• (GFD-2023-14577) Seri #2 Diskusi Koalisi Cek Fakta : Jurnalis dan Media Bisa Terjebak Hoaks Jika Tak Patuhi Elemen Kerja Jurnalisme

    Sumber:
    Tanggal publish: 28/09/2023

    Berita

    Jakarta, Hoaks, disinformasi dan misinformasi selama ini bertebaran di media sosial dan acapkali disebarkan oleh orang awam, tidak sengaja, tidak tahu, atau pun loyalis maupun kelompok yang disebut buzzer. Namun, sejumlah hoaks, atau kabar bohong belakangan juga diproduksi, dipublikasi, dan direduplikasi oleh jurnalis. Penyebabnya karena adanya pelanggaran atau ketidaktaatan jurnalis terhadap kode etik dan kepatuhan pada elemen peran jurnalisme. Padahal, tugas dasar jurnalis sebenarnya adalah kerja memeriksa fakta. Kenyataan ini tentu saja memprihatinkan karena dapat menurunkan kepercayaan publik kepada media.

    Demikian benang merah diskusi bulanan seri kedua yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) yang tergabung dalam koalisi cek fakta, serta didukung penuh oleh Google News Initiative, pada Rabu 27 September 2023.

    Diskusi secara daring ini menghadirkan FX LIlik Dwi Mardjianto, kandidat doktor dari Universitas Canberra, Australia yang juga peneliti media Universitas Multimedia Nusantara Banten, Uni Lubis, Pemimpin Redaksi IDNTimes, Septiaji Eko Nugroho, Ketua Presidium Mafindo, serta diawali pemaparan hasil media monitoring berbasis Artificial Intelligence (AI) oleh Oleg Widijoko, GM lembaga riset dan media monitoring Binokular.

    “Banyak hoaks diproduksi bahkan dari jurnalis sendiri, penyebabnya adalah pelanggaran terhadap elemen peran jurnalisme. Inkonsistensi penerapan peran-peran jurnalistik ini akan membuat tingkat kepercayaan terhadap jurnalisme turun,” ujar FX Lilik Dwi Mardjianto kandidat doktor Universitas Caberra yang juga peneliti media dari Universitas Multimedia Nusantara, UMN Banten pada diskusi bulanan yang digelar secara daring.

    Menurut Lilik,dari riset yang dilakukan, publik sebenarnya punya harapan yang sangat tinggi terhadap peran jurnalis dan media sebagai penjernih ruang informasi publik sekaligus sumber berita yang kredibel menjadi rujukan. Karena adanya sejumlah praktik ketidakakuratan reportase, penjagaan editorial yang lengah,pelanggaran elemen tren kepercayaan terhadap jurnalisme saat ini jadi turun.

    “Harapan publik terhadap peran jurnalistik sangat tinggi. Kritik saya ini adalah bagian dari kecintaan saya kepada jurnalisme, khususnya jurnalisme di Indonesia ,” tambah Lilik,

    GM Product lembaga riset dan media monitoring Binokular, Oleg Widyoko dalam pemaparannya menyebutkan temuan Binokular terkait isu hoaks yang terjadi dalam kurun waktu Juli hingga September 2023. Menurut Oleg, hoaks yang ditemukan pada periode ini masih mengarah pada kandidat capres, khususnya Ganjar Pranowo dan Prabowo. Selain itu, Anggota Tim 8 Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Sudirman Said juga menjadi sasaran hoax terkait batalnya penunjukan AHY sebagai Cawapres Anies Baswedan.

    “Ada enam tipe hoaks yang tercapture berdasar media monitoring berbasis kecerdasan buatan Binokular seputar bacapres.Tipe-tipe itu berupa kabar palsu. foto editan, informasi keliru, narasi foto, narasi video, dan pemotongan video,” jelas Oleg.

    Menurut Oleg, Disinformasi yang bersumber dari platform media sosial merembes ke forum-forum personal seperti whatsapp group dan lainnya Upaya yang dilakukan koalisi cek fakta sudah baik dilaksanakan, namun sebagai filter hoaks di ranah personal di pemilu 2024 tentunya masih banyak tantangannya,” tambah Oleg

    Septiaji Eko Nugroho, Ketua Presidium Mafindo (Masyarakat Antifitnah Indonesia) menyebut monitoring berbasis kecerdasan buatan Binokular mirip dengan yang data Mafindo. Wajah penyebaran hoaks di negeri kita semakin masif, upaya penanganan dan pencegahan sangat krusial dan penting dalam konteks pemilu 2024.

    “Data Mafindo tahun 2022 menunjukan 1.500 temuan hoaks, Tahun 2023 terdapat 1.600 hoaks, dan 2024 ini diprediksi akan meningkat hingga di atas 2.000 hoaks. Bahkan saat melakukan webinar ini produksi hoaks terus berlangsung. Ada Kanal yang kami pantau dapat memproduksi 1-45 video hoaks setiap harinya” Ungkap Septiaji

    “Ketimpangan penanganan cek fakta saat ini makin melebar. Tahun 2019 kita optimis dapat menangkap banyak konten hoaks. Tapi kenyataannya di Youtube, Tiktok, Snack, bahkan Shopee video banyak sekali konten hoaks dan produksi video-video pendek itu saat ini semakin murah dibandingkan dengan biaya fackchecknya. Ketidakseimbangan ini menjadi PR kita hari ini untuk bisa ditangani bersama, ” tambah Septiaji.

    Uni lubis, Pemimpin Redaksi IDNTimes yang menjadi pembicara terakhir pada diskusi bulan September ini menggarisbawahi pentingnya kerja terpenting jurnalis terkait kewajiban disiplin verifikasi dan klarifikasi data dalam setiap proses jurnalisme; mulai dari gathering, proses produksi hingga distribusi beritanya. Uni Lubis mengaku, sejak masih jadi reporter, dalam menjalankan kerja jurnalistiknya selalu tak pernah melupakan inti kerja jurnalis yakni mengklarifikasi kebenaran suatu informasi

    “Tugas jurnalis adalah fack checking dan menyajikan kebenaran yang merupakan kumpujlan informasi-informasi yang sudah diverifikasi. Termasuk isu yang belum lama ini ramai soal penganiayaan wakil menteri oleh seorang menteri di kabinet Jokowi. Kerja jurnalistik dalam hal seperti itu adalah wajib mengklarifikasi, memverifikasi,” tegas Uni Lubis, dalam diskusi yang dipandu pemimpin redaksi MNC Radio Network Gaib Marudo Sigit,

    Menurut Uni, tidak jaminan media besar luput dari kemungkinan lalai jika disiplin verifikasinya ada yang terlewat. Ia mencontohkan media besar seperti New York Times di Amerika, dan TEMPO di Indonesia pun pernah mengalaminya.

    “Meski narasumber terpercaya kadang kerap menyampilkan data salah yang kemudian harus diverifikasi oleh para jurnalis. Contoh kasus Tempo yang harus meminta maaf karena salah memuat quotation dari narasumber yang keliru, merupakan hal yang sudah benar dilakukan. Kesalahan ini bahkan juga terjadi pada portal media internasional New York Times dan lainnya,” tambah Uni Lubis.

    Direktur Eksekutif AMSI, Adi Prasetya saat membuka diskusi seri kedua menyatakan, diskusi bulanan ini menjadi bagian penting kampanye antihoaks dan sumbangan koalisi cak fakta mendukung pemilu 2024 berkualitas dan bebas dari hoaks. Juga untuk mengukur dan memonitor kerja-kerja pemeriksa fakta di sepanjang setahun ke depan.

    “Asosiasi Media Siber Indonesia bersama mitra koalisi Cek Fakta, AJI, Mafindo dan didukung Google News Initiative menggandeng lembaga riset berbasis artificial Intelligence Binokular untuk mendapatkan data percakapan secara riil dan presisi tentang persebaran, tipologi, korban, dan bahkan actor mapping hoaks. Dari situ kita bisa mengkaji apa yang harus dilakukan,” ujar Adi.

    Hasil Cek Fakta

    Rujukan

  • (GFD-2023-14576) Kick Off Diskusi Bulanan Cekfakta, Petakan Data Hoaks Jelang Pemilu 2024

    Sumber:
    Tanggal publish: 25/08/2023

    Berita

    Bandung, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) bersama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) yang tergabung dalam koalisi Cekfakta menggelar kick off diskusi bulanan untuk memetakan data hoaks jelang Pemilu 2024. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan data/informasi terbaru mengenai kondisi dan situasi hoaks/informasi palsu yang muncul baik di media online maupun platform media sosial.

    Sekretaris Jenderal AMSI, Maryadi mendukung kegiatan koalisi Cekfakta yang sudah terbangun sejak 2018.. “Diskusi bulanan menjelang Pemilu 2024 melalui sosial media monitoring dapat mengantisipasi penyebaran hoaks, sekaligus sebagai inventarisir bank data hoaks. Kegiatan baik ini harus didukung,” katanya di Hotel El Royale, Bandung, Jumat (25/8/2023).

    Kick off diskusi bulanan cek fakta dibuka anggota Dewan Pers, Sapto Anggoro. Sapto melihat bahwa hoaks akan terus meningkat bersamaan dengan tahun politik. Ia berharap, diskusi bulanan yang diselenggarakan AMSI dapat mengidentifikasi hoaks lebih awal. “Diskusi ini penting untuk dilakukan secara reguler karena kondisi/informasi palsu akan selalu berubah setiap saat. Koalisi Cekfakta dapat menjadi garda depan untuk mencegah hoaks. Dewan Pers sangat mengapresiasi,,” katanya.

    Dipandu oleh Trainer Cek Fakta, Anastasya Andriarti, diskusi dimulai dengan laporan pemantauan media sosial hoaks dengan memakai mesin artificial intelligence milik Binokular. Ini merupakan alat yang digunakan koalisi Cekfakta untuk sosial media monitoring menjelang Pemilu 2024.

    Project Manager Social Index Binokular, Danu Setio Wihananto memberikan gambaran bahwa hoaks politik mayoritas mengarah pada serangan personal atau identitas p.ara tokoh seperti capres atau cawapres “Hoaks seputar politik dominan mengarah pada penyerangan atas personal capres, cawapres.” kata Danu..

    Menurut ahli hukum pers, Yosep Adi Prasetyo, hoaks itu erat dengan bisnis dan acapkali diproduksi untuk motif ekonomi. Hoaks terbanyak menurut Yosep adalah hoaks tentang kesehatan.

    “Waktu pandemi,banyak sekali hoaks diproduksi. Contohnya kalau mau sehat minum minyak kayu putih. Kalau mau aman dari Covid berjemur. Jelas itu tidak akan menyembuhkan. Itu hoaks,” ujar Yosep.

    Sekarang menurut Yosep, banyak hoaks mencatut nama dokter Terawan. Ada soal penemuan obat kuat, obat jantung, obat gula darah, dan lain-lain. Celakanya masyarakat kita yang suka menolong, memudahkan hoaks mudah tersebar, karena didorong motif ingin berbagi informasi tanpa tahu bahwa itu adalah hoaks.

    Dengan begitu, menurut mantan Ketua Dewan Pers ini, tantangan terbesar dari penyebaran hoaks adalah literasi menggunakan media sosial dan sumber informasi.

    “Kerja cekfakta saat ini belum menyentuh dark social yang ada di grup-grup aplikasi percakapan dan media sosial. Koalisi perlu mendesak tanggung jawab platform misalnya agar setiap grup percakapan WA baru bisa dibentuk jika ada moderatornya. Perlu menyusun panduan percakapan,” katanya.

    Koordinator koalisi cekfakta, Adi Marsiela mengharap AMSI bisa mendorong lebih banyak media angotanya masuk dalam koalisi cekfakta agar amplifikasi kerja tim pemerika fakta lebih luas diakses publik.

    “Kalau anggota AMSI ada 456 media, misal ada sepuluh persennya saja itu sudah bagus. Mungkin tidak semua harus produksi debunking atau prebunking karena kemampuan dan jumlah tim tak sama. Keterlibatannya bisa juga dengan mempublikasikan konten yang ada dalam cekfakta.com,” kata Adi.

    Menurut Adi, setidaknya terdapat 20 kegiatan besar yang telah disusun koalisi AMSI, AJI, dan Mafindo menjelang Pemilu 2024. “Kegiatannya termasuk menyusun strategi meningkatkan kualitas dan sinkronisasi pemeriksa fakta, melengkapi database cekfakta, pembuatan konten cekfakta dengan target 2400 konten, hingga akan diadakan FGD actor mapping untuk meluaskan konten cek fakta,” katanya.

    Diskusi bulanan hasil pemetaan data/informasi hoaks yang baru dimulai 25 Agustus ini adalah salah satu strategi kampanye dan monitoring data hoaks secara berkala. Data ini akan menjadi dasar mengembangkan strategi kampanye baik online maupun offline serta meningkatkan kualitas konten cekfakta (debunking dan prebunking).

    Hasil Cek Fakta

    Rujukan

  • (GFD-2023-14575) [SALAH] Foto Bunga Udumbara

    Sumber: Online Media
    Tanggal publish: 18/12/2023

    Berita

    “Keistimewaan lain yang terdapat pada bunga udumbara ini adalah ia kerap kali ditemukan mekar pada berbagai permukaan benda tak hanya pada tanah, namun juga pada logam, kayu, permukaan daun bahkan juga pernah ditemukan tumbuh melekat pada wajah patung budha. Bunga udumbara termasuk kategori parasit yang akan tumbuh dan menyerap nutrisi dari inangnya walaupun memang tak akan terlalu berpengaruh dan merugikan karena ukurannya yang memang sangat kecil.”

    Hasil Cek Fakta

    Sebuah artikel yang diunggah oleh IDN Times membahas tentang keistimewaan bunga udumbara. Dalam artikel tersebut dituliskan bahwa bunga udumbara disebut sebagai bunga dari surga, bisa tumbuh di mana saja, memiliki wangi yang semerbak, erat dengan kebudayaan agama Buddha, serta dianggap sebagai pertanda datangnya pemimpin yang adil. Selain menjelaskan beberapa klaim keistimewaan bunga udumbara, artikel ini juga menyematkan beberapa foto yang diklaim sebagai wujud bunga udumbara.

    Namun setelah dilakukan penelusuran, foto kedua pada artikel ini bukan merupakan wujud dari bunga udumbara. Foto yang disematkan adalah telur dari serangga Chrysopidae atau Green lacewings (lalat jala hijau).

    Telur Chrypsopidae berbentuk oblong dan panjangnya 1/16 inci (1,5 mm) atau kurang. Masing-masing diletakkan di ujung tangkai sutra yang melekat pada tanaman. Telur berwarna hijau kekuningan pucat atau putih saat diletakkan, kemudian berubah menjadi hijau kebiruan dan akhirnya abu-abu sebelum menetas. Telur menetas sekitar 3-6 hari setelah diletakkan.

    Kesimpulan

    Informasi menyesatkan. Foto yang ditampilkan bukanlah bunga udumbara, melainkan telur serangga Chrysopidae.

    Rujukan

  • (GFD-2023-14574) [HOAKS] Krishna Murti Mengaku Bahwa Pembunuh Mirna Bukan Jessica

    Sumber: kompas.com
    Tanggal publish: 15/12/2023

    Berita

    KOMPAS.com- Sebuah unggahan di media sosial mengeklaim Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Krishna Murti mengaku bahwa pembunuh Wayan Mirna Salihin bukan Jessica Wongso.
    Dalam unggahan disebutkan, pengakuan itu dilontarkan Krishna karena ia takut dicopot dengan tidak hormat dari Polri.
    Akan tetapi, setelah ditelusuri narasi tersebut tidak benar atau hoaks.
    Sebagai konteks, pada 2016 ketika masih menjabat Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Krishna Murti ikut menangani penyelidikan kasus kopi sianida yang menewaskan Mirna.
    Narasi yang mengeklaim Krsihna Murti mengaku bahwa pembunuh Wayan Mirna Salihin bukan Jessica Wongso muncul di Facebook, salah satunya dibagikan oleh akun ini.
    Akun tersebut membagikan sebuah video berdurasi 10 menit 22 detik pada 14 Desember 2023 dengan judul:
    Geg3r krisna murti berkata jujur, dugaan jessica bukan p3mbvnvh mirna di akui.
    Kemudian, thumbnail video menampilkan polisi yang sedang menggelar konferensi pers dan terdapat Krishna Murti memakai baju tahanan. Gambar tersebut diberi keterangan:
    HEBOHKAN PUBLIK.!!
    TALUT DI COPOT SECARA TIDAK HORMAT
    KRISNA MURTI AKHIRNYA JUJUR SIAPA PEMBUNUH ASLI MIRNA
    Akun Facebook Tangkapan layar Facebook narasi yang menyebut Krishna Murti menyebut Krishna Murti mengaku bahwa pembunuh Mirna bukan Jessica

    Hasil Cek Fakta

    Tim Cek Fakta Kompas.com menelusuri gambar di thumbnail video yang memperlihatkan polisi sedang melakukan konfrensi pers. Hasilnya, gambar tersebut identik dengan yang ada di laman Pojok Satu ini.
    Dalam gambar aslinya tidak terdapat gambar Krishna Murti memakai baju tahanan. Gambar tersebut adalah momen ketika Polres Cirebon menggelar konferensi pers terkait kasus polisi gadungan pada 22 Februari 2019. 
    Sementara, setelah disimak sampai tuntas tidak ditemukan informasi Krishna Murti mengaku bahwa pembunuh Mirna bukan Jessica.
    Narator video hanya membacakan artikel di laman Ayo Jakarta ini, yang berjudul "Kembali Viral Pengakuan Jessica Wongso Dipaksa Krishna Murti Akui Membunuh Mirna, Diiming-imingi ‘Sesuatu’."
    Artikel tersebut membahas soal video kesaksian Jessica saat persidangan pada tahun 2016 yang kembali viral.
    Salah satu video yang kembali viral yakni terkait pernyataan Jessica yang mengatakan pernah dipaksa Khrishna untuk mengaku sebagai pembunuh Mirna. 
    Selain itu, narator juga membacakan artikel di laman Ayo Jakarta ini berjudul "Edi Salihin dan Polisi Sembunyikan Bukti Kopi Sianida, Benarkah Agar Jessica Wongso Tak Dihukum Mati?". 
    Artikel tersebut membahas soal kejanggalan dalam kasus pembunuhan Mirna. Salah satunya yakni terkait tidak ditampilkannya video yang diklaim menampilkan Jessica menyuntikkan sianida ke kopi Mirna. 
    Sampai saat ini tidak ditemukan informasi valid Krishna Murti mengaku bahwa pembunuh Mirna bukan Jessica. Sehingga, informasi yang beredar dipastikan hoaks. 
    Adapun, Mirna tewas setelah meminum es kopi vietnam yang dipesan Jessica di kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta, pada 6 Januari 2016.
    Hasil pemeriksaan Puslabfor Polri menunjukkan, Mirna meninggal karena keracunan sianida. Jessica pun lantas ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

    Kesimpulan

    Narasi yang mengeklaim Krishna Murti mengaku bahwa pembunuh Wayan Mirna Salihin bukan Jessica Wongso tidak benar atau hoaks.
    Judul dengan isi video tidak sesuai. Narator hanya membahas pernyataan Jessica yang mengatakan pernah dipaksa Krishna untuk mengaku sebagai pembunuh Mirna.
    Selain itu, narator juga membahas kejanggalan dalam kasus pembunuhan Mirna, tapi tidak ada yang memperlihatkan pengakuan Krishna Murti, apalagi hingga ditahan.

    Rujukan