Akun Facebook Togu Simatupang mengunggah gambar artikel hasil tangkapan layar dengan narasi sebagai berikut:
“Inilah yang paling mengerikan !!! Para TKA cina itu akhirnya akan bisa membuat dokumen apapun dari barak, mess atau apartemennya !
Sedih banget liat negeriku…”
(GFD-2020-4486) [SALAH] “Para TKA Cina itu Akhirnya Akan Bisa Membuat Dokumen Apapun dari Barak, Mess atau Apartemennya”
Sumber: facebook.comTanggal publish: 28/07/2020
Berita
Hasil Cek Fakta
Setelah ditelusuri, informasi yang terdapat dalam dua artikel tersebut tidak menyebutkan bahwa TKA Cina dapat membuat dokumen apapun dari barak, mess atau apartemennya. Kedua artikel tersebut memuat informasi mengenai kemudahan bagi masyarakat Indonesia selama pandemi ini untuk mengurus dokumen yang dapat dilakukan secara online, seperti Akta Kelahiran, Kartu Keluarga dan lainnya, bisa dicetak sendiri di rumah dengan menggunakan kertas HVS.
Namun, menurut ketentuan yang telah diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, yang direvisi lagi menjadi UU Nomor Tahun 2013. Dalam Pasal 63 UU 24/2013 yang berbunyi “Penduduk Warga Negara Indonesia dan orang asing memiliki Izin Tinggal Tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah menikah atau pernah kawin wajib memiliki KTP el”. Menurut Zudan Arif Fakhrulloh, selaku Dirjen Dukcapil Kemendagri, prosedur pengajuannya sama dengan WNI mengajukan perekaman e-KTP. Mereka cukup datang ke Dinas Penduukan dan Pencataan Sipil (Dukcapil) setempat untuk perekaman dan mendapatkan e-KTP.
“Kalau sudah punya izin tinggal tetap, WNA tadi tinggal datang ke dinas dukcapil. Nanti yang bersangkutan harus mempunyai alamat di Indonesia,” terang Zudan, dilansir dari Kumparan.
Untuk mendapatkan ITAP, WNA yang berstatus sebagai pekerja asing, investor, dan rohaniwan harus tinggal di Indonesia selama 3 tahun berturut-turut. Sebelum mendapatkan ITAP, mereka tinggal di Indonesia menggunakan Izin Tinggal Terbatas (ITAS). Izin ini harus diurus WNA di kantor Imigrasi setempat dan TKA tetap harus secara fisik mendatangi kantor Imigrasi.
Sementara itu, dalam mempekerjakan tenaga asing, dilakukan melalui mekanisme dan prosedur yang sangat ketat. Perusahaan atau korporasi yang mempergunakan tenaga kerja asing bekerja di Indonesia diwajibkan untuk membuat Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2018 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Untuk mendapatkan RPTKA ini, pemberi kerja TKA harus mengajukan permohonan kepada Dirjen Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja atau Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing melalui sistem online.
Namun, menurut ketentuan yang telah diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, yang direvisi lagi menjadi UU Nomor Tahun 2013. Dalam Pasal 63 UU 24/2013 yang berbunyi “Penduduk Warga Negara Indonesia dan orang asing memiliki Izin Tinggal Tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah menikah atau pernah kawin wajib memiliki KTP el”. Menurut Zudan Arif Fakhrulloh, selaku Dirjen Dukcapil Kemendagri, prosedur pengajuannya sama dengan WNI mengajukan perekaman e-KTP. Mereka cukup datang ke Dinas Penduukan dan Pencataan Sipil (Dukcapil) setempat untuk perekaman dan mendapatkan e-KTP.
“Kalau sudah punya izin tinggal tetap, WNA tadi tinggal datang ke dinas dukcapil. Nanti yang bersangkutan harus mempunyai alamat di Indonesia,” terang Zudan, dilansir dari Kumparan.
Untuk mendapatkan ITAP, WNA yang berstatus sebagai pekerja asing, investor, dan rohaniwan harus tinggal di Indonesia selama 3 tahun berturut-turut. Sebelum mendapatkan ITAP, mereka tinggal di Indonesia menggunakan Izin Tinggal Terbatas (ITAS). Izin ini harus diurus WNA di kantor Imigrasi setempat dan TKA tetap harus secara fisik mendatangi kantor Imigrasi.
Sementara itu, dalam mempekerjakan tenaga asing, dilakukan melalui mekanisme dan prosedur yang sangat ketat. Perusahaan atau korporasi yang mempergunakan tenaga kerja asing bekerja di Indonesia diwajibkan untuk membuat Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2018 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Untuk mendapatkan RPTKA ini, pemberi kerja TKA harus mengajukan permohonan kepada Dirjen Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja atau Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing melalui sistem online.
Kesimpulan
Oleh karena itu, informasi yang menyebutkan bahwa TKA dapat membuat dokumen apapun di barak, mess maupun apartemen merupakan konten yang salah.
Rujukan
- https://turnbackhoax.id/2020/07/28/salah-para-tka-cina-itu-akhirnya-akan-bisa-membuat-dokumen-apapun-dari-barak-mess-atau-apartemennya/
- https://news.detik.com/berita/d-5085725/tak-perlu-antre-warga-bisa-cetak-kk-hingga-akta-kelahiran-sendiri-di-rumah/2
- https://nasional.kontan.co.id/news/inilah-cara-cetak-akta-kelahiran-dan-kartu-keluarga-sendiri-pakai-kertas-hvs?page=all
- https://kumparan.com/kumparannews/syarat-dan-prosedur-pengajuan-e-ktp-untuk-warga-negara-asing-1551240458531856141/full
- https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190228132907-20-373440/syarat-dan-aturan-e-ktp-untuk-wna
- http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/hukum-bisnis/1427-tenaga-kerja-asing-di-indonesia-kebijakan-dan-implementasi.html
- https://tka-online.kemnaker.go.id/syarat.asp
(GFD-2020-4485) [SALAH] Foto Wapres Ma’ruf dengan Narasi “Lebih suka jaga kursi dari pada agamanya”
Sumber: facebook.comTanggal publish: 28/07/2020
Berita
“Lebih suka jaga kursi dari pada agamanya,”, tulis akun Facebook Toni Andhika atau @tony.andhika.1 dengan melampirkan foto Wakil Presiden (Wapres), Ma’ruf Amin, Sabtu (11/7).
Hasil Cek Fakta
Akun Facebook Toni Andhika atau @tony.andhika.1 mengunggah Foto Wakil Presiden (Wapres), Ma’ruf Amin yang sedang duduk di kursi dengan tangan kiri memegang bagian kening. Pada unggahan itu ditambahkan narasi “Lebih suka jaga kursi dari pada agamanya”.
Setelah ditelusuri melalui mesin pencari, diketahui unggahan akun Facebook Toni Andhika adalah salah atau keliru.
Faktanya, foto Wapres Ma’ruf tersebut pernah ditayangkan oleh Tribun News dalam artikel yang berjudul “Masih Banyak yang Ragu, Maruf Amin Tegaskan Imunisasi MR Wajib” pada Rabu 19 September 2018 lalu.
Pada foto yang ditayangkan Tribun News Ketika itu, posisi Ma’ruf belum menjadi Wapres, tetapi masih Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI). Berikut keterangan foto Wapres Ma’ruf tersebut, “Ketua Umum MUI Maruf Amin saat menjadi narasumber dalam Forum Merdeka Barat 9 di kantor Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, Selasa (18/9/2018). Diskusi tersebut mengangkat tema Jalan Panjang Fatwa MUI Vaksin Measles Rubella (MR). Tribunnews/Jeprima”.
Dengan begitu, unggahan akun Facebook Toni Andhika berdasarkan kategori Misinformasi dan Disinformasi dari First Draft, disebut sebagai False Context atau Konteks yang Salah dengan arti ketika konten yang asli dipadankan dengan konteks informasi yang salah.
Setelah ditelusuri melalui mesin pencari, diketahui unggahan akun Facebook Toni Andhika adalah salah atau keliru.
Faktanya, foto Wapres Ma’ruf tersebut pernah ditayangkan oleh Tribun News dalam artikel yang berjudul “Masih Banyak yang Ragu, Maruf Amin Tegaskan Imunisasi MR Wajib” pada Rabu 19 September 2018 lalu.
Pada foto yang ditayangkan Tribun News Ketika itu, posisi Ma’ruf belum menjadi Wapres, tetapi masih Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI). Berikut keterangan foto Wapres Ma’ruf tersebut, “Ketua Umum MUI Maruf Amin saat menjadi narasumber dalam Forum Merdeka Barat 9 di kantor Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, Selasa (18/9/2018). Diskusi tersebut mengangkat tema Jalan Panjang Fatwa MUI Vaksin Measles Rubella (MR). Tribunnews/Jeprima”.
Dengan begitu, unggahan akun Facebook Toni Andhika berdasarkan kategori Misinformasi dan Disinformasi dari First Draft, disebut sebagai False Context atau Konteks yang Salah dengan arti ketika konten yang asli dipadankan dengan konteks informasi yang salah.
Kesimpulan
Foto Wapres Ma’ruf dengan narasi yang diunggah akun Facebook Toni Andhika, konteksnya tidak berhubungan. Diketahui, foto Wapres Ma’ruf tersebut adalah ketika menjabat sebagai Ketua Umum MUI yang menjadi narasumber dalam Forum Merdeka Barat 9 di kantor Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, Selasa 18 September 2018 lalu dengan tema “Jalan Panjang Fatwa MUI Vaksin Measles Rubella (MR)”.
Rujukan
(GFD-2020-4484) [SALAH] “Presiden Prancis, Macron meminta maaf dan berjanji membantu pendirian sekolah Turki di Prancis”
Sumber: facebook.comTanggal publish: 28/07/2020
Berita
kun Abu Jibril (fb.com/abu.jibril.16503323) mengunggah sebuah gambar tangkapan layar artikel berjudul ““Presiden Perancis Melarang Pendirian Sekolah Turki di Negaranya, Erdogan Balas dengan Tegas” yang dimuat di situs Suara Lira pada 30 Juli 2019.
Berikut kutipan artikel yang diunggah oleh akun tersebut:
“Presiden Prancis Emmanuel Macron kemarin mengeluarkan larangan pendirian sekolah Turki di Prancis. Merespon hal itu, setengah jam kemudian, Presiden Turki Erdogan mengeluarkan perintah penutupan semua sekolah prancis di Turki. Kurang lebih 70 sekolah. Beberapa menit kemudian, Presiden Macron menarik kembali keputusannya, meminta maaf kepada rakyat Turki, dan berjanji membantu menyediakan semua fasilitas untuk kepentingan pendirian sekolah Turki di Prancis. Erdogan dilawan! Presiden Erdogan mengajarkan Macron dan rakyat Prancis makna kemanusiaan dan makna menghargai hak asasi semua manusia di muka bumi. Presiden Turki mengajarkan Izzah ummat islam kepada para pemimpin negeri islam yang terus membebek ke yahudi.*** Sumber : Turki al-Yaum”
Berikut kutipan artikel yang diunggah oleh akun tersebut:
“Presiden Prancis Emmanuel Macron kemarin mengeluarkan larangan pendirian sekolah Turki di Prancis. Merespon hal itu, setengah jam kemudian, Presiden Turki Erdogan mengeluarkan perintah penutupan semua sekolah prancis di Turki. Kurang lebih 70 sekolah. Beberapa menit kemudian, Presiden Macron menarik kembali keputusannya, meminta maaf kepada rakyat Turki, dan berjanji membantu menyediakan semua fasilitas untuk kepentingan pendirian sekolah Turki di Prancis. Erdogan dilawan! Presiden Erdogan mengajarkan Macron dan rakyat Prancis makna kemanusiaan dan makna menghargai hak asasi semua manusia di muka bumi. Presiden Turki mengajarkan Izzah ummat islam kepada para pemimpin negeri islam yang terus membebek ke yahudi.*** Sumber : Turki al-Yaum”
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan hasil penelusuran Tim CekFakta Tempo, klaim bahwa Presiden Prancis, Macron menarik kembali keputusannya, meminta maaf kepada rakyat Turki, dan berjanji membantu menyediakan semua fasilitas untuk kepentingan pendirian sekolah Turki di Prancis adalah klaim yang salah.
Faktanya, hingga saat ini, rencana pendirian sekolah Turki itu belum disetujui oleh pemerintah Prancis dengan alasan prinsip-prinsip sekuler negara tersebut.
Bahkan, dalam situs Al Yaum yang diklaim sebagai sumber informasi itu, juga tidak ditemukan informasi tersebut saat Tempo memasukkan kata kunci “Presiden Prancis Izinkan Turki Buka Sekolah” dalam bahasa Arab di kolom pencarian situs tersebut.
Tempo pun menghubungi Dandy Koswaraputra, Kepala Anadolu Agency Indonesia, kantor berita milik pemerintah Turki di Indonesia, yang menanyakan informasi itu kepada para jurnalis Anadolu, baik di Turki maupun di Eropa. Hingga saat ini, tidak ada informasi lebih lanjut mengenai rencana pendirian sekolah Turki di Perancis. Tidak ada pula penutupan sekolah Prancis di Turki.
Pada akhir Mei 2019, Turki memang berencana mendirikan sekolah menengah di Prancis. Mereka telah mengirimkan delegasi untuk mewujudkan rencana itu. “Orang-orang Prancis mendapat tekanan di Istanbul dan Ankara oleh kekuatan Erdogan, yang berupaya mendirikan sekolah-sekolah Turki di Prancis,” ujar sumber yang diwawancarai oleh Le Point.
Namun, keinginan Turki membuka sekolah di Prancis itu belum menemui titik temu dan membuat keresahan baru dalam hubungan kedua negara. “Kami telah melakukan pembicaraan dengan pemerintah Prancis untuk membuka sekolah-sekolah yang dikontrol Turki di Prancis selama beberapa tahun terakhir, tapi pembicaraan belum membuahkan hasil,” kata seorang pejabat Turki yang akrab dengan negosiasi tersebut kepada Xinhua.
“Negosiasi dilakukan atas dasar bahwa Prancis memiliki sekolah di Turki selama bertahun-tahun, dan kami mencari timbal balik untuk praktik ini,” ujar pejabat itu.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Prancis Jean-Michel Blanquer mengatakan bahwa pemerintah tidak mendukung gagasan Turki membuka sekolah menengah di Prancis. Blanquer mengisyaratkan bahwa Turki ingin membawa ideologinya ke Prancis melalui sekolah-sekolah itu.
Dilansir dari Euronews, yang mengutip seorang pejabat Kementerian Pendidikan Prancis, Turki mengancam akan melakukan hal yang sama pada sekolah-sekolah Prancis di Turki jika Prancis menciptakan masalah dalam pendirian sekolah-sekolah Turki di sana. Prancis menolak inisiatif ini dengan alasan prinsip-prinsip sekuler negara tersebut, dan sejak saat itu Ankara menunjukkan tekanan terhadap sekolah-sekolah Prancis di Turki.
Faktanya, hingga saat ini, rencana pendirian sekolah Turki itu belum disetujui oleh pemerintah Prancis dengan alasan prinsip-prinsip sekuler negara tersebut.
Bahkan, dalam situs Al Yaum yang diklaim sebagai sumber informasi itu, juga tidak ditemukan informasi tersebut saat Tempo memasukkan kata kunci “Presiden Prancis Izinkan Turki Buka Sekolah” dalam bahasa Arab di kolom pencarian situs tersebut.
Tempo pun menghubungi Dandy Koswaraputra, Kepala Anadolu Agency Indonesia, kantor berita milik pemerintah Turki di Indonesia, yang menanyakan informasi itu kepada para jurnalis Anadolu, baik di Turki maupun di Eropa. Hingga saat ini, tidak ada informasi lebih lanjut mengenai rencana pendirian sekolah Turki di Perancis. Tidak ada pula penutupan sekolah Prancis di Turki.
Pada akhir Mei 2019, Turki memang berencana mendirikan sekolah menengah di Prancis. Mereka telah mengirimkan delegasi untuk mewujudkan rencana itu. “Orang-orang Prancis mendapat tekanan di Istanbul dan Ankara oleh kekuatan Erdogan, yang berupaya mendirikan sekolah-sekolah Turki di Prancis,” ujar sumber yang diwawancarai oleh Le Point.
Namun, keinginan Turki membuka sekolah di Prancis itu belum menemui titik temu dan membuat keresahan baru dalam hubungan kedua negara. “Kami telah melakukan pembicaraan dengan pemerintah Prancis untuk membuka sekolah-sekolah yang dikontrol Turki di Prancis selama beberapa tahun terakhir, tapi pembicaraan belum membuahkan hasil,” kata seorang pejabat Turki yang akrab dengan negosiasi tersebut kepada Xinhua.
“Negosiasi dilakukan atas dasar bahwa Prancis memiliki sekolah di Turki selama bertahun-tahun, dan kami mencari timbal balik untuk praktik ini,” ujar pejabat itu.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Prancis Jean-Michel Blanquer mengatakan bahwa pemerintah tidak mendukung gagasan Turki membuka sekolah menengah di Prancis. Blanquer mengisyaratkan bahwa Turki ingin membawa ideologinya ke Prancis melalui sekolah-sekolah itu.
Dilansir dari Euronews, yang mengutip seorang pejabat Kementerian Pendidikan Prancis, Turki mengancam akan melakukan hal yang sama pada sekolah-sekolah Prancis di Turki jika Prancis menciptakan masalah dalam pendirian sekolah-sekolah Turki di sana. Prancis menolak inisiatif ini dengan alasan prinsip-prinsip sekuler negara tersebut, dan sejak saat itu Ankara menunjukkan tekanan terhadap sekolah-sekolah Prancis di Turki.
Kesimpulan
Hingga saat ini, rencana pendirian sekolah Turki itu belum disetujui oleh pemerintah Prancis dengan alasan prinsip-prinsip sekuler negara tersebut.
Rujukan
(GFD-2020-4483) [SALAH] “mayat positif covid 19 dikuburkan masih menggunakan daster (tidak sesuai dgn syariat fardhu kifayah islam)”
Sumber: facebook.comTanggal publish: 28/07/2020
Berita
Akun Muh Taufiq Hidayat (fb.com/tije.ani) mengunggah sebuah gambar yang berisi narasi:
“Meninggal postif covid 19 di RSU Sembiring, Medan. Di kuburkan di perkuburan suka maju stm sesuai protokol kesehatan. Ternyata peti jenazah tidak maut., maka pihak keluarga membuka peti, dan ternyata si mayat masih menggunakan daster (tidak sesuai dgn syariat fardhu kifayah islam). Yg penting dapat target, cair dananya #coronaPenyakitProyek”
“Meninggal postif covid 19 di RSU Sembiring, Medan. Di kuburkan di perkuburan suka maju stm sesuai protokol kesehatan. Ternyata peti jenazah tidak maut., maka pihak keluarga membuka peti, dan ternyata si mayat masih menggunakan daster (tidak sesuai dgn syariat fardhu kifayah islam). Yg penting dapat target, cair dananya #coronaPenyakitProyek”
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan hasil penelusuran Tim CekFakta Tempo, unggahan foto seorang jenazah yang diklaim postif Covid-19 dimakamkan masih mengenakan daster dan tidak sesuai syariat fardu kifayah Islam di Medan adalah klaim yang menyesatkan.
Faktanya, rumah sakit telah memastikan jenazah tersebut dimandikan sebelum dikafani dan dimasukkan ke peti. Menurut Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 tentang pedoman pengurusan jenazah (tajhiz al-jana’iz), muslim yang terpapar Covid-19 dapat dimandikan tanpa harus dibuka pakaiannya.
Selain itu, hingga artikel ini dimuat, pasien tersebut belum diketahui apakah positif Covid-19. Meskipun begitu, hasil rapid test pasien itu reaktif sehingga dimakamkan sesuai protokol Covid-19.
Dilansir dari IDN Times, jenazah perempuan itu dikuburkan dengan protokol Covid-19 di Pemakaman Suka Maju, Jalan STM Medan, Sumatera Utara. Tapi masalah muncul saat pemakaman, di mana peti jenazah tidak muat masuk ke liang lahat. Akhirnya, keluarga membuka peti dan melihat jenazah perempuan itu masih menggunakan daster di balik kain kafan.
Lurah Suka Maju, Harry Agus Perdana, membenarkan peristiwa tersebut. Dia mengatakan bahwa pasien perempuan tersebut masuk ke RSU Sembiring pada 23 Juli dengan catatan penyakit jantung. Namun, pada 24 Juli subuh, pasien perempuan itu dinyatakan meninggal.
“Ketika saya hadir di lokasi, kondisi peti jenazah sudah terbuka. Tidak tahu pasti siapa yang membuka. Ada info di lapangan bahwa pihak keluarga yang membuka peti. Tapi (memang) itu belum dipastikan Covid-19 atau tidak. Informasi yang kami terima dari rumah sakit, warga kita yang meninggal hasil rapid test-nya reaktif,” kata Harry.
Karena hasil rapid test pasien itu reaktif, rumah sakit mengarahkan keluarga agar pemakaman dilakukan sesuai protokol Covid-19. Meski sempat ada penolakan, akhirnya keluarga menerima dengan kesepakatan jenazah dimakamkan di pemakaman Covid-19 dan tetap dilakukan sesuai protokol Covid-19.
“Waktu proses pemakaman awal, tidak ada masalah. Tapi info yang diterima dari keluarga, petinya tidak muat. Lalu, oleh keluarga, petinya dibongkar sehingga nampaklah jenazah yang masih berdaster itu,” tuturnya. Keluarga pun menuding rumah sakit belum memandikan jenazah. Namun, Harry menyebut rumah sakit telah memastikan jenazah dimandikan sebelum dikafani dan dimasukkan ke peti.
“Saya tanya petugas itu, ‘Ini bagaimana jenazah? Apakah sudah dimandikan atau bagaimana?’ Jawaban dari petugas RSU Sembiring, ‘Pak, sudah kita mandikan. Saya langsung yang mandikan, demi Allah.’,” ujar Harry. Harry menyebut pihaknya pun berupaya memediasi keluarga dengan rumah sakit yang terlibat keributan. Akhirnya, pemakaman dilanjutkan dengan protokol Covid-19.
Dikutip dari Detik.com, juru bicara Gugus Tugas Covid-19 Sumatera Utara, Aris Yudhariansyah, turut memberikan penjelasan soal protokol pengurusan jenazah pasien terkait Covid-19. Menurutnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa soal hal itu.
“Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 bagi jenazah yang menurut medis dapat dimandikan, jenazah dimandikan tanpa harus dibuka pakaiannya,” katanya. Selain itu, menurut fatwa tersebut, jenazah bisa hanya ditayamumkan. “Jika petugas yang memandikan tidak ada yang berjenis kelamin sama (dengan jenazah), dimandikan oleh petugas yang ada dengan syarat jenazah tetap memakai pakaian. Jika tidak, ditayamumkan,” kata Aris.
Faktanya, rumah sakit telah memastikan jenazah tersebut dimandikan sebelum dikafani dan dimasukkan ke peti. Menurut Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 tentang pedoman pengurusan jenazah (tajhiz al-jana’iz), muslim yang terpapar Covid-19 dapat dimandikan tanpa harus dibuka pakaiannya.
Selain itu, hingga artikel ini dimuat, pasien tersebut belum diketahui apakah positif Covid-19. Meskipun begitu, hasil rapid test pasien itu reaktif sehingga dimakamkan sesuai protokol Covid-19.
Dilansir dari IDN Times, jenazah perempuan itu dikuburkan dengan protokol Covid-19 di Pemakaman Suka Maju, Jalan STM Medan, Sumatera Utara. Tapi masalah muncul saat pemakaman, di mana peti jenazah tidak muat masuk ke liang lahat. Akhirnya, keluarga membuka peti dan melihat jenazah perempuan itu masih menggunakan daster di balik kain kafan.
Lurah Suka Maju, Harry Agus Perdana, membenarkan peristiwa tersebut. Dia mengatakan bahwa pasien perempuan tersebut masuk ke RSU Sembiring pada 23 Juli dengan catatan penyakit jantung. Namun, pada 24 Juli subuh, pasien perempuan itu dinyatakan meninggal.
“Ketika saya hadir di lokasi, kondisi peti jenazah sudah terbuka. Tidak tahu pasti siapa yang membuka. Ada info di lapangan bahwa pihak keluarga yang membuka peti. Tapi (memang) itu belum dipastikan Covid-19 atau tidak. Informasi yang kami terima dari rumah sakit, warga kita yang meninggal hasil rapid test-nya reaktif,” kata Harry.
Karena hasil rapid test pasien itu reaktif, rumah sakit mengarahkan keluarga agar pemakaman dilakukan sesuai protokol Covid-19. Meski sempat ada penolakan, akhirnya keluarga menerima dengan kesepakatan jenazah dimakamkan di pemakaman Covid-19 dan tetap dilakukan sesuai protokol Covid-19.
“Waktu proses pemakaman awal, tidak ada masalah. Tapi info yang diterima dari keluarga, petinya tidak muat. Lalu, oleh keluarga, petinya dibongkar sehingga nampaklah jenazah yang masih berdaster itu,” tuturnya. Keluarga pun menuding rumah sakit belum memandikan jenazah. Namun, Harry menyebut rumah sakit telah memastikan jenazah dimandikan sebelum dikafani dan dimasukkan ke peti.
“Saya tanya petugas itu, ‘Ini bagaimana jenazah? Apakah sudah dimandikan atau bagaimana?’ Jawaban dari petugas RSU Sembiring, ‘Pak, sudah kita mandikan. Saya langsung yang mandikan, demi Allah.’,” ujar Harry. Harry menyebut pihaknya pun berupaya memediasi keluarga dengan rumah sakit yang terlibat keributan. Akhirnya, pemakaman dilanjutkan dengan protokol Covid-19.
Dikutip dari Detik.com, juru bicara Gugus Tugas Covid-19 Sumatera Utara, Aris Yudhariansyah, turut memberikan penjelasan soal protokol pengurusan jenazah pasien terkait Covid-19. Menurutnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa soal hal itu.
“Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 bagi jenazah yang menurut medis dapat dimandikan, jenazah dimandikan tanpa harus dibuka pakaiannya,” katanya. Selain itu, menurut fatwa tersebut, jenazah bisa hanya ditayamumkan. “Jika petugas yang memandikan tidak ada yang berjenis kelamin sama (dengan jenazah), dimandikan oleh petugas yang ada dengan syarat jenazah tetap memakai pakaian. Jika tidak, ditayamumkan,” kata Aris.
Kesimpulan
Rumah sakit telah memastikan jenazah tersebut dimandikan sebelum dikafani dan dimasukkan ke peti. Menurut Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 tentang pedoman pengurusan jenazah (tajhiz al-jana’iz), muslim yang terpapar Covid-19 dapat dimandikan tanpa harus dibuka pakaiannya.
Rujukan
- https://cekfakta.tempo.co/fakta/916/fakta-atau-hoaks-benarkah-jenazah-pasien-covid-19-yang-berdaster-ini-tak-dimakamkan-sesuai-syariat-islam
- https://www.idntimes.com/news/indonesia/indah-permatasari-lubis/viral-jenazah-pasien-covid-19-dikubur-masih-pakai-baju-daster-nasional/3
- https://news.detik.com/berita/d-5109035/geger-jenazah-suspek-corona-berdaster-dalam-kafan-di-medan/2
- https://mui.or.id/produk/fatwa/27752/fatwa-no-18-tahun-2020-pedoman-pengurusan-jenazah-tajhiz-al-janaiz-muslim-yang-terinfeksi-covid-19/
- https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/20/110257965/panduan-dan-tata-cara-baru-menguburkan-jenazah-pasien-covid-19?page=all
Halaman: 5125/5693