• (GFD-2021-8447) Keliru, Klaim Ini Video Amatir Jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 di Kepulauan Seribu

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 11/01/2021

    Berita


    Video pendek yang diklaim menunjukkan momen saat pesawat Sriwijaya Air SJ 182 jatuh di perairan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, viral. Video ini beredar tak lama setelah pesawat Sriwijaya Air bernomor register PK-CLC dengan nomor penerbangan SJ 182 rute Jakarta-Pontianak hilang kontak pada 9 Januari 2021 pukul 14.40 WIB.
    Di YouTube, video itu diunggah salah satunya oleh kanal Ade Tetsuya, yakni pada 9 Januari 2021. Dalam video berdurasi 2 menit 51 detik itu, terlihat sebuah pesawat yang jatuh di lautan, lalu hancur. Kanal ini memberikan video itu judul "Video amatir Pesawat diduga Sriwijaya SJ182 Jatuh". Kanal tersebut juga menulis keterangan “Di duga jatuhnya pesawat sriwijaya SJ182”.
    Gambar tangkapan layar unggahan kanal YouTube Ade Tetsuya yang memuat klaim keliru terkait video yang diunggahnya.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memeriksa klaim di atas, Tempo memfragmentasi video tersebut menjadi sejumlah gambar dengantoolInVID. Lalu, gambar-gambar itu ditelusuri denganreverse image tool Yandex. Hasilnya, ditemukan bahwa video tersebut bukan video yang menunjukkan jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 pada 9 Januari 2021. Video itu adalah video jatuhnya pesawat Ethiopian Airlines di Pulau Comoro yang berada sebelah timur Afrika pada 1996 karena dibajak.
    Video yang identik pernah diunggah oleh kanal YouTube Dr Atom pada 21 April 2012, jauh sebelum jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 pada 9 Januari 2021. Video berdurasi 27 detik yang diunggah kanal tersebut merupakan laporan dari sebuah televisi dengan logo “WTN” yang terlihat di bagian kiri atas video.
    Kesamaan video ini dengan video yang beredar adalah warna pada bagian ekor pesawat yang merupakan ciri khas Ethiopian Airlines, yakni hijau, kuning, dan merah. Terdapat pula garis kuning-merah di tubuh pesawat. Yang berbeda hanya pesawat dalam video ini jatuh dari arah kiri video. Sementara dalam video yang beredar, pesawat jatuh dari arah kanan video.
    Ciri khas maskapai Ethiopian Airlines tersebut berbeda dengan ciri khas Sriwijaya Air yang memakai warna putih-merah-biru pada bagian depan hingga tubuh pesawat serta warna biru pada bagian ekor.
    Narator dalam video itu menyebut bahwa video jatuhnya Ethiopian Airlines tersebut direkam oleh wisatawan di Pulau Comoro pada November 1996. Dalam rekaman video itu, memang terdengar suara-suara wisatawan yang terkejut atas insiden itu. Kanal Dr Atom pun memberikan keterangan bahwa pesawat jenis Boeing 767-260ER ini menempuh perjalanan dari Addis Ababa, Ethiopia, ke Nairobi, Kenya, pada 23 November 1996 dan mengangkut 172 orang.
    Dalam perjalanan, pesawat itu dibajak oleh tiga warga Ethiopia yang mencari suaka politik di Australia, dan meminta awak kabin Ethiopian Airlines untuk terbang ke Australia. Pilot menjelaskan bahwa bahan bakar pesawat tidak akan cukup untuk menempuh perjalanan ke Australia, karena mereka hanya mengambil bahan bakar yang dibutuhkan untuk penerbangan ke Kenya. Namun, para pembajak tidak mempercayainya.
    Pilot lalu diam-diam mengarahkan pesawat ke Kepulauan Comoro, yang terletak di antara Madagaskar dan daratan Afrika. Pesawat akhirnya kehabisan bahan bakar. Perkelahian dengan para pembajak berdampak pada gagalnya kru mendarat di Bandara Comores. Pilot mencoba mendaratkan pesawat di perairan dangkal sekitar 500 meter di lepas pantai.
    Mesin kiri pesawat dan ujung sayap menghantam air terlebih dahulu. Mesin kiri kemudian menabrak terumbu karang, memperlambat sisi kiri pesawat dengan cepat, menyebabkan pesawat berputar ke kiri dan pecah. Sebanyak 122 dari 172 orang di dalamnya tewas, di antaranya adalah para pembajak. Sementara 50 orang lainnya selamat dengan luka-luka.
    Suasana Pulau Comoro saat para wisatawan dan warga setempat membantu evakuasi penumpang Ethiopian Airlines dalam video di kanal Dr Atom tersebut sama dengan video yang pernah dipublikasikan oleh kanal YouTube milik kantor berita Associated Press (AP) pada 23 November 2018.
    AP memberikan penjelasan singkat mengenai insiden itu, yakni sebagai berikut: “Pada 23 November 1996, sebuah pesawat Boeing 767 Ethiopian Airlines jatuh ke perairan di lepas pantai Kepulauan Comoros, menewaskan 125 dari 175 orang di dalamnya, termasuk tiga pembajak.”
    The New York Times juga pernah memberitakan pembajakan pesawat Ethiopian Airlines yang akhirnya jatuh ke perairan Pulau Comoro tersebut. Para pembajak menguasai pesawat itu tak lama setelah lepas landas dari ibu kota Ethiopia, Addis Ababa.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video itu adalah video jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 di Kepulauan Seribu, keliru. Video tersebut merupakan rekaman jatuhnya pesawat Ethiopian Airlines di Pulau Comoro yang berada di sebelah timur Afrika pada 1996 karena dibajak, lalu kehabisan bahan bakar. Dalam video aslinya, pesawat jatuh dari arah kiri video sebelum akhirnya jatuh ke lautan.IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8446) Keliru, Klaim Ini Foto Bayi yang Selamat dari Kecelakaan Pesawat Sriwijaya Air SJ 182

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 11/01/2021

    Berita


    Dua foto yang memperlihatkan seorang bayi yang terbungkus dalamlife jacketatau jaket penyelamat dan digendong oleh seorang tentara viral di media sosial dan grup-grup percakapan WhatsApp. Foto itu diklaim sebagai foto bayi yang selamat dari kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182. Menurut klaim tersebut, bayi itu selamat setelah terombang-ambing selama 24 jam di laut.
    Pesawat Sriwijaya Air bernomor register PK-CLC dengan nomor penerbangan SJ 182 rute Jakarta-Pontianak hilang kontak pada 9 Januari 2021 pukul 14.40 WIB dan jatuh di perairan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Pesawat jenis Boeing 737-500 ini membawa 62 orang, yang terdiri atas 12 kru kabin pesawat (6 kru aktif) dan 50 penumpang (43 orang dewasa, 7 anak-anak, dan 3 balita).
    Di Facebook, salah satu akun yang membagikan foto beserta klaim itu adalah akun Eni Yusanti, tepatnya pada 10 Januari 2021. "BASARNAS, SAR,dan Team gabungan Angkatan Laut Berhasil mengevakuasi bayi salah satu korban dari Sriwijaya Air sj 182.Atas kuasa Allah swt masih selamat.dan Terombang ambing selama 24 jam di lautan," demikian narasi yang menyertai foto tersebut.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang memuat klaim keliru terkait foto-foto bayi yang diunggahnya.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim itu, Tim CekFakta Tempo menelusuri jejak digital foto di atas denganreverse image toolSource dan Google. Hasilnya, ditemukan bahwa bayi dalam foto tersebut bukanlah korban yang selamat dari kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182, melainkan dari tenggelamnya kapal feri Lestari Maju di perairan Selayar, Sulawesi Selatan, pada 3 Juli 2018.
    Berdasarkan arsip berita Tempo, foto ini sempat beredar pada Oktober 2018, ketika terjadi kecelakaan pesawat Lion Air JT610. Klaim yang menyertai foto tersebut ketika itu menyebut bayi ini merupakan korban yang selamat dari kecelakaan pesawat Lion Air JT610.
    Saat itu, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho mengatakan klaim yang menyertai foto tersebut palsu. Bayi ini adalah penumpang yang selamat dari kejadian tenggelamnya kapal Lestari Maju di perairan Selayar, Sulawesi Selatan, pada 3 Juli 2018. "Jangan ikut menyebarkan hoax," tulis Sutopo di Twitter pada 30 Oktober 2018.
    Berita tentang bayi yang berhasil selamat dari kecelakaan kapal Lestari Maju tersebut juga pernah dimuat oleh kanal YouTube CNN Indonesi a pada 5 Juli 2018 dengan judul “Kisah Bayi 11 Bulan yang Selamat dari Kecelakaan Kapal Tenggelam KM Lestari Maju”.
    Menurut keterangan video tersebut, bayi yang selamat dari kecelakaan kapal motor Lestari Maju di perairan Selayar, Sulawesi Selatan, adalah seorang bayi berusia sebelas bulan yang bernama Muhammad Asnawi Altamis. Bayi tersebut diselamatkan Tim SAR gabungan bersama ayah dan ibunya hingga ke bibir pantai Pabaddilang.
    Berdasarkan arsip berita Tempo, kapal feri Lestari Maju tenggelam saat berlayar dari Kabupaten Bulukumba menuju Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, pada 3 Juli 2018 siang. Kapal Lestari Maju tenggelam akibat adanya kebocoran di sisi lambung kapal.
    Diduga, kapal yang berlayar dari Pelabuhan Bira, Kabupaten Bulukamba, tersebut mengalami kerusakan mesin setelah 15 menit perjalanan menuju Pelabuhan Pamatata, Kabupaten Selayar. Saat itu, nahkoda berupaya untuk menepikan kapal ke pulau terdekat. Namun, mesin yang rusak ditambah cuaca buruk membuat sebagian kapal tenggelam sebelum sampai di pulau terdekat.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto di atas adalah foto bayi yang selamat dari kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182, keliru. Bayi dalam foto tersebut merupakan korban yang selamat dari kecelakaan kapal feri Lestari Maju di perairan Selayar, Sulawesi Selatan, pada 3 Juli 2018. Bayi berusia sebelas bulan tersebut diselamatkan Tim SAR gabungan bersama ayah dan ibunya hingga ke bibir pantai Pabaddilang.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8445) Keliru, Klaim Ini Video Antrian Masuk Pasien Covid-19 di RSD Wisma Atlet

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 11/01/2021

    Berita


    Video yang diklaim sebagai video antrian masuk pasien Covid-19 di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet, Jakarta, beredar di Facebook. Dalam video itu, terlihat sebuah gedung yang dipenuhi dengan ratusan orang yang mengenakan masker. Terlihat pula puluhan tempat tidur yang dipenuhi pasien. Di beberapa titik, terdapat sejumlah petugas yang mengenakan alat pelindung diri (APD).
    Salah satu akun yang membagikan video beserta klaim itu adalah akun Lutfiyah Mufid, tepatnya pada 9 Januari 2021. Akun ini menulis, "Ini bukan antrian bandara, ini antrian masuk ke wisma atlet.. hati2 ikut protokol kesehatan.. Kemarin tembus 10rb lebih kasus confirm baru. Kopas : drg.afifuddin (Dari grup Dinas kesehatan kab Pasuruan)."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Lutfiyah Mufid yang berisi klaim keliru terkait video yang diunggahnya.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim itu, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video di atas menjadi sejumlah gambar dengantoolInVID. Lalu, gambar-gambar itu ditelusuri denganreverse image toolGoogle. Hasilnya, ditemukan bahwa video tersebut bukan diambil di RSD Wisma Atlet, Jakarta, melainkan di Pusat Kuarantin dan Rawatan Covid-19 Berisiko Rendah (PKRC) Taman Ekspo Pertanian Malaysia (MAEPS) di Serdang, Selangor, Malaysia.
    Video yang sama dengan durasi yang lebih panjang pernah diunggah oleh kanal YouTube Dia BossKu pada 7 Januari 2021 dengan judul "Info Terkini || Pusat Kuarantin MAEPS SERDANG". Dalam keterangannya, tertulis bahwa video itu menunjukkan kondisi PKRC MAEPS di Serdang. Kanal ini pun menulis bahwa video itu berasal dari unggahan sebuah halaman di Facebook.
    Halaman Facebook yang dimaksud adalah halaman milik organisasi non-pemerintah We Are Malaysians. Halaman ini mengunggah video tersebut pada 7 Januari 2021. Video itu diberi keterangan "Quarantine Centre. MAEPS, Serdang Quarantine Centre. #stayathome #COVID19".
    Tempo kemudian menelusuri pemberitaan terkait kondisi PKRC MAEPS di Serdang, Malaysia. Dilansir dari mStar, video itu memang viral di Malaysia baru-baru ini. Video tersebut disebarkan dengan narasi bahwa PKRC MAEPS penuh, serta fasilitas dan perawatan yang diberikan kepada pasien Covid-19 kurang memuaskan. Kondisi ini sempat menimbulkan kepanikan warganet, apalagi dengan peningkatan kasus harian Covid-19 di Malaysia yang mencapai angka 3 ribu.
    Namun, salah satu pasien Covid-19 yang ditampung di MAEPS berbagi pengalaman yang jauh berbeda dengan yang diklaim di media sosial. Kepada mStar, Muhamad Afifie Chan mengatakan dia dirawat di MAEPS sejak 7 Januari 2021 setelah terkonfirmasi positif Covid-19. "Video yang tersebar di media sosial menunjukkan bahwa banyak orang yang antri, tapi bukan ingin masuk ke aula, melainkan dipulangkan karena sudah sembuh," ujarnya.
    "Sebenarnya tidak ramai sampai aula penuh. Lebih banyak tempat tidur yang kosong. Saya dan yang lainnya ditempatkan di tempat tidur sendiri-sendiri. Tidak ada yang menakutkan di aula MAEPS ini. Situasi di sini tenang, nyaman, dan bersih," kata Afifie. Pria berusia 30 tahun itu juga menjelaskan bahwa para petugas sangat ramah dan selalu memberikan semangat kepada pasien. "Makanan juga diberikan tiga kali sehari," ujar Afifie.
    Dikutip dari Sinar Harian, seorang pasien juga mengatakan bahwa PKRC MAEPS tidak penuh dan ramai seperti yang dibayangkan. Banyak tempat tidur yang masih kosong. "Kalau untuk tempat karantina bagi warga lokal, hanya setengah dari jumlah tempat tidur yang terpakai. Separuh lainnya masih kosong," ujar pasien tersebut.
    Pasien itu menyarankan pemerintah Malaysia untuk membuat pusat karantina yang tidak ber-AC dan terbuka. Menurut dia, PKRC MAEPS juga tidak menerapkan jarak sosial antar pasien. "Di sini, saya harus pakai masker karena kita berada dalam ruang ber-AC. Rasanya tidak nyaman, tapi bisa diterima karena rumah sakit telah penuh dengan pasien Covid-19, dan pemerintah juga telah melakukan yang terbaik bagi kami," katanya.
    Dilansir dari The Star, Badan Nasional Penanggulangan Bencana Malaysia (NADMA) pun telah menyatakan bahwa video yang viral tersebut tidak mencerminkan situasi yang sebenarnya di PKRC MAEPS. Kepala unit komunikasi NADMA, Nur Daliza Dohat, mengatakan video itu tidak menunjukkan gambaran keseluruhan aula, tempat pasien Covid-19 ditampung.
    Menurut Daliza, PKRC MAEPS memiliki 8 ribu tempat tidur, dan mampu menampung hingga 10 ribu tempat tidur. Hingga 8 Januari 2021, PKCR MAEPS merawat 2.863 pasien. "Artinya, masih ada 5.137 tempat tidur yang kosong. Situasi yang ditampilkan dalam video itu membingungkan. Apa yang terlihat dalam video tersebut adalah situasi normal selama proses pemulangan harian," ujarnya.
    Daliza mengatakan, meski tidak ada sekat di aula, jarak fisik pasien Covid-19 tetap diterapkan sesuai standar prosedur operasi (SOP). Tidak adanya sekat memungkinkan para petugas memantau pasien secara efektif, katanya, seraya menambahkan bahwa saat ini terdapat 1.170 petugas dari berbagai instansi yang ditempatkan di PKRC MAEPS.
    MAEPS diaktifkan kembali sebagai PKRC pada 9 Desember 2020 setelah ditutup pada 15 Juli 2020. PKRC MAEPS pertama kali dibuka pada 16 April 2020. PKRC MAEPS diaktifkan kembali sebagai tempat perawatan pasien Covid-19 tanpa gejala, untuk memastikan tempat tidur di rumah sakit memadai bagi pasien yang bergejala. Sementara itu, jumlah kumulatif pasien Covid-19 yang dirawat di PKRC MAEPS sejak dibuka adalah sebanyak 19.121 orang.
    Pasien Covid-19 di RSD Wisma Atlet
    Berdasarkan arsip berita Tempo, RSD Wisma Atlet, Jakarta, terus mencatatkan penambahan jumlah pasien Covid-19 yang dirawat. Pasien Covid-19 yang menjalani rawat inap di RS tersebut pada 11 Januari 2021 mencapai 4.331 orang. Pasien Covid-19 bergejala ringan hingga sedang ini dirawat inap di Tower 4, 5, 6, dan 7 Wisma Atlet.
    "Hari ini, dilaporkan pasien yang menjalani rawat inap bertambah 76 orang," kata juru bicara RSD Wisma Atlet Kolonel Mar Aris Mudian pada 11 Januari 2021. Pada 8 Januari 2021 lalu, RSD Wisma Atlet mencatat pasien Covid-19 yang menjalani rawat inap bertambah 147 orang. "Total pasien yang dirawat inap saat ini sebanyak 4.240 orang," kata Aris.
    Adapun total pasien yang menjalani perawatan di RSD Wisma Atlet sejak 23 Maret 2020 hingga saat ini mencapai 45.234 orang. Sebanyak 40.903 orang sudah keluar, di mana 40.316 orang telah dinyatakan sembuh dan 566 orang dirujuk ke RS rujukan Covid-19 karena menunjukkan gejala berat.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas adalah video antrian masuk pasien Covid-19 di RSD Wisma Atlet, Jakarta, keliru. Video itu menunjukkan suasana di Pusat Kuarantin dan Rawatan Covid-19 Berisiko Rendah (PKRC) Taman Ekspo Pertanian Malaysia (MAEPS) di Serdang, Selangor, Malaysia. Menurut otoritas Malaysia, video itu memperlihatkan proses pemulangan pasien Covid-19 dari pusat karantina tersebut.
    ANGELINA ANJAR SAWITRI
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8444) Keliru, Jurnal Inggris Sebut Vaksin Covid-19 Sinovac Bikin Alat Kelamin Membesar

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 08/01/2021

    Berita


    Foto potongan berita di sebuah koran yang berisi informasi bahwa vaksin Covid-19 buatan perusahaan Cina, Sinovac, bisa memberi efek samping alat kelamin pria membesar hingga 3 inci beredar di media sosial. Menurut berita itu, informasi tersebut berasal dari sebuah jurnal terbitan Inggris.
    "Dalam sebuah jurnal terbitan Inggris misalnya, vaksin Sinovac disebutkan memberi efek samping pembesaran alat kelamin. Lelaki yang sudah disuntik vaksin buatan China tersebut disebutkan alat vitalnya memanjang sampai 3 inchi," demikian narasi yang tertulis dalam berita itu.
    Di Facebook, salah satu akun yang mengunggah foto potongan berita itu adalah akun Azmi Brel, tepatnya pada 7 Januari 2021. Akun ini pun menuliskan narasi, “Efek Samping Vaksin dapat Memperbesar dan memperpanjang Alat vital Pria hingga 3 inchi. Apa ya...?”
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Azmi Brel yang berisi klaim keliru terkait vaksin Covid-19 Sinovac.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan terkait di Google. Hasilnya, ditemukan bahwa klaim ini juga sempat beredar di luar negeri sebelumnya. Beredar di media sosial gambar tangkapan layar hasil sebuah studi ilmiah bahwa vaksin Covid-19 meningkatkan ukuran alat kelamin pria. Namun, gambar itu sebenarnya merupakan hasil suntingan.
    Dilansir dari situs cek fakta Snopes, pada awal 2021, beredar di internet sebuah studi ilmiah yang diterbitkan di New England Journal of Medicine yang menyimpulkan bahwa vaksin Covid-19 bisa meningkatkan ukuran alat kelamin hingga 3 inci pada beberapa pria.
    Namun, berdasarkan pemeriksaan Snopes, studi itu hoaks. Kesalahan ejaan dan tata bahasa, di mana yang digunakan adalah bahasa non-akademis, menunjukkan bahwa gambar studi itu sebenarnya dimaksudkan sebagai humor. Faktanya, tulisan itu merupakan salinan yang ditempelkan pada seluruh bagian dari sebuah studi yang nyata.
    Studi yang asli diterbitkan di New England Journal of Medicine pada 10 Desember 2020 dengan judul “Phase 1-2 Trial of SARS-CoV-2 Recombinant Spike Protein Nanoparticle Vaccine”. Bagian "Methods" dalam studi ini identik dengan yang terdapat dalam gambar tangkapan layar yang beredar.
    Tempo pun menelusuri judul studi dalam gambar yang beredar itu, yakni "SARS-CoV-2 Recombinant COVID-19 Vaccine has shown to increase penis length by 3 inches in some individuals", ke kolom pencarian situs New England Journal of Medicine. Namun, tidak ditemukan studi yang terbit di New England Journal of Medicine dengan judul tersebut.
    Dilansir dari D etik.com, yang mengutip situs cek fakta Pesacheck, gambar tangkapan layar studi itu dibuat dengan alat "Break Your Own News" dengan tujuan parodi. Juru bicara vaksinasi Covid-19 dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Lucia Rizka Andalusia pun telah menyatakan informasi tersebut hoaks. "Mana ada jurnal ilmiah pakai bahasa seperti itu. Lagian vaksin kita bukan rekombinan," ujar Lucia pada 7 Januari 2021.
    Isi berita di koran dalam foto yang beredar
    Tempo menemukan berita yang identik dengan berita di koran dalam foto yang beredar, yang mengutip pernyataan Plt Direktur RSUD dr Moh. Saleh, Abraar Hs Kuddah. Berita ini dimuat oleh situs Koran Pantura pada 5 Januari 2021 dengan judul “Vaksin Bisa Perbesar Alat Vital? Satgas: Jangan Mudah Percaya”.
    Jika dibaca secara menyeluruh, pernyataan Abraar dalam berita itu bermaksud mengingatkan masyarakat untuk tidak mempercayai informasi yang tidak benar soal vaksin Covid-19. Salah satu informasi yang tidak benar yang dicontohkan oleh Abraar yakni soal vaksin bisa memperbesar alat kelamin.
    Berikut sebagian isi berita yang dimuat oleh Koran Pantura tersebut:
    Beredar banyak informasi tentang efek samping vaksin Covid-19 yang sudah dijalankan di beberapa negara. Namun, tidak semua informasi itu mengandung kebenaran. Plt Direktur RSUD Dr Moh. Saleh sekaligus jubir Satgas Covid-19 Kota Probolinggo dr Abraar HS Kuddah minta masyarakat tidak mudah percaya informasi seperti itu.
    Dalam sebuah jurnal terbitan Inggris misalnya, vaksin Sinovac disebutkan memberi efek samping pembesaran alat kelamin. Lelaki yang sudah disuntik vaksin buatan China tersebut disebutkan alat vitalnya memanjang sampai 3 inchi.
    Dokter Abraar yang juga CEO dari RS Dharma Husada Kota Probolinggo ini juga mengingatkan, berita-berita seperti itu tidak benar, karena belum ada warga yang divaksin di Indonesia sehingga terdampak. “Kalau memang warga harus divaksin, ya kita ikuti saja aturannya. Jangan takut, karena tidak mungkin pemerintah akan menjerumuskan warganya,” kata Abraar kepada sejumlah wartawan usai RDP.
    Efek samping vaksin Sinovac
    Dilansir dari Kompas.com, vaksin Covid-19 Sinovac yang tengah diuji klinis di Bandung selama lima bulan terakhir telah menunjukkan efek samping pada relawan. Ketua Tim Peneliti Vaksin Covid-19 dari Universitas Padjajaran Kusnandi Rusmil mengatakan, selama lima bulan ini, vaksin Covid-19 dari Sinovac telah disuntikkan kepada 1.620 relawan berusia 18-59 tahun.
    "Penyuntikan dosis sudah selesai pada tanggal 6 November dan pengambilan 14 hari pasca suntikan sudah selesai pada 20 November 2020," ujar Kusnandi di Bio Farma, Bandung, pada 30 Desember 2020. "Semua subyek dipantau efek samping yang dirasakan pasca-suntikan," katanya.
    Kusnandi mengatakan, sejauh ini, efek samping yang timbul terbanyak pada para relawan adalah reaksi lokal, berupa nyeri pada tempat suntikan dengan intensitas mayoritas ringan. Kemudian, reaksi sistemik terbanyak yang dirasakan lainnya adalah pegal pada otot dengan mayoritas ringan.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa sebuah jurnal Inggris menyebut vaksin Sinovac bisa membuat alat kelamin pria membesar hingga 3 inci, keliru. Gambar tangkapan layar yang menunjukkan sebuah studi dalam jurnal tersebut, yang menyatakan vaksin Covid-19 bisa membuat alat kelamin membesar, merupakan hasil suntingan. Gambar itu dibuat dengan tujuan sebagai humor.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan