• (GFD-2021-8480) Keliru, Virus Corona Covid-19 Muncul Karena Adanya Tes Rapid dan PCR

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 02/02/2021

    Berita


    Klaim bahwa virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, muncul karena adanya tes cepat (rapid test) dan tes PCR (polymerase chain reaction) beredar di Facebook. Klaim ini dibagikan oleh akun Lois Lois pada 28 Januari 2021. “Gara2 ada alat setan Rapid dan PCR yg di sumbang Bill gate..Dunia kacau balau meyakini ada virus hanya karena adanya alat setan ini!!!!!”
    Akun tersebut juga mengklaim bahwa pasien Covid-19 yang menderita gejala berat diakibatkan oleh obat antivirus. “Masih Main2 alat setan Maka harus siap di racuni obat yg di beri label 'Antivirus'!! Agar bergejala berat sesak nafas,mual,nyeri dada,jantung berdebar pakai Ventilator!!”
    Dalam unggahannya, akun itu juga membagikan gambar tangkapan layar Instagram story dari akun @rachay.mds yang menyebut bahwa Tanzania adalah satu-satunya negara yang tidak terjangkit Covid-19 karena tidak menggunakan tes rapid maupun tes PCR. "Itu sebabnya tahun lalu kopit udah 3 bulan, tapi di indonesia masih normal-normal aja, sebelum ada alat tes."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Lois Lois yang memuat klaim keliru soal tes rapid dan tes PCR Covid-19.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, klaim-klaim dalam unggahan tersebut tidak berdasarkan fakta. Rapid test maupun tes PCR telah banyak digunakan untuk melakukan deteksi dalam berbagai penyakit lain sebelumnya, tidak hanya Covid-19. Berikut fakta-fakta atas klaim tersebut:
    Klaim 1: Virus Corona Covid-19 bisa muncul karena adanya tes rapid dan tes PCR
    Fakta:
    Tes PCR danrapid testadalah dua jenis tes yang bisa digunakan untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi Covid-19. Berdasarkan arsip berita Tempo, pakar kesehatan Akmal Taher mengatakan testingbersamatracing dantreatment(3T) merupakan strategi yang perlu diambil untuk menghentikan laju kasus Covid-19. Dengan tes, mereka yang positif Covid-19 bisa segera ditemukan lalu diisolasi agar tidak menularkannya pada orang lain.
    Sebelum terjadinya pandemi Covid-19, tes PCR telah digunakan. Dikutip dari Science Mag, metode tes PCR ditemukan oleh Kary Mullis, ilmuwan Cetus Corporation di Emeryville, California, Amerika Serikat, pada Mei 1983. Sejak pertama kali ditemukan, tes PCR terus dikembangkan dan diperkuat serta telah menjadi salah satu alat laboratorium yang digunakan di berbagai penjuru dunia.
    Dilansit dari Medicinenet, tes PCR punya banyak kegunaan, mulai dari mendiagnosis penyakit genetik, melakukan sidik jari DNA, menemukan bakteri dan virus, mempelajari evolusi manusia, mengkloning DNA mumi Mesir, dan sebagainya. Dengan demikian, tes PCR telah menjadi alat penting bagi ahli biologi, laboratorium forensik DNA, dan banyak laboratorium lain yang mempelajari materi genetik.
    Dalam perjalanannya, metode ini berkembang menjadi RT-PCR (reverse transcriptasePCR), yakni teknik yang sangat sensitif untuk mendeteksi dan menghitung mRNA (messengerRNA). Tekniknya terdiri dari dua bagian, yakni sintesis cDNA dari RNA dengan RT dan amplifikasi cDNA tertentu oleh PCR. RT-PCR telah digunakan untuk mengukurviral loadHIV dan juga dapat digunakan dengan virus RNA lain seperti campak dan gondongan.
    Klaim 2: Tanzania satu-satunya negara yang tidak memiliki kasus Covid-19
    Fakta:
    Menurut data WorldOMeter, hingga 2 Februari 2021, terdapat 509 kasus Covid-19 di Tanzania, di mana 21 orang di antaranya meninggal. Tanzania telah mencatatkan kasus Covid-19 sejak 16 Maret 2020.
    Tanzania pun mewajibkan orang yang keluar-masuk negaranya untuk memiliki hasil tes PCR negatif. Dikutip dari berita di All Africa pada 12 Januari 2021, individu yang masuk dan keluar dari Tanzania untuk berbagai alasan, baik itu urusan pribadi, bisnis, atau wisata, harus memiliki surat tes PCR Covid-19 dengan hasil negatif.
    Langkah-langkah itu diambil oleh Tanzania untuk menjunjung tinggi komitmen dan memastikan negaranya tetap aman bagi rakyatnya, wisatawan, dan investor yang ingin mengunjungi Tanzania selama masa-masa sulit ini.
    Klaim 3: Pasien Covid-19 yang bergejala berat karena diracun dengan obat antivirus
    Fakta:
    Seseorang yang terinfeksi Covid-19 bisa saja tidak menunjukkan gejala ataupun mengalami gejala ringan, gejala sedang, dan gejala berat. Dikutip dari Detik.com, para ahli menyebut memiliki komorbid atau penyakit penyerta menjadi faktor penentu kondisi pasien Covid-19 bisa menjadi berat atau tidak. Hal ini dikarenakan individu dengan penyakit penyerta memiliki sistem kekebalan tubuh yang lebih lemah sehingga tidak mampu melawan Covid-19.
    Faktor kedua adalah jika virus berhasil melewati tenggorokan dan masuk ke dalam jaringan paru. Hal ini membuat penyakit tersebut masuk ke fase yang lebih memprihatinkan. Gejala yang dialami meliputi sakit dada, batuk keras, dan sesak napas. Virus ini juga dapat menyerang alveoli atau kantong udara dan memenuhinya dengan cairan sehingga menimbulkan pneumonia.
    Sementara faktor ketiga adalah respons sistem kekebalan tubuh. Dalam kebanyakan kasus, kekebalan tubuh bisa langsung melawan dan mematikan virus Corona dengan sukses. Saat kemunculan virus, tubuh berusaha segera memperbaiki kerusakan di paru-paru. Apabila berjalan dengan baik, infeksinya dapat diberantas dalam beberapa hari.
    Sayangnya, ada beberapa kondisi di mana kekebalan tubuh dapat lebih berbahaya dan menyebabkan hilangnya folikel yang membantu mengusir kontaminasi. Selain itu, ada juga sindrom badai sitokin yang terjadi saat tubuh overdrive dalam upaya melawan virus. Saat badai sitokin terjadi, imun yang harusnya menyerang virus malah balik menyerang tubuh.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa virus Corona Covid-19 muncul karena adanya tes rapid dan tes PCR, keliru.Testing, terutama dengan tes PCR, justru menjadi salah satu strategi yang penting dalam menghentikan pandemi Covid-19. Teknologi tes PCR pun sudah ditemukan sejak 1983, jauh sebelum munculnya Covid-19.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8479) Keliru, Kasus Covid-19 Terus Naik Karena Urutan Genetik Virusnya Sama dengan Manusia

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 02/02/2021

    Berita


    Sebuah video yang berisi klaim bahwa urutan genetik virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, sama dengan manusia beredar di Facebook. Akun yang mengunggah video itu adalah akun Collection of videos of Moslem Da'wah, tepatnya pada 23 Januari 2021. Akun ini pun menulis narasi bahwa video itu adalah jawaban mengapa kasus Covid-19 terus meningkat setiap harinya.
    "Kebohongan coped19 terungkap. Kenapa kasus vonis coped19 meningkat terus setiap hari, Jika pakai masker, cuci tangan, jaga jarak, menghindari kerumunan bisa mengurangi penyebaran virus coped19 ? Saya sarankan tonton video sampai selesai! PSBB/PPKM dan fucksin bukan solusi konkret untuk menghentikan plandemi," demikian narasi yang ditulis oleh akun tersebut.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Collection of videos of Moslem Da'wah yang memuat klaim keliru terkait urutan genetik virus Corona penyebab Covid-19.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tempo, video yang menunjukkan kesamaan antara urutan genetik SARS-CoV-2 dengan manusia tersebut telah beredar setidaknya sejak September 2020. Namun, ketika itu, ahli biologi molekuler Ahmad Rusdan Utomo telah memberikan penjelasan mengenai klaim tersebut melalui videonya di YouTube yang diunggah pada 24 September 2020.
    Menurut lulusan Harvard Medical School dan University of Texas Health Science Center ini, urutan genetik SARS-CoV-2 tidak identik dengan manusia. Ahmad menemukan fakta ini setelah menelusuri kecocokan antara sekuens SARS-CoV-2 dan gen manusia dengan BLAST, platform milik National Library of Medicine Amerika Serikat.
    Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa kesamaan urutan genetik SARS-CoV-2 dan manusia hanya 15. Padahal, nukleotida pada urutan genetik SARS-CoV-2 berjumlah 18. “Artinya apa? Artinya ini kurang spesifik, walaupun memang ada kesamaan,” kata Ahmad dalam video tersebut yang dikonfirmasi ulang oleh Tempo pada 1 Februari 2021.
    Dilansir dari The Conversation, menurut riset terbaru Kementerian Kesehatan mengenai perilaku masyarakat Indonesia selama pandemi Covid-19, baru sekitar 42 persen masyarakat yang mencuci tangan dengan baik dan benar dan hanya 54 persen responden yang selalu menjaga jarak fisik di tempat-tempat umum.
    Padahal, perilaku memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak (3M), menurut studi di 190 negara pada 23 Januari-13 April 2020, dapat menekan angka penularan di masyarakat dan efektivitasnya meningkat jika dilakukan seluruhnya bersamaan. Panjangnya durasi pandemi Covid-19 ini juga telah membuat sebagian masyarakat mulai lelah dan kendor dalam menerapkan protokol kesehatan.
    Riset menunjukkan kelelahan akan kepatuhan itu telah meningkatkan kasus sebesar 61 persen hingga Oktober 2020. Penelitian tersebut memproyeksikan, dengan intervensi sederhana seperti memakai masker dan menjaga jarak, kasus bisa ditekan sekitar 18 persen hingga Maret 2021.
    Rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat juga meningkatkan risiko kematian. Jumlah angka perokok aktif di Indonesia masih sangat besar, yakni 33,8 persen pada 2018. Cukup banyak bukti yang menunjukkan bahwa merokok dapat menyebabkan penyakit tidak menular yang bisa menjadi faktor pemberat orang yang terinfeksi Covid-19. Sebuah penelitian menemukan bahwa risiko kematian Covid-19 tinggi pada populasi yang merokok.
    Efektivitas 4M dalam mencegah Covid-19
    Intervensi nonmedis, berupa kewajiban menggunakan masker di tempat umum, isolasi atau karantina, menjaga jarak sosial, dan membatasi mobilitas, secara signifikan dapat menahan pandemi Covid-19. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan pada 23 Januari-13 April 2020 di 190 negara terkait efektivitas intervensi nonmedis pada penularan Covid-19 yang diterbitkan di Science Direct.
    Studi itu membandingkan negara-negara yang tidak mewajibkan intervensi nonmedis dengan negara-negara yang mengatur sebagian dan negara-negara yang mewajibkan secara ketat penggunaan masker, isolasi, penerapan jarak sosial, dan pembatasan mobilitas.
    Menurut hasil studi tersebut, implementasi intervensi nonmedis yang melibatkan jaga jarak dikaitkan dengan penurunan angka infeksi Covid-19 yang lebih besar daripada yang tidak mewajibkan jaga jarak. Karena itu, kombinasi lebih banyak jenis intervensi terkait dengan penurunan angka produksi Covid-19 yang lebih besar.

    Kesimpulan


    Berdasarkan hasil pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa kasus Covid-19 terus meningkat karena urutan genetik virus Corona penyebabnya, SARS-CoV-2, sama dengan manusia, keliru. Klaim bahwa memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan tidak efektif dalam menekan angka penularan Covid-19 juga keliru.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8478) Keliru, Status dari WhatsApp adalah Scammer yang Bisa Curi Data Pribadi

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 01/02/2021

    Berita


    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim bahwa status dari WhatsApp adalah sebuah scammer atau penipuan yang bisa mencuri data akun bank dan data pribadi viral. Dalam unggahan itu, terdapat gambar tangkapan sebuah status di WhatsApp yang dibagikan oleh akun terverifikasi dengan nama "WhatsApp".
    Unggahan tersebut ditulis oleh akun Amad Ewan. Dalam unggahan itu, terdapat pula gambar tangkapan layar sebuah video berita tentang WhatsApp. Akun ini pun menulis, "Perhatian..TAKTIK BARU SCAMMER.....Hati2 dapat msg dari WhatsApp, tadi dah masuk berita tv3, jgn tekan link biru tu, kalau tekan data account bank dan data peribadi akan dipindahkan."
    Di Facebook, gambar tangkapan layar unggahan tersebut dibagikan salah satunya oleh akun BodoAmat, tepatnya pada 29 Januari 2021. Akun itu menulis, “Ada yang sama WhatsApp nya begitu?” Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah mendapatkan lebih dari 200 reaksi dan 300 komentar serta dibagikan lebih dari 1.500 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook BodoAmat yang memuat klaim keliru terkait status dari akun resmi WhatsApp.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, status tersebut berasal dari akun resmi milik WhatsApp. Status ini bukanlah scammer yang dapat mengambil alih data akun bank maupun data pribadi pengguna WhatsApp. Status tersebut hanya berisi penjelasan dari WhatsApp tentang kebijakan privasinya, setelah sebelumnya muncul kesimpangsiuran soal kebijakan ini.
    Awalnya, klaim palsu yang menyebut status dari WhatsApp itu adalah scammer beredar di Malaysia. Salah satu pengguna Facebook asal Malaysia menulis klaim itu dan melengkapinya dengan gambar tangkapan layar video berita dari media lokal tentang taktik scam di WhatsApp. Beberapa warganet pun secara keliru menyimpulkan video berita tersebut telah mengkonfirmasi bahwa status WhatsApp itu bisa mencuri data akun bank dan data pribadi.
    Dilansir dari situs media Malaysia, The Star, video berita tersebut sebenarnya melaporkan tentang para penipu yang mencoba membajak akun WhatsApp dengan cara memperdaya pengguna untuk membagikan kode verifikasi enam digit, berdasarkan pernyataan pers Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia (MCMC) pada 21 Januari 2021.
    Pernyataan pers MCMC tentang modus pembajakan akun WhatsApp melalui kode verifikasi itu memang pernah diunggah ke YouTube oleh Buletin TV3, kanal milik stasiun televisi Malaysia TV3, pada 21 Januari 2021 dengan judul “MCMC | Waspada Taktik Penipuan Ambil Alih Akaun Whatsapp”. Dalam keterangannya, MCMC mengingatkan publik agar waspada terhadap penipuan yang bertujuan mengambil alih akun pengguna WhatsApp.
    Menurut laporan The Star, sejak pekan terakhir Januari 2021, WhatsApp memang mulai membagikan status di platformnya lewat akun resminya. Lewat status ini, WhatsApp bakal memberi tahu pengguna terkait fitur baru atau pembaruan kebijakan. Pengguna akan melihat bahwa status tersebut diunggah oleh akun yang bernama "WhatsApp" dengan simbol centang di sebelahnya, yang menandakan bahwa akun tersebut terverifikasi.
    Dilansir dari Kompas.com, terdapat empat status yang dibagikan oleh WhatsApp untuk pertama kalinya ini. Empat status itu berbunyi "Satu hal yang tidak baru adalah komitmen kami terhadap privasi Anda", "WhatsApp tidak dapat membaca tau mendengarkan percakapan pribadi Anda karena percakapan tersebut terenkripsi secara end-to-end", "WhatsApp tidak dapat melihat lokasi yang Anda bagikan", dan "WhatsApp tidak membagikan kontak Anda dengan Facebook".
    Berdasarkan arsip berita Tempo, juru bicara WhatsApp juga telah membantah isu bahwa status tersebut bakal mencuri data pengguna di ponsel. WhatsApp memutuskan untuk mulai menghadirkan informasi melalui fitur status itu untuk membantu orang-orang mendapatkan fakta langsung dari WhatsApp mengenai pembaruan kebijakan terbaru. “Informasi WhatsApp di status itu tidak menyerap data ponsel atau data lainnya,” katanya pada 31 Januari 2021.
    WhatsApp APAC Communications Director Sravanthi Dev menjelaskan kebijakan tersebut diambil karena belakangan banyak disinformasi yang beredar terkait pembaruan kebijakan privasi WhatsApp. “Info status ini adalah inisiatif dari WhatsApp untuk membantu pengguna memahami bagaimana WhatsApp melindungi privasi dan keamanan pengguna,” ujar Dev. Dev juga menjelaskan, ke depannya, aplikasi milik Facebook tersebut akan terus menggunakan status ini untuk menyampaikan secara langsung update kepada pengguna.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa status dari WhatsApp merupakan scammer yang bisa mencuri data akun bank dan data pribadi, keliru. Status tersebut berasal dari akun resmi milik WhatsApp. Status ini bukanlah scammer yang dapat mengambil alih data pengguna di ponsel. Status tersebut berisi penjelasan dari WhatsApp tentang kebijakan privasinya. Gambar tangkapan layar video berita yang digunakan untuk melengkapi klaim itu pun tidak terkait dengan status dari WhatsApp. Video milik stasiun televisi Malaysia TV3 itu berisi pernyataan Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia (MCMC) terkait salah satu modus penipuan dengan WhatsApp.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8477) Keliru, Jarum Suntik Palsu di Video Ini Disiapkan untuk Vaksinasi Covid-19 Elite Global

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 01/02/2021

    Berita


    Video yang memperlihatkan seorang pria berbaju biru sedang memberikan penjelasan tentang jarum suntik palsu viral di media sosial. Menurut klaim yang menyertai video tersebut, jarum suntik palsu ini telah disiapkan untuk vaksinasi Covid-19 para pemimpin dunia atau elite global. "Suntikan palsu ini telah dilakukan kepada beberapa pemimpin dunia untuk meyakinkan masyarakat agar mau disuntik vaksin Covid-19," demikian teks dalam video itu.
    Menurut penjelasan pria tersebut, saat ditekan ke tubuh, jarum suntik akan masuk ke dalam alat suntik. Video itu pun dilengkapi dengan video yang menunjukkan seseorang berbaju merah muda dan Menteri Kesehatan Ontario, Kanada, Christine Elliott sedang menjalani vaksinasi serta foto saat pembawa acara Fox News Brian Kilmeade menerima vaksin. "Mereka sebenarnya tidak menerima suntikan vaksin. Itu hanya penipuan supaya rakyat mau PERCAYA."
    Di Facebook, video tersebut diunggah salah satunya oleh akun Jend Widodo Purbalingga, tepatnya pada 15 Januari 2021. Video ini dibagikan ke grup Pasukan Elite Indonesia. Akun itu pun menulis, "Anda Harus Tahu Kebenaran ada Jarum Suntik/Spuit Palsu Dipersiapkan untuk Para Pemimpin Dunia."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Jend Widodo Purbalingga yang memuat klaim keliru soal alat suntik dalam video yang diunggahnya.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta mula-mula memfragmentasi video di atas menjadi sejumlah gambar dengantoolInVID. Lalu, gambar-gambar itu ditelusuri denganreverse image tool Google dan Yandex. Hasilnya, ditemukan bahwa video pria berbaju biru yang sedang memberikan penjelasan tentang alat suntik palsu adalah potongan dari video milik Scott Reeder, ahli prop atau alat peraga untuk film dan serial televisi. Dalam video ini, Reeder memperlihatkan sejumlah alat peraga, yakni alat suntik, pisau, dan alat pemecah es.
    Video itu diunggah oleh Reeder pertama kali di TikTok pada 2 September 2020. Video tersebut diberi keterangan "Retractable Stunt Props". Pada 15 September 2020, Reeder mengunggah kembali video ini di Instagram dengan keterangan yang sama. Dilansir dari Insider, Reeder telah bergelut dengan alat peraga sejak 1989, ketika ia berusia 19 tahun. Pada 2001, dia menjadi master alat peraga bersertifikat, yang berarti dia mengawasi akuisisi dan penggunaan alat peraga untuk film dan acara televisi besar.
    Reeder bekerja di acara televisi seperti "Friday Night Lights" dan "The Leftovers" serta film seperti "Grindhouse" dan "Friday the 13th". Sejak Agustus 2020, Reeder mulai membagikan fakta yang tidak banyak diketahui penonton tentang alat peraga film dan acara televisi di akun TikTok-nya, @scottdropandroll. Salah satu video Reeder yang paling banyak dilihat di TikTok adalah video tentang "alat peraga bisu" yang digunakan untuk mengurangi kebisingan latar belakang saat syuting.
    Video seseorang berbaju merah muda saat divaksin
    Berdasarkan penelusuran Tempo, video ini merupakan potongan dari video berita yang ditayangkan oleh CP24, stasiun televisi Kanada yang berbasis di Toronto, Ontario, pada 15 Desember 2020. Video tersebut memperlihatkan dimulainya program vaksinasi Covid-19 di Kanada. Terdapat sejumlah orang yang menerima suntikan vaksin Covid-19, salah satunya seorang wanita berbaju merah muda. Namun, dalam video ini, terlihat dengan jelas bahwa jarum suntik menembus lengan wanita berbaju merah muda itu.
    Video vaksinasi Menteri Kesehatan Ontario
    Video Menteri Kesehatan Ontario, Christine Elliott, saat disuntik vaksin tersebut diambil pada 30 Oktober 2019. Video itu memperlihatkan ketika Elliott menerima suntikan vaksin flu, bukan vaksin Covid-19. Video ini pernah dimuat oleh CP24 dalam beritanya yang berjudul "Health minister urges Ontarians to get flu shots". Elliott pun pernah mengunggah foto ketika ia menerima suntikan vaksin flu pada 30 Oktober 2019 tersebut di akun Twitter pribadinya. Ia menerima vaksinasi itu di Apotek Rexall, Women's College Hospital.
    Setahun sebelumnya, Elliott juga menerima suntikan vaksin flu. Video ketika Elliott menjalani vaksinasi flu ini pernah diunggah oleh Ontario News Now pada 30 Oktober 2018. Dalam video tersebut, terlihat dengan jelas jarum dari alat suntik yang digunakan untuk Elliott.
    Foto vaksinasi pembawa acara Fox News
    Foto pembawa acara Fox News Brian Kilmeade saat divaksinasi tersebut merupakan gambar tangkapan layar dari video berita yang ditayangkan oleh Fox News pada 16 September 2019. Video ini juga memperlihatkan ketika Kilmeade menerima suntikan vaksin flu, bukan vaksin Covid-19. Dalam video itu, terlihat dengan jelas jarum dari alat suntik yang digunakan untuk Klimeade.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa jarum suntik palsu dalam video tersebut telah disiapkan untuk vaksinasi Covid-19 para pemimpin dunia atau elite global, keliru. Alat suntik yang terlihat dalam video itu hanyalah alat peraga. Video tersebut merupakan potongan dari video milik Scott Reeder, ahli alat peraga untuk film dan serial televisi. Dalam video ini, Reeder memperlihatkan sejumlah alat peraga, yakni alat suntik, pisau, dan alat pemecah es.
    ANGELINA ANJAR SAWITRI
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan