• (GFD-2022-10390) Menyesatkan, Mie Instan Indonesia Ditolak Masuk Taiwan karena Mengandung Racun Berbahaya

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 12/07/2022

    Berita


    Sebuah video yang menyebutkan bahwa produk mi sedaap ditolak masuk Taiwan karena mengandung racun berbahaya untuk tubuh manusia, dibagikan di Tiktok, 6 Juli 2022. 
    Video berdurasi 18 detik itu memuat tayangan berita dalam bahasa Mandarin yang memunculkan lima varian mie instan. Selain itu juga disertai teks tambahan bertuliskan: “Mie Sedap dilarang masuk Taiwan karena mengandung pestisida!!! 4 ton 5 farian rasa ini ditolak masuk Taiwan dan yang sudah masuk semuanya dimusnahkan. Mie sedap rasa soto, rasa baso, ras Korean Spicy chicken, rasa ayam bawang. 5 rasa ini mengandung racun berbahaya untuk tubuh manusia. Stop Konsumsi”. 
    Hingga artikel ini ditulis video itu sudah mendapatkan respon 214 ribu disukai dan telah 31 ribu kali dibagikan serta  13 ribu komentar.
    Tangkapan layar video yang menyebutkan bahwa produk mi sedap ditolak masuk Taiwan karena mengandung racun berbahaya untuk tubuh manusia, dibagikan di Tiktok, 6 Juli 2022.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk membuktikan klaim tersebut, tim cekfakta TEMPO mula-mula menelusuri asal video berbahasa Mandarin yang menayangkan produk mie instan. Dengan Google Lens, Tempo menerjemahkan judul pemberitaan dalam bahasa Mandarin yang artinya “Pestisida Mie Instan Indonesia Melebihi Standar”. Kemudian keterangan pada teks bagian bawah jika diterjemahkan menjadi, “4 ton fungisida yang ditemukan di 5 jenis mie instan Indonesia dikembalikan dan dimusnahkan”.
    Menggunakan kata kunci dengan bahasa Mandarin tersebut, Tempo menelusuri pemberitaan di Youtube. Video yang identik pernah dimuat di kanal Youtube dan situs Formosa Television Taiwan (FTV) pada 6 Juli 2022. Berita tersebut menyatakan bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan Taiwan menemukan kandungan pestisida dan fungisida pada lima rasa bumbu mie instan Indonesia .
    Temuan tersebut setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan Taiwan meningkatkan pengawasan terhadap kandungan residu fungisida dalam paket bumbu mie instan impor. Saat ini, laju pengambilan sampel telah meningkat 5 kali lipat, dari 5-10% menjadi 20-50%.
    Dilansir dari Taiwan News, mie cup Mie Sedaap dari Indonesia tersebut ditemukan mengandung kadar etilen oksida yang berlebihan dan diimpor dari Perusahaan Grup ELOM Taiwan. Ada lima jenis produk yang ditolak, antara lain Korean Spicy Soup, Kuah Rasa Baso Spesial, Rasa Ayam Bawang Telur, Korean Spicy Chicken, dan Rasa Soto.
    Chen Qingyu, Kepala Bagian pada Badan Pengawasan Makanan dan Obat Taiwan, seperti dikutip dari  CT WANT mengatakan kandungan senyawa pestisida etilen oksida  tersebut belum disetujui di Cina. 
    Etilen oksida adalah senyawa organik yang dulu digunakan untuk membuat fungisida. Sejauh ini, etilen oksida telah digunakan dalam industri farmasi, tekstil dan lainnya, dan dapat digunakan sebagai bahan pembersih di industri kimia.
    Daftar standar batas minimal residu pestisida yang ditetapkan oleh Badan Pengawasan Makanan dan Obat Taiwan bisa diunduh di tautan ini. Di dalam dokumen tersebut, FDA Taiwan memang benar tidak mengatur kandungan batas minimal etilen oksida pada makanan. 
    Dilansir Tempo, selain mie instan Indonesia, Bea Cukai setempat juga menolak 327,6 kilogram Lucky Me dari Filipina kemasan cup. Semua mi diimpor oleh ELOM Group Company dari Taiwan. Bea Cukai juga menolak masuk 56,96 kilogram mi instan kemasan cup Acecook dari Jepang yang diimpor perusahaan Taiwan lainnya Zhong Xin International Development Co. Seluruhnya juga karena memiliki tingkat kandungan residu pestisida di atas ambang batas.
    Meski kandungan pestisida rendah, perlu bijak mengkonsumsi mie instan
    Ahli gizi dari Universitas Airlangga Surabaya, Dominikus Raditya Atmaka SGz MPH, dikutip dari laman Unair, mengimbau masyarakat Indonesia untuk tidak terlalu panik karena residu pestisida mie instan sangat rendah. Bahkan lebih rendah dari residu pestisida produk pertanian lainnya. Ia menjelaskan, residu pestisida pada makanan biasanya berasal dari lahan pertanian.
    “Jadi, pestisida ini biasanya digunakan sebagai anti hama, anti patogen, dan lain-lain yang biasa digunakan untuk meningkatkan kualitas produksi pangan,” ujar pakar gizi klinis dan pengembangan produk pangan ini.
    Menurut Dominikus, standar keamanan produk pangan di Indonesia telah diatur dan diawasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia (RI). Jika produsen suatu bahan makanan tidak mengikuti aturan atau secara tidak sengaja mengandung bahan berbahaya dalam makanan tersebut, BPOM akan menarik produk tersebut dari pasar.
    Standar tersebut juga mengatur ambang batas residu pestisida pada makanan, namun ketentuannya berbeda-beda, tergantung jenis makanannya. Terkait mie instan, menurut Dominikus, memang tidak ada pernyataan khusus yang mengatur ambang batas pestisida karena pengolahan mie instan tidak melibatkan bahan turunan pestisida. 
    Namun, standar produksi pangan di negara lain biasanya mencantumkan pengaturan yang lebih detail. Seperti di Amerika misalnya, tingginya angka alergi seperti alergi kacang, coklat, hingga seafood membuat Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika (BPOM) memperketat makanan yang bisa memicu alergi. Ketegasan tersebut semata-mata untuk menjaga kesehatan masyarakatnya.
    Dominikus Raditya Atmaka menyampaikan, meski residu pestisida dalam mie instan sangat rendah, namun konsumen harus tetap bijak dalam memilih dan mengonsumsi makanan olahan. Hal ini, menurut International Agency for Research on Cancer, paparan etilen oksida dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko kanker payudara dan kanker darah. 
    Selain itu, Domi menyatakan bahwa pestisida yang berasal dari bahan kimia seperti organofosfat memiliki kemampuan untuk mengoksidasi sel sehingga akan terbentuk kanker pada beberapa organ, seperti kanker usus besar dan hati.
    Dikutip dari Merdeka.com, Marketing Manager Noodle Category Wings Food, Katria Arintya Anindyantari membantah jika produknya mengandung residu pestisida. Penolakan yang terjadi di Taiwan karena ada perbedaan regulasi yang diterapkan oleh regulator setempat. Menurut dia, semua produk Mie Sedaap sudah mendapatkan izin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia, termasuk Sertifikat Halal dari MUI.
    Mie Sedaap juga mengantongi dua sertifikasi yakni Sertifikasi ISO 22000 mengenai Standar Internasional Manajemen Keamanan Pangan dan Sertifikasi ISO 9001 mengenai Standar Internasional Sistem Manajemen Mutu. "Sehingga, produk-produk Mie Sedaap aman dikonsumsi untuk masyarakat luas," katanya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta, video dengan narasi mie instan Indonesia ditolak masuk Taiwan karena mengandung racun berbahaya, adalah menyesatkan. Penolakan tersebut karena Badan Pengawasan Makanan dan Obat Taiwan (FDA) menemukan kandungan pestisida jenis etilen oksida pada 5 rasa produk Mie Sedaap. Kandungan senyawa ini belum disetujui di kawasan Cina. Sehingga penolakan mie instan di Taiwan tersebut karena perbedaan pengaturan standar residu pestisida antara Taiwan dan Indonesia. 
    Residu pestisida pada mie instan sangat rendah. Bahkan lebih rendah dari residu pestisida produk pertanian lainnya. Namun, meski residu pestisida dalam mie instan sangat rendah, namun konsumen harus tetap bijak dalam memilih dan mengonsumsi makanan olahan. Hal ini, menurut International Agency for Research on Cancer, paparan etilen oksida dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko kanker payudara dan kanker darah. 

    Rujukan

  • (GFD-2022-10389) Menyesatkan, Unggahan tentang Sindrom Guillain-Barre yang Terjadi setelah Vaksinasi Covid-19

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 11/07/2022

    Berita


    Sebuah akun facebook mengunggah klaim bahwa vaksinasi Covid-19 dapat menyebabkan sindrom Guillain-Barré, pada 26 Juni 2022. Unggahan itu berupa tautan dan tangkapan layar berita berjudul Guru Susan Lumpuh Usai Vaksinasi karena Guillain-Barre Syndrome dan Inggris Akui Sindrom Guillain-Barré Sebagai Efek Vaksin AZ. 
    Akun tersebut menuliskan narasi, “Sindrom Guillain-Barré stelah vekzinasi. Gejala kelumpuhan beberapa bagian tubuh seperti kena strok.”
    Selain tautan dua berita tersebut, akun tersebut juga menyertakan tautan salah satu rumah sakit yang memuat penjelasan tentang Sindrom Guillain-Barré (SGB). 

    Hasil Cek Fakta


    Hasil pemeriksaan fakta Tempo menunjukkan, situs viva.co.id memang benar pernah mempublikasikan berita berjudul Guru Susan Lumpuh Usai Vaksinasi karena Guillain-Barre Syndrome pada 3 Mei 2021. Akan tetapi terdapat penjelasan dari 
    Ketua Komda Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Jawa Barat, Kusnandi Rusmil bahwa Susan telah mengalami SGB tersebut tanpa gejala sejak dua minggu sebelum vaksinasi.
    "Dua minggu sebelum imunisasi sebetulnya ini sudah terjadi infeksi yang tanpa gejala. Jadi sudah ada gejala yang tanpa gejala yang menimbulkan reaksi GBS, jadi waktu disuntik besoknya terjadi kelumpuhan itu kebetulan saja," ujar Kusnandi, dalam berita tersebut.
    Kemudian berita berjudul Inggris Akui Sindrom Guillain-Barré Sebagai Efek Vaksin AZ, juga benar pernah diberitakan oleh Republika.co.id pada 26 Oktober 2021. Berita itu dengan mengutip Regulator obat-obatan Inggris (MHRA) yang menambahkan sindrom Guillain-Barré sebagai efek samping dari vaksin Covid-19 AstraZeneca. 
    Sedangkan tautan ketiga adalah artikel dari RS Murni Teguh yang menjelaskan tentang sindrom Guillain-Barre, kondisi langka yang dipicu oleh infeksi akut dari bakteri atau infeksi virus sehingga sistem imun menyerang sistem saraf. Dalam artikel tersebut disebutkan salah satu penyebab sindrom itu adalah Vaksin COVID-19 Johnson & Johnson. 
    Sindrom Guillain-Barre, efek samping yang jarang terjadi
    Mengutip laman Pemerintah Inggris, terdapat 472 kasus sindrom Guillain-Barre per 8 Desember 2021 yang dilaporkan warga setelah vaksinasi AstraZeneca (AZ). Selama periode waktu ini, 24,9 juta dosis pertama dan 24,1 juta dosis kedua vaksin AZ telah diberikan. 
    Pemerintah Inggris kemudian membandingkan jumlah kasus sindrom Guillain-Barre yang dilaporkan ke Medicines and Healthcare Products Regulatory Agency (MHRA) dengan jumlah kasus sindrom pada populasi yang mendapat vaksin Covid-19. 
    Hasilnya jumlah kasus yang dilaporkan setelah vaksinasi Astrazeneca, sindrom Guillain-Barre sangat jarang dilaporkan dalam 6 minggu sejak pemberian dosis pertama, dengan risiko sekitar 5,6 kasus tambahan kasus sindrom Guillain-Barre per juta dosis. Sementara tidak ada bukti tingkat pelaporan yang lebih tinggi pada individu yang pernah menderita sindrom Guillain-Barre sebelumnya.
    Sindrom Guillain-Barre memang telah dimasukkan sebagai efek samping untuk vaksin Astrazeneca dan petugas kesehatan diminta untuk mewaspadai tanda dan gejala sindrom Guillain-Barre. Namun penilaian dari Kelompok Kerja Pakar Pemerintah Inggris menegaskan manfaat vaksinasi tetap lebih besar daripada efek samping yang jarang ini. 
    Sebuah penelitian untuk menyelidiki kaitan sindrom dengan vaksin Covid-19 juga pernah dilakukan di Taiwan. Penelitian itu melibatkan 18.269 petugas kesehatan (usia rata-rata 40,6 tahun, kisaran usia 18-87 tahun; dan 67,5% adalah perempuan) yang menerima vaksin Astrazeneca selama masa penelitian. Dari jumlah tersebut, 18.257 orang menerima vaksinasi dosis pertama dan 544 vaksinasi dosis kedua. Hasilnya, peneliti mengidentifikasi 1 kasus sindrom Guillain-Barre setelah dosis pertama vaksin Astrazeneca di 1 rumah sakit yang berpartisipasi dalam penelitian tersebut.
    Sementara terkait dengan vaksin Jhonson & Jhonson, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) merilis peringatan pada 13 Juli, bahwa vaksin satu dosis Johnson & Johnson (Janssen) Covid-19 dapat meningkatkan risiko sindrom Guillain-Barré. Pengumuman ini muncul setelah analisis data dari Vaccine Adverse Event Reporting System (VAERS)—sistem peringatan dini nasional untuk mendeteksi kemungkinan masalah keamanan pada vaksin—menunjukkan bahwa 100 orang dilaporkan mengalami sindrom Guillain-Barré setelah menerima vaksin Covid-19, Johnson & Johnson. Dari 100 laporan, 95 dianggap sebagai serius dan memerlukan rawat inap; satu orang meninggal.
    Namun jumlah kasus sindrom Guillain-Barré di Amerika Serikat tidak hanya terjadi saat vaksinasi Covid-19. CDC memperkirakan antara 3 ribu higga 6 ribu orang mengalami sindrom Guillain-Barré setiap tahun di AS.  
    Pada 26 Juli 2021, Komite Penasehat Keamanan Vaksin Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan akan meninjau lebih lanjut terkait kaitan vaksin Covid-19 dan sindrom Guillain-Barre saat lebih banyak data tersedia. Oleh karena itu, petugas kesehatan harus memantau dan melaporkan semua efek samping termasuk sindrom Guillain-Barre. 
    Komite Penasehat Keamanan Vaksin WHO tetap menyimpulkan bahwa potensi manfaat dari vaksin COVID-19 Janssen dan AstraZeneca lebih besar daripada potensi risiko sindrom Guillain-Barre. 

    Kesimpulan


    Dari pemeriksaan fakta di atas, vaksin Astrazeneca dan Jhonson & Jhonson memang telah mencatatkan sindrom Guillain-Barre sebagai efek samping. Namun munculnya sindrom Guillain-Barre jarang terjadi. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan vaksin COVID-19 memberikan manfaat lebih besar daripada potensi risiko sindrom Guillain-Barre. 

    Rujukan

  • (GFD-2022-10388) Keliru, Video Kedatangan Presiden Jokowi Berhasil Hentikan Perang Rusia-Ukraina

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 11/07/2022

    Berita


    Sebuah laman Facebook mengunggah video berjudul Tepat Malam Ini??usaha Jokowi Berhasil, Putin Akhirnya Siap Akhiri Perang Ke Ukraina.!!. Video itu memuat narasi Moskow akan menghentikan Perang Rusia-Ukraina di tengah kedatangan Jokowi ke Ukraina dan Rusia untuk bertemu pemimpin kedua negara.
    Sebuah akun Facebook menyebarkan video dengan narasi kedatangan Presiden Jokowi berhasil menghentikan invasi Rusia ke Ukraina
    Video ini menunjukkan Presiden Jokowi didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin serta Menteri Sekretaris Negara Pratikno sedang menyampaikan pidato. Juga ditampilkan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy yang sedang berpidato. 
    Dalam video ini juga terlihat Jokowi yang mengenakan baju putih bersalaman dengan Zelenskyy. Gambar senjata berat yang sedang ditembakan juga dimunculkan. Video yang diunggah tanggal 30 Juni ini, dilihat 1,4 juta kali, 2000 komentar, dan disukai lebih dari 54 ribu pengguna Facebook.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk verifikasi video ini, Tim Cek Fakta Tempo menonton hingga akhir dan menganalisa potongan-potongan video. Tempo menggunakan Yandex Image dan Fake News Debunker By InVid untuk mencari video atau foto yang identik. Untuk menerjemahkan video atau berita, Tempo menggunakan Yandex dan Google Translate. 
    Petunjuk pertama yang dianalisis adalah simbol V yang ada pada kendaraan militer di video ini.  Dilansir dari BBC, selain simbol V, simbol O, X, dan A digunakan militer Rusia pada kendaraan tempur selama mereka menginvasi Ukraina. 
    Dilansir Newsweek, Professor Michael Clarke, pengamat militer Rusia kepada Sky News mengatakan  simbol ini berbasis lokasi asal unit tempur milik Rusia dan kemana mereka ditugaskan. Menurut intelijen militer Ukraina, simbol Z tanda Distrik Militer Timur Rusia, Z untuk Krimea, O untuk Belarus, V untuk Marinir, X untuk Chechnya, dan A untuk pasukan khusus.
    Pada menit 1:25, Presiden Jokowi didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin serta Menteri Sekretaris Negara Pratikno muncul dalam video ini. Hasil pencarian menemukan video ini identik dengan siaran langsung Youtube Sekretariat Presiden pada tanggal 26 Juni 2022.  
    Tangkapan layar kanal resmi Kantor Staf Presiden pada 26 Juni 2022 tentang kunjungan kerja ke Ukraina
    Keterangan pers Jokowi ini terkait kunjungan kerja ke luar negeri dalam rangka menghadiri KTT G7 di Jerman. Kehadiran Jokowi di Jerman dalam kapasitas sebagai Ketua Presidensi G20 yang akan diselenggarakan  pada 15-16 November 2022 di Bali.  Dalam KTT G7, Jokowi akan meminta negara anggota untuk secepatnya mengupayakan perdamaian  di Ukraina dan mencari solusi krisis energi dan pangan dunia.  
    Setelah KTT G7 di Jerman, Jokowi  menyampaikan, akan mengunjungi Ukraina untuk bertemu dengan Presiden Zelenskyy, dan selanjutnya menemui Presiden Rusia Vladimir Putin. Adapun misi yang dibawa adalah meminta kedua pemimpin Ukraina dan Rusia membuka ruang dialog, menghentikan perang dan mengaktifkan kembali rantai pasokan pangan.
    Video pada menit ke 1:29, menampilkan Jokowi bersalaman dengan Zelenskyy. Video ini identik dengan unggahan Youtube Sekretariat Presiden pada tanggal 30 Juni 2022. Dilansir laman Presiden Republik Indonesia, Presiden Joko Widodo bertemu Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, di Istana Maryinsky, Kyiv, Ukraina, pada tanggal 29 Juni 2022. 
    Dalam pertemuan tersebut, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa kunjungannya ke Ukraina merupakan perwujudan kepedulian masyarakat Indonesia untuk Ukraina. Di antaranya dengan memberikan bantuan obat-obatan dan komitmen rekonstruksi rumah sakit di sekitar Kyiv.Tangkapan layar akun Facebook resmi kantor berita Reuters tentang pernyataan resmi dari Presiden Rusia, Vladimir Putin, 23 Februari 2022.
    Pada detik 0:29, video menampilkan Presiden Rusia Vladimir Putin yang sedang berbicara. Video ini identik dengan tayangan CNBC Indonesia tanggal 23 Februari 2022. Video ini juga ditayangkan halaman Facebook Reuters pada tanggal 23 Februari 2022. 
    Dilansir dari Reuters, Putin mengatakan Rusia selalu terbuka untuk diplomasi tetapi mengutamakan kepentingan keamanan nasionalnya sendiri dan akan terus memperkuat militernya dalam menghadapi apa yang disebutnya situasi internasional yang sulit atas Ukraina.
    Kemudian pada menit ke 5:04, juga ditampilkan Putin sedang duduk dan berbicara. Suara asli Putin tidak muncul dalam video ini karena ditutup suara narator. Berdasarkan penelusuran Tempo, video ini identik dengan video yang diunggah Kepresidenan Rusia tanggal 21 Februari 2022.
    Dalam video yang diberi judul Address by the President of the Russian Federation, berdasarkan transkrip yang ada dalam laman ini Putin akan meminta Majelis Federal Federasi Rusia untuk segera mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Lugansk. “Untuk mereka yang merebut dan terus memegang kekuasaan di Kiev segera menghentikan permusuhan. Jika tidak, tanggung jawab untuk kemungkinan kelanjutan pertumpahan darah akan sepenuhnya terletak pada hati nurani rezim yang berkuasa di Ukraina.”
    Setelah menemui Presiden Ukraina, Jokowi juga bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin.  Dilansir Tempo, Jokowi dan Putin bertemu di Kremlin, Moskow, pada tanggal 30 Juni 2022. Dalam pertemuan ini Putin menekankan bahwa Indonesia adalah mitra kunci Rusia di Asia Pasifik. Hubungan Rusia dan Indonesia juga dinilai berjalan konstruktif dan saling menguntungkan.
    Jokowi setelah pertemuan ini mengatakan telah menyampaikan pesan Presiden  Zelensky untuk Presiden Putin tentang kesiapan dirinya untuk menjadi jembatan komunikasi antara dua pemimpin Rusia dan Ukraina.
    Namun, pernyataan ini dibantah Sekretaris Pers Kantor Presiden Ukraina, Serhii Nikiforov. Dilansir Tempo, Nikiforov membantah pernyataan Jokowi soal titipan pesan Zelensky kepada Putin. Menurutnya, fokus pembicaraan antara Zelenskyy dan Jokowi adalah tentang blokade pelabuhan Ukraina. Sebab  Indonesia adalah salah satu importir gandum terbesar dari Ukraina.
    Serangan Rusia ke Ukraina tetap berlangsung
    Rusia belum ada tanda-tanda untuk mengakhiri serangannya ke Ukraina pasca kunjungan Presiden Jokowi pada akhir Juni lalu. BBC melaporkan pada 7 Juli 2022, bahwa pertempuran sengit berlanjut ke Ukraina bagian timur, dengan Rusia perlahan-lahan maju ke lokasi-lokasi penting. Setidaknya, pasukan Rusia telah menguasai kota timur Lysychansk setelah menguasai seluruh wilayah Luhansk. 
    The Guardian  tanggal 11 Juli 2022 menulis, pada hari ke-138 invasi sedikitnya 18 orang tewas setelah serangan rudal Rusia di kota Ukraina timur. Penduduk di dua wilayah selatan didesak untuk mengungsi saat Ukraina bersiap untuk melancarkan serangan balasan. 

    Kesimpulan


    Berdasarkan hasil pemeriksaan fakta, video dengan klaim Jokowi berhasil membuat Putin akhirnya siap mengakhiri perang Ukraina-Rusia adalah Keliru. 
    Berdasarkan penelusuran fakta pada media kredibel, invasi Rusia atas Ukraina telah berlangsung selama 138 hari dan belum ada gencatan senjata. Invasi ini menyebabkan korban warga sipil, fasilitas umum, dan tentara dari dua pihak.

    Rujukan

  • (GFD-2022-10387) Keliru, Pernyataan WHO dan CDC soal Infeksi Covid-19 Beri Imunitas Lebih Baik Dibandingkan Vaksin

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 11/07/2022

    Berita


    Sebuah pesan berantai diterima Tempo dari grup Telegram, Jumat 8 Juli 2022. Pesan tersebut berisi klaim bahwa WHO dan CDC telah mengumumkan perihal kekebalan alami yang jauh lebih baik daripada kekebalan lewat vaksin Coid-19.
    Disebut juga bahwa sejumlah negara seperti Israel, Inggris, Skotlandia, dan Republik Ceko telah menghentikan paspor vaksin karena telah menyatakan kekebalan alami lebih baik daripada vaksin. 
    Those who have not been vaccinated have won!! Yeah!! especially because your immune systems were not damaged by the vaccines! WHO and CDC have announced today that natural immunity is much better than vaccine immunity!!
    Tangkapan layar hoaks pernyataan WHO soal vaksin dan kekebalan alamiah yang beredar di Telegram.
    Pesan berantai itu memuat tautan ke laman WHO dengan klaim bahwa Badan Kesehatan Dunia tersebut telah mencabut larangan perjalanan internasional yang memberi tekanan ekonomi dan sosial bagi negara-negara anggota. Diklaim juga, bukti vaksinasi Covid-19 tidak lagi diperlukan sebagai satu-satunya cara atau syarat untuk mengizinkan perjalanan internasional.   

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi pesan itu, Tim Cek Fakta Tempo mengecek tautan laman World Health Organization (WHO) yang disertakan dalam pesan berantai tersebut. Tautan tersebut berisi artikel berjudul Statement on the tenth meeting of the International Health Regulations (2005) Emergency Committee regarding the Coronavirus Disease (COVID-19) pandemic yang terbit pada Rabu, 19 Januari 2022.
    Artikel itu memuat prosiding rapat anggota dan Penasihat Komite Darurat tentang pandemi penyakit coronavirus (COVID-19) berlangsung pada hari Kamis 13 Januari 2022 mulai pukul 12:00 hingga 17:00 Waktu Jenewa (CEST). Dalam konferensi itu, Komite memberikan 11 rekomendasi sementara dalam penanganan Covid-19. Dari 11 rekomendasi tersebut, tidak menyebut bahwa infeksi alami Covid-19 memberikan kekebalan yang jauh lebih baik daripada kekebalan yang didapat dari vaksin.  
    Penasihat Komite menyebut bahwa vaksin Covid-19 saat ini masih efektif dalam mengurangi risiko keparahan penyakit dan kematian akibat Covid19. Vaksin memang tidak sepenuhnya menghilangkan risiko penularan SARS-CoV-2 (semua varian).
    Oleh karena itu, strategi global yang terkoordinasi sangat penting untuk memastikan perlindungan populasi berisiko tinggi di mana-mana, dengan fokus khusus di negara-negara yang memiliki tingkat vaksinasi rendah, terutama di bawah 10%. 
    Untuk mendapatkan strategi vaksinasi yang optimal untuk mengurangi infeksi, morbiditas dan mortalitas, Komite menekankan pentingnya mengoordinasikan penelitian tentang kombinasi vaksin heterolog, mempertimbangkan juga kekebalan alami setelah infeksi, dan kebutuhan produsen untuk memproduksi dan berbagi data yang relevan.
    Rekomendasi terkait vaksin yang dibahas antara lain pada poin 8 adalah meminta negara-negara mengenali semua vaksin yang telah menerima Daftar Penggunaan Darurat oleh WHO dan semua kombinasi vaksin heterolog sesuai rekomendasi SAGE, termasuk dalam konteks perjalanan internasional. Negara-Negara Pihak juga diminta untuk mendukung penelitian guna mendapatkan strategi vaksinasi yang optimal untuk mengurangi infeksi, morbiditas dan mortalitas.
    Pada poin 9, Komite menegaskan agar negara-negara mengatasi kesenjangan dan tantangan pelibatan masyarakat dan komunikasi yang ditimbulkan oleh misinformasi pandemi (infodemi) di tingkat nasional dan lokal untuk mengurangi penularan COVID-19, melawan informasi yang salah dan ancaman terhadap pekerja garis depan, serta meningkatkan penerimaan vaksin COVID-19 yang berlaku.
    Ini membutuhkan pesan penguatan bahwa respons kesehatan masyarakat yang komprehensif diperlukan, termasuk penggunaan PHSM yang berkelanjutan di samping peningkatan cakupan vaksinasi.
    Selain WHO, Tempo juga menelusuri klaim infeksi alami memberikan kekebalan yang lebih baik ketimbang vaksin oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC). Hasilnya, CDC tidak pernah menyatakan klaim tersebut.
    Sebaliknya, CDC pernah mempublikasikan penelitian pada 6 Agustus 2021 yang menunjukkan bahwa vaksin Covid-19 memberikan perlindungan yang jauh lebih tinggi dibandingkan infeksi Covid-19. 
    Penelitian berjudul Reduced Risk of Reinfection with SARS-CoV-2 After COVID-19 Vaccination — Kentucky, May–June 2021 tersebut dilakukan oleh Alyson M. Cavanaugh, Layanan Intelijen Epidemi, CDC sekaligus Departemen Kesehatan Publik Negara Bagian Kentucky, bersama empat ahli kesehatan lainnya. 
    Studi itu untuk mengevaluasi kaitan antara vaksinasi dan infeksi ulang virus SARS-CoV-2 pada penduduk Kentucky selama Mei–Juni 2021 di antara orang-orang yang sebelumnya terinfeksi SARS-CoV-2 pada tahun 2020. Hasil penelitian tersebut menunjukkan penduduk Kentucky yang tidak divaksin Covid-19, mendapatkan kemungkinan terinfeksi ulang virus SARS-Cov-2 sebesar 2,34 kali dibandingkan dengan mereka yang mendapat vaksinasi lengkap. 
    Klaim WHO dan Negara-negara Mencabut Larangan Perjalanan Internasional
    Pada poin 6 prosiding Konferensi Penasihat Komite Darurat WHO, memang memberikan rekomendasi untuk mencabut atau melonggarkan larangan lalu lintas internasional karena tidak memberikan nilai tambah dan terus berkontribusi pada tekanan ekonomi dan sosial yang dialami oleh negara pihak. 
    Rekomendasi itu berdasarkan kegagalan pembatasan perjalanan yang diberlakukan sejumlah negara untuk membatasi penyebaran internasional varian Omicron, namun hasilnya justru tidak efektif dari waktu ke waktu. Menurut Komite, langkah-langkah perjalanan (seperti masker, pengujian, isolasi/karantina, dan vaksinasi) harus didasarkan pada penilaian risiko dan menghindari menempatkan beban keuangan pada pelaku perjalanan internasional sesuai Pasal 40 International Health Regulation (IHR). 
    Kemudian pada poin 7, Komite memperpanjang rekomendasinya untuk tidak memerlukan bukti vaksinasi Covid-19 untuk perjalanan internasional karena satu-satunya jalur atau kondisi yang memungkinkan perjalanan internasional dengan akses global yang terbatas dan distribusi vaksin yang tidak merata. 
    Negara pihak harus mempertimbangkan pendekatan berbasis risiko untuk memfasilitasi perjalanan internasional dengan mencabut atau memodifikasi tindakan, seperti persyaratan pengujian dan/atau karantina, jika sesuai, sesuai dengan pedoman WHO.
    Sejumlah negara seperti Israel Inggris, Skotlandia dan Republik Ceko, telah menghapuskan seluruh pembatasan perjalanan termasuk ketentuan wajib vaksin pada tahun 2022.
    Akan tetapi, pembatasan perjalanan internasional termasuk menghapus ketentuan bukti vaksinasi tersebut bukan berarti vaksin Covid-19 tidak efektif melindungi kesehatan seseorang. Seperti telah ditegaskan dalam rekomendasi Komite tentang vaksin, vaksinasi tetap efektif untuk mengurangi infeksi, mengurangi tingkat keparahan penyakit (morbiditas), dan mengurangi tingkat kematian (mortalitas).

    Kesimpulan


    Berdasarkan hasil pemeriksaan fakta, pesan berantai dengan klaim WHO dan CDC menyatakan infeksi alami Covid-19 memberikan perlindungan lebih baik dibandingkan vaksin adalah Keliru. 
    WHO dan CDC tidak pernah mengeluarkan pernyataan tersebut. Sebaliknya, WHO menyatakan vaksin tetap efektif mengurangi risiko keparahan penyakit akibat Covid-19. 
    Sementara CDC telah mempublikasikan studi yang menunjukkan penduduk Kentucky yang tidak divaksin Covid-19, mendapatkan kemungkinan terinfeksi ulang virus SARS-Cov-2 sebanyak 2,34 kali dibandingkan dengan mereka yang mendapat vaksinasi lengkap. 

    Rujukan