• (GFD-2021-8621) Keliru, Foto Kemacetan di Sawah Ini Diambil saat Mudik Lebaran

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 10/05/2021

    Berita


    Foto yang memperlihatkan kemacetan di sebuah jalan yang berada di tengah persawahan beredar di Facebook. Dalam foto itu, terlihat puluhan mobil yang terjebak di pertigaan jalan tanah yang sempit di tengah persawahan tersebut. Foto itu diklaim menunjukkan suasana mudik lebaran pada 2021.
    Akun ini membagikan foto beserta narasi tersebut pada 6 Mei 2021. Akun itu menulis, "MUDIK. Berbagai cara yang dilakukan menghindari razia dengan mencari jalan tikus. Tetapi... Risikonya begini. Sabar ya... Orang sabar disayang Tuhan." Unggahan ini beredar saat larangan mudik Lebaran 2021.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait foto yang diunggahnya. Foto ini bukan foto yang menunjukkan suasana mudik Lebaran 2021.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri jejak digital foto di atas denganreverse image toolGoogle. Hasilnya, ditemukan bahwa foto itu bukanlah foto yang menunjukkan suasana mudik lebaran 2021. Foto itu merupakan hasildigital imagingkarya fotografer asal Swedia, Erik Johansson.
    Foto ini terdapat di situs pribadi milik Johansson, Erikjo.com. Foto itu diberi judul "You First" dan dibuat pada 2020. Selain berprofesi sebagai fotografer, pria kelahiran 1985 itu juga merupakan seorang seniman visual (visual artist) yang kini berdomisili di Praha, Republik Ceko. Karya-karyanya dibuat dengan menggabungkan beberapa foto yang berbeda.
    Johansson juga pernah mengunggah foto tersebut di akun Instagram pribadinya, @erik.joh, pada 21 Januari 2020. Foto ini diberi keterangan lokasi, yakni "Holmestad, Vastra Gotalands Lan, Sweden". Adapun caption foto itu adalah sebagai berikut:
    "Karya baru: 'You First'. Apa yang terjadi jika kita semua menginginkan hal yang sama? Kita tidak bermaksud merugikan tapi tetap saja hasilnya tidak seperti yang kita harapkan. Kita tidak selalu lebih kuat bersama-sama. Terinspirasi oleh dan dipotret di jalan pedesaan kecil di sekitar area tempat saya dibesarkan di Swedia pada Juli 2019. Kami memotret 11 mobil di lokasi dan sisanya yang berada di kejauhan diambil secara terpisah."
    Larangan mudik Lebaran 2021
    Berdasarkan arsip berita Tempo pada 26 Maret 2021, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengumumkan bahwa mudik Lebaran 2021 ditiadakan. Larangan mudik diberlakukan pada 6 Mei-17 Mei 2021.
    "Larangan mudik dimulai 6 Mei sampai 17 Mei 2021. Sebelum dan sesudah tanggal itu, diimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan pergerakan dan kegiatan ke luar daerah kecuali mendesak dan perlu," ujar Muhadjir dalam konferensi persnya pada 26 Maret 2021.
    Selain melarang mudik, pemerintah juga melakukan pengetatan sebelum dan sesudah pelaksanaan larangan mudik, yakni pada 22 April-24 Mei 2021, yang tertuang dalam Adendum Surat Edaran (SE) Kepala Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto kemacetan di sebuah jalan yang berada di tengah persawahan itu menunjukkan suasana mudik lebaran pada 2021, keliru. Foto tersebut adalah hasildigital imagingkarya fotografer asal Swedia, Erik Johansson. Foto ini dipotret di jalan pedesaan kecil di Swedia pada Juli 2019.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8620) Keliru, Klaim Ini Foto Perbatasan di Konawe yang Ditutup di Tengah Mudik Lebaran 2021

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 10/05/2021

    Berita


    Foto yang memperlihatkan gapura di jalanan sebuah kota yang ditutup dengan barikade beton beredar di media sosial. Foto tersebut diklaim menunjukkan kondisi terkini jalur perbatasan dua wilayah di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, yakni Unaaha dan Wawotobi, di tengah mudik Lebaran 2021.
    Di bagian atas gapura, terdapat tulisan “PERBATASAN UNAAHA - WAWOTOBI”. Dalam foto itu, terlihat pula sejumlah warga yang sedang berkumpul di sekitar gapura, di mana jalan raya di bawah gapura tersebut dipasangi barikade beton.
    Di Facebook, foto tersebut diunggah oleh akun ini pada 7 Mei 2021. Akun itu pun mempertanyakan kebenaran dari foto tersebut. “Apakah benar ini suasana terkini perbatasan Kota Unaaha dengan Wawotobi?” demikian narasi yang ditulis oleh akun itu.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait foto yang diunggahnya. Foto ini bukan foto jalur perbatasan di Konawe, Sulawesi Tenggara.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri jejak digital foto tersebut denganreverse image toolGoogle dan Yandex. Hasilnya, ditemukan bahwa foto tersebut adalah hasil suntingan. Dalam foto aslinya, tidak terdapat tulisan "PERBATASAN UNAAHA - WAWOTOBI", hanya ada tulisan "SELAMAT JALAN", di mana di atasnya terdapat logo Kota Tegal. Selain itu, foto ini adalah foto lama, diambil pada Maret 2020.
    Foto yang identik pernah dimuat oleh situs lokal Tegal, Ayotegal.com, pada 29 Maret 2020 dalam artikelnya yang berjudul “Isolasi Wilayah, Jalur Perbatasan Kota Tegal Mulai Ditutup Barikade Beton”. Foto tersebut diberi keterangan: “Penutupan jalur perbatasan antara Kota Tegal dengan Kabupaten Tegal dengan menggunakan MBC beton pada Minggu, 29 Maret 2020.”
    Menurut artikel itu, Pemerintah Kota Tegal resmi menerapkan isolasi wilayah dengan menutup sejumlah akses masuk ke Kota Tegal pada 30 Maret-30 Juli 2020. Ratusan MBC beton pun mulai dipasang di sejumlah titik, di antaranya di jalur-jalur perbatasan Kota Tegal dengan daerah sekitarnya pada 29 Maret 2020.
    Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono mengatakan kebijakan isolasi wilayah diterapakan untuk membantu pemerintah pusat dalam mencegah penyebaran virus Corona penyebab Covid-19. "Saya, segenap Forkopimda Kota Tegal, pada hari ini kita akan melaksanakan isolasi wilayah. Ini tentunya untuk membantu pemerintah pusat dalam menangani virus Corona," ujarnya.
    Menurut Dedy, isolasi wilayah akan berlangsung selama empat bulan. Namun, jika kondisinya semakin membaik, penutupan akses masuk ke Kota Tegal akan dibuka kembali. "Bisa saja tidak empat bulan. Bisa tiga bulan atau dua bulan blokir ini akan kita buka kembali," katanya.
    Video yang menunjukkan pemasangan barikade beton di jalur perbatasan Kota Tegal juga pernah diunggah ke YouTube oleh kanal resmi Ayo Tegal pada 30 Maret 2020 dengan judul “Isolasi Wilayah, Jalur Perbatasan Kota Tegal Mulai Ditutup Barikade Beton”.
    Larangan mudik Lebaran 2021
    Berdasarkan arsip berita Tempo pada 26 Maret 2021, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengumumkan bahwa mudik lebaran 2021 ditiadakan. Larangan mudik diberlakukan pada 6 Mei-17 Mei 2021.
    "Larangan mudik dimulai 6 Mei sampai 17 Mei 2021. Sebelum dan sesudah tanggal itu, diimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan pergerakan dan kegiatan ke luar daerah kecuali mendesak dan perlu," ujar Muhadjir dalam konferensi persnya pada 26 Maret 2021.
    Selain melarang mudik, pemerintah juga melakukan pengetatan sebelum dan sesudah pelaksanaan larangan mudik, yakni pada 22 April-24 Mei 2021, yang tertuang dalam Adendum Surat Edaran (SE) Kepala Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto di atas menunjukkan kondisi terkini jalur perbatasan dua wilayah di Kabupaten Konawe,  Sulawesi Tenggara, yakni Unaaha dan Wawotobi, di tengah mudik Lebaran 2021, keliru. Foto tersebut adalah hasil suntingan dari foto yang memperlihatkan penutupan jalur perbatasan antara Kota Tegal dan Kabupaten Tegal pada 29 Maret 2020.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8619) Keliru, Klaim Ini Video Aksi Anarki Warga India Akibat Frustasi karena Covid-19

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 08/05/2021

    Berita


    Video yang memperlihatkan puluhan warga India yang mencegat dan merusak sebuah mobil serta memukuli seorang pria berseragam dalam mobil tersebut beredar di Facebook. Video itu diklaim menunjukkan warga India yang melakukan aksi anarki akibat frustasi dan marah karena penerapan lockdown di tengah pandemi Covid-19.
    Akun ini membagikan video berdurasi 30 detik tersebut pada 4 Mei 2021. Akun itu pun menulis narasi sebagai berikut:
    “BREAKING NEWS. India dengan cepat tenggelam dalam anarki dan kekacauan perkotaan. Di India orang yang frustrasi dan marah sudah merasa muak. Mereka memukuli polisi dan tentara karena pembatasan koped dan penegakan proses. Bentrokan ini telah meletus di seluruh India karena pemerintah mencoba melakukan lockdown yang lebih diktator dan fasis."
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait video yang diunggahnya. Video ini tidak terkait dengan kebijakan lockdown di India di tengah pandemi Covid-19

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, video tersebut tidak terkait dengan kebijakan lockdown di India untuk menahan penyebaran virus Corona. Protes warga yang berujung pada pembakaran mobil polisi itu terjadi Distrik Bhadrak, India. Mereka marah lantaran ada seorang warga yang tewas saat dikejar oleh polisi.
    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tempo mula-mula mengambil gambar tangkapan layar video tersebut. Lalu, gambar itu ditelusuri denganreverse image tool Google dan Yandex. Hasilnya, ditemukan bahwa cuplikan video yang identik pernah diunggah ke YouTube oleh kanal milik stasiun televisi lokal India, Kalinga TV, pada 13 Januari 2021.
    Video ini berjudul “Warga Membakar Van Polisi setelah Seorang Anak Muda Meninggal karena Diduga Dipukuli Polisi di Bhadrak”. Peristiwa yang sama juga pernah diberitakan oleh stasiun televisi lokal India, Prameya News7, pada 15 Januari 2021. Video berita itu diunggah ke YouTube dengan judul “Enam Orang Ditangkap karena Membakar Kendaraan Polisi di Bhadrak”.
    Dilansir dari Prameyanews.com, ketegangan meletus ketika warga Bhadrak membakar mobil polisi dan menghantam seorang petugas, setelah kematian seorang pemuda di Alinagar Square di distrik tersebut pada 13 Januari 2021. Pemuda itu bernama Bapi Mahalik, warga Desa Hatuari.
    Menurut warga setempat, peristiwa berawal ketika Mahalik pergi ke rumah saudara perempuannya untuk bekerja. Dalam perjalanan, polisi diduga tiba-tiba mengejarnya karena beberapa alasan yang dirahasiakan. Saat polisi mengejarnya, Mahalik ketakutan dan jatuh ke kolam di sekitar lokasi kejadian, lalu meninggal karena tenggelam.
    Warga setempat pun melakukan pemblokiran jalan antara Bhadrak dan Chandbali, dengan menempatkan jenazah di jalanan dan melakukan protes dengan membakar ban. Saat polisi tiba di lokasi untuk mengendalikan situasi, warga yang marah meronta-ronta dan membakar kendaraan mereka. Mereka juga melempari batu karena pasukan polisi yang dikerahkan untuk mengendalikan situasi bertambah.
    Newindianexpress.com melaporkan pula peristiwa itu. Kejadian ini bermula ketika seorang pemuda berusia 22 tahun bernama Bapi Mahalik ketakutan melihat kedatangan polisi di rumahnya. Ia pun melarikan diri hingga terjun ke dalam kolam dan mencoba berenang. Namun, dia terjebak dalam ganggang dan tenggelam hingga tewas.
    Mahalik sendiri bukanlah target polisi. Polisi yang datang ke rumahnya bermaksud memeriksa adik iparnya, Ashok Malik, terkait sebuah kasus lama. Namun, karena Mahalik berlari, polisi mengira dia adalah Malik dan terus mengejarnya.
    Insiden ini membuat kesal warga setempat yang kemudian melakukan protes dan memblokir jalan Bhadrak-Chandbali dekat Alinagar selama dua jam pada 13 Januari 2021 sore. Para pengunjuk rasa yang meletakkan jenazah Mahalik di jalanan juga membakar ban.
    Saat aksi unjuk rasa, sebuah kendaraan dari Pos Polisi Pirahat yang membawa tersangka melewati jalur tersebut. Sementara personel di dalam kendaraan tidak mengetahui adanya protes tersebut, warga setempat berasumsi bahwa mereka berasal dari kantor polisi Tihidi. Warga pun melampiaskan kemarahan mereka terhadap kendaraan tersebut.
    Situasi pandemi di India
    Di tengah gelombang kedua pandemi Covid-19 di India, per 7 Mei 2021, jumlah keseluruhan kasus infeksi virus Corona di negara tersebut menembus 21,49 juta, yang tersebar di kota-kota padat penduduk hingga desa-desa terpencil. Adapun jumlah kasus baru di India pada hari itu mencapai 414.188 kasus dengan 3.915 kematian.
    Perdana Menteri India Narendra Modi menghadapi tekanan yang semakin besar untuk segera memberlakukan penguncian nasional yang jauh lebih ketat. Para ahli medis, pemimpin oposisi, hingga beberapa hakim Mahkamah Agung mendesaknya untuk menerapkan lockdown, sebagai satu-satunya pilihan untuk menghambat penyebaran virus Corona.
    Modi, yang mengadakan konsultasi dengan para pemimpin terpilih dan pejabat negara bagian yang terkena dampak paling parah pada 6 Mei, sejauh ini telah menyerahkan tanggung jawab untuk memerangi virus kepada pemerintah negara bagian yang tidak memiliki perlengkapan yang memadai.
    Srinath Reddy, Presiden Public Health Foundation of India, sebuah konsultan publik swasta, mengakui bahwa sejumlah negara bagian memang mengalami intensitas epidemi yang berbeda, tapi "strategi nasional yang terkoordinasi" masih sangat diperlukan.
    Menurut Reddy, keputusan soal penanganan Covid-19 perlu didasarkan pada kondisi lokal, tapi harus dikoordinasikan oleh pusat. "Seperti orkestra yang memainkan partitur yang sama, tapi dengan instrumen yang berbeda," kata Reddy.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas merupakan video warga India yang melakukan aksi anarki akibat frustasi dan marah karena penerapan lockdown di tengah pandemi Covid-19, keliru. Video tersebut menunjukkan aksi protes warga yang berujung pada pembakaran mobil polisi di Distrik Bhadrak, India, pada 13 Januari 2021. Warga marah lantaran seorang pemuda yang dikejar oleh polisi tewas akibat tenggelam setelah kabur dan terjun ke sungai.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8618) Keliru, Rusia Tak Temukan Virus di Hasil Autopsi Jenazah Covid-19

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 07/05/2021

    Berita


    Sebuah pesan berantai yang diklaim bersumber dari Kementerian Kesehatan Rusia beredar di grup-grup percakapan WhatsApp. Pesan berantai ini berisi klaim bahwa hasil autopsi di Rusia terhadap jenazah Covid-19 menunjukkan bahwa Covid-19 tidak berbentuk virus, melainkan bakteri yang telah terpapar radiasi dan menggumpal di darah sehingga menyebabkan kematian.
    Selain klaim bahwa Covid-19 bukan virus, pesan berantai yang telah beredar sejak 5 Mei 2021 itu juga menyebut bahwa para dokter Rusia tidak menjalankan kesepakatan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO dengan melakukan autopsi terhadap jenazah Covid-19. "Mereka menemukan bahwa pembuluh darah melebar dan berisi gumpalan darah."
    Gambar tangkapan layar pesam berantaindi WhatsApp yang berisi klaim keliru terkait hasil autopsi jenazah Covid-19 di Rusia.

    Hasil Cek Fakta


    Hasil verifikasi Tim CekFakta Tempo menunjukkan klaim dalam pesan berantai tersebut bertolak belakang dengan hasil autopsi yang dilakukan di Rusia terhadap jenazah Covid-19. Otoritas Rusia pun telah menyatakan bahwa Covid-19 adalah penyakit yang sangat menular, dan kematian terjadi karena komplikasi penyakit kronis yang disebabkan oleh virus.
    Dikutip dari The Moscow Times, jumlah kematian akibat Covid-19 di Rusia telah melampaui 60 ribu orang pada Januari 2021 lalu. Data satuan tugas nasional menunjukkan bahwa terdapat 506 kematian dan 23.541 kasus baru pada 7 Januari 2021. Namun, statistik berbasis autopsi menunjukkan angka kematian resmi itu hanyalah sebagian kecil dari jumlah sebenarnya. 
    Sejumlah peneliti dari beberapa universitas dan lembaga di Rusia dan Swedia melakukan riset dengan mengautopsi 60 jenazah pasien Covid-19. Studi ini menunjukkan bahwa mayoritas dari kematian yang terkonfirmasi positif Covid-19 dalam tes PCR, termasuk kematian di luar rumah sakit, selama pandemi terkait dengan kerusakan alveolar difus (diffuse alveolar damage/DAD) pada paru-paru yang disebabkan oleh Covid-19.
    Dikutip dari Reuters, Rusia mengandalkan analisis post-mortem untuk memutuskan apakah kematian orang yang terinfeksi disebabkan oleh Covid-19. Pada Desember 2020, Tatyana Golikova, Wakil Perdana Menteri Rusia, mengatakan semua kematian Covid-19, kecuali dilarang oleh agama, tunduk pada analisis post-mortem ini.
    “Kami melakukan autopsi terhadap 100 persen kasus yang terjadi di seluruh negeri, dengan beberapa pengecualian karena alasan agama. Dalam kasus penyakit menular, di mana infeksi virus Corona dipandang sebagai penyakit yang sangat menular, kami pun melakukan autopsi pada 100 persen kasus," katanya.
    Klaim bahwa Rusia melanggar kesepakatan WHO karena mengautopsi jenazah Covid-19 juga tidak sesuai fakta. Pada 24 Maret 2020, WHO menerbitkan panduan yang berjudul "Infection prevention and control for the safe management of a dead body in the context of COVID-19: interim guidance".
    Dalam panduan ini, WHO memuat panduan keamanan untuk melakukan autopsi terhadap jenazah pasien Covid-19. Salah satunya adalah perlindungan bagi mereka yang mengautopsi, ketersedian alat pelindung diri (APD), dan melibatkan sedikit staf untuk mengautopsi.
    Sebelumnya, pesan berantai yang identik pernah beredar, tepatnya pada Mei 2020. Ketika itu, otoritas yang tertulis adalah pemerintah Italia, bukan pemerintah Rusia. Tim CekFakta Tempo telah memverifikasi pesan berantai tersebut dan menyatakannya keliru.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Rusia tidak menemukan virus dalam hasil autopsi jenazah Covid-19, keliru. Klaim ini bertolak belakang dengan hasil autopsi yang dilakukan di Rusia terhadap jenazah pasien Covid-19. WHO pun tidak pernah melarang sebuah negara untuk melakukan autopsi terhadap jenazah Covid-19.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan