• (GFD-2020-8428) Keliru, Klaim Ini Foto Pohon Natal yang Dipasang di Halaman Istana Negara pada 2020

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 22/12/2020

    Berita


    Foto yang diklaim sebagai foto pohon Natal yang dipasang di halaman Istana Negara pada Desember 2020 beredar di media sosial. Menurut klaim yang menyertai foto tersebut, dipasangnya pohon Natal di halaman Istana Negara ini adalah untuk yang pertama kalinya sejak Indonesia merdeka pada 1945.
    "Puji Tuhan untuk pertama kalinya pohon Natal di pasang di halaman Istana Negara Indonesia! Semenjak Indonesia merdeka di tahun 1945! Pemerintahan Jokowi hebaatt," demikian narasi yang tertulis di bawah foto itu.
    Di Facebook, foto tersebut diunggah salah satunya oleh akun Hadi Wijaya, tepatnya pada 19 Desember 2020. Akun ini menulis narasi, "#INFO_VALID." Hingga artikel ini dimuat, foto tersebut telah mendapatkan lebih dari 3 ribu reaksi dan 400 komentar serta dibagikan lebih dari 100 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Hadi Wijaya yang memuat klaim keliru terkait foto unggahannya.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri jejak digital foto tersebut denganreverse image toolSource dan Google. Hasilnya, ditemukan informasi bahwa foto tersebut telah beredar sejak 2014. Foto itu pun diambil di halaman Balai Kota DKI Jakarta, bukan di halaman Istana Negara.
    Foto yang identik dengan kualitas yang lebih baik pernah diunggah ke Twitter oleh akun @muhtarom pada 14 Desember 2014. Akun ini juga menulis narasi bahwa dua pohon Natal itu berdiri di halaman Istana Negara. Pohon-pohon Natal itu berada di sisi kiri dan kanan kolam serta tiang bendera. Pohon tersebut dilengkapi dengan ornamen dan lampu hias khas Natal.
    Namun, tata letak halaman ini bukan tata letak halaman Istana Negara, melainkan halaman Balai Kota DKI Jakarta. Foto-foto halaman dengan pohon Natal yang serupa pernah dimuat oleh situs media Aktual.com pada 16 Desember 2014. Foto itu terdapat dalam berita yang berjudul "Jakarta Dipimpin Ahok, Halaman Kantor Gubernur Berdiri 2 Pohon Natal".
    Tempo kemudian menelusuri pemberitaan tentang pemasangan dua pohon Natal di Balai Kota DKI Jakarta di era kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok itu. Berdasarkan arsip berita Tempo, Ahok mengatakan pemasangan dua pohon Natal di halaman kantornya ini dilakukan oleh Panitia Perayaan Natal Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
    Panitia, kata Ahok, sudah meminta izin kepadanya untuk meletakkan pohon Natal di depan Pendapa Utama Blok B Balai Kota. "Saya bilang silakan saja," tutur Ahok di Balai Kota, Senin, 22 Desember 2014. Pantauan Tempo, sepasang pohon Natal setinggi 3 meter itu diletakkan di sisi kolam air mancur. Pohon tersebut dilengkapi dengan ornamen dan lampu hias khas Natal.
    Staf rumah tangga Pemerintah DKI Jakarta, Mansyur, mengatakan pemasangan pohon Natal di halaman Balai Kota tersebut merupakan yang pertama kalinya. Sebelumnya, kata dia, hanya ada pohon Natal setinggi sekitar 1,5 meter yang diletakkan di lobi Blok G. "Tahun ini, pertama kalinya dipasang pohon Natal setinggi itu," tuturnya di Balai Kota pada 22 Desember 2014.
    Masih dari arsip berita Tempo, menurut Ahok, pohon Natal tidak hanya dipajang di halaman kantornya, tapi juga di halaman rumah dinasnya di Jalan Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat. Penghiasnya adalah Tim Pembinaan Kesejahteraan Keluarga DKI. Soal kritik dan ancaman lantaran memasang pohon Natal itu, Ahok mengaku tak khawatir. “Ah, biar saja,” ujarnya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto di atas adalah foto pohon Natal yang dipasang di halaman Istana Negara pada Desember 2020, keliru. Dua pohon Natal dalam foto tersebut dipasang di halaman Balai Kota DKI Jakarta, bukan di halaman Istana Negara. Pohon-pohon Natal itu dipasang pada Desember 2014 saat Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8427) Keliru, Klaim Ini Video Bocah Papua yang Melantukan Ayat-ayat Alquran

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 22/12/2020

    Berita


    Video yang diklaim sebagai video ketika seorang bocah Papua melantunkan ayat-ayat Alquran viral. Video ini dibagikan salah satunya oleh akun Instagram @infograam pada 12 Desember 2020. Video itu diberi teks "Video Bocah Asal Papua Fasih Lantunkan Ayat Suci, Dengan Suara Yang Merdu Banget".
    Menurut akun ini, video tersebut berasal dari akun Instagram @papua_talk. "Bukan tengah bermain, sang bocah tersebut justru melantunkan ayat suci Alquran sembari berdiri di sebuah tanah lapang. Bocah tersebut diketahui merupakan putra Papua yang berasal dari Walesi, Wamena."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Instagram @infograam yang memuat klaim keliru terkait video yang diunggahnya.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video itu menjadi sejumlah gambar dengan tool InVID. Gambar-gambar ini kemudian ditelusuri dengan reverse image tool Google. Hasilnya, ditemukan informasi bahwa bocah dalam video tersebut bukanlah bocah asal Papua, melainkan asal Tanzania, Afrika.
    Video yang sama dengan resolusi yang lebih tinggi pernah diunggah oleh kanal YouTube terverifikasi milik ulama asal Zimbabwe, Ismail ibn Musa Menk alias Mufti Menk, pada 3 Desember 2020. Video itu diberi judul "MOST BEAUTIFUL TONE OF RECITATION - Some build their Paradise while others don't even bother!". Menurut kanal ini, bocah itu berasal dari Afrika.
    Gambar tangkapan layar video asli bocah asal Tanzania yang melantunkan ayat-ayat Alquran di kanal YouTube milik ulama asal Zimbabwe, Ismail ibn Musa Menk alias Mufti Menk.
    Tempo kemudian menelusuri akun Instagram Mufti Menk, @muftimenkofficial, dan menemukan video yang sama, dengan durasi yang lebih singkat, diunggah kembali pada 6 Desember 2020. Dalam deskripsi yang ditulis oleh akun ini, dijelaskan bahwa bocah dalam video tersebut berasal dari sebuah desa di Pulau Pemba, Zanzibar, Tanzania.
    "Ini Bakari muda dari sebuah desa di Pulau Pemba di Tanzania. Saya mengunggah pertunjukannya baru-baru ini di kanal YouTube saya. Video ini direkam oleh seorang kawan dari Water Fall Charity UK yang terkesan dengan lantunannya. Video ini pun viral. Karena itu, banyak orang yang mencoba mengumpulkan dana bagi bocah ini, mengklaim bahwa dia adalah murid mereka, dan sebagainya."
    Viralnya video bocah Tanzania yang melantunkan ayat-ayat Alquran itu pun pernah diberitakan oleh Liputan6.com dengan berjudul "Viral Bocah Ini Lantunkan Ayat Al-Qur'an dengan Suara Merdu, Bikin Kagum". Berita tersebut juga menyatakan bahwa bocah dalam video itu berasal dari Pulau Pemba, Zanzibar, Tanzania.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas merupakan bocah Papua yang melantuntan Alquran, keliru. Setelah ditelusuri, bocah dalam video tersebut merupakan bocah yang berasal dari Tanzania, bukan Papua. Video tersebut sebelumnya pernah diunggah oleh ulama Mufti Menk dan disebut berasal dari Tanzania.
    JUAN ROBIN | ANGELINA ANJAR SAWITRI
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8426) Keliru, Paus Fransiskus Sebut Vaksin Covid-19 Tiket Masuk Surga

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 21/12/2020

    Berita


    Klaim bahwa Paus Fransiskus menyatakan vaksin Covid-19 bakal diperlukan untuk masuk surga beredar di media sosial. Klaim ini terdapat dalam gambar tangkapan layar sebuah artikel yang berjudul "Pope Francis Says Covid Vaccine Will Now Be Required To Enter Heaven" yang dimuat pada 30 November 2020.
    Di Facebook, gambar tangkapan layar tersebut dibagikan salah satunya oleh akun Yoez Rusnika, yakni pada 6 Desember 2020. Akun ini menulis narasi, "Selain digunakan sebagai tiket masuk pertunjukkan, pesawat dan kegiatan sosial lainnya, vaksin juga bisa dipakai sebagai tiket masuk surga .. OMG."
    Akun tersebut juga mencantumkan tautan artikel dari situs Cnmnewz.com yang memuat judul serupa dengan judul artikel dalam gambar di atas. Menurut situs ini, informasi tersebut berasal dari situs The Babylon Bee. Tampilan situs itu sama dengan yang terlihat dalam gambar unggahan akun Yoez Rusnika.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Yoez Rusnika pada 6 Desember 2020 yang memuat klaim keliru tentang Paus Fransiskus dan vaksin Covid-19

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula memeriksa situs yang memuat artikel dalam gambar tangkapan layar tersebut, yakni The Babylon Bee. Hasilnya, ditemukan informasi bahwa situs tersebut merupakan situs satire yang kerap menulis hal-hal tentang Kristen, politik, dan kehidupan sehari-hari.
    Di halaman "About Us" The Babylon Bee, mereka menyatakan, "The Babylon Bee adalah situs satire terbaik di dunia, sama sekali tidak salah dalam semua klaim kebenarannya. The Babylon Bee diciptakan oleh ex nihilo pada hari ke-8 dalam pekan penciptaan, tepat 6 ribu tahun yang lalu. Jika Anda ingin mengeluh tentang sesuatu di situs kami, sampaikan kepada Tuhan."
    Selain artikel di The Babylon Bee, tidak ditemukan berita di media kredibel yang memuat pernyataan yang diklaim berasal Paus Fransiskus bahwa "vaksin Covid-19 adalah tiket masuk surga". The Babylon Bee mengklaim pernyataan itu disampaikan dalam sebuah pengumuman resmi pada akhir November 2020. Namun, sepanjang November 2020, Kantor Pers Takhta Suci Vatikan tidak pernah mengeluarkan siaran pers tentang pernyataan itu.
    Situs pemeriksa fakta Check Your Fact, yang telah memverifikasi klaim itu, juga menyatakan bahwa ini bukan pertama kalinya pengguna media sosial menganggap artikel dari The Babylon Bee itu sebagai fakta. Sama seperti sebelumnya, menurut Check Your Fact, beberapa pengguna media sosial pun menganggap artikel satire terkait Paus Fransiskus itu benar adanya.
    Paus Fransiskus dan vaksin Covid-19
    Dilansir dari Reuters, pada 25 September 2020, dalam video pidatonya di depan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Paus Fransiskus memperingatkan para pemimpin dunia agar memberikan prioritas kepada masyarakat miskin dan kelompok rentan apabila vaksin Covid-19 telah dinyatakan siap.
    Paus mengatakan pandemi yang terjadi di seluruh dunia telah menunjukkan adanya kebutuhan yang mendesak dalam mempromosikan kesehatan masyarakat dan memastikan akses ke vaksin. “Jika ada yang diberi preferensi, biarlah yang termiskin, paling rentan, mereka yang sering mengalami diskriminasi, karena mereka tidak memiliki kekuatan atau sumber daya ekonomi,” katanya.
    Menurut Paus, negara-negara kaya seharusnya tidak menimbun vaksin Covid-19. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun telah memperingatkan adanya "nasionalisme vaksin", dan mendesak seluruh negara bergabung dalam pakta global untuk berbagi calon vaksin dengan negara-negara berkembang.
    Berdasarkan arsip berita Tempo pada 4 Mei 2020, Paus Fransiskus menyerukan agar seluruh ilmuwan bekerja sama menemukan vaksin Covid-19 dan dibagikan kepada semua orang di seluruh dunia. Dalam pidatonya dari perpustakaan kepausan ketika itu, Paus mendorong kerja sama internasional untuk menangani krisis dan memerangi Covid-19 yang telah menginfeksi jutaan orang.
    "Faktanya, penting untuk menyatukan kemampuan ilmiah, secara transparan dan tidak memihak untuk menemukan vaksin dan perawatan," katanya seperti dikutip dari Reuters pada 3 Mei 2020. “Adalah penting untuk menjamin akses universal ke teknologi penting yang memungkinkan setiap orang yang terinfeksi, di setiap bagian dunia, untuk menerima perawatan medis yang diperlukan."

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Paus Fransiskus menyebut vaksin Covid-19 adalah tiket masuk surga, keliru. Klaim ini berasal dari artikel yang ditulis oleh situs The Babylon Bee, yang merupakan situs satire. Tidak ditemukan pemberitaan dari media kredibel maupun Kantor Pers Takhta Suci Vatikan bahwa Paus Fransiskus pernah menyatakan hal tersebut.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8425) Keliru, Vaksin Covid-19 Ubah DNA dan Sebabkan Cacat Genetik Seumur Hidup

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 21/12/2020

    Berita


    Klaim bahwa vaksin Covid-19 dapat mengubah DNA orang yang mendapatkan vaksin tersebut, kemudian menyebabkan cacat genetik seumur hidup, beredar di Facebook. Narasi ini diunggah salah satunya oleh akun Amir Hasanudin, tepatnya pada 19 Desember 2020. Klaim itu beredar ketika sejumlah negara telah memberikan izin penggunaan darurat vaksin Covid-19. Inggris, Amerika Serikat, dan Swiss misalnya, telah mengeluarkan izin penggunaan darurat vaksin Pfizer  dan BioNTech.
    “Saat kau disuntik vaksin covid-19, maka DNA-mu akan berubah, kau akan mengalami cacat genetik yg serius seumur hidup, tdk ada ahli kesehatan manapun yg akan sanggup menolongmu, Bahkan tdk hny itu kau menderita cacat genetik yg permanen yg akan kau turunkan kpd generasimu... Padahal kita tdk tahu, DNA apa yg akan ditambahkan ke DNA kita, saat kita disuntik vaksin itu,DNA/RNA babikah, monyetkah, tikuskah...?” demikian sebagian narasi yang ditulis oleh akun tersebut.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Amir Hasanudin yang memuat klaim keliru terkait vaksin Covid-19.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, cara kerja vaksin tidak serta-merta memasukkan DNA/RNA milik hewan lain ke dalam tubuh manusia. Karena itu, vaksin tidak bisa mengubah DNA seseorang dan menyebabkan cacat genetik seumur hidup. Pembuatan vaksin membutuhkan penelitian yang panjang dan melalui prosedur tahap uji yang ketat untuk memastikan tingkat efektivitas dan keamanannya pada manusia.
    Vaksin telah menyelamatkan banyak nyawa dari wabah penyakit. Misalnya, program imunisasi campak pada 2000-2008 yang menurunkan jumlah penderita campak. Padahal, campak adalah penyakit yang diakibatkan oleh virus yang sangat menular, ditandai dengan demam dan timbulnya ruam merah pada kulit, yang dapat menimbulkan kematian bila menyerang seseorang dengan daya tahan tubuh yang lemah. Secara global, sekitar 78 persen kematian bisa ditekan, dari semula 750 ribu menjadi 164 ribu kematian per tahun setelah vaksinasi.
    Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) menjelaskan seluruh vaksin mengandung bakteri, virus, atau komponen lainnya yang dengan kemajuan teknologi sudah dikendalikan. Vaksin mengandung antigen yang sama dengan antigen yang menyebabkan penyakit. Namun, antigen yang ada di dalam vaksin tersebut sudah dikendalikan (dilemahkan). Karena itu, pemberian vaksin tidak menyebabkan seseorang menderita penyakit seperti jika orang tersebut terpapar/terpajan dengan antigen yang sama secara alamiah.
    Tujuan utama dari semua jenis vaksin adalah merangsang sistem kekebalan dalam tubuh seseorang untuk melawan antigen. Dengan demikian, apabila antigen tersebut menginfeksi kembali, reaksi imun pertahanan tubuh untuk melawan setiap benda asing atau organisme, misalnya bakteri, virus, organ, atau jaringan transplantasi, yang lebih kuat akan timbul.
    Badan pengawas obat dan makanan setiap negara harus menjamin bahwa setiap vaksin yang beredar di pasaran serta dimanfaatkan oleh program imunisasi dan masyarakat harus aman. Beberapa vaksin memang memiliki efek samping ringan yang umum terjadi, seperti demam, lemas, atau timbul alergi karena tidak cocok dengan antigen tertentu. Sebagian besar gejala-gejala ini bisa disembuhkan.
    Vaksin Covid-19
    Dikutip dari jurnal sains Nature edisi 11 Desember 2020, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) telah memberikan izin penggunaan darurat vaksin Covid-19 yang dibuat oleh Pfizer bersama BioNTech. Keputusan ini didasarkan pada data lebih dari 43 ribu relawan yang telah menerima suntikan vaksin kedua.
    Analisis terhadap 170 kasus pertama Covid-19 dalam kelompok tersebut menunjukkan bahwa vaksin ini 95 persen efektif mencegah infeksi SARS-CoV-2, virus Corona penyebab Covid-19, yang bergejala. Hasil uji coba tersebut telah dipublikasikan pada 10 Desember 2020 di The New England Journal of Medicine.
    Vaksin itu disebut aman, di mana uji coba menemukan efek samping yang umum terjadi, seperti kelelahan, sakit kepala, dan demam. Ditemukan pula empat kasus bell's palsy, suatu kondisi yang secara sementara melemahkan beberapa otot di wajah, di antara mereka yang menerima vaksin. Tapi FDA tidak bisa secara pasti mengaitkan kondisi tersebut dengan vaksin.
    Sedangkan di Indonesia, efek samping yang muncul dalam uji klinis vaksin Sinovac adalah demam pada sekitar 20 persen relawan yang diimunisasi. Namun, demam ini sembuh dalam dua hari. “Panas tubuhnya ada yang demam hingga lebih dari 37,5 derajat Celsius,” kata Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Sinovac dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Kusnandi Rusmil, pada 27 November 2020 seperti dikutip dari Tempo.
    Meski begitu, penggunaan darurat vaksin Sinovac masih harus mengantongi izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Izin tersebut baru dikeluarkan setelah BPOM mendapatkan hasil pengamatan uji klinis vaksin Sinovac di Indonesia selama tiga bulan. Merujuk pada pedoman WHO, izin penggunaan dalam keadaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) dapat diberikan jika keampuhan vaksin mencapai minimal 50 persen selama periode itu.
    Pendapat para ahli
    Dikutip dari kantor berita Reuters, Mark Lynas dari grup Alliance for Science Universitas Cornell mengatakan tidak ada vaksin yang dapat memodifikasi DNA manusia secara genetik. “Itu hanya mitos, yang sering disebarkan secara sengaja oleh aktivis anti vaksinasi sehingga sengaja menimbulkan kebingungan dan ketidakpercayaan,” ujarnya.
    Menurut dia, modifikasi genetik akan melibatkan penyisipan DNA asing yang disengaja ke dalam inti sel manusia. Hal ini bukan cara kerja vaksin, sebab vaksin bekerja dengan melatih sistem kekebalan untuk mengenali patogen (penyakit) saat mencoba menginfeksi tubuh. Sebagian besar caranya dilakukan dengan menyuntikkan antigen virus atau virus hidup yang dilemahkan yang merangsang respons kekebalan melalui produksi antibodi.
    Lynas menambahkan DNA yang terkandung dalam vaksin DNA pun tidak masuk atau menyatu ke dalam inti sel, sehingga tidak mungkin memicu modifikasi genetik. Apabila sel dalam tubuh membelah, mereka hanya akan menyertakan DNA alami seseorang, tidak melibatkan DNA dari vaksin.
    Paul McCray, profesor pediatri, mikrobiologi, dan penyakit dalam di Universitas Iowa, menjelaskan vaksin Covid-19 menggunakan protein utama, yakni protein spike (S) dari virus yang digunakan, untuk meningkatkan sistem kekebalan. Protein ini dapat diberikan sebagai vaksin dalam sejumlah bentuk: sebagai virus yang tidak aktif (mati) atau sebagai protein yang diekspresikan dalam vektor DNA/RNA yang akan memicu sel-sel membuat protein tersebut.
    Jadi, satu-satunya modifikasi pada inang adalah dengan merangsang sel-sel manusia untuk membuat protein tersebut. Selanjutnya, itu dapat menjadi antibodi dan sel T yang akan mencegah infeksi virus atau membunuh sel yang terinfeksi untuk mencegah atau mengurangi keparahan penyakit.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa vaksin Covid-19 dapat mengubah DNA orang yang mendapatkan vaksin tersebut, kemudian menyebabkan cacat genetik seumur hidup, keliru. Cara kerja vaksin adalah dengan menyuntikkan antigen virus atau virus hidup yang telah dilemahkan dengan tujuan merangsang respons kekebalan tubuh terhadap virus tersebut melalui produksi antibodi. DNA yang terkandung dalam vaksin DNA pun tidak masuk atau menyatu ke dalam inti sel manusia, sehingga tidak mungkin memicu modifikasi genetik. Pembuatan vaksin sendiri melalui berbagai tahap uji yang ketat untuk memastikan efektivitas dan tingkat keamanannya pada manusia. Beberapa vaksin sebelumnya, seperti vaksin cacar, terbukti dapat menurunkan tingkat kematian.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan