• (GFD-2024-15826) Sebagian Benar, Klaim Ganjar Pranowo Menggaji Guru SMA/SMK di Jateng Sesuai UMP Ditambah 10 Persen

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 04/02/2024

    Berita


    Calon Presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo, mengatakan menggaji guru SMA/SMK di Jateng sesuai UMP ditambah 10 persen.
    "Saya bercerita pengalaman saja, ketika pendidikan SMA dan SMK diserahkan pada provinsi, maka saya bertanya berapa gajinya? Gajinya 300 ribu. Maka saya minta para guru diberi gaji sesuai UMR Jawa Tengah, UMK dan plus ditambah 10%," kata Ganjar dalam Debat Kandidat KPU, Minggu 4 Februari 2024.
    Benarkah klaim tersebut?

    Hasil Cek Fakta


    Peneliti senior The SMERU Research Institute, Luhur Arief Bima, mengatakan sejak 2017 guru honorer SMK/SMA menerima gaji setingkat UMP dari pemprov, seperti laporan Kompas.com pada 2021.
    Salah satu guru, Ekasari Lukitawati yang sembilan tahun menjadi guru tidak tetap (GTT) di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Kota Tegal, memperoleh gaji Rp 2,3 juta setelah sebelumnya hanya menerima Rp 200 ribu per bulan.  
    Di Jawa Tengah, sampai saat ini, tercatat total ada sekitar 5.546 orang guru honorer Pemprov Jateng, telah disejahterakan dalam bentuk pemberian gaji sesuai nilai upah minimum kabupaten/kota (UMK). Mereka adalah guru honorer atau biasa disebut guru tidak tetap (GTT), di bawah kewenangan Pemprov Jateng, yaitu GTT SMA, SMK, dan SLB.
    Dalam website Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah Uswatun Hasanah mengatakan, pada momen Hari Guru Nasional ke-77 ini, sebanyak 5.546 guru honorer dibiayai dari APBD. Alokasi APBD dengan rata-rata sesuai nilai UMK, ditambah tambahan sesuai jenjang pendidikan, sekitar Rp2,6 juta per orang. Jika dikalikan 5.546 guru, besarannya sekitar Rp144.196.000.
    “Jumlahnya (guru honorer) nanti berkurang dengan adanya pengangkatan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Semua guru honorer di bawah pemprov itu minimal sudah (gaji) UMK. Yang sarjana mendapatkan tambahan 10 persen, dan ada yang 7,5 persen, serta SMA ada tambahan lima persen. Persentase itu untuk tambahan penghasilan karena sekolah di Jateng itu zero pungutan, sehingga tidak ada pendapatan lain, selain gaji dan tambahan gaji tersebut berdasarkan persentase,” kata Uswatun pada 24 November 2022. 
    Namun, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jawa Tengah, Muhdi, mengatakan masih banyak guru honorer yang mengabdi di daerah terpencil belum menerima gaji layak setara upah minimum kota atau kabupaten (UMK).  
    Pemerintah masih membiarkan guru honorer digaji ala kadarnya, bahkan banyak yang jauh di bawah UMK atau upah minimum regional (UMR).
    “Jateng (sudah sesuai UMK), Kota Semarang iya, tapi bagaimana dengan kota yang lain? Banyak yang dibayar Rp 500.000-Rp 750.000, banyak sekali,” tegas Muhdi, Jumat (26/11/2022).
    Ia mengakui, kota besar, seperti Semarang, sudah mampu memenuhi kewajiban dan menyejahterakan guru honorer dengan gaji minimal UMK dan tambahan lainnya. Begitu pula Pemprov Jateng melalui dana APBD Jateng mampu menggaji guru honorer SMA, SMK, SLB, yang telah memenuhi 24 jam mengajar dalam seminggu dengan gaji minimal UMK daerah masing-masing.
    “Tapi begitu masuk ke Demak misalkan, enggak akan ketemu (angka) itu. Jadi betul ada ketimpangan. Maka terjadi sama-sama guru di Indonesia ada yang gajinya Rp 10 juta ada yang Rp 200.000,” katanya, seperti yang diberitakan Kompas.com.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta, Ganjar Pranowo menggaji guru SMA/SMK di Jateng sesuai UMP ditambah 10 persen, sebagian benar.

    Rujukan

  • (GFD-2024-15825) Benar, Klaim Anies Terkait Jumlah Laporan Kekerasan Terhadap Perempuan 8 Tahun Terakhir Mencapai 3,2 Juta Kasus

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 04/02/2024

    Berita


    Calon Presiden nomor urut 01 untuk Pilpres 2024, Anies Baswedan, mengatakan bahwa selama delapan tahun terakhir terdapat 3,2 juta laporan kasus kekerasan terhadap perempuan.
    “Karena kita menyaksikan jumlah kekerasan pada perempuan luar biasa banyak, tinggi. Catatannya ada 3,2 juta kasus selama 8 tahun terakhir ini. Itu yang tercatat, itu yang terlaporkan. Dan perempuan ini harus dimuliakan, harus dilindungi, dan kekerasan terhadap perempuan tidak boleh disepelekan,” kata Anies dalam Debat Capres yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU), Minggu, 4 Februari 2024.
    Namun, benarkah klaim yang mengatakan dalam delapan tahun terakhir terdapat 3,2 juta laporan kasus kekerasan terhadap perempuan?

    Hasil Cek Fakta


    Dosen Hukum Ketenagakerjaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Nabiyla Risfa Izzati, mengatakan bahwa klaim yang dinyatakan Anies tersebut benar, berdasarkan perhitungan rata-rata jumlah kasus yang dilaporkan ke Komnas Perempuan per tahun.
    Dia mengutip data dari Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan yang menyatakan bahwa mereka mendapat 459.094 laporan kekerasan pada perempuan pada tahun 2022, dan pada 2021 sebanyak 457.895 kasus. Maka rata-ratanya 400 ribu per tahun.
    “Jika konteksnya merujuk pada data kekerasan terhadap perempuan yang diadukan ke Komnas Perempuan, maka rata-rata pengaduan kekerasan yang diadukan ke Komnas Perempuan setiap tahunnya berkisar pada angka 400 ribuan. Jika dirata-rata, maka angka 3,2 juta kasus kekerasan seksual yang dilaporkan dalam 8 tahun terakhir itu tepat,” kata Nabiyla, Minggu, 4 Februari 2024.
    Senior research associateCentre for Innovation Policy and Governance (CIPG), Klara Esti, juga mengatakan bahwa kemungkinan yang dimaksud Anies adalah jumlah yang dihasilkan dari rata-rata kasar laporan yang masuk ke Komnas Perempuan per tahun.
    “Ini mungkin adalah angka rata-rata kasar dengan asumsi bahwa dalam 8 tahun terakhir rata-rata per tahun terdapat sekitar 200-400ribu kasus kekerasan terhadap perempuan,” kata Klara, Minggu, 4 Februari 2024. 
    Di sisi lain, dia mengutip data Catahu Komnas Perempuan terkait jumlah kekerasan perempuan per tahun selama sembilan tahun terakhir secara rill. Jumlahnya per tahun dari 2015 sampai 2023 mencapai 3.263.585 kasus dengan total:
    - 2015: 279.688- 2016: 321.752- 2017: 259.150- 2018: 348.446- 2019: 406.178- 2020: 431.471- 2021: 299.911- 2022: 459.094- 2023: 457.895

    Kesimpulan


    Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa klaim Anies Baswedan terkait jumlah laporan kasus kekerasan terhadap perempuan delapan tahun terakhir mencapai 3,2 juta adalahbenar.
    Jumlah itu didapat dari menghitung rata-rata jumlah kasus per tahun, pada periode  2021 dan 2022, lalu dikalikan 8 yang menghasilkan angka 3,2 juta. Penjumlahan data rill pun menunjukkan total sekitar 3,2 juta kasus.
    **Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
    Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 16 media dan 7 panel ahli di Indonesia

    Rujukan

  • (GFD-2024-15824) Benar, Klaim Anies Baswedan bahwa Puluhan Ribu Guru Honorer Belum Diangkat dan 1,6 Juta Guru Belum Tersertifikasi

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 04/02/2024

    Berita


    Calon Presiden nomor urut 1, Anies Baswedan, mengatakan bahwa puluhan ribu guru honorer yang belum diangkat sebagai guru honorer dan ada 1,6 juta guru belum tersertifikasi. 
    “Jadi masalah-masalah yang kita miliki sekarang, misalnya ada puluhan ribu guru honorer belum diangkat menjadi guru PPPK. Ada 1,6 juta guru belum tersertifikasi. Lalu beban administrasi. Itu semua bisa diselesaikan dengan prinsip tadi. Bahwa kita harus bertanggung jawab atas kesejahteraan pendidiknya,” kata Anies Baswedan dalam debat ke 5 Capres, Minggu 4 Februari 2024.
    Apa benar puluhan ribu guru honorer tidak diangkat jadi guru PPPK dan 1,6 Juta guru belum tersertifikasi?

    Hasil Cek Fakta


    Klaim 1: Puluhan ribu guru honorer belum diangkat jadi PPPK
    PPPK adalah Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja adalah guru yang diangkat oleh pemerintah sebagai ASN namun bukan PNS. 
    Direktur Riset Setara Institute Halili Hasan mengatakan klaim yang disampaikan Anies lebih rendah dari situasi faktualnya. Pada 2023, masih ada 742 ribu guru honorer di sekolah negeri.
    Nabiyla Risfa, Dosen Hukum Ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada, mengatakan masih ada ratusan ribu guru honorer yang menunggu diangkat untuk menjadi PPPK. Target di tahun 2024 adalah 1 juta guru, namun hingga 2023 masih 544.000 orang yang diangkat. 
    Klaim 2: 1,6 juta guru belum tersertifikasi
    Menurut Peneliti The SMERU Research Institute, Luhur Arief Bima, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mengakui sebanyak 1,6 juta guru belum menerima penghasilan yang layak.
    Kepala Badan Standar, Kurikulum & Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbud Ristek Anindito Aditomo mengatakan hal itu terjadi lantaran mereka masih menunggu sertifikasi program pendidikan profesi guru (PPG) sebagai syarat memperoleh tunjangan profesi guru (TPG). Jumlah guru honorer sekolah pada tahun 2022 sebanyak 704 ribu, sementara pada 2023 kemendikbud mengangkat 296 ribu guru P3K. 
    Laporan Kompas.id, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mencatat, jumlah guru yang tersertifikasi di Indonesia belum mencapai 50 persen. Sekitar 1,6 juta dari total 3,1 juta guru belum disertifikasi, padahal sertifikasi menjadi ukuran dalam menentukan kelayakan profesi.
    Persentase guru yang tersertifikasi terbanyak ada di jenjang pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) sebesar 48,44 persen, berikutnya di jenjang pendidikan sekolah dasar (SD) sebesar 45,77 persen. Sementara persentase terkecil di jenjang sekolah menengah kejuruan (SMK) yang hanya 28,49 persen.
    Mengutip data Data resmi KemenPAN-RB, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Klara Esti, menyebutkan dari jumlah total tenaga honorer yang mencapai 2.355.092 orang, sebanyak 731.524 diantaranya merupakan guru honorer. Sementara, jumlah formasi PPPK Guru 2023 instansi daerah hanya 296.084. Sementara belum tersertifikasi berjumlah 1,6 juta guru. 

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan Fakta Tempo bersama ahli, puluhan ribu guru honorer tidak diangkat jadi guru PPPK dan 1,6 Juta guru belum tersertifikasi adalah benar.
    Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mengakui sebanyak 1,6 juta guru belum menerima penghasilan yang layak dan masih ada ratusan ribu guru honorer yang menunggu diangkat untuk menjadi PPPK.

    Rujukan

  • (GFD-2024-15823) Sebagian Benar, Klaim Ganjar Pranowo bahwa Anggaran Kesehatan Tidak Mencapai 5-10 persen dari APBN

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 04/02/2024

    Berita


    Calon Presiden Republik Indonesia nomor urut 3, Ganjar Pranowo dalam debat presiden sesi 5 menyebutkan anggaran kesehatan kerap terpotong sehingga tidak mencapai 5-10 persen dari APBN.
    “Pada tahap berikutnya kita berikan fasilitas kesehatan sampai ke desa-desa, 1 desa satu faskes satu naskes hanya memang ketika UU sebelumnya mengatur persentase dari anggaran untuk kesehatan yang diberikan angka 5 sampai 10% itu terpotong, itu harus dikembalikan”
    Lantas, benarkah anggaran kesehatan terpotong sehingga tidak mencapai 5-10 persen dari APBN?

    Hasil Cek Fakta


    Sesuai UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, memandatkan bahwa minimal alokasi anggaran kesehatan 5% dari APBN. Menurut Data Indonesia yang merujuk data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sejak 2010-2022, pemerintah hanya berhasil memenuhi kewajiban tersebut pada empat tahun.
    Rasio anggaran kesehatan sebesar 5% pada 2016. Kemudian, rasio anggaran kesehatan kembali melebihi 5% pada 2020, 2021, dan 2022. Besarnya rasio anggaran kesehatan pada tiga tahun terakhir terjadi seiring dengan pandemi Covid-19. Pemerintah harus mengeluarkan dana yang besar untuk program penguatan 3T (testing, tracing, and treatment), klaim biaya perawatan pasien Covid-19, penyediaan obat, insentif tenaga kesehatan, serta vaksinasi.
    Walaupun ada mandatory spending sebesar 5%, rasio anggaran kesehatan Indonesia terbilang masih sangat kecil jika dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB), yakni 1,51%. Persentase ini masih jauh dari ketentuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang sebesar 4%-5% dari PDB.

    Anis Fuad, Dosen Departemen Biostatistik, Epidemiologi, dan Kesehatan Populasi FK-KMK Universitas Gadjah Mada mengatakan, dalam UU Kesehatan yang baru nomor 17 tahun 2023, tidak diatur lagi mengenaimandatory spending. Sebelum UU Kesehatan yang baru disahkan, belanja wajib minimal kesehatan 5 persen, namun, dalam pelaksanaannya, memang sering tidak dapat mencapai. 
    Klara Esti,senior research associateCentre for Innovation Policy and Governance (CIPG) mengatakan dalam APBN 2024, anggaran kesehatan Indonesia sebesar Rp 186,4 triliun atau sebesar 5,6% dari APBN. Namun pada 2023 anggaran kesehatan Indonesia hanya mencapai Rp 96,6 triliun atau 4,3 persen.  
    Pada tahun anggaran 2024 misalnya anggaran kesehatan Indonesia mencapai 184 triliun atau 5,6 persen dari total rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024. Angka tersebut naik 8,05 persen dibandingkan pada outlook APBN 2023 yang sebesar Rp 172,5 triliun. Peningkatan anggaran kesehatan tertinggi terjadi pada tahun anggaran 2021 yang mencapai Rp 312 triliun. 

    Kesimpulan


    Hasil pemeriksaan fakta Tempo, pernyataan Calon Presiden Republik Indonesia nomor urut 3, Ganjar Pranowo dalam debat presiden sesi 5 yang menyebutkan anggaran kesehatan kerap terpotong sehingga tidak mencapai 5-10 persen dari APBN adalahsebagian benar. 
    Dalam kurun waktu lima tahun anggaran Kesehatan Indonesia sesungguhnya selalu mengalami peningkatan meski di beberapa periode tahun anggaran tidak mencapai 5 persen. Hal ini dikarenakan mandatory spending atau belanja wajib di sektor kesehatan sudah tidak lagi dikunci pada kisaran 5 persen dari APBN.
    **Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
    Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 16 media dan 7 pane

    Rujukan