• (GFD-2020-8297) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Tidak Ada Orang dengan Gangguan Jiwa yang Meninggal Karena Covid-19?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 24/09/2020

    Berita


    Klaim bahwa tidak ada orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang meninggal karena Covid-19 beredar di media sosial. Klaim ini tercantum dalam foto seorang pria dengan rambut panjang dan berantakan. Dalam foto itu, tertulis pula perbandingan antara kondisi ODGJ tersebut dengan orang normal di masa pandemi Covid-19. Di Facebook, foto ini dibagikan salah satunya oleh akun Taupan Saepul Bahri, yakni pada 21 September 2020.
    "Sampai Detik ini Blm ada denger orang gila mati akibat terkena penyakit Corona. Padahal gak pernah mandi, gak pernah Cuci Tangan, makan gak teratur, Gak pake Masker, Tidur di sembarang tempat. Orang Waras malah bingung Rebutan Masker, Posting Berita menakutkan, Ketakutan Sendiri, Yang Gila tetap sehat, yang Sehat udah seperti orang gila," demikian narasi yang tercantum dalam foto tersebut.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Taupan Saepul Bahri.
    Apa benar tidak ada ODGJ yang meninggal karena Covid-19?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, virus Corona baru penyebab Covid-19 bisa menginfeksi siapa saja, termasuk orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Sejumlah daerah mencatat kasus infeksi Covid-19 yang diderita oleh ODGJ, di mana beberapa di antaranya meninggal dunia. Bahkan, ditemukan kelompok ODGJ yang cukup rentan terinfeksi dan menjadi pembawa virus (orang tanpa gejala atau OTG).
    Dilansir dari Radar Jogja, Direktur Rumah Sakit Jiwa Grhasia Yogyakarta Ahmad Akhadi menjelaskan bahwa ODGJ termasuk dalam kelompok berisiko tinggi, terutama ODGJ terlantar atau menggelandang. Menurut Guru Besar Kesehatan Jiwa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Soewadi, seperti dikutip dari Tirto, ada kelompok ODGJ yang kebal, ada pula kelompok ODGJ yang rentan.
    ODGJ yang paling berat tingkatannya adalah skizofreniaundifferentiatedatau tidak terdiferensiasi. Pada penderita dengan tingkatan ini, kata Soewadi, memiliki alam kesadaran hidup mereka sendiri dan biasanya menggelandang. Mereka tidak memiliki rasa takut, cemas, atau gelisah. "Sehingga protektor-protektor fisik itu malah bekerja dengan baik. Jadi, dia tidak rentan terhadap penyakit ini," kata Soewadi pada 17 Mei 2020.
    Sementara penderita skizofrenia yang telah memiliki kesadaran, yang disebut Soewadi sebagai "skizofrenia dalam remisi", bisa sangat rentan terinfeksi virus, termasuk Covid-19. "Kalau skizofrenia dalam remisi itu justru tidak kebal, karena dia mulai bisa berpikir realistis. Dia mulai ada rasa takut, cemas, dan gelisah. Ini justru berbahaya, sangat rentan kena Corona. Begitu dia tahu kena Corona, dia ketakutan," ujarnya.
    Sejumlah kasus positif Covid-19 yang ditemukan pada ODGJ tercatat di daerah-daerah berikut:
    Adapun pasien ODGJ yang positif Covid-19 dan dilaporkan meninggal dunia tercatat di daerah-daerah berikut:

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "tidak ada orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang meninggal karena Covid-19" keliru. Tidak ada kelompok yang kebal terhadap penyakit ini. Demikian juga kelompok ODGJ, di mana terdapat sejumlah kasus positif Covid-19 yang ditemukan pada kelompok tersebut, bahkan beberapa di antaranya meninggal. Menurut ahli, ODGJ yang menggelandang lebih berisiko tertular dan menularkan kepada orang lain apabila mereka menjadi orang tanpa gejala.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8296) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ada Razia Permen Dot yang Mengandung Narkoba?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 24/09/2020

    Berita


    Foto yang memperlihatkan petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sedang menunjukkan kotak yang berisi beberapa bungkus permen dot beredar di media sosial. Foto itu dibagikan dengan narasi bahwa permen dot tersebut mengandung narkoba.
    "Permen DOT yg di sinyalir mengandung narkoba, tlg bantu di sebar kan ya bunda, supaya putra/putri kita terhindar dr jajanan berbahaya," demikian narasi yang tertulis di bawah foto tersebut.
    Di Facebook, foto beserta narasi ini dibagikan salah satunya oleh akun Dilanya Yudi. Foto tersebut diunggah pada 30 Juli 2019, namun kembali ramai dikomentari dalam beberapa hari terakhir. Hingga artikel ini dimuat, unggahan akun itu telah dibagikan lebih dari 4.800 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Dilanya Yudi.
    Apa benar ada razia permen dot yang mengandung narkoba?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, isu bahwa permen dot mengandung narkoba memang pernah beredar pada 2017. Isu ini beredar setelah Satpol PP Kota Surabaya menggelar operasi gabungan dan menyita permen berbentuk dot tersebut. Namun, pemeriksaan laboratorium oleh tiga lembaga, yakni Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Surabaya, Badan Narkotika Nasional (BNN), dan kepolisian, menunjukkan permen dot itu tidak mengandung narkoba atau zat berbahaya lainnya.
    Untuk memverifikasi klaim bahwa "ada razia permen dot yang mengandung narkoba", Tempo mula-mula menelusuri jejak digital foto petugas Satpol PP yang sedang menunjukkan kotak permen dot tersebut dengan reverse image tool. Hasilnya, ditemukan bahwa foto tersebut pernah beredar di media sosial dan dimuat di sejumlah situs media sejak 2017. Salah satu situs media yang pernah memuat foto itu adalah Detik.com.
    Peristiwa dalam foto itu adalah bagian dari razia oleh Satpol PP Kota Surabaya setelah seorang anak SD mengaku pusing usai mengkonsumsi permen tersebut. Menurut dari arsip berita Tempo, razia ini menyisir sekolah-sekolah dasar, dan digelar pada 6 Maret 2017. Dari operasi gabungan tersebut, Satpol PP menyita 345 botol permen, yang kemudian diserahkan ke BBPOM Surabaya.Pada 9 Maret 2017, BBPOM mengeluarkan laporan hasil uji laboratorium permen dot yang diduga mengandung narkoba itu. Hasil tes menyatakan negatif. "Hasil ujinya negatif terhadap parameter yang kami uji," ujar Pelaksana Tugas Kepala BBPOM Surabaya Retno Kurpaningsih.
    Retno mengatakan sampel permen asal Cina produksi Xiamen Yang Wan Foodstuff itu lolos dari empat parameter narkoba. Salah satu zat psikoaktif yang termasuk dalam parameter ialah amphetamine, yang menyebabkan ketagihan. Permen-permen yang diimpor oleh PT Petrona Inti Chermindo itu juga tidak mengandung rhodamin, bahkan resmi terdaftar sebagai makanan luar dan memiliki label BPOM RI ML 224409003077.
    Selain BBPOM Surabaya, pengujian juga dilakukan oleh BNN dan kepolisian, dan hasilnya diumumkan pada 16 Maret 2017. Dilansir dari Liputan6.com, Kepala BNN Budi Waseso menyatakan permen dot negatif dari bahan yang mengandung narkotika.
    "Permen dot kami nyatakan negatif, clear, dari bahan kimia narkotika. Ini sudah dibuktikan oleh tiga instansi, yakni BNN, polisi, dan Laboratorium POM," kata pria yang akrab disapa Buwas ini di Kantor BNN, Jakarta, pada 16 Maret 2017.
    Buwas mengatakan rasa pusing yang dialami oleh anak yang mengkonsumsi permen tersebut bukan diakibatkan oleh narkoba, melainkan kondisi anak tersebut yang memang sedang tidak sehat. "Itu anak kecilnya lagi sakit, sudah dicek dinas kesehatan sana," tutur Buwas.
    Meskipun begitu, Buwas mengimbau kepada masyarakat untuk terus berhati-hati lantaran masih ada potensi masuknya peredaran narkoba menggunakan permen tersebut. "Tapi harus masih juga diwaspadai, karena biasanya saat sudah dinyatakanclear, malah bisa dimanfaatkan oleh oknum narkoba, ini serius kita," katanya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "ada razia permen dot yang mengandung narkoba" menyesatkan. Foto yang digunakan untuk menyebarkan klaim itu memang merupakan foto razia permen dot oleh Satpol PP Kota Surabaya. Saat itu, ada dugaan bahwa permen dot tersebut mengandung narkoba karena ditemukan setelah adanya anak SD yang mengaku pusing setelah mengkonsumsi permen tersebut. Namun, setelah diuji di laboratorium BBPOM Surabaya, BNN, dan kepolisian, ditemukan bahwa permen tersebut tidak mengandung narkoba.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8295) [Fakta atau Hoaks] Benarkah MUI Pernah Keluarkan Fatwa Haram Kuas Bulu Babi?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 24/09/2020

    Berita


    Foto sebuah poster yang berisi klaim bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah mengeluarkan fatwa haram terhadap kuas bulu babi beredar di media sosial dan grup-grup percakapan WhatsApp. Dalam poster berwarna hijau-kuning ini, terdapat foto kuas berbahan bulu serta foto babi hutan.
    Di atas foto itu, terdapat tulisan "Awas!! Kuas Bulu Babi". Sementara di bawah foto tersebut, ada tulisan "Fatwa MUI: Haram". Terdapat pula tulisan di samping foto itu, yakni ciri-ciri kuas yang diklaim berbulu babi tersebut.
    "Ada tulisan Eterna, ada tulisan 'Bristle', warnanya tidak homogen (putih, krem, berselang hitam), bila dibakar berbau seperti daging panggang," demikian ciri-ciri yang tertulis dalam poster ini. Di bagian bawah poster, tercantum alamat situs MakanHalal.com.
    Poster terkait kuas bulu babi yang beredar di media sosial dan grup-grup percakapan WhatsApp.
    Apa benar MUI pernah mengeluarkan fatwa haram kuas bulu babi?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, isu tentang kuas bulu babi haram ini telah beredar di internet setidaknya sejak 2008, dan terus dibagikan ulang hingga kini. Namun, berdasarkan arsip berita Tempo pada 4 September 2019, MUI telah membantah isi foto yang berisi klaim fatwa haram terkait kuas bulu babi.
    "Perlu diketahui bahwa MUI tidak melakukan sertifikasi terhadap bahan gunaan seperti pada kuas tersebut," kata Wakil Sekretaris Jenderal MUI Bidang Fatwa Sholahudin Al Ayub saat dihubungi Tempo pada 4 September 2019.
    Lebih lanjut, Ayub menjelaskan bahwa MUI hanya mengeluarkan fatwa halal pada produk, makanan, minuman, obat, kosmetik, serta barang gunaan (tertentu). "Perlu diketahui juga bahwa MUI tidak menetapkan fatwa haram, tapi fatwa halal," katanya.
    Dilansir dari Republika, isu tentang kuas bulu babi berawal ketika seorang anggota Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI melakukan audit halal ke sebuah perusahaan kue dan roti di Jakarta. Dia menemukan, pada gagang kuas yang digunakan untuk mengoles loyang dan permukaan roti, terdapat kata "bristle". Menurut laporan Republika, dalam Kamus Webster, kata itu berarti bulu babi.
    Namun, setelah Tempo mengecek ke Kamus Wesbter, kata "bristle" berarti "struktur tipis dan fleksibel yang menyerupai rambut". Hal ini juga tercantum dalam artikel di situs resmi LPPOM MUI yang berjudul "Tidak SemuaBristleBerasal dari Bulu Babi" pada 30 Desember 2019.
    Menurut artikel yang ditulis oleh senior auditor LPPOM MUI Hendra Utama itu, beredar isu dari tahun ke tahun bahwa kuas atau sikat yang terbuat dari "bristle" pasti berasal dari babi. Faktanya, menurut dia, istilah "bristle" tidak selalu mengacu kepada bulu babi.
    Makna bristle secara leksikal, menurut Kamus Webster, adalah "a short, stiff hair, fiber, etc". Jadi, semua rambut atau serat yang kaku akan disebut sebagaibristle. Jenggot yang kaku pun bisa dikategorikan sebagaibristle. Contoh lain adalah ijuk atau daun pinus yang kaku.
    Lantas, bagaimana aplikasinya di dunia industri?Bristlememang digunakan sebagai bahan pembuat kuas atau sikat, termasuk sikat gigi.Bristleyang dimaksud bisa bersumber dari bulu hewan, serat tanaman, atau serat sintetik seperti nilon dan silikon.
    Bulu hewan yang digunakan bisa bersumber dari babi, kambing, kuda, atau unta. Serat tanaman yang pernah digunakan sebagai bahan kuas atau sikat adalah ijuk. Nilon pun merupakan serat sintetik yang jamak digunakan untuk bahan kuas ataupun sikat.
    Dari aspek kehalalan, bahan kuas dan sikat yang berasal dari bulu hewan adalah titik kritis. Ketika berbahan bulu babi, kuas dan sikat tidak boleh digunakan karena bahan apapun yang berasal dari babi adalah haram sekaligus najis, baik dalam bentuk kering ataupun basah. Selain keharaman zatnya, MUI sudah memfatwakan bahwa apapun yang berasal dari babi haram untuk pemanfaatannya (al-intifa), termasuk bulunya.
    Meskipun begitu, tidak semua pengguna kuas atau sikat mampu mengenali apakah kuas yang digunakannya berasal dari bulu babi. Salah satu penanda bahwa sikat atau kuas berasal dari bulu babi adalah tulisan “boar bristle brush”. "Boar" adalah istilah bahasa Inggris untuk babi hutan. Artinya, produk tersebut merupakan sikat yang menggunakan bulu babi hutan.
    Namun, Hendra kembali menjelaskan bahwa kuas atau sikat tidak selalu terbuat dari babi walaupun ada tulisan "bristle" di gagangnya, karena istilah "bristle" bersifat umum. Ada beberapa produsen yang menggunakan bulu kambing, unta, atau kuda sebagai bahan kuas, atau nilon. Kelompok bahan terakhir ini jelas boleh digunakan.
    Ketika tidak ada informasi soal bahan pada gagang kuas atau sikat, untuk memastikan apakah berbahan bulu hewan, kuas atau sikat tersebut bisa dibakar. Jika baunya seperti rambut atau tanduk yang terbakar, kuas atau sikat itu berbahan bulu hewan. Bahan dari plastik atau sabut kelapa tidak mengeluarkan bau khas semacam itu jika dibakar.
    Dilansir dari Okezone, Head of Operation Kampoeng Bakery Indonesia Melda Chaidar mengatakan kuas berbahan bulu kemungkinan terbuat dari plastik atau bulu binatang. Cara untuk mengetes bahan baku pembuatan kuas bulu ini adalah dibakar. "Kalau meleleh dan tidak bau, berarti plastik. Kalau terbakar dan berbau khas bulu binatang, berarti bulu binatang," katanya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "MUI pernah mengeluarkan fatwa haram kuas bulu babi" keliru. MUI membantah pernah melakukan sertifikasi terhadap bahan seperti pada kuas tersebut. Istilah "bristle" pun tidak selalu mengacu pada bulu babi, tapi juga bulu binatang lainnya, seperti kambing, kuda, unta, dan sebagainya, serta serat tanaman atau serat sintetik seperti nilon dan silikon.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8294) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Video Banjir Bandang di Sukabumi pada 21 September 2020?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 23/09/2020

    Berita


    Video yang memperlihatkan sebuah wilayah yang sedang tersapu air bah beredar di media sosial. Dalam video itu, terlihat bahwa air bah ini menyapu sejumlah rumah dan kendaraan. Video ini diklaim sebagai video banjir bandang di Sukabumi, Jawa Barat, pada 21 September 2020.
    Di Facebook, video berdurasi 1 menit 22 detik tersebut dibagikan salah satunya oleh akun Nelly Hamid Rian, yakni pada 22 Sepember 2020. Akun ini pun menulis narasi, “Astagafirullah sukabumi berduka...” Hingga artikel ini dimuat, video ini telah dibagikan ulang lebih dari 5.500 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Nelly Hamid Rian.
    Apa benar video ini merupakan video banjir bandang di Sukabumi pada 21 September 2020?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tikm CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video tersebut menjadi sejumlah gambar dengantoolInVID. Selanjutnya, gambar-gambar ini ditelusuri denganreverse image toolYandex dan Google. Hasilnya, ditemukan bahwa video tersebut merupakan video tsunami di Jepang pada Maret 2011, bukan video banjir bandang di Sukabumi pada September 2020.
    Video yang sama dengan kualitas yang lebih tinggi pernah diunggah oleh kanal YouTube kurou199 pada 1 Agustus 2011 dengan judul dalam bahasa Jepang yang artinya "11 Maret: Tsunami terlihat dari SMP Yuriage".
    Dalam keterangannya, kanal ini menulis, “Ini adalah gambar yang diambil oleh seorang teman dan diunggah seizinnya. Ini adalah gambar tsunami yang melanda Yuriage, Natori, Prefektur Miyagi. Saya berharap orang-orang bisa melihat apa yang sebenarnya terjadi saat itu.”
    Video tersebut juga pernah diunggah oleh kanal YouTube clancy688 pada 13 Maret 2012 dengan judul “Tsunami di Natori, Prefektur Miyagi”. Video ini diberi keterangan: “Tsunami 311 (11 Maret) di Natori, Prefektur Miyagi, Jepang. Catatan: Seperti itulah penampakan tsunami ketika menerjang daratan, sama sekali tidak seperti air. Itu adalah gelombang objek.”
    Dilansir dari situs media ABC, pada 11 Maret 2011, tsunami besar memang melanda wilayah pemukiman di Natori, Prefektur Miyagi, Jepang, setelah terjadi gempa bumi yang cukup dahsyat. Salah satu gempa terbesar yang pernah melanda Jepang ini memicu tsunami setinggi 10 meter, yang menyapu rumah, mobil, hingga lumbung pertanian yang dilewatinya.
    Dikutip dari Kompas.com, pada 11 Maret 2011, gempa dengan kekuatan 9 magnitudo mengguncang kawasan Tohoku (termasuk di dalamnya Prefektur Miyagi) dan menimbulkan tsunami, yang berujung pada kerusakan sangat parah serta ribuan nyawa melayang dan hilang. Gempa ini terjadi pukul 14.46 waktu setempat. Pusat gempa terletak di sekitar 130 kilometer timur Kota Sendai, dengan kedalaman 30 kilometer di bawah Samudera Pasifik.
    Menurut beberapa laporan, gelombang air laut masuk ke daratan sejauh 10 kilometer dan menyebabkan Sungai Natori meluap. Gelombang tsunami yang menghantam pantai merusak Prefektur Iwate, tepat di utara Prefektur Miyagi, serta Fukushima, Ibaraki, dan Chiba, prefektur di sepanjang pantai Pasifik di selatan Miyagi.
    Daerah lain di Jepang yang diterjang tsunami adalah Kamaishi dan Miyako di Iwate; Ishinomaki, Kesennuma, dan Shiogama di Miyagi; serta Kitaibaraki dan Hitachinaka di Ibaraki. Ketika air kembali ke laut, puing-puing bangunan ikut terseret beserta ribuan korban yang terjebak dalam banjir. Hamparan luas daratan tiba-tiba hilang terendam air laut.
    Encyclopedia Britannia menyebut kecepatan tsunami yang menyebar dari pusat gempa mencapai 800 kilometer per jam. Akibatnya, sejumlah kawasan lain di cekungan Pasifik juga mengalami gelombang tinggi. Ombak setinggi 3,3-3,6 meter terlihat di pantai-pantai Kauai dan Hawaii, dan di Pulau Shemya ombaknya setinggi 1,5 meter. Sembilan jam kemudian, di California dan Oregon, Amerika Utara, gelombang tsunami setinggi 2,7 meter menghantam pantai-pantai di sana.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas merupakan video banjir bandang di Sukabumi, Jawa Barat, pada 21 September 2020, keliru. Video itu adalah video tsunami yang melanda Natori, Prefektur Miyagi, Jepang, pada Maret 2011. Tsunami setinggi 10 meter ini menerjang Miyagi dan daerah sekitarnya setelah gempa dengan kekuatan 9 magnitudo mengguncang kawasan Tohoku, Jepang.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan