• (GFD-2020-8127) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Foto Uang yang Dibuang Pasien Kanker Karena Frustasi Tak Bisa Sembuh?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 10/06/2020

    Berita


    Foto-foto yang memperlihatkan uang yang berserakan di lantai koridor sebuah gedung beredar di media sosial. Uang dalam foto-foto itu diklaim sebagai uang milik pasien kanker yang dibuang karena frustasi dokter tidak bisa menyelamatkan hidupnya.
    Dalam salah satu foto, terlihat seorang pria yang mengenakan jubah dokter berwarna putih. Ada pula pria lainnya yang mengenakan pakaian perawat. Salah satu akun di Facebook yang membagikan foto-foto tersebut adalah akun Rumah Idaman Kita, yakni pada 9 Juni 2020.
    Adapun narasi lengkap yang ditulis oleh akun itu adalah sebagai berikut:
    " KETIKA HARTA BUKANLAH SEGALANYA "
    Foto ini diambil di rumah sakit Harbin (Tiongkok), seorang pasien kanker membawa tas penuh uang meminta dokter menyelamatkan hidupnya dan dia punya banyak uang untuk membayarnya ...
    Tapi dokter bilang dia tak bisa melakukan apapun karena kankernya sudah stadium akhir ..
    Dia begitu marah dan frustasi sehingga ia melemparkan uang di seluruh koridor rumah sakit.
    Sambil berteriak : " Apa gunanya memiliki uang ....!!! " apa gunanya memiliki uang !!!!.
    Uang tidak dapat memiliki kesehatan , uang tidak dapat membeli waktu , uang tidak dapat membeli kehidupan..
    Sungguh pelajaran bagi kita untuk selalu menjaga kesehatan, beramal kebaikan demi bekal menuju akhirat dan berdoa, supaya umur kita bermanfaat meskipun pendek ataupun panjang ....
    Yang berkata aamiin semoga dijauhkan dari sgala jenis sakit penyakit.. aamiin
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Rumah Idaman Kita.
    Apa benar foto di atas adalah foto uang yang dibuang pasien kanker karena frustasi dokter tidak bisa menyelamatkan hidupnya?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri foto-foto itu denganreverse image toolSource, Google, Yandex, dan TinEye. Hasilnya, ditemukan bahwa peristiwa dalam foto-foto di atas memang terjadi di sebuah rumah sakit di Harbin, Cina. Namun, pemilik uang tersebut bukanlah pasien kanker. Foto-foto ini juga telah beredar di internet sejak 2014.
    Salah satu situs yang pernah memuat foto-foto tersebut adalah situs News.qq.com, yakni pada 5 Juli 2014. Foto-foto itu terdapat dalam sebuah artikel yang ditulis dalam bahasa Tionghoa yang jika diterjemahkan berbunyi "Pria dengan jutaan uang tunai menghancurkan kekasihnya".
    Ada empat foto yang dimuat dalam artikel tersebut. Menurut artikel ini, yang mengutip keterangan dari seorang dokter di Rumah Sakit Universitas Kedokteran Harbin II, peristiwa itu terjadi pada 3 Juli 2014 di koridor ruang gawat darurat Rumah Sakit Universitas Kedokteran Harbin I.
    Menurut pihak rumah sakit yang diwawancarai wartawan, peristiwa tersebut melibatkan seorang perawat wanita yang bertengkar dengan seorang pria karena masalah pribadi. Walaupun banyak uang yang berserakan di lantai, tidak ada insiden perebutan uang.
    Peristiwa tersebut juga diberitakan oleh situs Shanghaiist.com dengan judul "Seorang pria melemparkan 1 juta RMB kepada mantan pacarnya dalam sebuah pertengkaran di rumah sakit". RMB merupakan singkatan dari Renminbi atau Yuan, mata uang Cina.
    Menurut artikel itu, pria yang sudah menikah tersebut melemparkan 1 juta RMB kepada mantan pacarnya, seorang perawat di Rumah Sakit Universitas Kedokteran Harbin, karena ia menerima sebuah mobil BMW baru dari pacarnya yang sekarang.
    Seorang petugas rumah sakit mengatakan kepada wartawan bahwa keduanya bertengkar di luar ruang gawat darurat sebelum insiden pelemparan uang tersebut. Untungnya, penjaga keamanan dapat meredakan situasi itu, meskipun tidak diketahui apa yang terjadi pada uang tersebut.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto di atas adalah foto uang yang dibuang pasien kanker karena frustasi dokter tidak bisa menyelamatkan hidupnya, menyesatkan. Foto itu merupakan foto sebuah peristiwa yang terjadi di rumah sakit di Harbin, Cina, pada 3 Juli 2014. Uang dalam foto itu dilemparkan oleh seorang pria yang bertengkar dengan mantan pacarnya, seorang perawat di rumah sakit itu, karena ia menerima sebuah mobil BMW baru dari pacarnya yang sekarang.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8126) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Jenazah di Video Ini adalah Pasien Covid-19 yang Organ Dalamnya Telah Diambil?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 09/06/2020

    Berita


    Video yang memperlihatkan jenazah seorang pria dengan jahitan di bagian perut hingga dadanya beredar di YouTube dan Facebook. Jenazah dalam video itu diklaim sebagai pasien Covid-19 yang seluruh organ dalamnya telah diambil hingga tak bersisa.
    Di YouTube, video itu diunggah oleh kanal SEMUA ADA DI SINI pada 7 Juni 2020. Video tersebut diberi judul "Di Balik Covid-19/Corona Ternyata Isi Nya Sudah Habis". Hingga artikel ini dimuat, video tersebut telah ditonton lebih dari 34 ribu kali.
    Video itu pun dibagikan ke Facebook. Salah satu akun yang mengunggahnya adalah akun Baco Puraga, yakni pada 8 Juni 2020. Di Facebook, terlihatthumbnailvideo ini yang diberi narasi "Setelah Di Buka Peti Yang Katanya Terkenak Covid-19/Corona Ternyata Dalam Nya Ludes".
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Baco Puraga.
    Apa benar jenazah dalam video di atas adalah pasien Covid-19 yang organ dalamnya telah diambil?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula mengambil gambar tangkapan layar video itu, kemudian menelusurinya denganreverse image toolYandex. Lewat penelusuran ini, ditemukan bahwa video itu pernah diunggah oleh kanal YouTube GG Langkat Chanell pada 27 November 2018.
    Video tersebut diberi keterangan, "Sebuah rumah sakit melakukan kejahatan dengan mengambil organ tubuh dari mayat yg di otopsi, keluarga mengamuk dan tidak terima. Seramm!!!! yang gak nonton rugi. Hati hati buat keluarga Anda kalau di otopsi jangan di kasi."
    Berdasarkan petunjuk tersebut, Tempo melakukan pencarian dengan kata kunci "rumah sakit organ otopsi 2018". Lewat pencarian ini, ditemukan bahwa video tersebut juga pernah diunggah oleh kanal YouTube Tribunnews.com pada 22 April 2018 dengan judul "Keluarga Ngamuk dan Histeris di Ruang Jenazah RS Kandou Malalayang, Minta Organ Dalam Dikembalikan".
    Dalam keterangannya, tertulis bahwa video itu diunggah secara langsung oleh akun Facebook Gerry Marchell Maramis Rey pada 22 April 2018 dini hari. Peristiwa dalam video tersebut terjadi di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Kandou Malalayang, Manado.
    Dilansir dari Akurat.com, jenazah dalam video itu adalah Jecky Geraldy Payow, 21 tahun, warga Desa Mariri Lama, Kecamatan Poigar, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Dalam video tersebut, terlihat keributan saat keluarga menyaksikan jahitan di perut hingga dada jenazah.
    Keributan itu terjadi karena keluarga tidak terima dengan otopsi yang dilakukan rumah sakit terhadap Jecky yang merupakan korban penikaman. Menurut mereka, otopsi dilakukan tanpa sepengetahuan keluarga. Bahkan, salah satu dari mereka meminta dokter mengembalikan organ dalam jenazah.
    Dikutip dari iNews.id, Humas RSUP Kandou Malalayang, Meike Dondokambey, mengatakan bahwa rumah sakit telah melakukan tugas sesuai prosedur yang berlaku. Menurut dia, otopsi dilakukan oleh rumah sakit atas permintaan kepolisian setempat.
    Meike mengatakan jenazah Jecky diotopsi karena merupakan korban pembunuhan. Hal ini merupakan kewajiban rumah sakit yang telah diatur dalam undang-undang. "Kami diminta pihak kepolisian, dan hasil otopsi juga bakal diserahkan ke polisi," ujar Meike seperti dilansir dari Tribunnews.com.
    Terkait bekas jahitan di perut korban, kata Meike, adalah bekas otopsi. Dia pun menyatakan tidak ada pencurian organ seperti isu yang berkembang. "Hanya ada otopsi, dan otopsi yang kami lakukan sesuai prosedur, tak ada pengambilan organ," tuturnya.
    Kepala Polresta Manado, Komisaris Besar FX Surya Kumara mengatakan otopsi jenazah korban pembunuhan di Malalayang, yakni Jecky, sudah dilakukan sesuai dengan prosedur. Mengenai persetujuan dari keluarga, menurut Surya, sudah ada. "Pastilah," ujar Surya pada 22 April 2018.
    Adapun dokter forensik RSUP Kandou Malalayang, Jemmy Tomuka, menyatakan tidak pernah ada penjualan organ manusia jika yang diotopsi sudah tidak bernyawa. "Tidak ada orang yang telah meninggal diambil organnya untuk dipakaikan ke orang yang masih hidup," tuturnya seperti dikutip dari iNews.id.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa jenazah dalam video di atas adalah pasien Covid-19 yang organ dalamnya telah diambil menyesatkan. Video itu merupakan video yang direkam pada April 2018, jauh sebelum munculnya virus Corona Covid-19 pada akhir Desember 2019. Jenazah dalam video itu merupakan korban pembunuhan. Jahitan di perut hingga dada jenazah merupakan bekas otopsi. Pihak rumah sakit yang mengotopsi jenazah tersebut membantah bahwa ada pencurian organ.
    IBRAHIM ARSYAD
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8125) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Virus Flu Babi Lebih Ganas Ketimbang Virus Corona Covid-19?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 09/06/2020

    Berita


    Akun Instagram @crazyrichsurabayans mengunggah sebuah tabel dari Business Insider yang berjudul "Wuhan coronavirus compared to other major viruses". Tabel ini berisi perbandingan wabah dan pandemi yang pernah terjadi, termasuk pandemi Covid-19. Akun itu pun memberikan narasi bahwa virus H1N1 penyebab flu babi lebih ganas ketimbang virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2.
    “Virus corona ternyata tidak seganas yang anda pikirkan kalau dibandingin sama virus h1n1/ yang kita kenal influenza lebih kejam jauh,” demikian narasi yang ditulis oleh akun @crazyrichsurabayans pada 3 Maret 2020 yang hingga kini masih viral dan telah disukai lebih dari seribu kali.
    Adapun dalam tabel itu, tertulis bahwa wabah virus H1N1 yang muncul pada 2009 menginfeksi lebih dari 700 juta orang. Jumlah kematian yang disebabkan oleh virus tersebut mencapai 284.500 orang dengan tingkat kematian 0,02 persen. Wabah ini pun menyebar ke 214 negara.
    Sedangkan untuk virus Corona baru (2019-nCov yang kemudian diganti namanya menjadi SARS-CoV-2), hanya menginfeksi 11.871 orang dan menewaskan 259 orang. Adapun tingkat kematian kasus ini mencapai 2,2 persen dan menyebar ke 24 negara. Angka itu adalah angka per 31 Januari 2020.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Instagram @crazyrichsurabayans.
    Apa benar virus H1N1 penyebab flu babi lebih ganas ketimbang virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2?

    Hasil Cek Fakta


    Dilansir dari LiveScience, pandemi flu pada 2009 adalah pandemi virus H1N1 kedua yang terjadi di dunia setelah flu Spanyol pada 1918. Pandemi flu yang disebut flu babi ini disebabkan oleh strain baru dari H1N1 yang berasal dari Meksiko pada musim semi 2009 sebelum akhirnya menyebar ke seluruh dunia. Pada Juni 2009, dengan banyaknya kasus yang terjadi, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan flu babi sebagai pandemi.
    CDC memperkirakan, antara April 2009-April 2010, terdapat 60,8 juta (kisaran: 43,3-89,3 juta) kasus flu babi yang terjadi di Amerika Serikat, dengan 274.304 (kisaran: 195.086-402.719) pasien rawat inap dan 12.469 (kisaran:8.868-18-306) kematian.
    Akan tetapi, menurut laporan LiveScience, virus H1N1 2009 tidak lebih menular ketimbang virus Corona baru, SARS-CoV-2. Angka reproduksi dasar atau R0 virus H1N1 2009 adalah 1,46. Ini berarti setiap individu yang terinfeksi dapat menularkan virus tersebut kepada 1-2 orang.
    Sementara itu, untuk SARS-CoV-2, R0-nya adalah 2,5. Artinya, seseorang yang terinfeksi bisa menularkan virus itu kepada 2-3 orang. Hal ini disebabkan oleh masa inkubasi SARS-CoV-2 yang berkisar antara 4-14 hari, sehingga seseorang dapat membawa dan menyebarkan virus yang sudah masuk ke tubuhnya hingga dua minggu sebelum mengalami gejala.
    Tingkat kematian flu babi pun hanya sekitar 0,02 persen. Sekitar 80 persen kematian terjadi pada orang berusia di bawah 65 tahun. Hal ini disebabkan oleh banyaknya orang tua yang memiliki kekebalan, menunjukkan bahwa H1N1 atau sesuatu yang serupa kemungkinan telah menginfeksi sejumlah besar orang beberapa dekade sebelumnya.
    Menurut CDC, meskipun pandemi H1H1 2009 utamanya menyerang anak-anak, dewasa muda, dan setengah baya, dampak dari virus ini terhadap populasi global selama setahun pertama tidak separah pandemi sebelumnya. Diperkirakan, 0,001-0,007 persen populasi dunia meninggal akibat komplikasi pernapasan yang terkait dengan virus H1N1 selama 12 bulan pertama virus tersebut beredar.
    Adapun angka kematian Covid-19 secara global, menurut WHO per 3 Maret 2020, adalah sekitar 3,4 persen. "Sebagai perbandingan, flu musiman umumnya membunuh jauh lebih sedikit dari 1 persen dari mereka yang terinfeksi," kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus.
    Dilansir dari MedicalNewsToday, tingginya angka infeksi dan kematian Covid-19 tersebut menimpa semua kelompok umur, terutama orang dewasa yang lebih tua yang memiliki penyakit penyerta. Dikutip dari World0Meters, per 9 Juni 2020, Covid-19 telah menginfeksi 7.198.634 orang di 215 negara. Jumlah kematian pun telah mencapai 408.734 orang dalam waktu 6 bulan.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, klaim bahwa virus H1N1 penyebab flu babi lebih ganas ketimbang virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, keliru. Menurut tabel yang menyertai klaim itu, sudah tercantum bahwa fatality rate atau tingkat kematian SARS-CoV-2 adalah 2,2 persen, lebih tinggi dibandingkan tingkat kematian virus H1N1 2009 yang hanya 0,02 persen. Selain itu, data dalam tabel tersebut adalah data per 31 Januari 2020 yang belum bisa menggambarkan sebaran penyakit Covid-19 saat ini. Hingga Juni 2020, Covid-19 telah menginfeksi lebih dari 7,1 juta orang di 215 negara dengan jumlah kematian 408.734 orang.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8124) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Vodka Bisa Kurangi Risiko Terinfeksi Virus Corona Covid-19?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 09/06/2020

    Berita


    Narasi bahwa vodka bisa mengurangi risiko terinfeksi virus Corona Covid-19 beredar di media sosial. Narasi ini terdapat dalam sebuah surat yang diterbitkan pada 7 Maret 2020 di Kansas, Missouri, Amerika Serikat. Di Instagram, foto surat tersebut salah satunya dibagikan oleh akun @donkey_yurino, yakni pada 12 Maret 2020.
    Dalam surat tersebut, disebutkan bahwa menurut penelitian yang dilakukan oleh pembuat surat itu konsumsi minuman beralkohol bisa membantu mengurangi risiko terinfeksi virus Corona Covid-19. "Vodka is the most recommended for drinking, cleaning and sanitizing," demikian narasi dalam surat berbahasa Inggris tersebut.
    Adapun dalam keterangannya, akun @donkey_yurino menuliskan narasi, "stay safe guys... perbanyak minum alkohol agar tidak terkena corona." Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah disukai lebih dari 29 ribu kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Instagram @donkey_yurino.
    Apa benar vodka dapat mengurangi risiko terinfeksi virus Corona Covid-19?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri foto surat tersebut denganreverse image toolSource dan Google. Hasilnya, ditemukan sebuah foto serupa, namun dengan kop surat yang memuat logo Saint Luke's Hospital of Kansas City. Berdasarkan petunjuk ini, Tempo menelusuri pemberitaan terkait dengan memasukkan kata kunci "Saint Luke's Hospital vodka coronavirus".
    Dilansir dari AFP Fact Check, juru bicara Saint Luke's Hospital, Lindsey Stitch, menyatakan bahwa surat yang beredar itu adalah surat palsu. "Vodka tidak memiliki pengaruh terhadap virus Corona," kata Stitch kepada AFP melalui email pada 12 Maret 2020.
    Melalui akun Facebook resminya, Saint Luke’s Health System, Saint Luke's Hospital juga telah mengklarifikasi informasi tersebut pada 12 Maret 2020. Mereka menyatakan bahwa laporan yang menyebut konsumsi minuman beralkohol dapat mengurangi risiko terinfeksi virus Corona Covid-19 tidak benar.
    "Saint Luke mengikuti panduan CDC, yakni mempraktekkan kebersihan tangan yang baik; mencuci tangan minimal 20 detik, terutama setelah menggunakan kamar kecil, sebelum makan, dan setelah bersin atau batuk; jika sabun dan air tidak tersedia, gunakan hand sanitizer dengan kandungan alkohol minimal 60 persen; hindari kontak dekat dengan orang yang sakit dan tinggal di rumah saat Anda sakit; hindari menyentuh mata, hidung, dan mulut; tutup batuk dan bersin dengan tisu, lalu buang tisu ke tempat sampah; bersihkan dan disinfeksi benda dan permukaan yang sering disentuh dengan semprotan pembersih rumah tangga biasa," demikian narasi yang ditulis oleh Saint Luke's Hospital.
    Berdasarkan arsip berita Tempo pada 7 Maret 2020, salah satu produsen vodka Tito's asal Austin, Texas, Amerika, pun melarang masyarakat menggunakan vodka sebagaihand sanitizer. "Menurut CDC, pembersih tangan harus mengandung alkohol minimal 60 persen. VodkahomemadeTito mengandung alkohol 40 persen, dan karena itu tidak memenuhi rekomendasi CDC saat ini."
    Sebelumnya, pernah beredar klaim bahwa minum alkohol bisa membunuh virus Corona Covid-19. Klaim itu disertai dengan gambar tangkapan layar sebuah video berita yang berjudul "Alcohol kills coronavirus". Dalam gambar itu, terdapat pula logo stasiun televisi asing, CNN, dan salah satunews anchorsenior, Wolf Blitzer.
    Tim CekFakta Tempo telah memverifikasi klaim tersebut dan menyatakannya sebagai klaim yang keliru. Pasalnya, gambar tangkapan layar itu palsu. Gambar tersebut berasal dari situs pembuattemplatememe.Templateitu sengaja diproduksi untuk dipakai sebagai parodi.
    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun telah menyatakan bahwa tidak benar minum alkohol bisa membunuh virus Corona Covid-19. Ketika virus telah memasuki tubuh seseorang, menyemprotkan alkohol atau bahkan meminumnya tidak akan bisa membunuh virus tersebut.
    WHO menegaskan bahwa alkohol dan klorin bisa dipakai untuk mendesinfeksi permukaan sebuah benda. Namun, keduanya tetap harus digunakan di bawah rekomendasi yang tepat. "Jadi, salah jika Anda mengatakan bahwa mengkonsumsi produk alkohol atau bir dapat membantu mencegah Covid-19," ujar WHO.
    Para dokter pun memperingatkan bahwa alkohol tidak berpengaruh terhadap penularan virus Corona Covid-19. Menurut mereka, cara untuk menghindari penyebaran virus Corona adalah dengan mematuhi imbauan kesehatan serta tidak melakukan kontak dengan pasien yang terinfeksi.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa vodka dapat mengurangi risiko terinfeksi virus Corona Covid-19 adalah klaim yang keliru. Surat yang menyertai klaim tersebut adalah surat palsu. Minuman beralkohol, termasuk vodka, pun tidak memiliki pengaruh terhadap virus Corona Covid-19. Ketika virus telah memasuki tubuh seseorang, menyemprotkan alkohol atau bahkan meminumnya tidak akan bisa membunuh virus tersebut.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan