• (GFD-2025-28490) [KLARIFIKASI] Video Perundungan dan Kekerasan ke Siswa SMP Terjadi 2024, Korban Tidak Meninggal

    Sumber:
    Tanggal publish: 16/08/2025

    Berita

    KOMPAS.com - Di media sosial beredar sebuah video yang diklaim menampilkan seorang siswa sekolah menengah pertama (SMP) meninggal dunia karena menjadi korban perundungan disertai kekerasan yang dilakukan temannya.

    Namun, setelah ditelusuri narasi tersebut keliru dan perlu diluruskan karena informasinya keliru.

    Video yang mengeklaim seorang siswa SMP meninggal dunia karena mengalami perundungan dibagikan di Facebook, misalnya oleh akun ini, ini, dan ini.

    Adapun video diunggah pada Agustus 2025, sehingga menimbulkan kesan bahwa peristiwa itu baru saja terjadi.

    Dalam video tampak seorang siswa dipukul dan diinjak oleh temannya hingga terkapar. Narasi dalam video yakni sebagai berikut:

    Terjadi lagi dan lagi kasus Bullying/Perundungan di lingkungan sekolah hingga mengakibatkan kematian.

    Akun Facebook Tangkapan layar Facebook video yang diklaim menampilkan siswa SMP meninggal karena mengalami perundungan

    Hasil Cek Fakta

    Penelusuran menggunakan Google Lens menemukan video itu identik dengan unggahan di kanal YouTube Detik.com pada 29 Agustus 2024.

    Keterangan dalam video menyebut korban perundungan disertai kekerasan itu merupakan siswa SMP di Gowa, Sulawesi Selatan.

    Tim Cek Fakta Kompas.com juga menemukan tangkapan layar video tersebut di artikel Tribunnews.

    Dalam keterangan di artikel, dijelaskan bahwa anak yang mengalami perundungan merupakan siswa sebuah SMP negeri di Gowa.

    Pihak sekolah menjelaskan, narasi yang menyatakan siswanya menjadi korban kekerasan sesama siswa hingga meninggal sebagai informasi tidak benar. 

    Kepala Sekolah menyebut korban pingsan usai mengalami perundungan. Orangtua korban juga menyatakan anaknya tidak meninggal dunia. 

    Pelaksana Tugas Kepala Seksi Humas Polres Gowa, Ipda Udin Sibadu menyebut kasus perundungan itu telah diselesaikan secara internal oleh pihak sekolah.

    Menurut dia, kasus perundungan disebabkan karena kesalahpahaman.

    Kesimpulan

    Video yang diklaim menampilkan siswa SMP meninggal dunia karena mengalami perundungan pada Agustus 2025 merupakan informasi keliru.

    Video aslinya adalah peristiwa perundungan murid SMP di Gowa pada 2024. Pihak sekolah dan orangtua memastikan siswa yang menjadi korban perundungan tidak meninggal, namun pingsan. 

    Rujukan

  • (GFD-2025-28489) Salah, Vaksin Sebabkan Autisme

    Sumber:
    Tanggal publish: 18/08/2025

    Berita

    tirto.id - Narasi miring soal imunisasi terus beredar di dunia maya. Salah satu video yang ramai berseliweran adalah pernyataan politikus Dharma Pongrekun soal dampak negatif vaksin terhadap anak.

    ADVERTISEMENT

    Dalam video yang diunggah oleh “ibudzqarius” (arsip) di Tiktok, terlihat mantan calon Gubernur DKI Jakarta, Dharma Pongrekun, sedang mengisi sebuah seminar. Ia mengatakan kalau vaksin mempunyai efek samping serius, seperti menyebabkan autisme, meningitis, polio, hingga autoimun.

    let gpt_inline2 = window.googletag || {cmd: []};gpt_inline2.cmd.push(function() {gpt_inline2.defineSlot('/22201407306/tirto-desktop/inline-2', [[336, 280], [300, 250]], 'gpt-inline2-passback').addService(gpt_inline2.pubads());gpt_inline2.pubads().enableSingleRequest();gpt_inline2.pubads().collapseEmptyDivs();gpt_inline2.enableServices();gpt_inline2.display('gpt-inline2-passback');});

    “Imunisasi, itu berefek kepada kehancuran, kerusakan sel dia sebagai sel atau DNA dari Allah, yang fitrah. Membuat mereka menjadi autis. Membuat mereka jadi kena meningitis, polio, autoimun, dan sebagainya, yang menghasilkan karakter-karakter yang tidak spiritualis lagi,” katanya di video.
    #inline3 img{margin: 20px auto;max-width:300px !important;}

    let gpt_inline3 = window.googletag || {cmd: []};gpt_inline3.cmd.push(function() {gpt_inline3.defineSlot('/22201407306/tirto-desktop/inline-3', [[336, 280], [300, 250]], 'gpt-inline3-passback').addService(gpt_inline3.pubads());gpt_inline3.pubads().enableSingleRequest();gpt_inline3.pubads().collapseEmptyDivs();gpt_inline3.enableServices();gpt_inline3.display('gpt-inline3-passback');});

    #gpt-inline3-passback{text-align:center;}

    Periksa Fakta Vaksin Sebabkan Autisme. foto/hotline periksa fakta tirto

    #inline4 img{max-width:300px !important;margin:20px auto;}

    let gpt_inline4 = window.googletag || {cmd: []};gpt_inline4.cmd.push(function() {gpt_inline4.defineSlot('/22201407306/tirto-desktop/inline-4', [[336, 280], [300, 250]], 'gpt-inline4-passback').addService(gpt_inline4.pubads());gpt_inline4.pubads().enableSingleRequest();gpt_inline4.pubads().collapseEmptyDivs();gpt_inline4.enableServices();gpt_inline4.display('gpt-inline4-passback');});

    #gpt-inline4-passback{text-align:center;}

    Sejak diunggah pada 14 September 2023, video itu sudah meraup 1186 tanda suka, dan dibagikan 455 kali. Video yang sama ditemukan pada akun TikTok “abigail_channeltv”, serta di akun Facebook “_teluuur_”

    Lantas, bagaimana faktanya?

    ADVERTISEMENT

    Hasil Cek Fakta

    Sebagai informasi, mengutip Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, imunisasi adalah proses di dalam tubuh, dimana seseorang menjadi kebal atau terlindungi dari penyakit tertentu, biasanya lewat pemberian vaksin.

    Menukil situs Kemenkes, ada 14 jenis vaksin yang diberikan pada imunisasi rutin. Antara lain BCG (Bacillus Calmette-Guérin) untuk penyakit tuberkulosis (TB), DPT-Hib untuk penyakit difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), hepatitis B, dan infeksi Haemophilus influenzae tipe b.

    Kemudian, imunisasi Hepatitis B, MMR dan MR untuk campak rubella, OPV atau vaksin polio tetes serta IPV dan IPV2 atau vaksin polio suntik, vaksin TT, DT, dan td untuk penyakit difteri tetanus, vaksin Japanese Encephalitis (JE) untuk penyakit radang otak, serta HPV, PCV, dan Rotavirus.

    Kembali pada pembahasan klaim video, Pongrekun menyoroti bahwa imunisasi pada anak dapat menyebabkan autisme. Untuk membuktikan klaim Pongrekun, Tirto menelusuri berbagai penelitian ilmiah yang secara khusus membahas kaitan antara imunisasi dan Autism Spectrum Disorder (ASD).

    Berbagai studi justru menunjukkan tidak ada bukti hubungan keduanya. Misalnya, penelitian Hornig M, dkk. (2008) yang menganalisis sampel jaringan usus besar untuk mendeteksi RNA Virus Campak. Dari 25 anak dengan autisme dan 13 anak bukan autisme sebagai kelompok kontrol, masing-masing hanya satu anak yang ditemukan memiliki RNA Virus Campak. Artinya, tidak ada korelasi antara vaksin campak dengan autisme.

    Begitu juga riset Kreesten Meldgaard Madsen, dkk. (2002) yang melibatkan lebih dari 537 ribu anak dalam rentang tahun 1991-1998. Hasilnya, tidak ditemukan kaitan antara usia saat vaksinasi, jarak waktu sejak vaksinasi, maupun tanggal pemberian vaksin dengan ASD.

    Penelitian lain oleh Richler J, dkk. (2006) yang melibatkan 351 anak dengan ASD juga menegaskan hal serupa. Mereka mencatat bahwa tidak ada hubungan antara ASD dengan imunisasi.

    Adapun kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI), melansir Ayo Sehat Kemenkes, berupa gejala ringan yang biasanya akan sembuh dalam 1-2 hari tanpa diberi obat, berupa reaksi lokal maupun sistemik.

    Reaksi lokal merupakan gejala-gejala yang muncul di area tubuh yang disuntik, seperti nyeri, kemerahan, dan pembengkakan. Sementara reaksi sistemik berupa sakit kepala, demam, merasa lemas, dan tidak enak badan setelah pemberian vaksin.

    Dalam kasus yang jarang, KIPI berat dapat muncul akibat reaksi sistem imun terhadap vaksin. Kondisi ini bisa berupa alergi berat (anafilaksis), penurunan trombosit, kejang, maupun otot melemah. Namun, seluruh gejala tersebut bisa ditangani sehingga tidak menimbulkan dampak jangka panjang bagi kesehatan.

    KIPI dapat diminimalisir dengan menghindarkan anak dari melakukan aktivitas berat sebelum imunisasi untuk mengurangi rasa lelah setelah penyuntikan. Kemudian, hindari anak dari paparan panas yang berlebihan seperti mandi air panas atau berada di ruangan yang terlalu panas.

    Jangan menekan atau menggosok bekas suntikan dan area di sekitarnya untuk mencegah terjadinya peradangan dan infeksi. Terakhir, jika ingin memberi anak obat atau suplemen setelah imunisasi, harap dikonsultasikan terlebih dahulu kepada dokter.

    Lebih lanjut, Dokter Andreas Wilson Setiawan, M.Kes juga menyatakan bahwa secara ilmiah tidak ada kaitan antara pemberian vaksin dengan kejadian autisme. Ia menekankan pentingnya memahami terlebih dahulu apa itu autisme dan apa saja penyebab dari kondisi tersebut.

    Menurut Andreas, berdasarkan PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi III), autisme adalah gangguan perkembangan pervasif yang muncul sebelum usia tiga tahun. Gangguan ini ditandai dengan masalah dalam interaksi sosial, komunikasi, serta perilaku yang terbatas dan berulang.

    “Autisme sendiri terdiri dari tiga area kelainan utama,” jelasnya.

    Pertama, interaksi sosial, seperti kesulitan membangun dan mempertahankan hubungan, kurangnya kontak mata, hingga kesulitan memahami emosi orang lain. Kedua, komunikasi, yang mencakup keterlambatan bicara, kesulitan memahami bahasa, hingga kesulitan membaca bahasa tubuh atau ekspresi wajah. Ketiga, perilaku, misalnya minat obsesif pada benda tertentu, gerakan tubuh yang berulang, atau rutinitas yang kaku.

    dr. Andreas menambahkan bahwa penyebab autisme bersifat multifaktorial. Faktor genetik dan epigenetik berperan melalui fungsi sinapsis dan neurotransmisi di otak. Di sisi lain, faktor non-genetik juga dapat berpengaruh, seperti paparan logam berat atau bahan kimia dalam makanan dan air minum, serta paparan obat-obatan tertentu selama kehamilan, misalnya asam valproat dan thalidomide.

    Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa isu vaksin menyebabkan autisme berawal dari sebuah artikel tahun 1998 di jurnal The Lancet yang ditulis Andrew Wakefield. “Penelitian itu mengklaim adanya hubungan antara vaksin MMR dan autisme, tetapi terbukti cacat metodologi, hanya menggunakan 12 anak sebagai sampel, serta penuh konflik kepentingan dan manipulasi data,” terang Andreas.

    Artikel tersebut kemudian ditarik kembali, dan Wakefield kehilangan izin praktik medisnya.

    Kesimpulan

    Berdasarkan penelusuran fakta oleh Tirto, pernyataan yang menyebut imunisasi dapat menyebabkan autisme tidak didukung bukti ilmiah.

    Sejumlah penelitian berskala besar justru membuktikan tidak ada kaitan antara vaksin dengan Autism Spectrum Disorder maupun penyakit lain, sebagaimana diklaim.

    KIPI memang mungkin terjadi, namun umumnya ringan, dapat ditangani, dan tidak menimbulkan dampak kesehatan jangka panjang. Sementara KIPI berat sangat jarang ditemukan serta bisa dikendalikan dengan penanganan medis yang tepat.

    Dokter Andreas Wilson Setiawan, M.Kes juga menyatakan bahwa secara ilmiah tidak ada kaitan antara pemberian vaksin dengan kejadian autisme.

    Maka, klaim yang disampaikan dalam video tersebut salah dan menyesatkan (false & misleading).

    ==

    Artikel ini telah ditinjau oleh dr. Andreas Wilson Setiawan, M.Kes.

    Bila pembaca memiliki saran, ide, tanggapan, maupun bantahan terhadap klaim Periksa Fakta dan Decode, pembaca dapat mengirimkannya ke email factcheck@tirto.id.

    Rujukan

  • (GFD-2025-28488) [HOAKS] Lowongan Kerja di Pertamina pada Agustus 2025 dengan Gaji Rp 7,5 Juta

    Sumber:
    Tanggal publish: 16/08/2025

    Berita

    KOMPAS.com - Di media sosial muncul poster yang mengeklaim PT Pertamina Persero membuka lowongan kerja besar-besaran pada Agustus 2025.

    Poster dalam unggahan itu juga menjanjikan tawaran gaji di PT Pertamina sebesar Rp 7,5 juta.

    Namun, setelah ditelusuri narasi tersebut tidak benar atau hoaks. Waspada, konten itu juga diindikasi sebagai modus penipuan.

    Poster yang mengeklaim PT Pertamina Persero membuka lowong besar-besaran pada Agustus 2025 salah satunya dibagikan akun Facebook ini.

    Dalam poster, terdapat sejumlah posisi yang dtawarkan seperti kepala produksi serta staf lapangan.

    Masyarakat yang tertarik diminta untuk mengeklik tautan WhatsApp dalam unggahan.

    Hasil Cek Fakta

    Saat dikonfirmasi Vice President Corporate Communication PT Pertamina Persero, Fadjar Djoko Santoso memastikan unggahan lowongan kerja tersebut adalah hoaks.

    Pertamina tidak pernah membuka lowongan besar-besar pada bulan Agustus 2025 seperti dalam poster yang beredar.

    "Itu hoaks. Mohon tidak percaya terhadap informasi lowongan pekerjaan yang mengatasnamakan Pertamina tersebut," ujar Fadjar kepada Kompas.com Jumat (15/8/2025).

    Menurut Fadjar, informasi resmi soal lowongan kerja hanya diumumkan melaluilaman www.pertamina.com serta media sosial Pertamina yang telah bercentang biru.

    Selama ini, Pertamina tidak pernah membuka pendaftaran lowongan kerja melalui nomor WhatsApp.

    Hal serupa juga disampaikan oleh Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari. Ia memastikan ungggahan tersebut palsu dan bukan berasal dari Pertamina.

    "Hoaks," ujar Heppy Jumat (15/8/2025).

    Waspada, jangan sembarangan menghubungi nomor dalam unggahan. Jangan percaya dengan penawaran lowongan kerja dari informasi yang tidak kredibel.

    Penawaran lowongan kerja merupakan modus penipuan yang menimbulkan banyak korban. 

    Kesimpulan

    Poster yang mengeklaim PT Pertamina Persero membuka lowongan kerja  besar-besaran pada Agustus 2025 merupakan kabar tidak benar atau hoaks.

    Saat dikonfirmasi, pihak PT Pertamina memastikan unggahan itu palsu dan bukan berasal dari pihaknya. Waspada, penawaran lowongan kerja merupakan modus penipuan yang kerap muncul.

    Rujukan

  • (GFD-2025-28487) [HOAKS] Tautan Bantuan Dana untuk Guru Non-ASN dan Honorer

    Sumber:
    Tanggal publish: 16/08/2025

    Berita

    KOMPAS.com - Di media sosial beredar narasi yang menyatakan pemerinmtah memberikan dana bantuan berupa insentif untuk guru non-ASN dan guru honorer sebesar Rp 2,1 juta.

    Narasi ini muncul dalam sebuah unggahan yang disertai tautan yang diklaim untuk mendapatkan bantuan tersebut. 

    Namun, berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, tautan tersebut hoaks. Narasi tersebut merupakan kabar bohong dan diindikasi sebagai modus penipuan.

    Tautan yang diklaim untuk mendapatkan bantuan insentif guru non-ASN dan guru honorer sebesar Rp 2,1 juta dibagikan oleh akun Facebook ini, ini, ini, ini, dan ini, pada Agustus 2025.

    Berikut narasi yang dibagikan:

    Kabar Gembira untuk Guru non-ASN, Guru Honorer & Pegawai! Pemerintah kembali menyalurkan Bantuan Insentif Rp 2.100.000 per orang.

    Dana langsung masuk rekening – tanpa potongan biaya. Syarat mudah. Sudah ribuan orang menerima, giliran Anda berikutnya! Klik di sini untuk cek nama & daftar sekarang:

    Hasil Cek Fakta

    Tautan yang disebarkan di Facebook itu tidak mengarah ke laman resmi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah atau instansi pemerintah lain.

    Faktanya, tautan tersebut menuju ke situs yang meminta pengunjung memasukkan nama lengkap dan nomor Telegram.

    Awas, itu merupakan modus phishing atau pencurian data pribadi. Calon korban dijerat dengan penawaran tertentu, dan dipancing untuk memberikan data pribadinya.

    Data pribadi yang telah diserahkan itu bisa dimanfaatkan untuk kejahatan, termasuk membobol rekening perbankan. Jangan pernah menyerahkan data pribadi Anda ke situs mencurigakan. 

    Sebagaimana diberitakan Kompas.id, pemerintah memang memberikan insentif kepada guru non-ASN dan pendidik nonformal sebesar Rp 300.000 per bulan.

    Bantuan Insentif Guru non-ASN diberikan sebesar Rp 300.000 per bulan yang dirapel dalam satu kali transfer sebesar Rp 2,1 juta untuk tujuh bulan ke depan kepada 341.248 guru.

    Sementara, Bantuan Subsidi Upah bagi Pendidik Nonformal (BSU) diberikan sebesar Rp 300.000 per bulan dan dirapel satu kali transfer sebesar Rp 600.000 untuk dua bulan kepada 253.407 pendidik nonformal.

    Sekretaris Jenderal Kemendikdasmen Suharti menambahkan, nama-nama para penerima bisa dicek di laman resmi Direktorat Jenderal Guru, Tenaga Kependidikan dan Pendidikan Guru (Ditjen GTK) Kemendikdasmen.

    Apabila menemui kendala, guru bisa mengadu ke Dinas Pendidikan di daerahnya masing-masing.

    "Langkahnya bisa dicek di sana dan hal itu harus dilakukan verifikasi oleh pemerintah daerah," kata Suharti.

    Kesimpulan

    Tautan yang beredar di Facebook dan diklaim untuk mendapatkan bantuan insentif guru non-ASN dan guru honorer sebesar Rp 2,1 juta adalah hoaks.

    Tautan itu tidak mengarah ke laman resmi Ditjen GTK Kemendikdasmen, tetapi ke sebuah situs yang terindikasi phishing atau pencurian data pribadi.

    Rujukan