• (GFD-2021-8527) Keliru, Timor Leste Rilis Uang Bergambar Baju Adat Rote dan Xanana Gusmao

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 05/03/2021

    Berita


    Gambar sebuah uang kertas pecahan 100 bertuliskan Central Bank of Timor Leste atau Bank Sentral Timor Leste beredar di media sosial. Dalam gambar itu, terlihat dua sisi dari uang kertas tersebut. Sisi pertama memuat gambar mantan Presiden Timor Leste Xanana Gusmao. Sementara sisi lainnya memuat gambar baju adat yang identik dengan baju adat Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT).
    Di Facebook, gambar uang kertas itu diunggah oleh akun ini pada 15 Februari 2021. Akun tersebut menulis, “Butuh bantuan ada yang bisa fasih bahasa tetun/timor leste utk translate informasi. Disinyalir semntara terjadi pengakuan sepihak adat budaya Rote dalam pengggunaan di mata uang pecahan 100 Timor Leste. Tq.”
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang memuat klaim keliru terkait gambar uang kertas yang diunggahnya.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, Bank Sentral Timor Leste tidak pernah menerbitkan uang kertas pecahan 100 bergambar baju adat Rote, NTT tersebut. Hingga saat ini, Timor Leste masih menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat dan centavos, yang dicetak di Portugal, sebagai alat tukar yang sah.
    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tempo mula-mula menelusuri gambar uang kertas itu denganreverse image toolSource dan Google. Hasilnya, ditemukan bahwa gambar ini merupakan gambar tangkapan layar dari video yang pernah diunggah oleh kanal YouTube SocialMediaGMNTV pada 12 Februari 2021 dengan judul “Osan ho imajen Xanana Gusmão, BCTL laiha Koñesimentu”.
    Tempo kemudian menghubungi jurnalis Timor Leste Zevonia Vieira untuk mendapatkan penjelasan terkait uang kertas pecahan 100 itu. Menurut Vonia, uang kertas tersebut hanyalah hasil kreativitas dari seseorang yang mengidolakan tokoh Timor Leste Xanana Gusmao. “Orang itu berharap, jika suatu saat Timor Leste memiliki mata uang sendiri, wajah Xanana Gusmao sebagai tokoh pejuang bisa ditampilkan pada uang tersebut,” katanya pada 5 Maret 2021.
    Setelah beredar di Facebook, gambar uang kertas tersebut pun menuai banyak reaksi warganet di Timor Leste. “Banyak yang mengira bahwa uang itu adalah uang beneran,” ujarnya. Namun, Vonia memastikan bahwa uang tersebut tidak beredar di negaranya. Timor Leste masih menggunakan dolar AS sebagai mata uang yang sah.
    Beredarnya gambar uang kertas dengan ilustrasi Xanana Gusmao dan baju adat yang identik dengan baju adat Rote itu juga telah direspons oleh Bank Sentral Timor Leste (BCTL). Dikutip dari situs lokal Timor Leste, Neon Metin, Gubernur BCTL Abrao Vasconcelos telah memastikan bahwa desain uang tersebut tidak serius. “Itu bagian dari ekspresi seseorang yang mengidolakan Xanana Gusmao,” ujarnya.
    Konsulat Republik Demokratik Timor Leste di Kupang, NTT, Jesuino Dos Reis Matos memberikan penjelasan serupa terkait gambar uang kertas yang viral itu. Menurut dia, negaranya masih menggunakan dolar AS sebagai mata uang resmi. "Tidak benar, Timor Leste masih pake Dollar US. Ini orang NTT yang kreasikan mungkin," katanya pada 16 Februari 2021 seperti dikutip dari Kumparan.com.
    Dilansir dari Liputan6.com, selain menggunakan dolar AS sebagai alat tukar yang sah, Timor Leste juga menggunakan mata uang lokal centavos. Menurut Head of Business & Treasury PT Bank Mandiri Tbk Cabang Dili, NTT, Tommy Utomo, BCTL memperoleh pasokan dolar AS dari Bank Sentral AS (The Federal Reserve atau The Fed). Sementara uang koin centavos dicetak di Portugal.
    "Kalau mata uang lokal centavos di‎cetak langsung di Portugis. Tapi, kalau dolar AS, dapat pasokan dari Bank Sentral AS," kata Tommy pada 23 Maret 2016. Dia menjelaskan uang koin centavos terdiri dari pecahan 1, 5, 10, 25, 50, dan 100. Sementara itu, untuk nominal di atasnya, menggunakan dolar AS. Ia menyebut 100 centavos setara dengan 1 dolar AS.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Timor Leste merilis uang kertas pecahan 100 bergambar baju adat Rote, NTT, dan Xanana Gusmao tersebut keliru. Bank Sentral Timor Leste tidak pernah menerbitkan uang kertas pecahan 100 dengan mencantumkan gambar-gambar tersebut. Desain uang kertas itu dibuat oleh seseorang yang mengidolakan Xanana Gusmao. Hingga kini, Timor Leste masih menggunakan dolar AS, yang dipasok dari The Fed, dan uang koin centavos, yang dicetak di Portugal, sebagai mata uang yang sah.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8526) Keliru, Takbier adalah Bir Non Alkohol Produksi Arab Saudi

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 05/03/2021

    Berita


    Klaim bahwa Arab Saudi memproduksi bir non alkohol yang bernama Takbier beredar di Facebook. Klaim ini dilengkapi dengan sebuah gambar yang memperlihatkan dua botol produk minuman bermerk Takbier. Dalam label merk yang berwarna hijau tersebut, terdapat pula sebuah kalimat tauhid dan pedang berwarna putih. Dalam gambar itu, juga dicantumkan foto Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman.
    Foto ini beredar di tengah pro-kontra terbitnya Peraturan Presiden (Perpes) Nomor 10 Thaun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, di mana di dalamnya terdapat lampiran yang mengatur  investasi miras  di sejumlah provinsi. Per 2 Maret 2021, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah mencabut lampiran tersebut setelah menerima masukan dari sejumlah pihak, termasuk para tokoh agama dan ulama.
    Akun ini membagikan klaim beserta foto itu pada 2 Maret 2021. Akun tersebut menulis, "Takbier - Bir yang Sempat Jadi Kontroversi Diproduksi di Arab Saudi." Menurut unggahan ini, merk tersebut sempat mengalami sengketa hukum dengan pabrik Jerman karena telah menggunakan lambang Kerajaan Arab Saudi pada labelnya. Namun, setelah sengketa itu, Arab Saudi justru mulai memproduksi bir tersebut secara nasional.
    "Hal tersebut bagaikan udara segar bagi para penikmat bir di Arab karena dapat mencicipi sensasi dari bir tanpa permasalahan agama," demikian narasi dalam unggahan itu. Takbier pun disebut menjadi minuman resmi Piala Dunia 2018. "Bir 'halalcohol' ini bisa dinikmati oleh siapa saja, bahkan yang tidak mengkonsumsi alkohol, karena dibuat tanpa menghadirkan alkohol." Menurut unggahan ini, informasi itu berasal dari situs Beergembira.com.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait produk minuman bir non alkohol yang bernama Takbier.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim itu, Tim CekFakta Tempo mula-mula memeriksa artikel terkait yang dimuat oleh situs Beergembira.com. Menurut situs ini, informasi tersebut berasal dari situs Noktara.de. Tempo kemudian memeriksa artikel terkait yang diterbitkan oleh situs Noktara.de ini.
    Situs yang berbasis di Jerman itu memang pernah memuat artikel tersebut pada 13 Mei 2018. Artikel yang ditulis dalam bahasa Jerman ini diberi judul "Takbier: Arab Saudi memproduksi bir resmi Piala Dunia". Namun, artikel itu sebenarnya hanyalah artikel satire. Situs Noktara.de pun merupakan situs satire.
    Dalam halaman FAQ-nya, Noktara.de menulis bahwa laporan-laporan yang ada di situsnya adalah fiktif, meskipun kerap diciptakan dari referensi nyata. Artikel terkait Takbier dibuat sebelum berlangsungnya pertandingan pembukaan Piala Dunia 2018 yang mempertemukan tim sepak bola Arab Saudi dengan Rusia.
    Dilansir dari majalah Jerman, Stern, situs satire Noktara.de dibuat oleh Soufian El Khayari dan Derya Sami Saydjari. Keduanya merupakan seorang muslim yang tumbuh di Jerman. Soufian dan Derya meluncurkan Noktara.de pada Oktober 2016. Mereka membuat situs itu karena, menurut mereka, siapa pun bisa bercanda tentang Islam.
    Dalam wawancaranya dengan Stern, Soufian yang orang tuanya berasal dari Maroko dan Derya yang berdarah Suriah-Turki juga mengungkap arti di balik nama Noktara. Dalam bahasa Arab, "nokta" berarti bercanda. Sementara "ra", menurut Soufian dan Derya, ditambahkan untuk mengubah kata "nokta" menjadi kata baru yang terdengar lebih segar.
    Tempo kemudian menelusuri gambar yang memperlihatkan dua botol produk minuman bermerk Takbier dalam unggahan di atas. Hasilnya, ditemukan bahwa foto dua botol produk minuman itu berasal dari mockup, atau maket yang kerap digunakan untuk memvisualisasikan sebuah konsep desain. Biasanya, pengguna tinggal mengganti label dalam mockup itu dengan desain yang mereka buat sendiri.
    Salah satu desain mockup botol bir yang disediakan di situs Designhooks.com.
    Mockup ini pernah dimuat salah satunya oleh situs Designhooks.com. Mockup itu pun pernah dipakai oleh sejumlah desainer untuk memvisualisasikan desain label produk minumannya. Beberapa di antaranya diunggah di situs Behance, yakni oleh akun Jota Martinez dan akun Amandine Faingnaert.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Takbier adalah bir non alkohol produksi Arab Saudi, keliru. Artikel yang memuat klaim itu merupakan artikel satire, yang dibuat oleh situs satire yang berbasis di Jerman, Noktara.de. Foto dua produk minuman bermerk Takbier yang digunakan untuk melengkapi klaim tersebut pun hanyalah mockup atau maket.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8525) Keliru, Klaim MUI Beri Cap Halal pada Minuman Beralkohol di Foto Ini

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 04/03/2021

    Berita


    Foto yang memperlihatkan dua botol produk minuman yang menyerupai minuman beralkohol berlabel halal viral di media sosial. Foto itu dibagikan dengan klaim bahwa dua produk minuman tersebut memperoleh sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
    Foto ini beredar di tengah pro-kontra terbitnya Peraturan Presiden (Perpes) Nomor 10 Thaun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, di mana di dalamnya terdapat lampiran yang mengatur investasi miras di sejumlah provinsi. Per 2 Maret 2021, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah mencabut lampiran itu.
    Dalam foto tersebut, terlihat nama dua produk minuman itu, yakni Riviere Vino dan Crystal WSK. Di bawah nama produk, tercantum label halal. Dalam kemasan dua produk minuman itu, tertera pula keterangan bahwa minuman tersebut tidak mengandung alkohol.
    Di Facebook, foto tersebut diunggah oleh akun ini pada 1 Maret 2021. Akun itu menulis, "Kata Kadrun Ini Haram, Tapi Kata MUI Ini Halal.... Yg Bener Yg Mana Drun... ?? Mulai Oleng Para Kadrun." Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah mendapat 325 reaksi dan 410 komentar.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait produk minuman dalam foto yang diunggahnya.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri foto tersebut denganreverse image toolSource dan Goole. Hasilnya, ditemukan bahwa foto itu telah beredar di internet sejak 2017. Ketika itu, MUI telah memberikan penjelasan bahwa mereka tidak pernah mengeluarkan sertifikat halal untuk dua produk minuman tersebut.
    Dilansir dari Detik.com, Wakil Ketua Umum MUI saat itu, Zainut Tauhid, menyatakan klaim itu sebagai hoaks. Menurut dia, penyebaran gambar tersebut juga merupakan fitnah terhadap Kementerian Agama. Dia menduga label halal pada minuman tersebut palsu, sebab label semacam itu tidak pernah dikenal di Indonesia.
    Zainut mengatakan bahwa Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI masih menjadi pihak yang memberikan sertifikasi halal ketika itu, karena Badan Pengelola Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Kemenag belum aktif bekerja. Dia pun memastikan label halal tersebut tidak berasal dari LPPOM MUI.
    Tempo kemudian menelusuri label halal yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI. Seperti yang tertera di laman resmi LPPOM MUI, label halal yang mereka keluarkan berbentuk bulat. Tulisan "Halal" berada di bagian tengah label, yang terdapat di dalam lingkaran hijau. Terdapat pula tulisan "Majelis Ulama Indonesia" di dalam lingkaran putih yang berada di sisi luar lingkaran hijau.
    Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga telah angkat bicara terkait dua produk minuman dalam foto tersebut. Dikutip dari situs resmi BPOM, Crystal WSK dan Riviere Vino tidak terdaftar di BPOM. Apabila ditemukan beredar di pasaran, produk tersebut dikategorikan sebagai produk tanpa izin edar (TIE) atau produk ilegal.
    Selain itu, menurut BPOM, sesuai dengan Surat Keputusan LPPOM MUI Nomor SK46/Dir/LPPOM MUI/XII/14 tentang Ketentuan Penulisan Nama Produk dan Bentuk Produk, LPPOM MUI tidak dapat menerbitkan sertifikat halal terhadap produk dengan nama yang mengandung nama minuman keras (sebagai contoh: rootbeer, es krim rhum raisin, bir 0 persen alkohol, dan lain-lain). Dengan demikian, pencantuman label halal pada produk minuman 0 persen alkohol itu menyalahi ketentuan ini.
    Adapun kedua produk minuman tersebut, Crystal WSK dan Riviere Vino, seperti dilansir dari Jawapos.com, diproduksi oleh Emerald Beverages, perusahaan F&B asal Los Angeles, Amerika Serikat. Ada tiga produk minuman yang mereka produksi, yakni Crystal Whiskey, Empire Vodka, dan Riviere Wine. Meski mengandung katawhiskey, vodka, danwine, ketiganya diklaim tidak mengandung alkohol.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa MUI memberikan label halal pada dua produk minuman yang menyerupai minuman beralkohol di atas keliru. Foto yang memperlihatkan dua produk minuman tersebut telah beredar sejak 2017. Ketika itu, MUI telah menyatakan bahwa mereka tidak pernah mengeluarkan sertifikat halal untuk dua produk minuman tersebut. Label halal yang tercantum dalam kedua produk itu pun berbeda dengan label halal yang diterbitkan oleh LPPOM MUI.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8524) Keliru, Klaim Empat Nakes Ini Meninggal Karena Vaksin Covid-19

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 04/03/2021

    Berita


    Klaim yang mempertanyakan meninggalnya empat tenaga kesehatan baru-baru ini setelah disuntik vaksin Covid-19 Sinovac beredar di Facebook pada 25 Februari 2021. Menurut klaim itu, meskipun sejumlah pihak mengatakan bahwa keempatnya meninggal bukan karena Covid-19, mereka meninggal dengan penyebab yang sama, yakni penyakit kardiovaskular (cardiovascular), kelainan darah (blood disorder), dan kerusakan otak (brain damage).
    "Walau tim cek fakta dan beberapa media klaim bukan karena vaksin covid.. tapi kenapa semua nya meninggal dengan ciri ciri penyebab yg sama seperti korban lain di luar negeri ? Yaitu : 1. Cardiovascular 2. Blood Disorder 3. Brain Damage," demikian narasi yang diunggah oleh akun ini.
    Menurut akun tersebut, penyebab meninggalnya seorang dokter di Palembang, Sumatera Selatan, usai disuntik vaksin Covid-19 adalah penyakit jantung (cardiovascular). Sementara itu, seorang nakes di Cilacap karena demam berdarah (thrombocytopenia/blood disorder); seorang nakes di Blitar, karena demam dan sesak napas (cardiovascular); dan Direktur Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Tamalatea Makassar karena sesak nafas (cardiovascular).
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait meninggalnya empat tenaga kesehatan baru-baru ini di tengah program vaksinasi Covid-19.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, keempat tenaga kesehatan tersebut meninggal bukan karena vaksin Covid-19. Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI), Hindra Irawan Satari, mengatakan meninggalnya empat nakes itu sudah diaudit oleh tim dari lembaganya. “Hasilnya, bukan karena vaksin Covid-19,” kata Hindra saat dihubungi pada 4 Maret 2021.
    Selain itu, menurut Hindra, cardiovascular, blood disorder, dan brain damage bukan penyakit yang disebabkan oleh vaksin Covid-19. Khusus kejadian di Blitar, nakes ini meninggal karena terinfeksi Covid-19 sebelum menerima vaksin Sinovac. Dengan demikian, dia belum memiliki antibodi dari vaksin untuk mencegah terinfeksi Covid-19. “Antibodi terbentuk antara 14-30 hari setelah penyuntikan vaksin kedua,” ujarnya.
    Hal tersebut ditegaskan oleh dokter spesialis patologi klinis, Tonang Dwi Ardyanto. Menurut dia, tiga penyakit itu, cardiovascular, blood disorder, dan brain damage, bisa terjadi dalam beberapa kondisi. Namun, bukan dampak dari vaksin Covid-19 maupun infeksi Covid-19.
    Pernyataan Hindra terkait kejadian di Blitar pun sama dengan pernyataan Deny Christianto, Kepala Bidang Pelayanan Medik Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ngudi Waluyo, Blitar, yang dikutip dari VoA Indonesia. Menurut Deny, hasil audit Komite Daerah (Komda) KIPI, meninggalnya perawat tersebut tidak disebabkan oleh vaksin Covid-19.
    “Kalau dari Komda KIPI menyatakan, ini kan sudah dilaksanakan audit KIPI di tingkat nasional, itu disampaikan bahwa memang kejadian meninggalnya nakes E ini tidak berhubungan dengan vaksinasi Covid-19 sebelumnya. Dan kesimpulannya bahwa vaksin Sinovac ini aman dan bisa dilanjutkan,” tutur Deny.
    Terkait penyebab meninggalnya nakes di Cilacap, dikutip dari Portal Purwokerto, nakes tersebut didiagnosa mengalami demam berdarah, dengan pemberat di saluran cerna. Dia masuk Instalasi Gawat Darurat (IGD) di rumah sakit pada 3 Februari 2021 sore dengan keluhan lemas dan feses berwarna hitam.
    Soal Direktur STIK Tamalatea Makassar, menurut Hindra, dia terkena Covid-19 setelah bepergian ke Mamuju, Sulawesi Barat. Anak dan suaminya juga terkonfirmasi positif Covid-19.
    Dikutip dari IDN Times Sulawesi Selatan, Direktur Pelayanan Medik, Keperawatan, dan Penunjang Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar, Mansyur Arif mengatakan kematian Direktur STIK Tamalatea Eha Soemantri sudah dikaji dan diasesmen bersama Komda Penanggulangan dan Pengkajian KIPI Sulsel.
    Mansyur mengatakan Eha menerima suntikan vaksin Covid-19 pertama pada 14 Januari. Sebelum dan sesudah vaksinasi, dia berkunjung ke Mamuju. "Nyonya ES diketahui mengalami sesak napas, demam, dan batuk tiga hari pasca vaksinasi kedua yakni pada 1 Februari dan dinyatakan terkonfirmasi positif Covid-19 pada 5 Februari berdasarkan tes swab antigen," kata Mansyur.
    Pada 17 Februari, Eha telah dinyatakan negatif berdasarkan tes swab PCR. Namun, keesokan harinya, keadaan Eha menurun. "Almarhumah dinyatakan meninggal ketika dirawat di ICU (Intensive Care Unit) RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo pada 19 Februari," ujar Mansyur.
    Berdasarkan asesmen, RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo mengambil kesimpulan bahwa Eha kemungkinan terinfeksi Covid-19 sebelum vaksinasi kedua diberikan. Ketika berkunjung ke luar kota itulah Eha diduga pernah berkontak dengan orang yang positif Covid-19.
    Adapun terkait dokter di Palembang yang diklaim meninggal karena vaksin Covid-19, Tempo telah memeriksa klaim itu pada 25 Januari dan menyatakannya keliru. Juru bicara vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan kematian dokter yang berinisial JF tersebut tidak ada hubungannya dengan vaksinasi Covid-19, yang saat ini baru dilakukan dengan vaksin Sinovac.
    "Laporan sementara, almarhum memang menerima vaksin pada Kamis (21 Januari) dan ditemukan telah meninggal pada Jumat (22 Januari) malam. Dari pemeriksaaan sementara, ditemukan tanda-tanda kekurangan oksigen, dan tanda ini tidak berhubungan dengan akibat vaksinasi," ujar Nadia.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa empat tenaga kesehatan tersebut meninggal karena vaksin Covid-19, keliru. Keempatnya meninggal karena beberapa penyebab, mulai dari terinfeksi Covid-19, kekurangan oksigen, hingga demam berdarah. Ketiga hal tersebut tidak berkaitan dengan pemberian vaksin Covid-19.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan