperilaku seperti virus Corona lainnya. Studi menunjukkan bahwa virus Corona, termasuk informasi awal tentang virus Corona Covid-19, dapat bertahan di permukaan benda selama beberapa jam atau hari. Hal ini bergantung pada jenis benda serta suhu dan kelembaban di sekitarnya.
    Klaim II
    Terkait klaim bahwa akan ada angin dari utara ke selatan yang membawa wabah penyakit pada 10-12 April 2020, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) telah membantahnya. "Tidak benar pada 10-12 April akan terjadi angin dari utara ke selatan yang kuat dan membawa wabah penyakit," demikian pernyataan resmi dari Lapan pada 9 April 2020.
    Berdasarkan prediksi Satellite-based Disaster Early Warning System (Sadewa) Lapan, angin selama tiga hari mendatang tidak didominasi oleh angin utara. Selain itu, hingga kini, belum ada penelitian yang mengaitkan wabah penyakit dengan angin lintas benua dan lautan atau angin monsun. "Virus tidak ditularkan melalui udara, tapi melalui droplet yang jarak jangkaunya pendek, dan yang berbahaya adalah transmisi dari orang ke orang."
    Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) juga membantah klaim bahwa akan ada angin dari utara ke selatan yang membawa wabah penyakit pada 10-12 April 2020. "Hal tersebut dapat dipastikan bukan berasal dari BMKG dan isi informasi tersebut hoaks serta tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya," kata Plt Deputi Bidang Meteorologi BMKG Herizal dalam siaran persnya pada 9 April 2020.
    Herizal menegaskan bahwa, saat ini, sebagian besar wilayah Indonesia sedang berada dalam peralihan musim hujan menuju musim kemarau sehingga sirkulasi angin tidak lagi didominasi oleh angin dari utara atau dari Benua Asia. "Bahkan, di beberapa wilayah di bagian selatan Indonesia kini sudah mulai berhembus angin dari timur-selatan atau dari Benua Australia," ujar Herizal.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, narasi dalam poster di atas, bahwa penularan virus Corona Covid-19 bisa dihentikan dengan berdiam diri selama tiga hari, keliru. Klaim itu tidak sesuai dengan fakta mengenai masa inkubasi virus Corona Covid-19. Menurut data saat ini, masa inkubasi Covid-19 berkisar antara 1-14 hari. Sejumlah penelitian justru menunjukkan bahwa masa inkubasi Covid-19 lebih panjang, yakni 28 hari dan 37 hari. Klaim yang menyertai poster itu di WhatsApp pun keliru. Menurut Lapan, tidak benar bahwa pada 10-12 April akan ada angin dari utara ke selatan yang membawa wabah penyakit.
    IKA NINGTYAS
    Catatan Redaksi: Artikel ini diubah pada 9 April 2020 pukul 22.15 WIB di bagian pemeriksaan fakta karena terdapat tambahan penjelasan dari BMKG.
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8035) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Lokasi Karantina Corona untuk TKI dari Luar Negeri yang Pulang ke Jawa Timur?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 09/04/2020

    Berita


    Foto-foto yang memperlihatkan gubuk-gubuk dari bambu serta sejumlah orang dengan masker dan seorang petugas medis dengan alat pelindung diri (APD) beredar di media sosial. Foto-foto itu diklaim sebagai foto-foto lokasi karantina untuk tenaga kerja Indonesia (TKI) dari luar negeri yang pulang ke Jawa Timur dalam rangka mencegah penyebaran virus Corona Covid-19.
    Foto pertama memperlihatkan belasan gubuk bambu yang berjejer di sebuah tanah kosong. Masing-masing gubuk diisi oleh satu orang yang mengenakan masker. Foto kedua memperlihatkan seorang petugas dengan APD yang tengah memeriksa suhu tubuh seorang penghuni gubuk.
    Adapun foto ketiga memperlihatkan seorang laki-laki dengan masker yang sedang duduk di tepi sebuah pembaringan. Tempat tidur yang juga terbuat dari bambu itu menjadi satu-satunya fasilitas di dalam gubuk yang beralaskan tanah tersebut.
    Akun Facebook yang membagikan foto-foto itu adalah akun Jaka Donie, yakni pada 6 April 2020. Akun ini menulis, "Pemerintah jawa timur sdh menyiapkan 52 buah tempat kurantin bagi TKI yg bru pulang dari luar negri. Mereka akan Di kuarantin selama likor likor nam belas hari."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Jaka Donie.
    Apa benar foto-foto di atas merupakan foto-foto lokasi karantina TKI yang pulang ke Jawa Timur?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, foto-foto tersebut telah beredar di Twitter sebelumnya. Ada yang menyebut bahwa lokasi dalam foto tersebut berada di Laos. Namun, ada pula yang menyebut bahwa gubuk-gubuk itu merupakan kamp pengungsian etnis Rohingya di Bangladesh.
    Untuk memastikan lokasi yang sebenarnya dari foto-foto tersebut, Tempo menggunakan tool Source. Hasilnya, ditemukan bahwa foto-foto itu pernah dimuat di sejumlah situs media Myanmar. Foto-foto tersebut diambil di sebuah lokasi karantina untuk para pendatang di Myanmar.
    Dilansir dari artikel di Bamakhit.com yang dimuat pada 1 April 2020, gubuk-gubuk itu dibangun di negara bagian Shan, Myanmar, yang berbatasan dengan Cina, Thailand, dan Laos. Puluhan gubuk tersebut dipakai untuk mengkarantina para pendatang atau imigran selama 14 hari.
    Dikutip dari artikel di Democratic Voice of Burma pada 1 April 2020, lokasi karantina itu didirikan dan dikelola oleh Tentara Negara Wa Bersatu (UWSA), pasukan militer di wilayah otonomi Wa, bersama Departemen Kesehatan Myanmar.
    Para petugas akan melaporkan hasil pemantauan terhadap para pendatang ke pejabat kesehatan Myanmar. Sejauh ini, terdapat 84 pendatang yang tercatat menempati lokasi karantina di distrik Mong Hsat. Pada 1 April, tersisa 51 pendatang yang masih dikarantina.
    Dilansir dari artikel di Myanmarmix.com pada 2 April 2020, kembalinya puluhan ribu pekerja migran dari Thailand memang menjadi keprihatinan utama bagi para pejabat Myanmar. Mereka khawatir para pendatang tersebut bakal menyebarkan virus Corona Covid-19 ketika bepergian di Myanmar.
    Pemerintah Myanmar pun meminta para migran untuk melakukan karantina selama dua minggu. Namun, instruksi tersebut diabaikan. Oleh karena itu, beberapa wilayah di Myanmar mengambil inisiatif untuk mendirikan kamp karantina sementara.
    Aktivis kemanusiaan Matt Walsh juga pernah mengunggah foto-foto lokasi karantina bagi para migran yang kembali ke Myanmar tersebut di Twitter. Dalam unggahannya pada 2 April 2020 itu, Walsh mencuit bahwa foto-foto itu diambil di negara bagian Shan dan wilayah otonomi Wa.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, narasi yang menyertai foto-foto di atas, bahwa lokasi dalam foto tersebut adalah lokasi karantina TKI yang pulang ke Jawa Timur, menyesatkan. Puluhan gubuk dalam foto-foto itu memang merupakan lokasi karantina bagi pendatang dalam rangka mencegah penyebaran virus Corona Covid-19. Namun, gubuk-gubuk tersebut berada di Myanmar, bukan di Jawa Timur.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8034) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Narasi Soal Utang untuk Listrik Gratis Ini Berasal dari Menteri Keuangan Sri Mulyani?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 08/04/2020

    Berita


    Narasi bahwa listrik gratis serta diskon listrik selama pandemi virus Corona Covid-19 dibiayai dengan utang dari Bank Dunia sebesar Rp 5 triliun beredar di Facebook. Narasi itu diklaim berasal dari pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
    Narasi tersebut terdapat dalam sebuah poster berlatar warna merah yang memuat foto Sri Mulyani. Dalam poster itu, terdapat logo Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
    Adapun narasi dalam poster itu berbunyi, "Mohon berhemat listrik. Listrik gratis dan diskon yang diberikan negara dibiayai dengan utang dari Bank Dunia sebesar 5 triliun yang harus dibayar ke depan dengan uang rakyat juga. Karenanya tarif listrik ke depan bisa lebih mahal lagi. Kini kami juga tengah berjuang mencari bantuan dan pinjaman ke negara-negara Islam di Timur Tengah agar kebutuhan pangan rakyat di tengah wabah segera bisa terpenuhi."
    Salah satu akun di Facebook yang mengunggah poster itu adalah akun Misna Dan Arlan, yakni pada 6 April 2020. Hingga artikel ini dimuat, unggahan akun tersebut telah dibagikan lebih dari 200 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Misna dan Arlan.
    Mulai April 2020, sebanyak 24 juta pelanggan listrik 450 VA dan 7 juta pelanggan listrik 900 VA bersubsidi memang mendapatkan keringanan dalam pembayaran tagihan listrik rumah tangganya selama tiga bulan. ???Diskon tarif ini diberikan sebagai perlindungan sosial bagi masyarakat yang terdampak pandemi Corona.
    Namun, benarkah Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan dua hal seperti yang tertulis dalam poster di atas?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, tidak ditemukan poster tersebut di akun-akun resmi milik Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, maupun PT PLN. Tidak ditemukan pula pernyataan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani di sumber-sumber yang kredibel bahwa diskon tarif listrik berasal dari utang Bank Dunia sebesar Rp 5 triliun.
    Pada pekan ketiga Maret 2020, Bank Dunia memang menyetujui pinjaman kepada Indonesia sebesar US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,9 triliun (kurs Rp 16.480 per dolar Amerika Serikat) yang berbentuk general financing. Namun, utang itu digunakan untuk melaksanakan reformasi pada sektor keuangan. Reformasi ini diharapkan bisa membantu mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan mencapai tujuan kesejahteraan bersama.
    Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman menuturkan utang dari Bank Dunia tersebut tidak secara spesifik diperuntukkan untuk mendanai kegiatan tertentu, seperti contohnya untuk mitigasi dampak virus Corona Covid-19. "Dengan general financing, justru kita punya fleksibilitas," kata Luky.
    Lewat akun Instagram resminya, Kementerian Keuangan menjelaskan bahwa sumber anggaran untuk diskon tarif listrik selama tiga bulan tersebut berasal dari penambahan anggaran belanja sebesar Rp 3,5 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2020 sebagai perlindungan sosial bagi masyarakat yang terdampak pandemi Corona. ???
    Anggaran sebear Rp 3,5 triliun itu menjadi bagian dari tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 untuk penanganan dampak Covid-19 yang totalnya sebesar Rp 405,1 triliun. Anggaran itu terdiri atas anggaran di bidang kesehatan Rp 75 triliun, perluasan Jaring Pengaman Sosial Rp 110 triliun, dukungan industri (insentif perpajakan dan stimulus Kredit Usaha Rakyat) Rp 70,1 triliun, dan pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional Rp 150 triliun.
    Presiden Joko Widodo atau Jokowi juga telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
    Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Rahayu Puspasari, menjelaskan bahwa dana diskon tarif listrik tersebut diperoleh dari relokasi dan refocusing anggaran APBN 2020 untuk penanganan Covid-19 dan sumber sah lainnya. "Informasi yang beredar mengenai subsidi tersebut dari pinjaman Bank Dunia sebesar Rp 5 triliun adalah hoaks,” kata Rahayu pada 6 April 2020.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, poster yang diunggah oleh akun Facebook Misna Dan Arlan, yang menyebut listrik gratis serta diskon listrik selama pandemi virus Corona Covid-19 dibiayai dengan utang dari Bank Dunia sebesar Rp 5 triliun, tidak diterbitkan oleh Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, maupun PT PLN. Termasuk juga narasi yang tertulis dalam poster tersebut, bukan pernyataan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dengan demikian, unggahan itu keliru.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8033) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Foto-foto Peti Jenazah Pasien Corona di Italia?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 08/04/2020

    Berita


    Sejumlah foto yang memperlihatkan puluhan peti jenazah yang berjejer di sebuah lokasi beredar di media sosial. Menurut narasi yang menyertainya, foto-foto tersebut merupakan foto peti jenazah pasien yang terinfeksi virus Corona Covid-19.
    Di Facebook, salah satu akun yang membagikan foto-foto itu adalah akun Lyn Tanjung, tepatnya pada 3 April 2020. Ia mengunggah foto-foto tersebut dengan narasi sebagai berikut:
    "Kalau sudah begini harta dan jabatan tak ada guna
    Italia Sudah Menyerah
    Perdana Menteri Italia berkata : Penjagaan kami sudah tiada. Penyakit ini terus membunuh kami. Segala Penyembuhan di Dunia, Sudah Tamat.
    • Semalam 427 Meninggal.• Hari Ini 627 Meninggal.• 1529 orang Meninggal Dalam Waktu 3 Hari.• 5986 Kasus Baru Dalam Satu Hari!!
    Italia telah Gagal Sepenuhnya..Presiden Italia Menangis. Italia merupakan negara yang Memiliki Pertahanan Kesehatan #Terbaik di Dunia. Tapi Mereka Telah Gagal Mencegah COVID-19 Masuk ke Negaranya. Karena pada Awalnya Mereka Menganggap COVID-19 Hanyalah Gurauan belaka.
    Kini Presiden mereka kembali menangis. Karena Sudah Tidak Ada Tempat Pemakaman lagi untuk mereka yg meninggal karena COVID-19.700++ Orang Mati per harinya."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Lyn Tanjung.
    Apa benar foto-foto peti jenazah dalam unggahan di atas merupakan peti jenazah pasien Corona di Italia?

    Hasil Cek Fakta


    Dilansir dari Kompas.com, pada pekan ketiga Maret 2020, jumlah korban meninggal dalam sehari di Italia karena virus Corona Covid-19 sempat menyentuh angka 793 orang. Dengan jumlah kematian yang tinggi ini, pemerintah Italia sempat kewalahan dalam menangani banyaknya jenazah.
    Dikutip dari Media Indonesia, pemerintah Bergamo, kota yang menjadi pusat wabah Covid-19 di Italia, sampai harus mengirimkan jenazah ke kota tetangga untuk dikremasi. "Banyaknya korban tewas menyebabkan krematorium Bergamo tidak sanggup mengatasinya sendiri," kata Wali Kota Bergamo Giorgio Gori.
    Meskipun begitu, dikutip dari artikel cek fakta Rappler, tidak ada pernyataan resmi atau laporan dari media-media kredibel yang memuat kutipan Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte seperti yang tertulis dalam unggahan akun Lyn Tanjung di atas.
    Malah, kutipan dalam unggahan tersebut bertentangan dengan pernyataan terbaru Conte pada 16 dan 21 Maret 2020. Pernyataan itu dipublikasikan di situs resmi pemerintah Italia. "Kami meninggalkan kebiasaan yang paling mahal. Kami melakukannya karena kami mencintai Italia. Tapi kami tidak menyerah. Bersatu, kami akan melakukannya," kata Conte pada 21 Maret.
    Selain itu, tidak ada laporan yang menyatakan bahwa Presiden Italia Sergio Mattarella menangis. Narasi bahwa Presiden Italia menangis sebelumnya beredar sebagai informasi yang salah yang telah banyak dibantah oleh sejumlah organisasi pemeriksa fakta, satu di antaranya AFP.
    Foto-foto yang diklaim sebagai foto peti jenazah pasien Corona di Italia pun salah. Tempo menggunakanreverse image toolGoogle dan Yandex untuk menelusuri foto-foto dalam unggahan akun Lyn Tanjung di atas, dan menemukan bahwa foto-foto tersebut tidak berkaitan dengan wabah Corona di Italia.
    Berikut ini fakta terkait foto-foto itu:

    Fakta: Peti-peti ini berisi lebih dari 300 jenazah korban kecelakaan kapal migran dari Afrika di lepas pantai Lampedusa, Italia, pada 3 Oktober 2013. Mereka tewas karena sebuah kapal yang disesaki oleh 500 migran asal Pantai Libya tersebut terbakar dan tenggelam sekitar setengah mil dari Italia. Foto ini diambil oleh fotografer AFP saat kedatangan Presiden Uni Eropa di hanggar bandara yang menjadi tempat sementara untuk menyimpan peti jenazah korban.
    Sumber: The Guardian

    Fakta: Foto ini juga terkait dengan tragedi tenggelamnya kapal migran dari Afrika di Lampedusa, Italia, pada 2003. Foto tersebut diambil oleh fotografer Reuters pada 5 Oktober 2013 dengan keterangan "peti jenazah korban dari karamnya Kapal Sisilia di hanggar bandara Lampedusa".
    Sumber: Straitstimes

    Fakta: Foto ini dijepret oleh fotografer Reuters dan dimuat oleh The Star pada 5 Oktober 2013. Foto tersebut diberi keterangan: "Peti jenazah korban dari kapal karam Sisilia yang memenuhi hanggar bandara Lampedusa pada Sabtu. Beberapa orang yang selamat dari tragedi itu datang untuk memberi penghormatan."
    Sumber: The Star

    Fakta: Tempo menemukan foto ini dalam kolase foto bergerak yang diunggah kanal Davolese90 di Youtube pada 10 April 2009, jauh sebelum virus Corona Covid-19 muncul pada Desember 2019. Kanal itu pun memberikan keterangan dalam bahasa Italia, "Untuk mengenang para korban gempa yang melanda Abruzzo." Pada 6 April 2009, memang terjadi gempa berkekuatan 6,3 skala Richter di daerah pegunungan Abruzzo di timur Roma yang menyebabkan 308 orang meninggal.
    Sumber: YouTube dan The New York Times

    Fakta: Foto ini diambil di Venezuela, kemungkinan pada 11 Maret 2019 dan menunjukkan hasil penjarahan di sebuah bank di Kota Merida. Media lokal di kota itu, Maduradas.com, pernah memuat beberapa foto lain dari insiden tersebut dan melaporkan bahwa para pelaku menebar uang-uang lama di jalanan dan membakarnya.
    Sumber: Tempo CekFakta

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, unggahan akun Lyn Tanjung di atas menyesatkan. Tidak ada rilis resmi atau laporan dari media-media kredibel bahwa Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte menyatakan menyerah karena virus Corona Covid-19. Tidak ada pula laporan yang menyebut Presiden Italia Sergio Mattarella menangis. Selain itu, foto-foto yang digunakan oleh akun Lyn Tanjung tidak terkait dengan wabah virus Corona Covid-19 di Italia.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan