• (GFD-2020-8373) Tidak Benar Putar Video Berjudul India is Doing It Sebabkan Ponsel Diretas

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 13/11/2020

    Berita


    KLAIM
    Pesan berantai yang berisi klaim tentang video yang berjudul “India Is Doing It” beredar di Facebook. Menurut klaim itu, video tersebut menunjukkan grafik kasus Covid-19 di India yang sudah mendatar. Klaim ini pun menyebut, jika seseorang memutar video itu, ponselnya akan diretas dalam waktu 10 detik.
    Salah satu akun yang membagikan pesan berantai itu adalah akun Paduka Bahtera Paduka, tepatnya pada 27 Oktober 2020. Pesan ini berbunyi: "Kasih tau ya lain2 nya Jika menerima video di WA yg berjudul *India is doing it*, yg menunjukkan bgmn grafik covid-19 di India sudah mendatar, *jangan dibuka, itu akan nge hack hp mu dlm 10 detik dan tak akan dapat dihentikan.*"
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Paduka Bahtera Paduka.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri berita terkait dengan memasukkan kata kunci “video India is Doing It” di mesin pencarian Google. Hasilnya, ditemukan fakta bahwa pesan berantai terkait video itu merupakan hoaks dan telah beredar sebelumnya di sejumlah negara.
    Pesan berantai serupa, namun dengan judul video yang berbeda, yakni "Argentina is Doing It", pernah beredar di India pada pertengahan Juli 2020. Organisasi cek fakta India, Boom Live, telah memverifikasi pesan itu pada 17 Juli 2020 dan menyatakannya keliru.
    Menurut Boom Live, pesan berantai itu memiliki pola yang sama dengan hoaks-hoaks yang kerap beredar di WhatsApp. Contohnya, pesan "Sonia disowns Rahul" yang viral di India pada April 2017. Pesan ini berisi klaim keliru bahwa memutar video dengan judul tersebut akan membuat ponsel terserang virus dan terformat dengan sendirinya. Selain itu, terdapat permintaan kepada orang-orang untuk menyebarkan pesan tersebut.
    Menurut verifikasi organisasi cek fakta Argentina, Chequeado, pesan berantai soal video "Argentina is Doing It" pertama kali beredar pada akhir April 2020. Namun, pesan itu keliru. Tidak ada catatan bahwa ponsel dengan sistem operasi yang berbeda dapat diretas dalam waktu yang bersamaan karena adanya video.
    Selain itu, menurut jaksa dari Unit Fiskal Khusus Kejahatan Dunia Maya Argentina, Horacio Azzolin, tidak ada laporan atau indikasi terkait manuver serupa. Dia menjelaskan, meskipun terdapat program tersembunyi yang berbahaya dalamfilevideo, program itu dirancang hanya untuk satu sistem operasi tertentu, tidak untuk semuanya dalam waktu yang sama.
    Claudio Caracciolo, kepala keamanan siber ElevenPaths, salah satu unit di Telefonica Movistar, juga menyatakan, "Sampai saat ini, tidak ada laporan terkait kerentanan WhatsApp yang disebabkan oleh video. Tahun lalu, ada laporan kerentanan yang memungkinkan perangkat diretas lewat file GIF, tapi itu telah diperbaiki dan tidak ada laporan baru."
    Caracciolo menambahkan klaim bahwa "peretasan terjadi dalam waktu 10 detik sejak video itu diputar" tidak masuk akal. Pasalnya, menurut dia, program yang berbahaya, ketika membobol ponsel secara otomatis, akan melakukannya secara instan, atau saat itu juga.
    Organisasi cek fakta Inggris, Full Fact, pun telah memeriksa pesan berantai terkait video "India is Doing It" tersebut. Menurut mereka, pesan itu adalah tipuan. "Kami tidak melihat bukti bahwa video itu nyata, atau adanya korban peretasan ini," demikian penjelasan Full Fact.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa memutar video berjudul “India is Doing It” dapat menyebabkan ponsel diretas, keliru. Pesan berantai yang memuat klaim serupa telah beredar sejak Juli 2020. Hingga kini, tidak ada laporan masyarakat terkait peretasan ponsel akibat memutar video tersebut. Selain itu, tidak ada catatan bahwa ponsel dengan sistem operasi yang berbeda dapat diretas dalam waktu yang bersamaan karena adanya video.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8372) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Foto Terawan yang Dapat Penghargaan WHO karena Berhasil Tangani Covid-19?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 12/11/2020

    Berita


    Foto yang memperlihatkan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang berkalung medali sedang memegang piala serta piagam penghargaan beredar di grup-grup percakapan WhatsApp. Foto ini dibagikan dengan narasi bahwa Terawan mendapatkan penghargaan dari Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO atas keberhasilan Indonesia menangani pandemi Covid-19.
    Foto ini beredar bersamaan dengan menyebarnya undangan WHO kepada Terawan untuk mengikuti pertemuan virtual pada 6 November 2020. Undangan ini sempat disebut sebagai bentuk apresiasi WHO atas keberhasilan Terawan menangani Covid-19. Belakangan, undangan itu disebut hanya menyinggung implementasiIntra-Action-Review(IAR) Covid-19.
    Gambar tangkapan layar pesan WhatsApp yang berisi foto Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dan klaim keliru bahwa ia mendapatkan penghargaan dari WHO karena berhasil menangani pandemi Covid-19.
    Apa benar foto tersebut merupakan foto Menkes Terawan yang mendapat penghargaan WHO atas keberhasilannya menangani Covid-19?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri jejak digital foto Menkes Terawan tersebut denganreverse image toolSource, Yandex, dan Google. Hasilnya, ditemukan informasi bahwa piagam penghargaan dalam foto itu bukan berasal dari WHO, melainkan dari Lembaga Prestasi Indonesia-Dunia (Leprid). Penghargaan yang diberikan Leprid itu pun tidak terkait dengan penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia.
    Foto yang identik pernah dimuat oleh situs media Sindonews.com dalam beritanya pada 21 Juli 2019 dengan judul “Dokter Terawan Raih Lifetime Achievement Award dari Leprid”. Kemiripan terlihat dari seragam TNI yang dikenakan oleh Terawan, bentuk interior ruangan, serta desain piagam penghargaan Leprid. Dalam piagam itu pun, terdapat logo Leprid, berupa bintang berwarna emas yang sudut bagian atasnya berwarna merah-putih.
    Menurut berita tersebut, Leprid memberikan penghargaan itu ketika masih menjadi Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta. Apresiasi tersebut diberikan karena Terawan menemukan metode cuci otak untuk penyakit stroke. Dilansir dari Suaramerdeka.com, Ketua Umum Leprid Paulus Pangka memberikan penghargaan dalam bentuk medali, piagam, dan piala kepada Terawan di RSPAD Gatot Soebroto pada 17 Juli 2019.
    Undangan WHO
    Menkes Terawan memang mendapatkan undangan dari WHO untuk menghadiri pertemuan virtual pada 6 November 2020. Namun, undangan ini tidak terkait dengan pemberian penghargaan kepada Terawan, melainkan terkait implementasi Intra-Action-Review (IAR) Covid-19 di Indonesia.
    Dilansir dari Kompas.com, epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman, mengatakan, "Bila dilihat isi suratnya, tidak ada pernyataan keberhasilan Indonesia dalam pengendalian pandemi, hanya mengakui keberhasilan indonesia dalam mengadakan kegiatan IAR."
    Menurut Dicky, IAR adalah mekanisme monitoring evaluasi terkait salah satu pilar dalam peraturan kesehatan internasional (IHR) hasil revisi pada 2005. Tujuannya, agar setiap negara bisa mawas diri terhadap capaian dan kekurangan dalam pengendalian pandeminya.
    "Jadi, undangan konferensi pers dari WHO tersebut bukan dalam arti mengakui keberhasilan Indonesia dalam pengendalian pandeminya, tapi apresiasi karena telah melaksanakan kegiatan IAR yang dianggap 'sukses'," ujar Dicky.
    Masih dilansir dari Kompas.com, konferensi pers virtual pada 6 November 2020 itu juga diikuti oleh Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, Menkes Thailand Anutin Charnvirakul, dan Menkes Afrika Selatan Zweli Mkhize.
    Dalam konferensi pers virtual itu, Terawan yang mendapatkan giliran berbicara keempat memberikan apresiasi atas dukungan WHO kepada Indonesia dalam pelaksanaan IAR Covid-19 di Indonesia. Menurut dia, menangani Covid-19 di Indonesia bukan perkara mudah.
    Pasalnya, ada banyak pemangku kepentingan yang harus diajak bekerja sama dalam satu komando. "Meski begitu, di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi dan koordinasi Covid-19 Task Force Luhut Binsar Pandjaitan, seluruh stakeholder bisa berkomitmen dan berkontribusi dalam mendukung IAR."
    Dikutip dari Katadata.co.id, Dicky Budiman mengatakan pelaksanaan rekomendasi IAR Covid-19 di Indonesia hanya tercapai 16 persen. Karena itu, pekerjaan rumah pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 masih banyak, terutama dalam tiga pilar penting, yaitu komando dan koordinasi, pengendalian infeksi, serta laboratorium.
    Menurut Dicky, aspek komando dan koordinasi di Indonesia harus diperbaiki. Pasalnya, manajemen menjadi salah satu hal yang kritikal dalam penanganan pandemi. Pengendalian infeksi pun harus diutamakan. Lalu, penyediaan jaringan laboratorium dan kapasitas tes harus ditingkatkan. Hal tersebut penting untuk mencapai tingkat positivity rate sebesar 5 persen.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto di atas merupakan foto Menkes Terawan yang mendapat penghargaan WHO atas keberhasilannya menangani Covid-19 keliru. Penghargaan yang diterima Terawan dalam foto tersebut diberikan oleh Leprid karena telah menemukan metode cuci otak untuk penyakit stroke. Penghargaan itu diterima saat Terawan masih menjabat sebagai Kepala RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, tepatnya pada 17 Juli 2019. Undangan WHO kepada Terawan untuk mengikuti pertemuan virtual pada 6 November 2020 pun bukan dalam rangka memberikan penghargaan, melainkan membahas implementasi IAR Covid-19 di Indonesia.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8371) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Video saat Trump Mengamuk usai Kalah dari Biden di Pilpres AS?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 12/11/2020

    Berita


    Video pendek yang diklaim sebagai video saat calon presiden petahana Amerika Serikat, Donald Trump, mengamuk usai kalah dari lawannya, Joe Biden, dalam Pemilihan Presiden atau Pilpres AS beredar di Facebook dan YouTube. Berdurasi 18 detik, video itu memang memperlihatkan seorang pria yang mirip dengan Trump yang memecahkan barang-barang di sebuah ruangan dengan tongkat kayu.
    Salah satu kanal YouTube yang mengunggah video itu adalah kanal Sawit Masa Depan TV, tepatnya pada 5 November 2020. Video yang telah ditonton lebih dari 4 ribu kali ini diberi judul "Trump ngamuk setelah kalah di Negara Bagian Arisona.." Sementara di Facebook, salah satu akun yang membagikan video itu adalah akun Eddy Mujoko, yakni pada 9 November 2020. Akun ini menulis, "Donal Trump Ngamuk kalah.. Pilpres...Gunakan senjata..."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Eddy Mujoko.
    Apa benar video tersebut adalah video saat Donald Trump mengamuk usai kalah dari Joe Biden dalam Pilpres AS?

    Hasil Cek Fakta


    Hasil verifikasi Tim CekFakta Tempo menunjukkan bahwa video tersebut adalah bagian dari tayangan serial televisi komedi satire AS, The President Show, episode "The Boss Smashes Everything" edisi 21 Juli 2017. Pria yang terlihat dalam video itu pun bukan Donald Trump, melainkan aktor dan komedian Anthony Atamanuik, yang memang berperan sebagai Trump.
    Untuk memeriksa fakta terkait klaim di atas, Tempo mula-mula memfragmentasi video tersebut menjadi sejumlah gambar dengantoolInVID. Lalu, gambar-gambar itu ditelusuri denganreverse image toolGoogle. Hasilnya, didapatkan petunjuk dari sebuah artikel yang dimuat oleh situs media berbahasa Arab, Fatabyyano, pada 26 April 2020.
    Artikel tersebut berisi penelusuran Fatabyyano terhadap video yang sama. Tapi, saat itu, klaim yang menyertai video tersebut tidak terkait dengan kekalahan Trump dalam Pilpres AS, melainkan terkait keruntuhan ekonomi AS karena pandemi Covid-19. Fatabyyano memberikan penjelasan bahwa video tersebut sebenarnya adalah video parodi satire dari episode The President Show berjudul "The Boss Smashes Everything" edisi Juli 2017.
    Dengan petunjuk ini, Tempo pun menelusuri kanal YouTube The President Show dan mencari episode yang berjudul "The Boss Smashes Everything". Hasilnya, ditemukan bahwa episode tersebut memang ditayangkan pada 21 Juli 2017. Pada menit 2:45, terdapat adegan ketika pria yang mirip dengan Trump menghancurkan barang-barang di sekitarnya dengan tongkat bisbol, sama seperti yang terlihat dalam video yang kini beredar.
    The President Show merupakan serial televisi komedi satire yang ditujukan untuk menyindir Presiden AS Donald Trump. Pria yang mirip Trump itu tak lain adalah aktor dan komedian Anthony Atamanuik. Sementara itu, Wakil Presiden Mike Pence dalam acara ini diperankan oleh Peter Grosz. Serial televisi ini tayang perdana pada 27 April 2017 di saluran televisi kabel Comedy Central.
    Dalam serial ini, Atamanuik yang memerankan Trump diperkenalkan sebagai "Presiden AS ke-45 dan terakhir". Ia memulai setiap episode dalamsetting"konferensi pers", di mana ia mengumumkan tema episode tersebut dan melontarkan slogan: "Saya presiden. Percayakah Anda? Ayo mulai!". Usai pembukaan, Trump dan Pence ditampilkan dalamsettingGedung Putih. Keduanya membawakan tema yang berkaitan dengan berita pekan tersebut.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas adalah video ketika Donald Trump mengamuk usai kalah dari Joe Biden dalam Pilpres AS, menyesatkan. Video tersebut adalah bagian dari salah satu episode serial televisi parodi satire AS, The President Show, yang berjudul "The Boss Smashes Everything" edisi 21 Juli 2017. The President Show merupakan tayangan komedi yang dikhususkan untuk menyindir Trump.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8370) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Foto Erdogan yang Tolak Jabat Tangan Macron usai Polemik Kartun Nabi Muhammad?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 11/11/2020

    Berita


    Foto yang diklaim sebagai foto saat Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menolak berjabat tangan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron beredar di Facebook. Menurut klaim itu, Erdogan menolak bersalaman dengan Macron sebagai buntut atas kasus pemenggalan seorang guru Prancis, Samuel Paty, yang dianggap melecehkan Islam karena menunjukkan gambar kartun Nabi Muhammad milik Charlie Hebdo kepada murid-muridnya.
    Dalam foto itu, Erdogan dan Macron terlihat berada dalam suatu forum. Terdapat bendera Turki dan Prancis di belakang keduanya. Macron pun tampak sedang mengulurkan tangannya kepada Erdogan. Namun, Erdogan terlihat membelakangi Macron.
    Foto beserta narasi tersebut dibagikan oleh akun Hery Ardiyanto ke grup Kajian Al Qur’an dan Sunnah pada 8 November 2020. Dia mengunggah tulisan panjang yang diawali dengan narasi bahwa Erdogan enggan berjabat tangan dengan Macron. Tulisan itu pun memuat narasi sebagai berikut:
    “Sikap bela agama ditunjukkan presiden turkey ERDOGAN ketika kedua pemimpin bertemu guna membahas penghinaan yang dilakukan presiden perancis MARCOON kepada Nabi Muhammad saw nabi umat islam di seluruh dunia. 'Saya akan bertindak tegas kepada siapa pun/pemimpin manapun yang menghina Nabi Muhammad,karena dia (Muhammad) junjungan umat islam diseluruh penjuru dunia.'tegas Erdogan.”
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Hery Ardiyanto.
    Apa benar foto tersebut adalah foto Erdogan yang menolak berjabat tangan dengan Macron usai polemik kartun Nabi Muhammad?

    Hasil Cek Fakta


    Hasil verifikasi Tim CekFakta Tempo menunjukkan bahwa foto tersebut adalah foto lama yang diambil saat Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Prancis Emmanuel Macron menghadiri sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-73 di New York, Amerika Serikat, pada 25 September 2018. Selain itu, ditemukan fakta lain bahwa keduanya sebenarnya berjabat tangan.
    Untuk memeriksa klaim dalam unggahan Hery Ardiyanto, Tempo mula-mula menelusuri jejak digital foto tersebut denganreverse image toolGoogle. Hasilnya, ditemukan bahwa foto ini pernah dipublikasikan oleh CNN Arabic pada 26 Oktober 2020. CNN Arabic memberikan keterangan bahwa foto tersebut diambil saat Erdogan dan Macron berada dalam sebuah pertemuan pada September 2018.
    Lewat penelusuran di situs stok foto Getty Images, Tempo menemukan bahwa foto tersebut adalah foto jepretan fotografer kantor berita Agence France-Presse (AFP) Ludovic Marin pada 26 September 2018 dengan keterangan “UN Assembly Diplomacy France-Turkey” atau "Diplomasi Majelis PBB Prancis-Turki".
    Tempo pun menelusuri pemberitaan terkait dengan memasukkan kata kunci “Erdogan and Macron meet at UN Assembly 2018” ke mesin perambah Google. Hasilnya, ditemukan foto saat Erdogan dan Macron berjabat tangan dalam sidang Majelis Umum PBB ke-73 di New York, AS, pada 25 September 2018. Foto itu dipublikasikan oleh kantor berita Turki Anadolu Agency.
    Foto milik kantor berita Turki Anadolu Agency yang memperlihatkan Presiden Prancis Emmanuel Macron berjabat tangan dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dalam sidang Majelis Umum PBB pada 25 September 2018.
    Foto tersebut identik dengan foto yang dimuat baik oleh CNN maupun Getty Images. Kesamaannya terlihat dari dasi yang digunakan Erdogan, yang berwarna merah dengan motif berwarna emas, serta sebuah papan berbentuk kotak di belakang keduanya yang berwarna abu-abu.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto di atas merupakan foto Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang menolak berjabat tangan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron usai polemik kartun Nabi Muhammad, keliru. Foto tersebut merupakan foto lama yang diambil saat keduanya bertemu dalam sidang Majelis Umum PBB ke-73 di New York, AS, pada 25 September 2018. Klaim bahwa dalam foto itu Erdogan menolak bersalaman dengan Macron pun keliru. Faktanya, sebuah foto yang dilansir oleh kantor berita Turki Anadolu Agency, yang diambil dari pertemuan yang sama, menunjukkan keduanya berjabat tangan.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan