(GFD-2020-8398) Sesat, Narasi yang Samakan Sertifikat Vaksin Covid-19 dengan Libellus di Kerajaan Romawi
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 02/12/2020
Berita
KLAIM
Narasi yang menyamakan sertifikat bagi masyarakat yang sudah diberi vaksin Covid-19 dengan sertifikat di era pemerintahan Raja Romawi Trajan beredar di Facebook. Narasi itu dibagikan oleh akun Ivan Al Qonuni, tepatnya pada 28 November 2020. Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah mendapatkan 323 reaksi dibagikan 152 kali.
Unggahan akun tersebut berisi berita yang pernah dimuat oleh Tempo, tentang alur yang telah disiapkan oleh PT Bio Farma bagi masyarakat yang akan melakukan vaksinasi Covid-19 secara mandiri. Akhir dari alur itu, masyarakat yang sudah divaksin akan mendapatkan sertifikat. Sertifikat ini pun akan disebar ke berbagai pihak, seperti kementerian atau layanan transportasi.
Di akhir unggahannya, akun itu meminta warganet membandingkan sertifikat vaksin Covid-19 itu dengan sertifikat di era Raja Trajan, yang ditulis dalam unggahan lain pada 27 November 2020. "Pada masa itu, terjadi sebuah pemaksaan teologi di mana para pengikut Isa dipaksa oleh Raja Romawi untuk memberikan kurban kepada berhala (pagan) yang dipertuhan oleh raja."
Menurut tulisan itu, siapa pun yang telah memberikan kurban akan dianggap murtad dari agama yang dibawa Isa. Karena itu, mereka akan ditandai dengan libellus. Di masa berikutnya, tulisan itu menyebut bahwa libellus dikeluarkan oleh pihak Istana sebagai sertifikat indulgensi atau pengampunan dosa bagi orang-orang Kristen yang murtad.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Ivan Al Qonuni pada 28 November 2020 (kiri) dan 27 November 2020 (kanan).
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, berita tentang rencana pemberian sertifikat bagi masyarakat yang telah melakukan vaksinasi Covid-19 secara mandiri memang pernah dimuat oleh Tempo pada 25 November 2020. Berita itu berjudul "Bio Farma Sebut 7 Tahapan untuk Dapat Vaksinasi Covid-19 Mandiri". Sertifikat ini berguna untuk mengetahui siapa saja yang sudah mendapatkan vaksinasi. Nantinya, data vaksinasi mandiri dan data vaksinasi bantuan pemerintah akan terhubung dalam basis data nasional.
Dalam berita Tempo lainnya disebutkan bahwa Bio Farma akan menerima 15 juta dosis bulk vaksin Covid-19 dari perusahaan biofarmasi Sinovac Biotech Ltd di Cina pada November 2020. Dosis bulk tersebut merupakan bahan baku yang akan diolah oleh Bio Farma di Indonesia menjadi vaksin siap guna bagi masyarakat. Namun, izin penggunaan vaksin ini harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Sementara itu, vaksin Covid-19 produk jadi dari Sinovac akan dikirim masing-masing 1,5 juta dosis untuk November dan Desember 2020. Penyuntikan vaksin Covid-19 produk jadi ini pun mesti menunggu persetujuan dari BPOM terlebih dahulu.
Tentu saja sertifikat vaksin Covid-19 tersebut tidak sama atau berkaitan dengan libellus yang dikeluarkan di masa Romawi. Dalam situs ensiklopedia Katolik, libelli (bentuk jamak dari libellus) adalah sertifikat yang dikeluarkan bagi orang Kristen pada abad ke-3. Libelli terdiri atas dua jenis, yakni sertifikat untuk membuktikan bahwa pemegangnya telah sesuai dengan tes agama yang disyaratkan oleh dekrit Decius dan sertifikat bagi para lapsi atau mereka yang telah murtad.
Sertifikat untuk para lapsi juga dibedakan menjadi tiga jenis yakni murtad, atau yang telah sepenuhnya meninggalkan agama mereka; korban atau thurificati, yang telah mengambil bagian dalam ritual pagan; dan libellatici, yang telah mendapatkan sertifikat (libelli) kesesuaian dari otoritas sipil yang sesuai.
Dengan demikian, libellus sebenarnya berkaitan dengan urusan teologi. Sementara pemberian sertifikat vaksin Covid-19 oleh Bio Farma dimaksudkan untuk mengetahui siapa saja yang telah melakukan vaksinasi Covid-19 dari jalur mandiri.
Vaksinasi pun bukan bentuk pengorbanan seperti ritual pagan. Dikutip dari Pusat Pencegahan dan Penularan Penyakit Amerika Serikat ( CDC ), vaksin Covid-19 bertujuan untuk membangun sistem kekebalan dengan mengajari tubuh mengenali dan melawan virus yang menyebabkan Covid-19. Terkadang, proses ini bisa menimbulkan gejala, seperti demam. Gejala ini normal dan merupakan tanda bahwa tubuh sedang membangun kekebalan.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, narasi yang menyamakan pemberian sertifikat vaksin Covid-19 dengan libellus di era Raja Romawi Trajan, menyesatkan. Berita yang digunakan untuk melengkapi narasi itu memang berasal dari Tempo. Namun, kesimpulan yang ditarik, yang menyamakan pemberian sertifikat vaksin Covid-19 dengan pemberian sertifikat di era Raja Trajan, tidak tepat. Pasalnya, libellus berkaitan dengan urusan teologi, di mana diberikan kepada umat Kristen pada abad ke-3.
IKA NINGTYAS
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://archive.is/SO8C3
- https://www.tempo.co/tag/vaksinasi-covid-19
- https://archive.is/LdMtQ
- https://bisnis.tempo.co/read/1408485/bio-farma-sebut-7-tahapan-untuk-dapat-vaksinasi-covid-19-mandiri?page_num=1
- https://bisnis.tempo.co/read/1400388/bulan-depan-bio-farma-terima-15-juta-dosis-vaksin-covid-sinovac/full&view=ok
- https://www.tempo.co/tag/vaksin-covid-19
- https://www.catholic.com/encyclopedia/libelli-and-libellatici
- https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/vaccines/vaccine-benefits/facts.html
- https://www.tempo.co/tag/covid-19
(GFD-2020-8397) Keliru, Video yang Diklaim Berisi Pesan Terakhir Bupati Situbondo yang Meninggal Akibat Covid-19
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 01/12/2020
Berita
KLAIM
Video yang diklaim sebagai video pesan terakhir Bupati Situbondo Dadang Wigiarto sebelum meninggal karena Covid-19 pada 26 November 2020 beredar di Facebook. Video ini memperlihatkan seorang pasien laki-laki yang sedang terbaring di rumah sakit dan memakai ventilator. Dalam video itu, pria tersebut berpesan agar masyarakat tetap waspada terhadap Covid-19 dan selalu menerapkan protokol kesehatan.
Isi lengkap pesan yang diucapkan pria tersebut adalah sebagai berikut: "Guys, jaga kesehatan. Jangan disepelekan, tapi juga jangan takut. Ingat, Covid-19 itu ada. Aku wis (sudah) tiga hari isolasi di RS dr. Oen. Jangan disepelekan, cuci tangan, pakai masker, rasane ora (rasanya tidak) enak.”
Salah satu akun yang membagikan video beserta klaim tersebut adalah akun Yanto Yan, tepatnya pada 27 November 2020. Akun ini menulis, “Innalilahi wainnallillahi rojiun... Inilah pesan terakhir BELIAU.. Bupati Situbondo.. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya.. Agar kita tetap waspada tentang pandemi Corona covid 19... Ati" ya guys... Mohon maaf...” Hingga artikel ini dimuat, unggahan ini telah mendapatkan lebih dari 100 reaksi.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Yanto Yan.
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video tersebut menjadi sejumlah gambar dengantool InVID. Selanjutnya, gambar-gambar itu ditelusuri denganreverse image toolGoogle dan Yandex. Hasilnya, ditemukan informasi bahwa pasien dalam video tersebut bukan Bupati Situbondo Dadang Wigiarto.
Video yang identik dengan durasi yang lebih panjang, yakni 41 detik, pernah diunggah oleh kanal YouTube Firman Arifin pada 26 November 2020 dengan judul “Pesan Daniel Sebelum Meninggal Karena Covid-19”. Menurut keterangan video ini, pria dalam video itu bernama Daniel Kurniawan. Sebelum meninggal akibat Covid-19, Daniel berpesan lewat video agar masyarakat tidak menyepelekan Covid-19 dan selalu menerapkan protokol kesehatan.
Di kolom komentar, pemilik akun YouTube yang bernama Henry Wibowo1 menyebut bahwa pasien dalam video itu adalah sahabatnya yang berdomisili di Solo, Jawa Tengah, dan bekerja sebagai pembawa acara. “Yg divideo ini temen baik saya, org solo Ig. @danielkurniawan.mc temen saya ini jg meninggal minghu kemaren. RIP mas danielkurniawan,” demikian komentar yang ditulis oleh akun Henry Wibowo1.
Tempo kemudian menelusuri pemberitaan terkait meninggalnya Bupati Situbondo Dadang Wigiarto. Dilansir dari Kompas.com, Dadang meninggal pada 26 November 2020 setelah dirawat selama tiga hari di RSUD dr. Abdoer Rahem, Situbondo, Jawa Timur. Nama rumah sakit ini berbeda dengan nama rumah sakit yang disebut oleh pria dalam video yang beredar.
Dalam video itu, pria tersebut mengatakan bahwa ia dirawat di RS dr. Oen. Berdasarkan penelusuran Tempo, RS dr. Oen berada di Solo, Jawa Tengah. Hal ini sesuai dengan komentar pada unggahan video kanal YouTube Firman Arifin, bahwa pria dalam video tersebut bertempat tinggal di Solo.
Pemerintah Kabupaten Situbondo pun, lewat akun Instagram resminya, @situbondokab, pada 27 November 2020, telah menyatakan bahwa pria dalam video yang beredar itu bukan Bupati Situbondo Dadang Wigiarto. "Info yang telah beredar tersebut adalah hoaks! Untuk seluruh masyarakat Situbondo, kita harus tetap waspada terhadap infor yang tidak benar, dan selalu patuhi protokol kesehatan untuk mencegah Covid-19. Stay safe untuk seluruh masyarakat Kabupaten Situbondo.”
Bantahan pemerintah Kabupaten Situbondo juga pernah dimuat oleh situs Nusadaily.com. Sekretaris Daerah Kabupaten Situbondo, Syaifullah, menekankan agar masyarakat tidak menyebarluaskan video hoaks yang bisa merugikan keluarga Dadang. “Hoax, itu bukan Bapak (Dadang). Pihak keluarga lagi berduka, tolong untuk masyarakat tidak menyebar luaskan video itu,” kata pria yang kini ditunjuk sebagai Plh Bupati Situbondo itu.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas merupakan video pesan terakhir Bupati Situbondo Dadang Wigiarto yang meninggal karena Covid-19, keliru. Sebelum meninggal pada 26 November 2020, Dadang menjalani perawatan di RSUD dr. Abdoer Rahim, Situbondo, Jawa Timur. Sementara pasien dalam video tersebut menjalani perawatan di RS dr. Oen, Solo, Jawa Tengah. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Situbondo telah menyatakan bahwa pria dalam video tersebut bukan Dadang.
ZAINAL ISHAQ
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
(GFD-2020-8396) Sesat, Unggahan Foto Pria Kulit Hitam yang Tertukar Posisi Tangan dan Kakinya
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 01/12/2020
Berita
KLAIM
Foto seorang pria kulit hitam yang terlihat tertukar posisi kaki dan tangannya beredar di media sosial. Dalam foto tersebut, terlihat bahwa pria itu memakai piyama bermotif dengan warna merah muda dan coklat. Tertulis pula teks di atas foto itu, "55 tahun nasib buruk jika kamu mengabaikan foto ini."
Di Facebook, foto tersebut dibagikan salah satunya oleh akun Coree, tepatnya pada 27 November 2020. Akun itu tidak memberikan narasi apa pun. Hingga artikel ini dimuat, unggahan akun tersebut telah mendapatkan lebih dari 300 reaksi dan 42 komentar serta dibagikan lebih dari 500 kali.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Coree.
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim itu, Tim CekFakta Tempo menelusuri jejak digital foto tersebut denganreverse image toolSource, Yandex, dan Google. Hasilnya, ditemukan bahwa foto ini telah beredar sejak 2017. Pria dalam foto tersebut adalah aktor Nollywood, industri film Nigeria, yang bernama Tunde Usman alias Okele. Foto ini diambil saat Okele sedang berperan dalam sebuah film.
Di Twitter, foto serupa pernah diunggah oleh akun Instagram @hargahot pada 13 Oktober 2017. Akun ini menulis narasi dalam bahasa Persia yang jika diterjemahkan berarti, “Menurut surat kabar, seorang pria yang tinggal di Guinea, Afrika, lahir dengan dislokasi anggota badan!”
Foto tersebut juga pernah diunggah oleh akun Instagram @omgdacomedian pada 26 Mei 2019 dengan narasi dalam bahasa Inggris yang jika diterjemahkan berarti, "Dia tidur dengan istri orang lain dan beginilah hasilnya. Hati-hati kawan." Namun, dalam keterangannya, akun ini menyertakan tagar #okele.
Di Nigeria, foto-foto Okele dengan posisi tangan dan kaki yang tertukar ini juga pernah viral. Seperti narasi dalam unggahan akun Instagram @omgdacomedian, beberapa warganet mengatakan tangan dan kaki pria itu tertukar akibat tidur dengan istri orang lain.
Dilansir dari situs yang berbasis di Nigeria, Information Nigeria, tangan dan kaki yang posisinya tertukar dalam foto-foto tersebut adalah hasil karya penata rias Nollywood, Hakeem Effect, dan pria dalam foto itu adalah aktor film asal Yoruba. Hakeem pernah memenangkan penghargaan dari Africa Magic Viewer's Choice Award (AMVCA) sebagai penata rias terbaik Nollywood.
Namun, dikutip dari situs cek fakta Hoax or Fact, tangan dan kaki yang posisinya tertukar dalam foto-foto tersebut bukanlah hasil karya Hakeem Effect yang bernama asli Hakeem Onilogbo Ajibola. Situs tersebut mengkonfirmasi Hakeem secara langsung, yang memastikan bahwa tangan dan kaki yang posisinya tertukar itu dibuat dengan efek khusus, bukan karyanya.
Pria dalam foto tersebut merupakan aktor Nigeria, Okele, yang sedang berperan dalam sebuah film. Okele pernah membagikan foto itu di akun Instagram-nya, @okele_2, pada 9 Agustus 2019. Terdapat pula foto lain yang juga memperlihatkan posisi tangan dan kakinya yang tertukar, namun ketika itu ia sedang duduk di tanah.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, unggahan akun Facebook Coree berupa foto pria kulit hitam yang tertukar posisi tangan dan kakinya, menyesatkan. Akun ini tidak memberikan konteks bahwa foto tersebut diambil di tengah proses pembuatan sebuah film. Pria dalam foto itu adalah aktor Nigeria yang bernama Tunde Usman alias Okele. Tangan dan kaki Okele yang posisinya tertukar ini dibuat dengan efek khusus.
ZAINAL ISHAQ
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
(GFD-2020-8395) Keliru, Video Erdogan Tolak Duduk Bersama dan Jabat Tangan Macron usai Kasus Kartun Nabi Muhammad
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 30/11/2020
Berita
KLAIM
Video pendek yang diklaim sebagai video saat Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menolak duduk bersebelahan dan berjabat tangan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron beredar di Facebook. Dalam video berdurasi 8 detik itu, Erdogan dan Macron bersama Presiden Rusia Vladimir Putin dan Kanselir Jerman Angela Merkel tampak berada dalam sebuah forum. Erdogan terlihat menyalami Putin dan Merkel, lalu meninggalkan Macron.
Salah satu akun yang membagikan video beserta klaim itu adalah akun Tarbiahmoeslim's Blogs, tepatnya pada 28 November 2020. Akun ini menulis, "Keren Sultan Erdogan, Dia tidak mau duduk dan salaman dengan orang yang telah menghina Islam dan Nabi Muhammad. Sama sekali tidak di perdulikannya pemimpin Prancis. 'Erdogan memberi tau Ini dia (Macron) yang najis, Izinkan saya pergi dengan izin Anda, Merkel, Saya tidak bisa duduk bersamanya'."
Hingga artikel ini dimuat, unggahan akun tersebut telah mendapatkan lebih dari 3.800 reaksi dan 396 komentar.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Tarbiahmoeslim's Blogs.
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri video terkait dengan memasukkan kata kunci “Erdogan, Macron, Putin, and Merkel” dalam kolom pencarian YouTube. Hasilnya, ditemukan bahwa video tersebut pernah dipublikasikan oleh sejumlah media asing kredibel.
Menurut pemberitaan, dalam video itu, Recep Tayyip Erdogan, Emmanuel Macron, Vladimir Putin, dan AngelaMerkel sedang bertemu dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Istanbul, Turki, pada 27 Oktober 2018. Pertemuan itu membahas situasi yang sedang berlangsung di Suriah. Konferensi tersebut kemudian diakhiri dengan pernyataan bersama oleh keempat tokoh itu kepada pers.
Kanal YouTube milik Ruptly, media yang berbasis di Rusia, menyiarkan videoliveselama sekitar dua jam saat Erdogan, Macron, Putin, dan Merkel menggelar konferensi pers tersebut. Konferensi pers inilah yang terlihat dalam video yang dibagikan oleh akun Tarbiahmoeslim’s Blogs.
Hal itu terlihat dari kesamaan warna dinding, ornamen bintang yang terpasang di dinding, bendera-bendera negara yang berjejer di belakang keempat tokoh tersebut, serta pakaian yang dikenakan oleh Erdogan, Macron, Putin, dan Merkel.
Dalam video Ruptly ini, di sesi konferensi pers, terlihat bahwa Erdogan duduk bersama Macron. Setelah itu, mereka berempat berdiri untuk mengikuti sesi foto. Keempatnya saling merekatkan tangan, termasuk Erdogan dan Macron. Video utuh bagian ini terdapat pada jam 2:15:27 hingga 2:16:30.
Gambar tangkapan layar video Ruptly yang menunjukkan Erdogan dan Macron berfoto bersama dalam pertemuan yang membahas situasi di Suriah pada 27 Oktober 2018.
KTT tersebut berlangsung setelah Rusia dan Turki mencapai kesepakatan pada 17 September 2018 untuk menciptakan zona penyangga demiliterisasi di sekitar wilayah Idlib, Suriah, yang dihuni oleh sekitar 3,5 juta penduduk dan menjadi benteng besar terakhir yang dikuasai militan di negara itu.
Video konferensi pers empat tokoh tersebut juga pernah dimuat oleh saluran televisi berita berbahasa Inggris yang berbasis di Beijing, Cina, CGTN, dengan judul "IS repels US-backed SDF from eastern Syria" pada tanggal yang sama. Cuplikan saat keempatnya melakukan foto bersama terdapat pada detik ke-36.
Peristiwa dalam video ini terjadi jauh sebelum munculnya ketegangan antara Erdogan dan Macron pasca Presiden Prancis tersebut merespons kasus pemenggalan seorang guru Prancis yang bernama Samuel Paty. Paty dianggap melecehkan Islam karena menunjukkan kartun Nabi Muhammad milik Charlie Hebdo kepada murid-muridnya.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas adalah video Recep Tayyip Erdogan yang menolak duduk bersebelahan dan berjabat tangan dengan Emmanuel Macron, keliru. Video ini diambil saat Erdogan dan Macron, bersama Putin dan Markel, bertemu dalam Konferensi Tingkat Tinggi di Istanbul pada 27 Oktober 2018 untuk membahas isu Suriah. Peristiwa ini terjadi jauh sebelum adanya ketegangan antara Erdogan dan Macron pasca kasus pemenggalan Samuel Paty pada awal November 2020.
IKA NINGTYAS
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
Halaman: 4397/5913