• (GFD-2023-14368) Cek Fakta: Hoaks Akun UNHCR Minta Pemerintah RI Sediakan Rumah, KTP dan Makanan Bagi Rakyat Rohingya

    Sumber: liputan6.com
    Tanggal publish: 11/12/2023

    Berita

    Liputan6.com, Jakarta - Beredar di media sosial postingan akun UNHCR meminta pemerintah RI menyediakan rumah, KTP, dan makanan bagi rakyat Rohingya. Postingan itu beredar sejak pekan lalu.
    Salah satu akun ada yang mengunggahnya di Facebook. Akun itu mempostingnya pada 11 Desember 2023.
    Dalam postingannya terdapat akun bernama UNHCR Indonesia membuat cuitan sebagai berikut:
    "Semoga rakyat rohingya bisa di terima masyarakat Indonesia dan pemerintah bisa berikan dia rumah, makan, dan tempat tinggal, dan buat KTP Indonesia."
    Postingan itu disertai dengan tulisan "Capek-capek kerja buat beli tanah bikin rumah nyicil material eh rohingya dateng mau di kasih tanah, rumah kerjaan, ngeri syekalii..!"
    Akun itu juga menambahkan narasi, "Kasih aja tanah kuburan enak banget dateng" Minta tanah org Indonesia nya aja klo mau tanah harus beli..apakah Indonesia akan bernasib seperti Palestina?"
    Lalu benarkah postingan akun UNHCR meminta pemerintah RI menyediakan rumah, KTP, dan makanan bagi rakyat Rohingya?

    Hasil Cek Fakta

    Cek Fakta Liputan6.com menelusuri dengan membuka akun resmi UNHCR Indonesia, @unhcrindonesia yang sudah bercentang biru atau terverifikasi. Di sana terdapat unggahan yang membantah postingan yang viral di media sosial.
    "Mohon bijak dalam memproses informasi di internet karena komentar-komentar ini bukan dari akun resmi UNHCR Indonesia. Ikuti perkembangan info terbaru dari akun-akun resmi @UNHCRIndonesia yang berupaya menemukan solusi terbaik untuk semua bersama pemerintah Republik Indonesia," bunyi pernyataan UNHCR dalam postingan yang diunggah 11 Desember 2023.
    UNHCR juga menyebutkan kanal resmi mereka di Indonesia yakni:
    Website: https://www.unhcr.org/id/
    Twitter/X: @UNHCRIndo
    Instagram: @UNHCRIndonesia
    Facebook: UNHCR Indonesia
    Tiktok: @unhcrindonesia

    Kesimpulan

    Postingan akun UNHCR meminta pemerintah RI menyediakan rumah, KTP, dan makanan bagi rakyat Rohingya adalah tidak benar. Faktanya akun yang mengunggah postingan tersebut adalah akun palsu.

    Rujukan

  • (GFD-2023-14367) Keliru, Klaim bahwa Pneumonia akan Jadi Rencana Pandemi Berikutnya

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 11/12/2023

    Berita


    Sebuah akun media sosial Facebook [ arsip ] pada 30 November 2023 mengunggah konten berisi klaim bahwa pneumonia menjadi plandemi berikutnya. Plandemi adalah istilah untuk menyebut pandemi Covid-19 sebagai hal yang telah direncanakan. Istilah ini kerap digunakan oleh kelompok anti-Covid-19. 
    “Apakah plandemi berikutnya bernama pneumonia? modusnya sama persis, akhir tahun gempar & berlanjut menyebar. Apakah saya dan keluarga semua sudah siap untuk vaksin berjilid-jilid lagi,” demikian isi narasi tersebut.
    “Pakai masker mulai dari sekarang! Pakai masker rangkap 3 sampai sesak napas! Pakai masker 24 jam! Jaga jarak! Di dalam mobil pakai masker! Pakai hand sanitizer! Sholat berjama'ah harus jaga jarak harus manut sama ulil amri walaupun menyelisihi sunnah! Ya ampun gitu amat yak!”

    Unggahan tersebut juga banyak beredar di sejumlah platform media sosial lainnya. Benarkah plandemi berikutnya bernama pneumonia?

    Hasil Cek Fakta


    Pneumonia adalah infeksi pada salah satu atau kedua paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur. Ini adalah infeksi serius di mana kantung udara berisi nanah dan cairan lainnya.
    Menurut epidemiolog Dicky Budiman, wabah pneumonia bukanlah wabah baru. Penyakit ini sudah lama dan salah satu penyebabnya adalah bakteri yang sudah ada obatnya.
    "Pneumonia sudah ada obatnya dan efektif untuk beberapa kasus, walaupun sekarang ada yang resisten tapi juga tidak mematikan," kata Dicky melalui pesan suara kepada Tempo, Jumat, 8 Desember 2023.
    Penyakit ini tidak seperti Covid-19. Sifat penyakit ini menengah atau sedang dan banyak yang bisa sembuh sendiri. Tapi pada kasus yang resisten memang memerlukan perawatan di rumah sakit. Di Indonesia sendiri, kasusnya relatif jarang. Jumlah kasus resisten cukup banyak terjadi di Cina.
    "Terjadi resisten disebabkan oleh perilaku manusia itu sendiri. Ketika kita menggunakan obat tanpa resep dokter khususnya antibiotik, dosisnya tidak tepat atau tidak menghabiskan antibiotik pada akhirnya melahirkan resistensi obat atau si bakterinya itu tidak bisa lagi dibunuh oleh satu jenis antibiotik. Ini adalah sebab akibat bukan sesuatu yang tiba-tiba, suatu proses yang lama," jelas Dicky.
    Bicara pneumonia, penyakit ini sudah ditemukan sejak tahun 1900-an. Artinya sudah ada proses yang sangat lama dan tidak ada keharusan melakukanlockdown.
    “Kalau bicara memakai masker, cuci tangan, jaga jarak. Mau ada pandemi atau tidak, itu adalah ikhtiar untuk menghindari satu potensi penyakit menular melalui udara yang harus dilakukan,” katanya.  
    Vaksin pneumonia yang disebabkan olehpneumococcal umumnya diberikan untuk anak-anak atau lansia. “Untuk mencegah pneumonia yang disebabkan pneumokokus, ada vaksin yang bisa diberikan. Biasanya dosisnya 3 kali. Dosis ketiga di usia 1 tahun. Nama vaksinnya PCV23 atau PCV21. Untuk konteks Indonesia, pneumonia jenis ini lebih umum terjadi, lebih banyak prevalensinya tapi tidak masal,” ungkap Dicky.
    Dikutip dari laman Cleveland Clinic, pneumonia adalah peradangan dan cairan dalam paru-paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus atau jamur. Pneumonia membuat manusia sulit bernapas dan dapat menyebabkan demam serta batuk dengan lendir berwarna kuning, hijau atau berdarah. Flu, COVID-19 dan penyakit pneumokokus adalah penyebab umum pneumonia. Pengobatan tergantung pada penyebab dan tingkat keparahan pneumonia.
    Vaksin untuk pneumonia ada dua jenis vaksin (suntikan) yang mencegah pneumonia yang disebabkan oleh bakteri pneumokokus. Mirip dengan suntikan flu, vaksin ini tidak akan melindungi dari semua jenis pneumonia. Namun jika seseorang jatuh sakit, kemungkinannya tidak akan parah.
    Vaksin pneumokokus, Pneumovax 23® dan Prevnar 13®, melindungi dari bakteri pneumonia. Keduanya direkomendasikan untuk kelompok usia tertentu atau mereka yang memiliki peningkatan risiko pneumonia. Pasien diharapkan segera menghubungi penyedia layanan kesehatan terdekat.
    Karena virus tertentu dapat menyebabkan pneumonia, vaksinasi COVID-19 dan flu dapat membantu mengurangi risiko terkena pneumonia.

    Kesimpulan


    Hasil pemeriksaan klaim plandemi berikutnya adalah pneumonia adalahkeliru.
    Penyakit ini sudah ditemukan sejak tahun 1900-an. Pada kondisi tertentu bisa sembuh dengan sendirinya. Tapi pada kasus yang resisten memang memerlukan perawatan di rumah sakit.

    Rujukan

  • (GFD-2023-14366) Keliru, Omicron XBB 5 Kali di Singapura Lebih Berbahaya daripada Delta

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 11/12/2023

    Berita


    Sebuah teks beredar di Facebook dan aplikasi perpesanan WhatsApp berisi klaim tentang Omicron XBB, varian virus Covid-19 Omicron, sub varian XBB, yang lima kali lebih ganas daripada varian Delta yang beredar di Singapura.
    Saat menyerang manusia, virus tersebut dikatakan tidak mudah dideteksi, namun mematikan. Tes swab di bagian hidung dikatakan sering memberikan hasil negatif, padahal sebenarnya positif. Diklaim juga orang yang terjangkit tidak mengalami batuk maupun demam, melainkan mengalami nyeri sendi, sakit pada kepala, leher, punggung bagian atas, radang paru-paru, dan pada umumnya nafsu makan berkurang.

    Namun, benarkah narasi tentang berita dari Singapura terkait virus Corona atau Covid-19, sub varian Omicron XBB, lima kali lebih ganas daripada sub varian Delta?

    Hasil Cek Fakta


    Angka infeksi dan jumlah orang yang dirawat karena Covid-19 memang kembali meningkat di Singapura, varian yang menyebar adalah keturunan dari varian Omicron XBB, yakni EG.5 dan sub-garis keturunannya HK.3.
    Hal itu disampaikan Menteri Kesehatan Singapura Ong Ye Kung seperti dikutip dari Channel News Asia. Perkiraan kasus harian telah meningkat dari sekitar 1.000 kasus tiga minggu yang lalu menjadi 2.000 kasus dalam dua minggu terakhir.
    Akan tetapi klaim bahwa varian XBB Omicron lebih ganas adalah tidak benar. Direktur Pusat Kedokteran Tropis UGM dr Riris Andono Ahmad, MPH PhD, mengatakan tidak ada keterangan dari WHO ataupun jurnal ilmiah yang relevan, yang menyatakan Omicron XBB lebih ganas dari varian lain.
    Dia menjelaskan subvarian Omicron XBB memiliki sifatimmune escape, yang meningkatkan kemampuannya menginfeksi manusia. Hal itu menyebabkan penyebaran virus semakin meningkat pula.
    “Immune escapeadalah kemampuan virus untuk menghindari sistem kekebalan tubuh kita. Tubuh kita memproduksi antibodi untuk mengenali protein spesifik dari virus tadi. Apabila mutasi (virus) terjadi pada gen yang mengatur produksi protein, maka ada perubahan ekspresi protein yang tidak dapat dikenali oleh antibodi yang spesifik dengan protein sebelumnya,” kata Riris Andono pada Tempo, Jumat, 8 Desember 2023.
    Ia juga mengatakan bahwa sebagian hasil tes memang tidak berhasil mendeteksi keberadaan virus tersebut di tubuh manusia. Namun, yang menentukan tingkat keberhasilan tes sesungguhnya adalah jenis protein yang digunakan, dan tidak berdasarkan pengambilan sampel swab melalui mulut atau hidung.
    Gejala pada manusia yang terinfeksi subvarian Omicron XBB juga sama dengan subvarian Omicron lainnya, di antaranya batuk, pilek, demam, dan gejala lain yang serupa.
    Demikian juga mengenai virus Covid-19 subvarian Omicron XBB 1.5 yang saat ini mendominasi jumlah kasus aktif di Indonesia. Epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dr. Dicky Budiman M.Sc.PH, mengatakan subvarian Omicron XBB 1.5 itu tidak lebih ganas dari varian sebelumnya. Kesimpulan ini tampak dari data yang dikumpulkan di negara-negara di Eropa, di mana surveilans atau pemantauan penyakit, dilakukan dengan sangat baik.
     “Sub varian yang saat ini ada, memang menjadi salah satu pemicu bertambahnya kasus infeksi. Tapi kalau dalam konteks keparahan, sebenarnya tidak ada penambahan yang signifikan,” kata Dicky pada Tempo, Jumat, 8 Desember 2023.
    Meskipun demikian, dia tetap mengimbau masyarakat untuk mencegah infeksi atau penularan virus Covid-19 tersebut, karena dikhawatirkan dampak infeksinya tetap merugikan, terutama potensi terjadinya long Covid.
    Masyarakat diimbau tetap menggunakan masker, rajin mencuci tangan, menjaga jarak dengan orang lain, dan memperbaiki kualitas udara. Rajin olahraga juga dianjurkan, termasuk sesekali mengkonsumsi suplemen vitamin.
    Badan Kesehatan Dunia (WHO) melalui website mereka, 27 Oktober 2022, menyatakan bahwa para pakar tidak menemukan perbedaan tingkat keparahan antara Omicron XBB dengan sub varian lainnya. Namun, potensi infeksi ulangnya yang dinilai lebih tinggi dibandingkan sub varian lain.
    Reuters, 12 November 2023, narasi yang mengatakan varian Covid-19 Omicron XBB lebih ganas daripada Delta adalah keliru. Omicron XBB tidak lebih ganas dari sub varian Omicron lainnya maupun Delta.
    Pesan beredar sejak 2022
    Pesan berantai berisi klaim varian Omicron XBB lima kali lebih ganas daripada varian Delta di Singapura, telah beredar sejak 2022. Pemerintah Singapura melalui siaran pers telah membantah narasi yang awalnya disebarkan website Thailand Medical News, 9 Oktober 2022. Padahal, narasi tersebut keliru.
    Dilansir Tempo, 27 Oktober 2022, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, dr. Reisa Broto Asmoro menjelaskan tingkat keparahan Omicron XBB lebih rendah dibanding sub varian omicron lainnya.
    Ia juga mengutip data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, yang menyatakan gejala terjangkit Omicron XBB antara lain demam, merasa kedinginan, batuk, kelelahan, nyeri otot, sakit kepala, sakit tenggorokan, hidung tersumbat atau pilek, diare, dan sesak napas.

    Kesimpulan


    Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa narasi yang mengatakan bahwa virus Covid-19 sub varian Omicron XBB lima kali lebih parah dari varian Delta di Singapura adalahkeliru.
    Meskipun saat ini terjadi lonjakan infeksi Covid-19 di Singapura yang disebabkan oleh keturunan varian Omicron XBB, yakni EG.5 dan sub-garis keturunannya HK.3, tapi telah banyak dibantah bahwa barian XBB Omicron lima kali lebih ganas daripada Delta.

    Rujukan

  • (GFD-2023-14365) [SALAH] Ilmuan Universitas Yale Mengembangkan Pemberian Vaksin mRNA Melalui Udara tanpa Disuntik

    Sumber: Gettr.com
    Tanggal publish: 11/12/2023

    Berita

    “Universitas Yale sedang mengembangkan teknologi untuk mengirimkan vaksin mRNA baru melalui udara”

    Hasil Cek Fakta

    Sebuah postingan di Gettr memberitakan informasi yang diklaim bahwa Universitas Yale sedang mengembangkan vaksin mRNA yang dapat diberikan melalui udara tanpa proses penyuntikan. Dalam postingan tersebut juga menunjukkan sebuah penelitian dari beberapa peneliti asal Universitas Yale mengenai pemberian vaksin dengan nanopartikel.

    Namun faktanya penelitian tersebut menemukan molekul mRNA yang diberikan secara langsung ke hidung dapat secara efektif memvaksinasi tikus dari virus Covid-19. Heewon Suh, salah satu penulis dari penelitian tersebut melalui AFP membantah klaim tersebut, ia menjelaskan bahwa pemberian vaksin melalui udara dengan teknik airbone tersebut tidak akan berhasil terhadap manusia.

    Selain itu, penelitian yang dijadikan rujukan tersebut juga tidak melibatkan manusia untuk dijadikan uji coba, sehingga tidak dapat dijadikan bukti yang membenarkan klaim tersebut.

    Dengan demikian, Universitas Yale mengembangkan vaksin dengan pemberian melalui udara adalah tidak benar dengan kategori Konten yang Menyesatkan.

    Kesimpulan

    Hasil periksa fakta Moch. Marcellodiansyah

    Faktanya klaim tersebut salah mengartikan penelitian yang menemukan bahwa molekul mRNA yang diberikan secara langsung ke hidung dapat secara efektif memvaksinasi tikus terhadap virus Covid-19. Peneliti menyebut bahwa teknik airbone yang memberikan vaksin melalui udara tidak akan berhasil pada manusia.

    Rujukan