• (GFD-2021-8659) Keliru, Poster yang Sebut PBNU Gelar Konvensi Capres 2024

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 09/06/2021

    Berita


    Sebuah poster yang berisi klaim bahwa Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akan mengadakan Konvensi Calon Presiden (Capres) 2024 beredar di Facebook. Poster ini berjudul "Sukseskan Konvensi Capres NU 2024". Adapun di bagian bawah, terdapat tim yang disebut sebagai penyelenggara konvensi capres tersebut, yakni Tim Sembilan PBNU.
    Dalam poster itu, terlihat beberapa gambar dan foto tokoh-tokoh NU, seperti Said Aqil Siraj, Khofifah Indar Parawansa, Yeni Wahid, Muhaimin Iskandar, Mahfud MD, Ida Fauziyah, Nusron Wahid, dan Yahya Cholil Staquf. Salah satu yang membagikan poster itu adalah akun ini, yakni pada 31 Mei 2021, dengan narasi, “Keren keluarga besar NU dengan banyak kader pemimpin nasional.”
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi poster dengan klaim keliru terkait Nahdlatul Ulama (NU).

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri informasi terkait penyelenggaraan Konvensi Capres NU 2024 itu di situs resmi NU dan media-media kredibel. Dilansir dari situs resmi NU, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PBNU Andi Najmi Fuaidi telah memastikan bahwa informasi itu tidak benar. Menurut dia, agenda Konvensi Capres NU 2024 itu tidak akan pernah terjadi selama tidak ada perubahan putusan dari muktamar tentang posisi NU.
    Saat ini, posisi NU adalah sebagai jamiyah diniyah ijtimaiyah, atau organisasi keagamaan dan kemasyarakatan. Hingga kini, NU masih memegang teguh khittah, bukan lembaga politik dan tidak berpolitik praktis. "NU ini organisasi sosial keagamaan yang bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, dan sosial. Demikian kalau kita mau mengacu pada putusan Muktamar terakhir yang tidak diubah. Itu ada di dalam anggaran dasarnya. Secara organisasi seperti itu," kata Andi pada 2 Juni 2021.
    Meski begitu, ujar Andi, NU tidak pernah melarang para anggota atau warganya berpolitik praktis. Bahkan, NU menganjurkan seluruh Nahdliyin untuk mempergunakan hak politiknya dalam persoalan politik praktis karena dilindungi oleh undang-undang. “Kalau larangan (berpolitik praktis) tidak ada karena itu hak pribadi masing-masing. NU tentu tidak bisa menilai seseorang melanggar atau tidak dalam penggunaan hak politiknya. Karena, sekali lagi, NU itu bukan institusi atau lembaga politik,” tuturnya.
    Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj pun telah menyatakan bahwa poster Konvensi Capres NU 2024 adalah kabar kibul alias hoaks. Dilansir dari situs resmi NU, Said juga mengaku tidak tertarik memberikan komentar apa pun terkait poster tersebut. "Itu jelas hoaks itu. Saya enggak tertarik sama itu (Konvensi Capres NU 2024. Kasih komentar juga enggak tertarik saya," ujarnya pada 3 Juni 2021.
    Dalam acara halal bihalal di Lembaga Perekonomian NU pada tanggal yang sama pun, Said Aqil menegaskan bahwa pihaknya tidak punya agenda politik praktis apa pun. Sejak didirikan, NU berperan sebagai pilar bangsa dan kekuatan masyarakat sipil. "Kita harus benar-benar paham jati diri NU yang sebenarnya, tidak ada agenda politik praktis,” ujar Said Aqil.
    Walaupun NU harus menjaga jarak dengan partai politik dan berbagai aktivitas yang dilakukan oleh partai politik, bukan berarti Nahdliyin dilarang untuk berpolitik. “Kita harus jaga jarak. Jangan sampai NU digunakan untuk kepentingan politik praktis. Bukan berarti tidak boleh berpolitik, bukan. Tapi harus menjaga jarak dengan semua partai politik,” katanya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta, klaim bahwa PBNU akan mengadakan Konvensi Capres 2024, keliru. PBNU telah menyatakan bahwa poster yang berisi klaim tersebut adalah palsu. Hingga kini, NU masih memegang teguh khittah, bukan lembaga politik dan tidak berpolitik praktis. Ketua Umum PBNU Said Aqil Siraj pun telah menyatakan bahwa klaim tersebut hoaks.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8658) Keliru, Swedia Berhenti Gunakan Tes PCR untuk Deteksi Pasien Covid-19

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 09/06/2021

    Berita


    Klaim bahwa Swedia berhenti menggunakan tes PCR untuk mendeteksi pasien Covid-19 beredar di Facebook. Klaim itu terdapat dalam gambar tangkapan layar sebuah unggahan di Instagram yang berisi artikel dalam bahasa Inggris yang berjudul "Sweden stops using PCR Tests".
    Dalam artikel yang diunggah oleh akun ini pada 22 Mei 2021 itu, tertulis bahwa teknologi PCR tidak bisa membedakan antara virus yang mampu menginfeksi sel dan virus yang telah dinetralisir oleh sistem imun. "Dan karena itu tes ini tidak bisa digunakan untuk menentukan apakah seseorang terinfeksi."
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait penggunaan tes PCR untuk mendeteksi Covid-19 di Swedia.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, beredarnya klaim bahwa Swedia berhenti menggunakan tes PCR untuk mendeteksi pasien Covid-19 bermula dari artikel yang ditulis oleh StreetLoc pada 11 Mei 2021. StreetLoc adalah sebuah platform jejaring sosial multiguna yang bermarkas di Dallas, Amerika Serikat. Platform ini menulis bahwa Swedia berhenti menggunakan tes PCR-RNA untuk mengidentifikasi virus lantaran cara kerjanya membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk mendeteksi virus setelah infeksi.
    Artikel ini kemudian menyebar setelah akun Instagram @vaccine_choice_canada ikut membagikannya pada 20 Mei 2021. Artikel itu pun viral usai penulis novel sejarah dan kriminal asal AS, Lynn Brittney, mempertanyakan alasan penghentian tes PCR di Swedia melalui akun Twitter  miliknya pada 24 Mei 2021.
    Brittney membagikan tautan artikel StreetLoc tersebut bersama narasi, "Swedia Berhenti menggunakan Tes PCR - untuk alasan yang dikatakan oleh para ilmuwan baik selama 15 bulan - RNA dari Virus dapat Dideteksi Berbulan-Bulan Setelah Infeksi. Tidak sesuai dengan tujuan.”
    Dilansir dari Kompas.com, tes PCR merupakan tes diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi materi genetik virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2. Tes ini dapat mendeteksi fragmen virus bahkan saat seseorang sudah tidak terinfeksi. Teknologi PCR mampu melihat materi genetik virus dengan teknik amplifikasi atau perbanyakan.
    Lembaga Kesehatan Cleveland, AS, bahkan menemukan bahwa tes PCR tergolong tes yang paling akurat dan andal untuk mendiagnosis Covid-19. Tes PCR mampu mendeteksi materi genetik dari organisme tertentu, seperti virus, dan bisa mendeteksi fragmen virus bahkan setelah seseorang tidak lagi terinfeksi.
    Di Swedia, tes ini masih digunakan sebagai salah satu tes dalam mendiagnosa Covid-19. Dilansir dari Pusat Informasi Kesehatan Swedia, tes PCR menjadi salah satu cara untuk melacak dan mengurangi penyebaran Covid-19. Badan Kesehatan Masyarakat Swedia bahkan mendorong semua orang dengan berbagai gejala untuk dites dengan metode PCR. Hal itu berlaku juga untuk anak-anak dan remaja.
    Anna Wetterqvist, juru bicara Badan Kesehatan Masyarakat Swedia, juga telah menegaskan kepada Reuters bahwa Swedia tidak pernah menangguhkan tes PCR, serta tidak mengubah kebijakan atau pedoman apa pun yang berkaitan dengan penggunaan tes tersebut.
    Dikutip dari Associated  Press  (AP), Badan Kesehatan Masyarakat Swedia sendiri telah melakukan 350 ribu tes PCR setiap minggunya selama April-Mei 2021. Saat ini, Swedia sudah melakukan 9,7 juta tes PCR di seluruh wilayah. Tes PCR masih dianggap aman, mengingat pengujian dilakukan sesuai dengan peraturan untuk penilaian kualitas sebagaimana dinyatakan oleh Undang-Undang Pelayanan Kesehatan dan Medis.
    Pemerintah Swedia pun memberlakukan kewajiban untuk menunjukkan hasil negatif tes Covid-19 dengan tes PCR, LAMP, serta antigen, bagi siapa saja yang ingin memasuki Swedia. Hasil negatif tersebut tidak boleh lebih dari 48 jam antara waktu tes dilakukan dan saat melintasi perbatasan.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Swedia berhenti menggunakan tes PCR untuk mendeteksi pasien Covid-19, keliru. Juru bicara Badan Kesehatan Masyarakat Swedia telah menegaskan bahwa Swedia tidak pernah menangguhkan tes PCR. Saat ini, Badan Kesehatan Masyarakat Swedia justru sedang mendorong semua orang dengan segala gejala untuk dites dengan metode PCR. Pemerintah Swedia pun mewajibkan semua orang yang ingin memasuki negaranya untuk menunjukkan hasil negatif tes Covid-19 salah satunya dengan tes PCR.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8657) Sesat, Klaim Ini Foto Terdekat Saturnus dari Dalam Cincinnya yang Diambil Pesawat Luar Angkasa Cassini

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 09/06/2021

    Berita


    Sebuah foto yang diklaim sebagai foto terdekat planet Saturnus yang diambil dari dalam cincinnya beredar di media sosial. Menurut klaim itu, foto tersebut diambil oleh pesawat luar angkasa Cassini dua pekan yang lalu. Di Twitter, foto tersebut dibagikan oleh akun ini pada 30 Mei 2021.
    “Closest pic of Saturn, from inside its rings, by the Cassini Spacecraft two weeks ago...,” demikian narasi yang tertulis dalam cuitan akun tersebut. Hingga artikel ini dimuat, foto tersebut telah diretweet lebih dari 2.800 kali dan mendapatkan lebih dari 16.700 like.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Twitter yang berisi klaim menyesatkan terkait foto yang diunggahnya.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri jejak digital foto tersebut dengan reverse image tool Source, Google, dan Yandex. Hasilnya, ditemukan informasi bahwa foto ini pertama kali dipublikasikan oleh NASA pada 2017. Foto itu adalah konsep yang dibuat dengan grafik komputer untuk menunjukkan momen ketika pesawat luar angkasa Cassini berada di atas Saturnus dalam misi terakhirnya.
    Foto tersebut pernah dimuat di situs resmi NASA dengan judul “Cassini Grand Finale Concept”. Menurut NASA, foto ini menunjukkan penampakan Cassini yang membuat grand finale "menyelam" di atas Saturnus. Foto tersebut bersumber dari NASA/JPL-Caltech yang dipublikasikan pada 6 April 2017.
    Dikutip dari Future Zone, foto itu telah dibagikan ribuan kali oleh warganet dalam beberapa hari terakhir, yang dilengkapi dengan klaim bahwa foto ini merupakan foto terakhir yang diambil sebelum sebuah satelit jatuh. Namun, melansir dari Gizmodo, foto tersebut bukanlah foto yang sebenarnya, tapi foto yang dibuat dengan grafik komputer.
    Banyak yang percaya foto itu nyata, yang awalnya muncul di situs resmi NASA, yang dengan jelas dinyatakan sebagai "kesan seorang seniman", dan ditambahkan keterangan "pemandangan dari bahu Cassini tepat sebelum grand finale-nya melalui Saturnus". Lalu apa foto terakhir Cassini? NASA juga punya jawaban untuk ini: "Tercatat pada 14 September 2017 dari jarak sekitar 634 ribu kilometer dari permukaan Saturnus."
    Dilansir dari Daily Mail, pesawat luar angkasa Cassini merupakan misi bersama antara NASA, Badan Antariksa Eropa, dan Badan Antariksa Italia yang telah berusia 20 tahun. Pesawat ruang angkasa setinggi 6,7 meter itu diluncurkan pada 1997 dan mulai mengorbit Saturnus pada 2004. Tapi, pada 2017 silam, pesawat itu kehabisan bahan bakar, dan diprediksi akan jatuh ke permukaan Saturnus pada 15 September 2017.
    Dikutip dari Science Alert, foto tersebut adalah pandangan seniman tentang apa yang mungkin dilihat Cassini saat jatuh ke permukaan Saturnus. NASA berharap penerbangan terdekat Cassini dengan Saturnus ini akan mengungkapkan komponen baru atmosfernya, yang diyakini sekitar 75 persen hidrogen, dengan sebagian besar sisanya adalah helium.
    Sejauh ini, para ilmuwan tidak dapat membedakan kemiringan antara medan magnet Saturnus dan sumbu rotasinya. Itu bertentangan dengan pemahaman kita tentang medan magnet, dan membuatnya mustahil untuk mengetahui secara pasti berapa lama hari-hari Saturnus.
    Setelah mengorbit Saturnus selama 13 tahun, dan jatuh, Cassini mengirim ratusan ribu foto. Foto-foto tersebut termasuk close-up dari cincin dan bulan-bulannya yang penuh teka-teki, terutama Titan, yang memiliki atmosfernya sendiri, dan Enceladus yang dingin, yang memiliki lautan di bawah permukaannya yang dapat menampung kehidupan mikroba.
    Dilansir dari USA Today, Cassini menangkap 453.048 foto selama belasan tahun berada di luar angkasa. Namun, tidak satu pun dari foto-foto itu yang merupakan foto yang beredar saat ini. Galeri online NASA yang berisi hampir 400 ribu gambar mentah yang diambil oleh pesawat ruang angkasa itu pada 20 Februari 2004-15 September 2017 bisa diakses di tautan ini.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto itu adalah foto terdekat Saturnus yang diambil dari dalam cincinnya oleh pesawat luar angkasa Cassini baru-baru ini, menyesatkan. Foto tersebut merupakan konsep yang dibuat dengan grafik komputer untuk menunjukkan penampakan Cassini saat berada di atas Saturnus dalam misi terakhirnya pada 2017. Foto ini pertama kali dipublikasikan oleh NASA pada 6 April 2017. Cassini sendiri merupakan misi bersama antara NASA, Badan Antariksa Eropa, dan Badan Antariksa Italia yang telah berusia 20 tahun.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8656) Keliru, Alyssa Carson Bakal Jadi Manusia Pertama di Mars dan Tak Akan Kembali ke Bumi

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 08/06/2021

    Berita


    Klaim bahwa Alyssa Carson bakal menjadi manusia pertama di Mars dan tidak akan kembali ke Bumi beredar di Facebook. Klaim ini terdapat dalam sebuah gambar yang dilengkapi dengan dua foto seorang perempuan yang berpakaian khas astronot bertuliskan "NASA".
    Dalam gambar tersebut, terdapat teks yang berbunyi: "Alyssa Carson, Ia Tidak bisa Menikah, Tidak punya anak. Karena Dia sedang bersiap untuk menjadi manusia pertama di Mars, dan tidak akan pernah kembali ke bumi, Aku padamu mbak wkwkk."
    Akun ini mengunggah gambar tersebut pada 7 Mei 2021. Akun itu menulis, “Mo tanya bor, Alyssa Carson ke mars nya kpn yh??" Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah dikomentari sebanyak 42 kali dan dibagikan sebanyak 13 kali serta mendapatkan lebih dari 557 reaksi.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait Alyssa Carson, wanita muda asal Amerika Serikat, yang dikenal memiliki ambisi untuk menjadi astronot.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri jejak digital foto perempuan tersebut dengan reverse image tool Yandex dan Google. Hasilnya, ditemukan bahwa perempuan dalam foto itu memang merupakan Alyssa Carson, wanita muda asal Louisiana, Amerika Serikat, yang dikenal memiliki ambisi untuk menjadi astronot dan pergi ke Mars.
    Salah satu foto yang terdapat dalam unggahan di atas ditemukan di Nasablueberry.com, situs yang dibuat oleh Alyssa Carson. Dalam situs ini, tertulis bahwa, pada usia 19 tahun, Alyssa Carson telah menghadiri Space Camp sebanyak tujuh kali, Space Academy tiga kali, Robotics Academy sekali, dan menjadi yang lulusan termuda Advanced Space Academy.
    Pada 2012 dan 2013, ia melanjutkan pendidikannya di Space Camp Turkey dan Space Camp Canada, menjadi orang pertama yang menghadiri ketiga Space Camp NASA di dunia. Alyss Carson juga menjadi yang pertama yang menyelesaikan program Paspor NASA dan mengunjungi 14 Pusat Pengunjung NASA yang tersebar di sembilan negara bagian AS.
    Pada Januari 2013, NASA mengundangnya untuk menjadi salah salah satu panelis dalam MER 10 di Washington DC guna membahas misi masa depan ke Mars secara langsung di NASA TV. Dia kemudian terpilih sebagai salah satu dari tujuh duta besar yang mewakili Mars One, sebuah misi untuk mendirikan koloni manusia di Mars pada 2030.
    Namun, dilansir dari kantor berita Australian Associated Press (AAP), Brandi K. Dean, juru bicara NASA, mengatakan bahwa Alyssa Carson bukan astronot NASA. "Ada beberapa kegiatan yang kami tawarkan kepada pelajar atau publik, yang mungkin saja Alyssa ambil bagian. Namun, saya dapat mengkonfirmasi bahwa dia tidak sedang dalam pelatihan astronot."
    NASA pun tidak merencanakan misi Mars satu arah, di mana astronotnya tidak akan kembali ke Bumi. "Belum ada penugasan yang dibuat untuk misi masa depan awak NASA ke Mars saat ini. Meskipun begitu, kami benar-benar merencanakannya sebagai perjalanan pulang pergi ketika kami mulai mengirim astronot ke Mars," katanya.
    Dikutip dari Politifact, Sean Potter, salah satu staf media NASA, saat diwawancarai pada 19 Juli 2018, juga menegaskan bahwa NASA tidak memiliki hubungan resmi dengan Alyssa Carson.
    Bert Carson, ayah Alyssa Carson, pun mengatakan beberapa klaim yang berhubungan dengan anaknya dan sempat viral itu tidak akurat, seperti dilansir dari Popular Mechanics. Belakangan dikabarkan bahwa proyek Mars One, yang menjadikan Alyssa Carson sebagai duta, telah dinyatakan bangkrut pada 2019.
    NASA sendiri, dalam setiap operasi luar angkasanya, selalu mengumumkan daftar lengkap nama astronotnya, baik yang masih terlibat maupun yang terlibat sebelumnya. Sebelum menjadi astronot, setiap orang pun akan terlebih dulu menjalani beberapa program pelatihan pencalonan di Johnson Space Center. Saat ini, tidak ada calon astronot dalam pelatihan ini.
    Untuk menjadi seorang astronot NASA, dibutuhkan beberapa persyaratan dan kualifikasi wajib, seperti memiliki gelar master di bidang STEM, termasuk teknik, ilmu biologi, ilmu fisika, ilmu komputer, atau matematika. Calon astronot juga mesti memiliki setidaknya dua tahun pengalaman profesional setelah menyelesaikan gelar atau setidaknya 1.000 jam waktu pilot-in-command di pesawat jet dan mampu melewati latihan fisik untuk penerbangan astronot berdurasi lama.
    Kandidat yang memenuhi syarat nantinya akan menghabiskan dua tahun untuk mempelajari keterampilan dasar astronot, seperti berjalan di luar angkasa, mengoperasikan stasiun luar angkasa, menerbangkan pesawat jet T-38, dan mengendalikan lengan robot. Badan Seleksi Astronot NASA sendiri setidaknya meninjau ribuan aplikasi lamaran dengan berbagai kualifikasi.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Alyssa Carson bakal menjadi manusia pertama di Mars dan tidak akan kembali ke Bumi, keliru. Alyssa Carson, wanita muda asal Louisiana, AS, memang diketahui pernah mengikuti program Paspor NASA. Ia juga berambisi menjadi astronot dan pergi ke Mars. Namun, menurut penjelasan NASA, Alyssa Carson bukanlah astronot NASA. Ia juga tidak sedang dalam pelatihan astronot. Meski begitu, NASA memiliki beberapa kegiatan bagi publik yang mungkin saja Alyssa Carson terlibat di situ. NASA pun tidak merencanakan misi Mars satu arah, di mana astronotnya tidak akan kembali ke Bumi.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan