• (GFD-2020-3805) [SALAH] Foto “Lihatlah Kebiadapan Israel Ini”

    Sumber: Sosial Media
    Tanggal publish: 06/04/2020

    Berita

    BUKAN foto kebiadaban Israel. Foto yang diunggah ke internet sejak tahun 2009 itu adalah bagian dari tradisi ‘Tibetan Sky Burial’, sebuah tradisi kuno pemakaman langit di Tibet.

    FYI: Sumber klaim dan tautan referensi memuat gambar yang mengganggu bagi sebagian orang, mohon untuk bersikap bijaksana.

    Beredar artikel berjudul “Kalau Anda Benar,Benar Umat Muslim Mohon Di Bagikan,Lihatlah Kebiadapan Israel Ini”. Artikel ini dimuat di situs berita-inter[dot]net pada bulan April 2020.

    Berikut kutipan artikelnya :
    “Apa yang ada dalam benak hati anda setelah lihat f0t0 diatas, apakah mendiami ataukah hanya diam saja tutup mulut serta telinga serta berpura-pura tidak paham, mari sebar luaskan inf0rmasi ini supaya semua 0rang di semua dunia tahu kebiadabanya. ASTAGHFIRULLAH. Tidak ada yang memiliki kesangsian mengenai aktivitas tiran pasukan Israel di Palestina di semua dunia. Mereka mulai tingkatkan itu 10-20 th. paling akhir. Dalam rekaman harian Anda dapat memiliki c0nt0h aktivitas tiran pasukan-pasukan Israel di mana mereka yang mengubur anak-anak Muslim hidup hidup.”

    Hasil Cek Fakta

    PENJELASAN

    Berdasarkan hasil penelusuran, klaim bahwa foto itu adalah foto kebiadaban Israel adalah klaim yang salah. Sebelumnya foto ini juga pernah diklaim sebagai bukti adanya praktik kanibalisme di konflik Rohingya, Myanmar, namun klaim ini juga jelas salah.

    Foto yang diunggah ke internet sejak tahun 2009 itu adalah bagian dari tradisi ‘Tibetan Sky Burial’, sebuah tradisi kuno pemakaman langit di Tibet.

    Mayoritas warga Tibet menganut agama Buddha. Mereka menyambut kematian secara sukacita karena percaya reinkarnasi di alam selanjutnya. Oleh karena itulah mereka memilih cara pemakaman langit atau yang disebut dengan ritual ‘Jhator’.

    Jhator berarti ‘sky burial’ atau pemakaman di langit. Dinamakan begitu karena ritual Jhator dilakukan di atas bukit atau gunung. Tak sembarang orang bisa dimakamkan dengan cara begini. Jenazah tak boleh di bawah 18 tahun, wanita hamil, atau mereka yang meninggal karena penyakit atau kecelakaan.

    Dalam ritual Jhator, jenazah tidak benar-benar dikubur karena tanah di Tibet terlalu keras dan berbatu. Tidak pula dibakar karena kelangkaan bahan bakar dan kayu. Cara mereka adalah dengan memutilasi jenazah, memisahkan daging dan tulang, untuk menjadi makanan Burung Nasar alias burung bangkai.

    Burung Nasar dalam bahasa Tibet disebut Dakini, yang berarti penari langit. Warga Tibet yakin, Dakini adalah reinkarnasi dari malaikat. Mereka akan mengambil arwah jenazah dan mengantarnya ke surga, sebuah tempat menunggu reinkarnasi kehidupan selanjutnya.

    Bagi orang Tibet, ritual Jhator juga sarat akan nilai religi. Daging manusia diumpankan pada Burung Nasar karena dianggap menyelamatkan hewan-hewan tersebut. Mereka mencontoh salah satu Buddha yakni Sakyamuni, yang konon pernah melakukan hal ini. Untuk menyelamatkan seekor merpati, Sakyamuni memberi makan elang dengan dagingnya sendiri.

    Begini proses ritualnya. Setelah upacara kematian, jenazah akan dibiarkan begitu saja selama 3 hari. Para biksu akan berdoa mengelilingi jenazah tersebut sebelum Jhator dilakukan. Jenazah lalu diposisikan seperti janin, sama seperti ketika dilahirkan.

    Jhator biasanya dilakukan sebelum fajar. Jenazah dibawa ke atas bukit kemudian dilepas pakaiannya. Mutilasi pun dimulai, pemotongan pertama dilakukan pada punggungnya. Kapak dan parang digunakan karena daya potongnya cepat dan pasti. Tulang, daging, dan organ dalam dipisahkan. Tulang kemudian dihancurkan dan dicampur dengan ‘tsampa’ atau tepung barley panggang. Setelah tubuh benar-benar terpotong seluruhnya, adonan tulang itu kemudian disebar ke tanah. Dakini pun mulai datang.

    Masyarakat percaya, agar arwah terbawa sepenuhnya ke surga, seluruh bagian tubuh harus dimakan. Setelah adonan tulang, bagian selanjutnya yang jadi persembahan adalah organ dalam, baru kemudian daging. Bagi orang awam yang melihatnya, tradisi ini tentu terbilang cukup mengerikan. Namun, bagi warga Tibet ritual Jhator menjadi bukti akan pandangan lain terhadap kematian.

    Meski banyak pertanyaan yang muncul di benak traveler, melihat prosesi Jhator haram hukumnya bagi mereka yang bukan keluarga. Hanya keluarga mendiang yang boleh hadir di ritual tersebut. Memotret juga haram hukumnya, masyarakat percaya bisa menimbulkan efek negatif bagi arwah mendiang. Traveler memang tidak diperbolehkan untuk melihat ritual Jhator secara langsung. Namun traveler bisa melihat lokasi ritual Jhator di bukit setinggi 4.150 Mdpl dekat Kuil Drigung.

    Rujukan

  • (GFD-2020-3804) [SALAH] Video “Ngeri Karena Corona Italia pun Bersujud”

    Sumber: youtube.com
    Tanggal publish: 06/04/2020

    Berita

    Beredar sebuah video yang diunggah akun Youtube Juned By pada 28 Maret 2020. Pada video tersebut terdapat orang-orang yang sedang bersujud dan berdoa yang diikuti narasi bahwa kejadian itu terjadi di Italia dikarenakan virus Corona. Akun Facebook Mey Rianti pun ikut mengunggah foto yang diambil dari cuplikan video yang sama seperti unggahan akun Youtube Juned By.
    Video Akhirnya Warga Italia Bersujud dan berdoa di jalanan

    Laporan terbaru, semua orang di Spanyol jatuh bersujud....
    Di Spanyol, orang-orang dari semua agama bersujud di hadapan Tuhan...
    Mereka mulai menangis dan meminta pengampunan atas dosa-dosa mereka. Terus bagikan videonya.

    Laporan terbaru, semua orang di Spanyol jatuh bersujud....
    Di Spanyol, orang-orang dari semua agama bersujud di hadapan Tuhan...
    Mereka mulai menangis dan meminta pengampunan atas dosa-dosa mereka. Terus bagikan videonya.

    Hasil Cek Fakta

    Berdasarkan hasil penelusuran, video dan foto yang diklaim terjadi di Italia karena virus Corona adalah tidak benar. Video tersebut merupakan aksi unjuk rasa yang terjadi di Plaza San Martin Kota Lima, Peru untuk melawan orang-orang yang melakukan korupsi selama pemilihan mendatang.

    Melalui penelusuran lebih lanjut, dalam video terdapat bangunan dan patung yang jika ditelusuri pada mesin pencari google dengan kata kunci “Plaza San Martin Lima Peru”, akan muncul foto yang identik dengan bangunan dan patung dalam video.

    Sedangkan pada video yang diunggah tersebut juga, terdapat seorang pria yang berbicara dengan bahasa Spanyol. Dia mengatakan "saat ini kita berada di Plaza San Martin, bersama-sama dari berbagai kelompok Denominasi (Kelompok Keagamaan) yang berdoa untuk Peru".

    Unggahan video Youtube tersebut pernah tayang di laman Facebook Perú, Jesucristo es la única esperanza dengan judul “VIGILIA DE ORACIÓN POR EL PERÚ. Plaza San Martín – Lima”. Dalam video itu terdapat kumpulan massa yang sedang berdoa, seperti unggahan video di akun Youtube Juned By.

    Dilansir dari altnews.in, unjuk rasa tersebut berlangsung pada tanggal 6 Desember 2019, sedangkan menurut kantor berita Reuters, kasus positif virus Corona pertama di Peru dilaporkan pada 6 Maret 2020. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa peristiwa itu tidak memiliki koneksi dengan virus Corona.

    Kesimpulan

    Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa video dengan narasi yang beredar bahwa Italia berdoa sujud masal bagaikan muslim karena virus COVID-19 adalah salah atau hoaks dan masuk ke kategori Konten yang Salah.

    Rujukan

  • (GFD-2020-3803) [SALAH] Mantan Manajer RAPP dan Istri Terpapar COVID-19

    Sumber: facebook.com
    Tanggal publish: 06/04/2020

    Berita

    Akun atas nama Tengku Syarif Ahmad menyebarkan informasi yang menyebutkan mantan manajer RAPP terpapar virus Corona atau wabah COVID-19. Dalam postingan tersebut dikatakan pula orang tersebut menularkan kepada istrinya dan RAPP melakukan lockdown. Berikut kutipan narasinya:

    “mohon izin share..
    moga bermanfaat..
    bisa di ambil hikmah..
    khususnyo para pejabat.

    RAPP gempar sekarang..

    JT mantan manager di RAPP dan istrinya BRT pergi Jakarta nengok Pendeta yg sakit sekalian anak anaknya... Pendetanya sakit dan meninggal karena COVID 19.

    17 Maret, RAPP lockdown, semua karyawan DILARANG PERGI KE PEKANBARU.

    Tanggal 22 Maret, JT dan Istri dan anak anaknya ke Riau, dan tinggal di perumahan Graha Akasia, sempat ke RAPP komplek, sempat kebaktian di gereja GPDI yg banyak umatnya orang RAPP.

    25 maret sakit, dan di rawat di Evarina, pas di tanya dokter "Apakah dari perjalanan jauh" dijawab " tidak ". Maka di rawat seperti pasien lainnya. Istri JT makin parah dan di rujuk ke Santa Maria... Di test COVID 19..baru keluar tgl 02 april, dan JT di test Positif Covid tgl 3 April.

    Tracking ODP

    1. Perawat dan dokter Evarina ODP 36 an orang di Isolasi 14 hari

    2. Adik ipar JT yg karyawan RAPP isolasi 14 hari

    3. Dua pejabat RAPP yg mengunjungi di RS Efarina saat ini di isolasi ..14 hari

    4. Semua warga Perumahan Graha Akasia di Isolasi dan gak boleh pergi kemana mana di jaga TENTARA DAN POLISI selama 14 Hari.

    5. Umat di jemaat Gereja nya

    6. Lainnya masih proses tracking....bandara, rumah makan, toko kemana ia belanja, dll.. blm tertracking...

    Semua menyayangkan KETIDAK JUJURAN bahwa baru pulang dari Jakarta... Dan habis dari jakarta malah kluyuran kemana mana

    Protokoler nya..habis pulang dari luar daerah harus isolasi mandiri selama 14 hari..

    Warga batak jadi benci sekali akan ketidak jujuran ini dan merepotkan RIAU, RAPP, Pelalawan, Evarina, santa maria, perumahan dll.”

    Hasil Cek Fakta

    Berdasarkan hasil penelusuran, diketahui bahwa informasi tersebut keliru dan sudah dibantah oleh pihak manajemen PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Communication Manager, PT RAPP, Budhi Firmansyah melalui keterangan resminya menyatakan bahwa orang yang terpapar COVID-19 di Kabupaten Pelalawan bukanlah mantan manajer di perusahan tersebut. Berikut kutipan klarifikasi dari PT RAPP yang disampaikan oleh Budhi:

    […] 1. Sesuai dengan nama yang diumumkan Juru Bicara (Jubir) Gugus Tugas Penanganan Covid19 Kabupaten Pekalawan bahwa Pasien COVID-19 yang terkonfirmasi positif di Kabupaten Pelalawan beberapa hari lalu yakni RBT dan JG, bukan JT.

    2. RBT dan JG adalah pasangan suami istri yang bertempat tinggal (domisili) di salah satu komplek perumahan umum di Pangkalan Kerinci dan JG setelah ditelusuri
    bukanlah Mantan Manejer atau Karyawan RAPP.

    3. RBT dan JG sehari-hari berinteraksi dan kontak langsung dengan warga sekitar rumah, dan warga masyarakat lainnya dengan berbagai latar belakang profesi dan pekerjaan termasuk karyawan RAPP seperti layaknya warga masyarakat umum yang hidup bersosialisasi dan bermasyarakat.

    4. Terkait status RBT dan JG sebagai pasien terkonfirmasi positif, sesuai protokol COVID-19 yang ditetapkan, maka Gugus Tugas Penanggulangan COVID-19. Kabupaten Pelalawan telah melakukan tracking orang-orang yang pernah berinteraksi dan kontak langsung dengan Pasien. RAPP juga telah melakukan tracing terhadap Karyawan dan Keluarga yang pernah berinteraksi dan kontak langsung dengan Pasien.

    5. Mengikuti protokol yang ada, perusahaan telah melakukan Rapid Test terhadap hasil tracking yang pernah kontak langsung dengan pasien, berdasar hasil pemeriksaan Rapid Test menyatakan semua yang diperiksa negative dari COVID-19. Namun tetap harus menjalani karantina atau observasi selama 14 hari.

    6. Tidak benar RAPP melakukan Lock Down seperti yang disebutkan. Hingga saat ini Perusahaan tetap beroperasi, karyawan dan kontraktor masih menjalankan aktifitasnya.

    7. RAPP sendiri sejak Januari lalu dalam menghadapi dan waspada akan merebaknya wabah virus corona telah membentuk Task Force dan menyusun protokol internal dan melakukan langkah-langkah perlindungan dari COVID-19, juga menyiapkan perlengkapan pendukung seperti thermal scanner, thermometer, APD dan yang lainnya.

    Demikianlah penjelasan ini disampaikan untuk mengklarifikasi isu-isu yang beredar akibat pesan berantai dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. […]

    Selain menyampaikan poin-poin klarifikasi resmi tersebu, Budhi mengimbau kepada masyarakat untuk hati-hati dalam menyampaikan informasi. “Kami menghimbau kepada semua pihak untuk berhati-hati dalam menyampaikan informasi yang belum tentu kebenarannya dan bisa berdampak hukum. Terimakasih,” ujar Budhi.

    Perihal pasien COVID-19 yang ada di Kabupaten Pelalawan, setelah ditelusuri, memang berinisial RBT dan JG, bukan JT seperti pada pesan berantai. Hal itu disampaikan oleh Juru Bicara percepatan penangan Covid-19 Kabupaten Pelalawan H Asril pada Sabtu 4 April 2020.

    “Ya memang benar ada tambahan satu warga Pelalawan yang terkonfirmasi Covid-19 berinisial JG. JG ini terpapar virus corona dari istrinya RBT yang terlebih dahulu telah dinyatakan positif,” terang Asril, Sabtu (04/04/2020).

    Ia menjelaskan, JG memiliki riwayat perjalanan dari Jakarta bersama istrinya, RBT, pada 13 Maret lalu untuk mengunjungi dua orang anaknya yang kuliah di sana. Namun setelah dua pekan berada di kediamannya (Perum Griya Akasia Pangkalan Kerinci) tepatnya pada tanggal pada tanggal 22 Maret, istrinya RBT mengalami keluhan sakit demam, batuk dan sesak napas. JG kemudian mendampingi RBT untuk mendapatkan penanganan medis ke RS Efarina Pangkalankerinci.

    "Jadi, saat berada di RS Efarina, RBT didiagnosa sementara menderita penyakit tipus atau DBD, sehingga RBT harus dirawat di RS tersebut. Namun karena tak kunjung sembuh, maka pada tanggal 25 Maret, RBT meminta agar dirinya dirujuk ke RS Santa Maria. Manajemen RS Efarina kemudian mengabulkan permintaan RBT untuk dirujuk ke Santa Maria," ujarnya.

    Dikatakan Kepala Dinas Kesehatan ini, saat berada di RS Santa Maria Pekanbaru, RBT didiagnosa mengalami gejala Covid-19 sehingga langsung dirawat di ruang isolasi dan ditetapkan sebagai pasien dalam pengawasan. Sedangkan JG yang telah mendampingi RBT, langsung diperiksa karena diduga telah terpapar virus corona.

    "Sehingga JG langsung ditetapkan sebagai PDP dan dirawat di ruang isolasi RS Santa Maria. Dan setelah beberapa hari dirawat, JG akhirnya dinyatakan terkonfirmasi Covid-19 setelah satu hari sebelumnya RBT terlebih dahulu dinyatakan positif," bebernya.

    Dikatakannya, atas temuan kasus tersebut, tim gugus tugas langsung melakukan pemeriksaan terhadap tiga anak pasangan suami-istri positif corona yang telah ditetapkan sebagai PDP. Mereka telah dirawat di ruang isolasi RSUD Selasih Pangkalankerinci.

    "Saat ini kami masih menunggu hasil swab laboratoriun Kemenkes terhadap ketiga anak pasein positif Covid-19. Hanya saja, karena mereka didiagnosa mengalami PDP ringan, maka mereka telah diperbolehkan pulang setelah membuat pernyataan tidak keluar rumah dan dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari dengan pengawasan ketat tim medis gugus tugas," sebut Asril.

    Kesimpulan

    Berdasarkan penjelasan tersebut, maka postingan yang tersebar di media sosial tersebut keliru. Oleh sebab itu, konten postingan itu masuk ke dalam kategori Misleading Content atau Konten yang Menyesatkan.

    Rujukan

  • (GFD-2020-3802) [SALAH] Puncak Persebaran Virus Corona 4 April Hingga 18 April 2020

    Sumber: whatsapp.com
    Tanggal publish: 06/04/2020

    Berita

    Beredar pesan berantai melalui Whatsapp yang menyebutkan puncak persebaran virus Corona atau wabah COVID-19 ialah pada tanggal 4-18 April 2020. Dalam pesan berantai tersebut juga terdapat sejumlah imbauan. Berikut kutipan narasinya:

    “Mulai besok weekend, jangan keluar rumah mencari makanan atau untuk apa pun, karena hal yang terburuk dimulai.
    ????????????

    Tanggal inkubasi (14 hari) telah tiba. Dan banyak yg terinfeksi positif akan menunjukkan gejalanya.

    Banyak orang bersin, batuk, dan orang lain bisa tertular, jadi sangat penting utk tetap di rumah, tidak brhubungan / bertemu dengan orang lain.
    Sangat berhati-hati adalah sangat penting.

    Dari 4 April hingga 18 April kita harus menjaga diri kita sendiri, karena kita akan berada di puncak penyebaran virus dalam dua minggu.

    Biasanya dalam dua minggu itu semua yang terinfeksi akan muncul.
    Kemudian ada dua minggu tenang kemudian dua minggu lagi mulai berkurang.

    Apa yang terjadi di Italia adalah bahwa siklus ini diabaikan pada musim penularan.
    Dan itulah mengapa semua kasus bercampur menjadi satu.

    Dan akhirnya, jangan menerima kunjungan dari siapa pun, bahkan dari keluarga yang sama. Ini semua untuk kebaikan bersama.

    Kita Akan Berada di Tingkat Infeksi Maksimum, dan Minim Uji Tes Korona.

    JANGAN ABAIKAN PESAN INI, BAGIKAN KE SEMUA REKAN ANDA????”

    Baru saja mendapat info ini:

    Mulai besok, jangan keluar rumah mencari makanan atau untuk apa pun, karena hal yang terburuk dimulai, tanggal inkubasi telah tiba dan banyak yg terinfeksi positif akan menunjukkan gejalanya dan banyak orang bisa tertular, jadi sangat penting untuk tetap di rumah dan tidak berhubungan dengan tidak bertemu orang lain, sangat berhati-hati adalah sangat penting.

    Dari 23 Maret hingga 3 April kita harus menjaga diri kita sendiri, karena kita akan berada di puncak penyebaran virus dalam dua minggu, biasanya dalam dua minggu itu semua yang terinfeksi akan muncul kemudian ada dua minggu tenang dan kemudian dua minggu lagi mulai berkurang.

    * Apa yang terjadi di Italia adalah bahwa siklus ini diabaikan pada musim penularan dan itulah mengapa semua kasus bercampur menjadi satu *.

    *Dan akhirnya, jangan menerima kunjungan dari siapa pun, bahkan dari keluarga yang sama. Ini semua untuk kebaikan semua. *

    *"KITA AKAN BERADA DI TINGKAT INFEKSI MAKSIMUM".*

    *JANGAN ABAIKAN PESAN INI, BAGIKAN KE SEMUA KONTAK ANDA*

    Baru saja mendapat info ini:

    Mulai besok, jangan keluar rumah mencari makanan atau untuk apa pun, karena hal yang terburuk dimulai, tanggal inkubasi telah tiba dan banyak yg terinfeksi positif akan menunjukkan gejalanya dan banyak orang bisa tertular, jadi sangat penting untuk tetap di rumah dan tidak berhubungan dengan tidak bertemu orang lain, sangat berhati-hati adalah sangat penting.

    Dari 23 Maret hingga 3 April kita harus menjaga diri kita sendiri, karena kita akan berada di puncak penyebaran virus dalam dua minggu, biasanya dalam dua minggu itu semua yang terinfeksi akan muncul kemudian ada dua minggu tenang dan kemudian dua minggu lagi mulai berkurang.

    * Apa yang terjadi di Italia adalah bahwa siklus ini diabaikan pada musim penularan dan itulah mengapa semua kasus bercampur menjadi satu *.

    *Dan akhirnya, jangan menerima kunjungan dari siapa pun, bahkan dari keluarga yang sama. Ini semua untuk kebaikan semua. *

    *"KITA AKAN BERADA DI TINGKAT INFEKSI MAKSIMUM".*

    *JANGAN ABAIKAN PESAN INI, BAGIKAN KE SEMUA KONTAK ANDA*

    Hasil Cek Fakta

    Berdasarkan hasil penelusuran, diketahui bahwa klaim puncak COVID-19 pada 4-18 April 2020 keliru. Sebab, sejumlah lembaga dan pakar yang melakukan prediksi tidak menyebutkan bahwa puncak COVID-19 pada kisaran tanggal tersebut.

    Pada 13 Maret 2020, Badan Intelijen Negara (BIN) memperkirakan puncak persebaran virus corona di Indonesia terjadi pada Mei 2020. Perhitungan tersebut disampaikan Deputi V BIN Afini Noer berdasarkan hasil simulasi permodelan pemerintah terhadap data pasien Covid-19. Ia mengatakan, masa puncak penyebaran virus corona kemungkinan terjadi dalam 60–80 hari setelah kasus pertama terkonfirmasi.

    Lalu, pada 19 Maret 2020, ITB melakukan simulasi dan permodelan sederhana yang memprediksi mengenai puncak kasus harian. Puncak tersebut diperkirakan akan berakhir pertengahan April 2020. Namun, prediksi itu direvisi lantaran data masukan yang digunakan sebelumnya terjadi perubahan. Dari revisi yang dilakukan waktu estimasi titik puncak penyebaran yang dilakukan ITB berubah menjadi sekitar akhir Mei atau awal Juni 2020.

    Para peneliti dari Pemerintah Daeah Yogyakarta pada 24 Maret 2020 juga merilis perkiraan puncak penyebaran virus corona di Indonesia. Perkiraan tersebut dibuat berdasarkan referensi pola global dan lokal. Penelitian tersebut memprediksi, puncak penyebaran akan terjadi antara 70 hingga 100 hari. Artinya sekitar 12 Mei hingga 12 Juni 2020.

    Kemudian, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) pada 27 Maret 2020 membuat prediksi jumlah kasus dan titik puncak penyebarannya. Perhitungan tim FKM UI memprediksi, jumlah kasus di kisaran 500.000 hingga 2.500.000 kasus dengan mempertimbangkan tingkat intervensi pemerintah. Adapun masa puncak akan terjadi pada hari ke 77 atau kisaran pertengahan April 2020 dengan patokan hari pertama pada pekan pertama Februari 2020.

    Ilmuwan Matematika dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), Sutanto Sastraredja juga melakukan prediksinya. Ia memprediksi puncak COVID-19 pada pertengahan Mei 2020. Sementara, akhir pandemi dinilainya bergantung pada kebijakan yang diambil pemerintah. Berdasarkan perhitungan matematis dinamika populasi Covid-19 menggunakan model SIQR yang dilakukannya, parameter dimasukkan dalam rumus hingga bisa dihitung kecepatan orang yang sudah terinfeksi dan masuk karantina.

    Guru Besar Statistika UGM Prof Dr rer nat Dedi Rosadi, alumni MIPA UGM Drs. Herivertus Joko Kristadi, dan alumni PPRA Lemhanas RI Dr Fidelis I. Diponegoro juga membuat perkiraan prediksi puncak penyebaran Covid-19. Para peneliti UGM itu menggunakan model yang mereka sebut dengan model probabilistik yang didasarkan atas data real. Menggunakan model tersebut, penambahan maksimal total penderita per hari adalah sekitar minggu kedua April 2020. Kisarannya, pada 7 April-11 April 2020 dengan penambahan kurang dari 185 pasien per hari.

    Lalu, empat alumni Matematika UI juga membuat pemodelan menyebarnya Covid-19 di Indonesia. Basisnya adalah penelitian yang dilakukan beberapa ilmuwan di Wuhan, Tiongkok. Mereka memprediksi tanpa penanganan pemerintah, penyebaran Covid-19 baru usai akhir Agustus atau awal September dengan ratusan ribu kasus. Puncak pandemi diramal terjadi tanggal 4 Juni yakni 11.318 kasus baru.

    Berdasarkan penjelasan itu, prediksi puncak persebaran COVID-19 disebutkan bulannya, beberapa menyebutkan tanggalnya. Namun, semua prediksi itu tidak ada yang menyebutkan tanggal puncak persebaran wabah COVID-19 pada 4-18 April 2020.

    Selain itu, narasi yang beredar serupa dengan narasi isu sebelumnya mengenai puncak persebaran COVID-19 pada 23 Maret-4 April 2020. Isu tersebut sudah diperiksa faktanya dalam artikel periksa fakta berjudul “[SALAH] Larangan Keluar Rumah Karena Puncak Penyebaran Virus Corona.”

    Kesimpulan

    Atas dasar itu, maka pesan berantai Whatsapp tersebut berisikan informasi yang keliru. Oleh sebab itu, konten informasi dalam pesan berantai itu masuk ke dalam kategori Misleading Content atau Konten yang Menyesatkan.

    Rujukan