(GFD-2020-8122) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Disinfektan Dapat Picu Kebakaran Jika Disemprotkan pada Motor yang Menyala?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 08/06/2020
Berita
Narasi bahwa cairan disinfektan dapat memicu kebakaran jika disemprotkan pada motor yang mesinnya dalam posisi menyala beredar di Facebook dan grup-grup WhatsApp. Narasi ini dilengkapi dengan sebuah video yang memperlihatkan motor yang terbakar ketika disemprot dengan cairan disinfektan.
Di Facebook, salah satu akun yang membagikan narasi dan video tersebut adalah akun Renner Inti Internasional's, yakni pada 2 Juni 2020. Akun ini menuliskan narasi, "Menyemprotkan Disenfektan pada kendaraan yg Panas dan Menyala,pemicu Kebakaran,Waspadalah2. tetap berhati2 yah."
Adapun dalam video berdurasi 48 detik itu, terlihat seorang pengendara motor yang sedang berhenti di pinggir jalan untuk mendapatkan semprotan disinfektan dari dua petugas. Namun, begitu semprotan disinfektan mengenai bagian mesin, timbul kobaran api.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Renner Inti Internasional's.
Apa benar cairan disinfektan dapat memicu kebakaran jika disemprotkan pada motor yang mesinnya dalam posisi menyala?
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mengambil gambar tangkapan layar video tersebut, yakni saat motor tebakar, dan menelusurinya dengan reverse image tool Google. Hasilnya, video tersebut pernah dimuat di situs stok video Newsflare pada 30 Mei 2020.
Menurut laporan Newsflare, peristiwa terbakarnya motor dalam video itu terjadi di India barat. Motor tersebut terbakar setelah petugas keamanan menyemprotkan sanitizer untuk mendisinfeksinya. Hal ini dilakukan dalam rangka memerangi penyebaran virus Corona Covid-19.
Newsflare menjelaskan bahwa video itu merupakan video CCTV dari Arvind Textile Mill di Ahmedabad, Gujarat, India Barat. Pria dalam video tersebut merupakan seorang karyawan yang akan melapor untuk bekerja. Begitu dia masuk, dua petugas keamanan menyemprotkan sanitizer pada motornya dari kedua sisi.
Karena cairan disinfektan tersebut mudah terbakar, motor itu pun terbakar. Tak lama kemudian, seorang pria menyiramkan air dari sebuah ember ke kobaran api tersebut. Sumber internal perusahaan itu mengatakan pengendara tersebut lolos dengan luka bakar ringan, tapi motornya rusak parah.
Kebakaran motor setelah disemprot cairan disinfektan yang terjadi di India ini juga diberitakan oleh sejumlah media dalam negeri. Detik.com misalnya, memberitakan peristiwa itu pada 2 Juni 2020 dengan judul "Bahaya Betul, Motor Ini Terbakar Setelah Disemprot Disinfektan".
Dalam beritanya, Detik.com memuat gambar tangkapan layar dari video kebakaran motor tersebut. Begitu pula dengan Kompas.com, yang memuat gambar tangkapan layar video kebakaran motor itu dalam beritanya pada 4 Juni 2020. Berita tersebut berjudul "Ini Bahayanya Semprot Motor Pakai Cairan Disinfektan".
Dikutip dari JPNN.com, Director Training Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI), Sony Susmana, membenarkan bahwa cairan disinfektan bisa menimbulkan kebakaran pada kendaraan. "Betul. Rata-rata cairan disinfektan mengandung campuran alkohol. Ketika disemprotkan ke benda yang permukaannya panas, besar kemungkinan menimbulkan kobaran api,” kata Sony pada 3 Juni 2020.
Sony menyarankan, untuk mensterilkan kendaraan, cukup menggunakan cairan yang tidak mengandung alkohol seperti air sabun. “Kalau tujuan ingin sterilisasi kendaraan cukup dengan campuran pelarut seperti detergen dan sabun. Dengan itu, menurut saya, sudah cukup membuhun bakteri,” ungkapnya.
Dilansir dari Kompas.com, ahli kimia Universitas Gadjah Mada, Chairil Anwar, menjelaskan bahwa terdapat sejumlah hal yang bisa menyebabkan motor dalam video tersebut terbakar. "Disinfektan terbakar karena ada pelarut alkohol dan pelarut lain yang mudah terbakar," katanya pada 3 Juni 2020.
Menurut Chairil, penyemprotan disinfektan pada motor tidak tepat. Sebabnya, terkadang muncul percikan api dari motor yang mesinnya dalam kondisi panas. "Kemungkinan itu dari busi," ujarnya. Selain motor, mobil juga tidak perlu disemprot disinfektan.
"Kalau mobil, cukup dengan mengelap pegangan pintu dengan kain yang diberi disinfektan. Sementara pada motor, yang dilap setangnya," kata Chairil. Dokter Rumah Sakit Al-Huda Banyuwangi, Febrina Sugianto, pun mengatakan penyemprotan disinfektan pada kendaraan diperlukan, tapi hanya pada bagian yang sering dipegang, seperti gagang pintu atau setir.
Menurut Kepala Astra Honda Authorized Service Station (AHASS) Bintang Motor Cinere, Ribut Wahyudi, cairan yang disemprotkan pada motor dalam video tersebut cukup banyak. Mesin motor itu pun cukup panas. "Namun, saya belum bisa menyimpulkan kandungan alkohol berapa banyak yang bisa terbakar dan panas berapa derajat yang bisa membakar cairan disinfektan," katanya seperti dilansir dari Kompas.com.
Endro Sutarno, Technical Service Division PT Astra Honda Motor (AHM), menambahkan bahwa perlu dilihat kembali komposisi dari cairan disinfektan tersebut. "Selain itu, kondisi motor perlu dicek, apabila ditemukan kebocoran pada bagian busi atau knalpot, karena hal tersebut juga dapat memicu kebakaran," kata Endro.
Riecky Patrayudha, Head of Service PT Suzuki Indomobil Sales (SIS), mengatakan bahwa sumber api biasanya adalah bagian penghasil panas mesin, seperti knalpot, atau percikan bunga api. "Percikan bunga api bisa dari kabel busi yang bocor atau saklar elektronik yang sedang mengalirkan arus listrik," ujarnya. Menurut Riecky, cairan disinfektan yang mengandung alkohol tidak boleh disemprotkan pada benda yang panas, sumber api, atau percikan listrik.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa cairan disinfektan dapat memicu kebakaran jika disemprotkan pada motor yang mesinnya dalam posisi menyala benar adanya. Video yang menyertai klaim itu memang merupakan video motor yang terbakar ketika disemprot dengan sanitizer dengan tujuan mendisinfeksi. Video itu diambil di India. Adapun menurut sejumlah ahli, cairan disinfektan yang mengandung alkohol bisa menimbulkan kebakaran jika disemprotkan pada mesin yang panas atau bagian motor yang menimbulkan percikan bunga api.
IBRAHIM ARSYAD
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://web.facebook.com/renner.inti.7/videos/916673608848826/
- https://www.newsflare.com/video/359400/bike-goes-up-in-flames-after-security-guards-spray-sanitiser-in-india
- https://oto.detik.com/berita/d-5037848/bahaya-betul-motor-ini-terbakar-setelah-disemprot-disinfektan
- https://otomotif.kompas.com/read/2020/06/04/182200415/ini-bahayanya-semprot-motor-pakai-cairan-disinfektan
- https://www.jpnn.com/news/awas-jangan-semprotkan-cairan-disinfektan-di-motor?page=2
- https://www.kompas.com/tren/read/2020/06/03/200200465/viral-video-motor-terbakar-karena-disemprot-disinfektan-bagaimana-bisa?page=all#page3
- https://otomotif.kompas.com/read/2020/06/04/182200415/ini-bahayanya-semprot-motor-pakai-cairan-disinfektan
(GFD-2020-8121) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Kominfo Tak Mungkin Blokir Internet Papua seperti Pernyataan Menteri Johnny Plate?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 08/06/2020
Berita
Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny Plate, pada 4 Juni 2020 lalu, mengatakan bahwa pemerintah tidak mengambil keputusan dan kebijakan yang melanggar hukum terkait pemblokiran internet di Papua pada Agustus 2019. Johnny menyatakan tidak menemukan informasi adanya rapat di Kominfo soal pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat.
"Secara teknis tidak mungkin Kominfo melakukan pemutusan akses internet atau pelambatan internet yang tata kelolanya berada pada manajemen operator seluler," kata Johnny kepada Tempo. Dia pun mengatakan, Kominfo belum menemukan dokumen yang menyebut operator seluler membuat kebijakan pelambatan internet di Papua dan Papua Barat saat itu.
Johnny juga menuturkan belum ditemukan dokumen tentang keputusan pemerintah pusat, baik di kabinet maupun Kominfo, untuk melakukan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat. "Bisa saja terjadi adanya perusakan terhadap infrastruktur telekomunikasi oleh kelompok yang tidak jelas dan itu berdampak pada gangguan internet di wilayah tersebut."
Pernyataan Johnny ini merespon putusan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang menyatakan Menteri Kominfo sebagai Tergugat I dan Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebagai Tergugat II melanggar hukum terkait kebijakan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat pada Agustus-September 2019.
Kebijakan ini diambil menyusul meletusnya kerusuhan di kedua provinsi tersebut. Gugatan itu dilayangkan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan SAFEnet. Ketika kerusuhan di Papua dan Papua Barat terjadi, Menkominfo masih dijabat oleh Rudiantara. Johnny baru menjabat sebagai Menkominfo pada Oktober 2019.
Artikel ini akan memeriksa pernyataan Menkominfo Johnny Plate yang berbunyi "Kominfo tak mungkin blokir internet Papua", termasuk belum ditemukannya dokumen tentang keputusan pemerintah pusat, baik di kabinet maupun Kominfo, untuk melakukan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat.
Hasil Cek Fakta
Untuk memeriksa klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri dokumen yang diterbitkan Kominfo di situs resminya dan pernyataan Kominfo di media pada Agustus-September 2019. Kebijakanthrottlinghingga pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat oleh pemerintah diumumkan melalui siaran pers di laman resmi Kominfo.
Tempo mendokumentasikan 10 siaran pers dari Kominfo yang berisi pengumumanthrottlingdan pemblokiran internet serta pengumuman pembukaan pemblokiran internet tersebut di Papua dan Papua Barat dalam rentang 19 Agustus-13 September 2019. Kominfo pun menyampaikan kebijakannya itu ke sejumlah media.
Selain itu, Tempo menggunakan data konektivitas internet di Papua dan Papua Barat sepanjang 19-22 Agustus 2019 yang direkam oleh NetBlocks, jaringan masyarakat sipil yang fokus pada isu hak digital. Data ini didapatkan lewat pemetaan alamatInternet Protocol(IP) suatu negara secarareal timedan mengaitkan penyebab terjadinya pemadaman internet tersebut.
Sebagai informasi, persekusi dan tindakan rasis terhadap mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang pada 16 Agustus 2019 memicu protes warga Papua dan Papua Barat. Dimulai pada 19 Agustus 2019, ribuan warga di Kota Manokwari dan Sorong, Papua Barat, turun ke jalan. Aksi tersebut kemudian berakhir ricuh. Gedung DPRD Papua Barat jadi sasaran amuk massa dan dibakar.
Setelah reda, protes berlanjut di sejumlah daerah di Provinsi Papua, mulai dari Sentani, Abepura, Kotaraja, Deiyai, hingga Jayapura yang menyebabkan beberapa warga tewas. Dengan alasan untuk mencegah peredaran hoaks selama kerusuhan itu, pemerintah melalui Kominfo melakukanthrottlinghingga pemblokiran internet sejak 19 Agustus 2019.
Menurut AccesNow,throttlingadalah pelambatan seluruh koneksi jaringan. Sedangkan pemblokiran internet utamanya menyasar materi atau platform tertentu. Pemblokiran seluruh media sosial atau aplikasi pesan singkat bisa berdampak seperti halnya pemadaman jaringan, kemampuan untuk berkomunikasi sangat terbatas dan akses informasi dilarang.
Siaran Pers Kominfo Terkait Throttling hingga Pemblokiran Internet
Terdapat tiga tindakan pembatasan internet yang dilakukan Kominfo, yakni:
1.Throttlingdi beberapa wilayah Papua dan Papua Barat pada 19 Agustus 2019 pada pukul 13.00-20.30 WIT
Kebijakan ini diumumkan melalui Siaran Pers No. 154/HM/KOMINFO/08/2019 tentang Pelambatan Akses di Beberapa Wilayah Papua Barat dan Papua pada Senin, 19 Agustus 2019. Siaran pers ini dipublikasikan di situs resmi Kominfo dengan tautan yang telah diarsipkan Tempo di sini.
Siaran pers itu berisi pengumuman bahwa:
Kementerian Komunikasi dan Informatika telah melakukan throttling atau pelambatan akses/bandwidth di beberapa wilayah Papua Barat dan Papua di mana terjadi aksi massa pada Senin (19/8/2019), seperti Manokwari, Jayapura, dan beberapa tempat lain. Pelambatan akses dilakukan secara bertahap sejak Senin (19/8/2019) pukul 13.00 WIT. Sehubungan dengan situasi di wilayah Papua sudah kondusif, maka mulai malam ini (Pukul 20.30 WIT) akses telekomunikasi sudah dinormalkan kembali. Dapat kami sampaikan bahwa tujuan dilakukan throttling adalah untuk mencegah luasnya penyebaran hoaks yang memicu aksi.
Pelambatan internet ini juga diberitakan oleh Tempo yang mewawancarai Kepala Biro Humas Kominfo, Ferdinandus Setu, pada 19 Agustus 2019.
2. Pemblokiran layanan data di sejumlah daerah di Papua dan Papua Barat pada 21 Agustus-6 September 2019 pukul 23.00 WIT.
a. Kebijakan ini diumumkan di melalui Siaran Pers No. 155/HM/KOMINFO/08/2019 tentang Pemblokiran Layanan Data di Papua dan Papua Barat pada Rabu, 21 Agustus 2019. Siaran pers ini dipublikasikan di situs resmi Kominfo dengan tautan yang telah diarsipkan Tempo di sini.
Siaran pers itu berisi pengumuman bahwa:Untuk mempercepat proses pemulihan situasi keamanan dan ketertiban di Papua dan sekitarnya, setelah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan instansi terkait, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI memutuskan untuk melakukan pemblokiran sementara layanan Data Telekomunikasi, mulai Rabu (21/8) hingga suasana Tanah Papua kembali kondusif dan normal.
b. Pada 23 Agustus 2019, Kominfo kembali menerbitkan Siaran Pers No. 159/HM/KOMINFO/08/2019 tentang Pemblokiran Layanan Data di Papua dan Papua Barat Masih Berlanjut.
Siaran pers ini berbunyi:
Merujuk Siaran Pers Kementerian Komunikasi dan Informatika No. 155/HM/KOMINFO/08/2019 tanggal 21 Agustus 2019 mengenai Pemblokiran Layanan Data di Papua dan Papua Barat, dengan ini disampaikan bahwa hingga saat ini, Jumat (23/8/2019) pemblokiran data internet pada layanan operator seluler masih berlanjut. Pemblokiran layanan data atau internet tersebut akan berlangsung sampai situasi dan kondisi Papua benar-benar normal. Untuk saat ini, masyarakat tetap bisa berkomunikasi dengan menggunakan layanan panggilan telepon dan layanan pesan singkat/SMS.
c. Pada 29 Agustus 2019, Kominfo menerbitkan Siaran Pers No. 163/HM/KOMINFO/08/2019 tentang Pernyataan Pers Menkominfo RI.
Siaran pers ini menyatakan kebijakan pemerintah hanya sebatas melakukan pembatasan terhadap layanan data (tidak ada kebijakan blackout), sementara layanan suara (menelepon/ditelepon) serta SMS (mengirim/menerima) tetap berfungsi. Siaran pers ini juga menjelaskan bahwa layanan suara dan SMS hari itu tidak bisa digunakan karena ada pihak yang memotong kabel utama jaringan optik Telkom di Jayapura. Hal ini mengakibatkan matinya seluruh jenis layanan seluler di banyak lokasi di Jayapura.
d. Pada 4 September 2019, Kominfo menerbitkan Siaran Pers No. 170/HM/KOMINFO/09/2019 tentang Pemerintah Secara Bertahap Buka Blokir Layanan Data di Papua dan Papua Barat.
Siaran pers ini berisi pengumuman pembukaan pemblokiran layanan data di 19 kabupaten di Papua. Sembilan belas daerah itu adalah Keerom, Puncak Jaya, Puncak, Asmat, Boven Digoel, Mamberamo Raya, Mamberamo Tengah, Intan Jaya, Yalimo, Lanny Jaya, Mappi, Tolikara, Nduga, Supiori, Waropen, Merauke, Biak, Yapen, dan Sarmi. Sementara 10 kabupaten/kota lainnya di Papua, yakni Mimika, Paniai, Deiyai, Dogiyai, Jayawijaya, Pegunungan Bintang, Numfor, Kota Jayapura, Yahukimo, dan Nabire, masih akan dipantau situasinya dalam 1-2 hari ke depan.
Pembukaan pemblokiran layanan data juga dilakukan di 10 kabupaten/kota di Papua Barat, yakni Fakfak, Sorong Selatan, Raja Ampat, Teluk Bintuni, Teluk Wondama, Kaimana, Tambrauw, Maybrat, Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak. Untuk Kota Sorong, Kabupaten Sorong, dan Kota Manokwari, masih akan dipantau situasinya dalam 1-2 hari ke depan.
e. Pada 6 September 2019, Kominfo menerbitkan Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, pernyataan bahwa Kominfo tidak mungkin melakukan pemblokiran internet adalah pernyataan yang keliru. Faktanya, Kominfo memang melakukan pelambatan dan pemblokiran internet di sejumlah daerah di Papua dan Papua Barat pada 19 Agustus-10 September 2019. Hal itu dinyatakan sendiri oleh Kominfo melalui 10 siaran pers yang hingga saat ini masih ditampilkan di situs resmi Kominfo.
Terkait gangguan internet yang diklaim bisa saja terjadi karena adanya perusakan terhadap infrastruktur telekomunikasi juga keliru. Pada 29 Agustus 2019, Kominfo memang mengumumkan adanya pemotongan kabel utama jaringan optik Telkom di Jayapura oleh pihak tertentu yang mengakibatkan matinya seluruh jenis layanan seluler di banyak lokasi di Jayapura. Akan tetapi, kebijakan pembatasan internet di Papua dan Papua Barat telah diumumkan sejak 19 Agustus 2019, sementara kebijakan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat telah diumumkan sejak 21 Agustus 2019. Kebijakan itu pun diumumkan sendiri oleh Komi
Rujukan
- https://bisnis.tempo.co/read/1349879/johnny-tak-mungkin-kominfo-lakukan-pemblokiran-internet-papua
- https://www.accessnow.org/keepiton/
- https://web.archive.org/web/20200605110628/
- https://www.kominfo.go.id/content/detail/20787/siaran-pers-no-154hmkominfo082019-tentang-pelambatan-akses-di-beberapa-wilayah-papua-barat-dan-papua/0/siaran_pers
- https://nasional.tempo.co/read/1237890/minimalisir-hoaks-kerusuhan-manokwari-whatsapp-di-papua-dibatasi
- https://web.archive.org/web/20200607081418/
- https://www.kominfo.go.id/content/detail/20821/siaran-pers-no-155hmkominfo082019-tentang-pemblokiran-layanan-data-di-papua-dan-papua-barat/0/siaran_pers
- https://web.archive.org/web/20200607082014/
- https://www.kominfo.go.id/content/detail/20860/siaran-pers-no-159hmkominfo082019-tentang-pemblokiran-layanan-data-di-papua-dan-papua-barat-masih-berlanjut/0/siaran_pers
- https://web.archive.org/web/20200607083214/
- https://www.kominfo.go.id/content/detail/20982/siaran-pers-no-163hmkominfo082019-tentang-pernyataan-pers-menkominfo/0/siaran_pers
- https://web.archive.org/web/20200607083728/
- https://www.kominfo.go.id/content/detail/21125/siaran-pers-no-170hmkominfo092019-tentang-pemerintah-secara-bertahap-buka-blokir-layanan-data-di-papua-dan-papua-barat/0/siaran_pers
- https://web.archive.org/web/20200607084507/
- https://www.kominfo.go.id/content/detail/21171/siaran-pers-no-173hmkominfo092019-tentang-kabupaten-nabire-dan-dogiyai-kondusif-blokir-layanan-data-dibuka/0/siaran_pers
- https://bisnis.tempo.co/read/1238953/blokir-internet-di-papua-dan-papua-barat-akan-dicabut-asal
- https://bisnis.tempo.co/read/1238922/kominfo-blokir-internet-di-papua-sampai-kapan
- https://bisnis.tempo.co/read/1242372/pemblokiran-layanan-data-internet-di-papua-masih-berlanjut
- https://web.archive.org/web/20200607090645/
- https://www.kominfo.go.id/content/detail/21352/siaran-pers-no-175hmkominfo092019-tentang-layanan-data-di-papua-terus-dibuka-secara-bertahap-sisakan-6-wilayah-yang-masih-belum-kondusif/0/siaran_pers
- https://web.archive.org/web/20200605105516/
- https://www.kominfo.go.id/cont
(GFD-2020-8120) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Isi Tulisan yang Berjudul Dugaan Konspirasi Covid-19 Bukan Isapan Jempol?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 06/06/2020
Berita
Akun Facebook Setyo Hajar Dewantoro mengunggah sebuah tulisan panjang yang berjudul "Cerita Unik tentang Covid-19: Indikasi bahwa Dugaan Konspirasi Bukan Isapan Jempol" pada 3 Juni 2020. Tulisan itu mengulas hal-hal yang ia klaim sebagai indikasi bahwa pandemi Covid-19 hanyalah sebuah konspirasi.
Klaim-klaim yang akun tersebut tulis antara lain bahwa tidak ada tragedi Covid-19 di Pekalongan, Jawa Tengah, meskipun warganya tidak mematuhi protokol pencegahan Covid-19. Kemudian, ia menyinggung penggunaan minyak kayu putih serta vitamin C dan E sebagai obat pasien Covid-19.
“Bukankah berita kesembuhan pasien dengan minyak kayu putih, vitamin, dan obat lainnya, dalam jumlah yang sangat signifikan: 8.406 atau sekitar 30 persen dari jumlah orang yang terdeteksi postif Covid 19, dengan telak mematahkan dongeng bahwa Covid-19 belum ada obatnya? Obatnya ada dan sangat sederhana!” demikian narasi yang ditulis akun tersebut.
Selain itu, akun ini menyinggung tentang banyaknya pasien meninggal yang "dipaksakan" masuk dalam kategori "meninggal karena Covid-19". Ia mengklaim bahwa sebab kematian pasien-pasien itu sudah jelas karena penyakit lain. Hingga artikel ini dimuat, tulisan tersebut telah dibagikan lebih dari 150 kali dan disukai lebih dari 400 kali.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Setyo Hajar Dewantoro.
Hasil Cek Fakta
Tempo menggunakan penjelasan sejumlah ahli dan sumber kredibel lainnya untuk memeriksa klaim-klaim dalam tulisan yang berjudul “Cerita Unik tentang Covid-19: Indikasi bahwa Dugaan Konspirasi Bukan Isapan Jempol” tersebut. Berikut hasilnya:
Klaim 1: Warga Pekalongan membuktikan bagaimana sikap hidup yang sama sekali tak sesuai dengan protokol kesehatan ala WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), tidak mendatangkan tragedi apapun pada mereka.
Fakta:
Kasus pertama Covid-19 yang menimpa tiga warga di Pekalongan diumumkan pada 9 April 2020 lalu. Setelah ditemukannya kasus pertama ini, pemerintah setempat pun memberlakukan social distancing. Jumlah kasus positif Covid-19 ini juga terus meningkat. Hingga 5 Juni 2020, jumlah kasus positif Covid-19 di Pekalongan mencapai 16 orang dengan dua pasien meninggal. Dengan demikian, klaim bahwa tidak ada kasus Covid-19 di Pekalongan meski warganya tidak menaati protokol pencegahan keliru.
Sumber: Kompas.com dan situs resmi Kota Pekalongan
Klaim 2: Bukankah berita kesembuhan pasien dengan minyak kayu putih, vitamin, dan obat lainnya, dalam jumlah yang sangat signifikan: 8.406 atau sekitar 30 persen dari jumlah orang yang terdeteksi postif Covid-19, dengan telak mematahkan dongeng bahwa Covid-19 belum ada obatnya? Obatnya ada dan sangat sederhana!
Fakta:
Terkait minyak kayu putih atau Eucalyptus, memang pernah ada penelitian bahwa Eucalyptus efektif dalam membunuh virus Betacorona, tapi bukan virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2. Virus Corona penyebab Covid-19 memang termasuk dalam keluarga virus Betacorona. Namun, SARS-CoV-2 termasuk Betacorona yang lebih baru dan khusus. Dengan demikian, Eucalyptus belum bisa dianggap sebagai obat bagi Covid-19. "Harus diujikan dulu pada virus yang spesifik, yaitu SARS-CoV-2. Penelitian yang sudah ada itu di Betacorona. Jadi, semua masih berupa prediksi, dan Eucalyptus belum bisa disebut sebagai obat Covid-19," kata Inggrid Tania, Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia.
Sedangkan terkait dengan vitamin C dan E, dalam Protokol Tata Laksana Covid-19 yang diterbitkan oleh lima organisasi profesi dokter Indonesia, memang disebutkan mengenai pemakaian kedua vitamin itu bagi pasien Covid-19 dengan gejala ringan, tapi juga dibarengi dengan penggunaan Azitromisin dan antivirus Oseltamivir atau Favipiravir. Untuk pasien dengan gejala berat, tata laksananya lebih kompleks. Misalnya, pasien dengan gagal napas, dalam tata laksananya diberikan alat bantu napas mekanik.
WHO menyatakan, meskipun beberapa pengobatan barat, tradisional, maupun rumahan dapat meringankan dan mengurangi gejala ringan Covid-19, belum ada obat yang telah terbukti dapat mencegah atau menyembuhkan Covid-19. WHO tidak merekomendasikan pengobatan mandiri dengan obat apapun, termasuk antibiotik, untuk mencegah atau menyembuhkan Covid-19. Namun, beberapa uji klinis sedang berlangsung terhadap obat-obatan barat maupun tradisional. WHO sedang mengoordinasikan upaya-upaya pengembangan vaksin dan obat untuk mencegah dan mengobati Covid-19 dan akan terus memberikan informasi terbaru seiring tersedianya temuan klinis.
Sumber: situs resmi WHO, situs resmi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dan Tempo CekFakta
Klaim 3: Semakin banyak terungkap cerita tentang pasien meninggal yang "dipaksakan" agar masuk kategori "meninggal karena Covid 19". Padahal sebab meninggalnya jelas karena penyakit lain.
Fakta:
Tidak ada data pasien Covid-19 meninggal yang dipaksakan. Kasus meninggal yang diumumkan oleh Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, setiap hari pukul 15.00 WIB adalah kasus yang menimpa pasien yang sudah terkonfirmasi positif Covid-19. Hingga 5 Juni 2020, tingkat kematian pasien Covid-19 di Indonesia adalah 5,97 persen.
Faktor komorbid atau penyakit penyerta menjadi penyebab banyaknya kasus kematian Covid-19 di Indonesia. Faktor pemberat penyebab meninggalnya kasus Covid-19 ini antara lain hipertensi, sesak napas yang bisa terjadi karena asma dan TBC, serta diabetes. Namun, kasus kematian Covid-19 tidak hanya terjadi pada pasien dengan penyakit penyerta.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mencatat tiga faktor penyebab tingginya kematian Covid-19 di Indonesia. Ketiganya adalah terlambatnya penanganan pasien karena sistem rujukan yang kacau, lambatnya pemeriksaan hasil uji swab pasien yang diduga terpapar virus Corona Covid-19, dan minimnya ventilator dibanding jumlah pasien yang membludak.
Sumber: Situs resmi Kementerian Kesehatan, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 dalam arsip berita Tempo, dan IDI dalam arsip berita Tempo
Klaim 4: PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) diputuskan tanpa riset mendalam. Landasannya cuma sebuah asumsi: Covid 19 sangat berbahaya dan mudah menyebar.
Fakta:
Lockdown, atau dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 disebut Karantina Wilayah, adalah salah satu cara yang menurut para ahli dapat memutus rantai penularan infeksi virus Corona. Pemerintah pun mengambil kebijakan PSBB untuk memutus rantai penularan Covid-19, infeksi yang disebabkan oleh virus Corona baru bernama SARS-CoV-2.
Dalam kajian Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, karantina wilayah diperlukan karena Covid-19 merupakan penyakit baru yang belum dipahami sifat-sifatnya, tapi sudah tersebar di 196 negara di dunia, yang masih terus diteliti pencegahan dan pengobatannya. Covid-19 memiliki perjalanan penyakit yang cepat dan sangat mudah menular melalui droplet atau kontak serta dapat bertahan di permukaan benda cukup lama.
Dalam waktu satu pekan, kondisi pasien Covid-19 dapat memburuk, membutuhkan ventilator dan ruang insentif, hingga meninggal dunia. Laju kematian global mencapai 4,3 persen. Sebagian besar mengenai kelompok usia lanjut dan pasien dengan penyakit penyerta, seperti kardiovaskular, diabetes, paru kronis, hipertensi, kanker, dan autoimun. Menurut PAPDI, jika rantai penyebaran Covid-19 tidak segera diputus, dampaknya adalah peningkatan jumlah kematian. Kematian massal ini bisa terjadi di kelompok usia produktif sehingga mengakibatkan hilangnya sebuah generasi.
Sumber: Tempo
Klaim 5: Tanpa Covid-19 pun, angka meninggal dunia di Indonesia bisa mencapai 435.000 orang per tiga bulan. Bagaimana mungkin kita bisa bertahan pada asumsi Covid-19 sangat berbahaya sementara data faktual menunjukkan lethality ratio-nya sangat rendah?
Fakta:
Tingkat kematian di Indonesia pada 2019 memang mencapai 6,5 persen atau sekitar 1,6 juta dalam setahun. Sedangkan angka kematian akibat positif Covid-19 per 5 Juni 2020 sebesar 1.721 orang. Dengan jumlah tersebut, menurut Johns Hopkins University School of Medicine, Indonesia menempati urutan ke-22 angka kematian terbanyak dari seluruh negara yang terpapar Covid-19.
Akan tetapi, menurut LaporCovid-19, jumlah kematian pasien terduga Covid-19, yakni Orang dalam Pemantauan (ODP) dan
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, isi tulisan yang berjudul "Cerita Unik tentang Covid-19: Indikasi bahwa Dugaan Konspirasi Bukan Isapan Jempol" tersebut menyesatkan. Dalam tulisan itu, memang terdapat beberapa data yang benar, seperti 25 pasien Covid-19 di RS Dokter Haryoto Lumajang yang sembuh dan anggaran yang disediakan pemerintah untuk menangani pasien Covid-19. Namun, fakta-fakta itu dikaitkan dengan data lain yang keliru dan tidak berbasis penelitian ilmiah sehingga menyesatkan publik.
IKA NINGTYAS
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- http://archive.ph/OITvJ
- https://regional.kompas.com/read/2020/04/09/15350881/kasus-pertama-di-pekalongan-3-warga-positif-covid-19-usai-dari-bali-dan
- https://corona.pekalongankota.go.id/
- https://www.who.int/indonesia/news/novel-coronavirus/qa-for-public
- https://www.idai.or.id/about-idai/idai-statement/protokol-tatalaksana-covid-19
- https://cekfakta.tempo.co/fakta/804/fakta-atau-hoaks-benarkah-mantan-rektor-unhas-ini-sebut-covid-19-bisa-disembuhkan-dengan-minyak-kayu-putih
- https://www.kemkes.go.id/article/view/20012900002/Kesiapsiagaan-menghadapi-Infeksi-Novel-Coronavirus.html
- https://nasional.tempo.co/read/1331495/yurianto-banyak-kasus-kematian-covid-19-karena-penyakit-penyerta/full&view=ok
- https://nasional.tempo.co/read/1328690/3-penyebab-tingginya-kematian-akibat-corona-versi-idi/full&view=ok
- https://nasional.tempo.co/read/1324827/saran-dokter-penyakit-dalam-untuk-memutus-penularan-virus-corona/full&view=ok
- https://www.macrotrends.net/countries/IDN/indonesia/death-rate
- https://laporcovid19.org/category/siaranpers/
- https://sumbar.antaranews.com/nasional/berita/1535392/indonesia-tempati-urutan-ke-34-dunia-sebaran-kasus-covid-19?utm_source=antaranews&utm_medium=nasional&utm_campaign=antaranews
(GFD-2020-8119) [Fakta atau Hoaks] Benarkah JK Perbolehkan Salat Jumat di Masjid Mulai 5 Juni Ini?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 05/06/2020
Berita
Narasi bahwa Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla (JK) memperbolehkan salat Jumat secara berjamaah di masjid mulai 5 Juni 2020 beredar di media sosial. Narasi ini dilengkapi dengan sebuah video JK ketika diwawancarai oleh wartawan mengenai kembali dibukanya masjid di tengah pandemi virus Corona Covid-19.
Dalam video berdurasi 31 detik itu, JK mengatakan, "Pertama, kenapa masjid harus lebih dulu buka sebelum yang lain, suatu negara harus ada rohnya, roh keagamaan. Kita mesti berdoa. Nanti setelah ini baru kantor dan mal bisa buka. Kalau masjid buka, gereja buka, silahkan yang lain buka. Baru ada rohnya bangsa ini. Buat apa kita peringati 1 Juni, Pancasila, kalau kita tidak melaksanakan yang tertinggi, Ketuhanan yang Maha Esa."
Adapun salah satu akun Facebook yang membagikan video tersebut adalah akun Muhammad Usman, tepatnya pada 4 Juni 2020. Akun ini pun menuliskan narasi, "Ketua DMI (Dewan Mesjid Indonesia) Muhammad Jusuf Kalla. MengInstrupsikan Mulai Besok Sudah Boleh Melaksanakan Ibadah Sholat Jum'at Di Mesjid." Hingga kini, video itu telah ditonton lebih dari 10 ribu kali.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Muhammad Usman.
Apa benar Ketua Umum DMI Jusuf Kalla memperbolehkan salat Jumat secara berjamaah di masjid mulai 5 Juni 2020?
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, video Jusuf Kalla yang diunggah oleh akun Muhammad Usman di atas merupakan potongan dari video dengan durasi yang jauh lebih panjang, yakni 9 menit 14 detik, yang diunggah oleh kanal YouTube Suaradotcom pada 3 Juni 2020. Video itu berjudul "Pantau Kesiapan Masjid Jelang New Normal, JK: Yang Pakai Masker Boleh Masuk".
Menurut keterangannya, video itu memperlihatkan JK ketika meninjau kesiapan Masjid Al Azhar, Jakarta Selatan, pada 3 Juni 2020 menjelang penerapan skenario tatanan hidup baru atau new normal. Di sana, JK memantau petugas Palang Merah Indonesia (PMI) serta anggota TNI yang menyemprotkan disinfektan ke seluruh bagian masjid. Selain itu, mantan Wakil Presiden RI ini juga memantau ketersediaan tempat cuci tangan dan protokol kesehatan lainnya.
Berikut pernyataan lengkap JK dalam video tersebut:
"Kedatangan saya hari ini di Masjid Al Azhar dengan Pak Jimly, dengan Pak Syaf, Waketum DMI, pertama untuk melihat kesiapan, untuk kembali kita di Jakarta ini secara resmi, karena ada juga yang tidak resmi, melaksanakan salat Jumat insya Allah lusa. Ini setelah saya sebagai Ketua DMI berkonsultasi dengan Pak Presiden dan Pak Gubernur DKI. Bahwa, apabila DKI besok tidak lagi memperpanjang PSBB, maka berarti ada perbaikan yang signifikan di DKI dan juga daerah-daerah lainnya, karena itulah maka tempat-tempat umum dapat dibuka dengan syarat melaksanakan protokol kesehatan yang ketat. Nah, setelah kita pelajari, protokol kesehatan yang paling ketat itu dapat dilaksanakan justru di rumah ibadah, masjid, gereja, dan sebagainya. Karena protokol kesehatan itu kan tiga: jaga jarak minimum satu meter, pakai masker, dan cuci tangan. Semua itu dilaksanakan di masjid. Kita jaga jarak semeter. Pakai masker. Jadi, kalau ada jemaah tidak pakai masker, suruh dulu pakai masker baru boleh masuk. Kemudian, cuci tangan. Di setiap pintu ada disinfektan atau sabun, atau di tempat wudhu mesti ada sabun. Karena itulah maka yang paling aman dalam situasi ini justru di rumah ibadah. Berbeda dengan di pasar atau di mal, mungkin Anda tidak bisa jaga jarak dengan betul. Tidak bisa cuci tangan setiap saat. Dan kedua, di masjid itu paling lama setengah jam orang salat Jumat. Apalagi kita minta diperpendek. Itulah kenapa Pak Presiden dan Pak Gubernur dengan DMI sepakat untuk mulai Jumat ini masjid buka. Karena itu, dengan syarat juga mesti masjid membersihkan masjid, disinfektan, seperti dilakukan ini. Kalau tidak bisa dengan semprotan, maka dibersihkan dengan apa yang telah kita bagikan, dengan Wipol dan sebagainya, masjid-masjid itu di lantai. Ini memang tidak bisa buka karpetnya karena terpasang, mati. Tapi semua jamaahnya harus bawa sajadah sendiri. Setidak-tidaknya kain untuk tempat sujud. Supaya jangan, kalau pun ada, tidak terkena. Itu yang kita sampaikan. Dan itu insya Allah semua masjid akan melaksanakan. Itu juga nanti gereja hari Minggu. Karena itulah maka Presiden besok salatnya di masjid Istana. Insya Allah kita akan salat di sini setelah 12 Jumat kita tidak salat Jumat. Paling lama ini dalam hidup saya tidak salat Jumat. Kadang-kadang juga salat Jumat di rumah."
Setelah menjelaskan hal itu, terdapat seorang wartawan yang bertanya tentang pengawasan terhadap pelaksanaan protokol kesehatan di setiap masjid. JK menjawab: "Coba lihat sebelah sana tuh. Itu apa di situ? Tempat cuci tangan kan? Berarti memenuhi syarat pintu ini. Tempat wudhu juga ada. Kemudian, nanti di pintu-pintu ada pengurus masjid, jaga masker. Kemudian, ukur suhu. Kemudian, jarak sudah diatur, tanda-tandanya. Jadi, memenuhi semua syarat."
Terdapat pula wartawan yang kembali menanyakan, apabila pada 5 Juni PSBB DKI diperpanjang, apakah masjid tetap dibuka. Merespons pertanyaan itu, JK mengatakan: "Ya kalau tidak diperpanjang berarti masih ada bahaya. Jadi, syaratnya itu tidak diperpanjang. Sama dengan daerah lain. Daerah yang sudah aman, yang 120 itu, silakan. Tentu kita harapkan juga pengurus masjid melaporkan hal ini ke lurah masing-masing. Kan ada Menteri Agama minta itu ya, suruh mengajukan ke lurah masing-masing. Dan kami semua, Presiden, Gubernur sudah memperbolehkan."
Terkait salat Jumat di zona merah, JK berkata, "Kalau zona merah, tentu sesuai pertimbangan wilayah masing-masing. Kalau lurah atau gugus tugasnya bilang bahaya, tentu silakan salat Jumat di tempat lain." Sementara cuplikan yang diunggah oleh akun Muhammad Usman dimulai pada menit 8:35 hingga wawancara berakhir.
Dikutip dari Berisatu.com, DMI Pusat telah mengeluarkan surat edaran terkait pembukaan masjid untuk aktivitas ibadah, baik untuk ibadah wajib lima waktu maupun salat Jumat, khususnya dalam menyambut kenormalan baru. Menurut surat edaran itu, masjid hanya boleh menampung 40 persen jemaah dari kapasitas normal.
"Karena ketentuan jaga jarak minimal satu meter, maka daya tampung masjid hanya 40 persen," kata Ketua DMI Jusuf Kalla pada 1 Juni 2020. Untuk memenuhi kebutuhan jemaah dan mempedomani tujuan syariat, salat Jumat juga bisa dilaksanakan di samping masjid, musala, dan tempat umum. Kemudian, bagi daerah yang padat penduduknya, salat Jumat bisa dilaksanakan dalam dua gelombang.
Dilansir dari Kompas.com, pembukaan rumah ibadah di tengah pandemi Covid-19 juga telah diatur dalam Surat Edaran Menteri Agama Nomor 15 tahun 2020 tentang Panduan Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadah agar Terhindar dari Penyebaran Covid-19. Surat edaran ini mengatur prosedur operasional standar di rumah ibadah, antara lain jaga jarak, penyediaan tempat cuci tangan atau hand sanitizer, dan pengecekan suhu tubuh jemaah.
Jemaah juga harus mengenakan masker dan tidak berlama-lama berada di rumah ibadah. Selain itu, pengurus rumah ibadah juga harus memastikan bahwa penyelenggaraan kegiatan ibadah di tempat ibadahnya aman dari Covid-19, berdasarkan fakta lapangan dan mengajukan surat keterangan aman dari gugus tugas setempat.
Berdasarkan arsip berita Tempo pada 5 Juni 2020, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memang mengumumkan perpanjangan PSBB DKI Jakarta. Namun, PSBB yang disebut masa transisi menuju new normal ini melonggarkan berbagai kegiatan sosial dan ekonomi, termasuk pembukaan tempat ibadah.
"Mulai 5 Juni kegiatan beribadah sudah bisa mulai dilakukan. Jadi masjid, musala, kemudian gereja, vihara, pura, kemudian kelenteng, semua sudah mulai bisa buka, tapi hanya untuk kegiatan rutin. Dan harus mengikuti prinsip-prinsip protokol kesehatan," ujar Anies pada 4 Juni 2020.
Anies menyatakan bahwa masyarakat harus tetap menjaga jarak aman saat kegiatan di tempat ibadah. Jumlah orang dalam tempat ibadah juga tidak boleh lebih dari separuh kapasitas. Selain itu, kata dia, usai pelaksanaan ibadah, tempat ibadah harus disemprot dengan disinfektan.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Ketua Umum DMI Jusuf Kalla memperbolehkan salat Jumat secara berjamaah di masjid mulai 5 Juni 2020 sebagian benar. Pernyataan JK tersebut terkait dengan penerapan skenario tatanan hidup baru atau new normal di DKI Jakarta. Terkait salat Jumat di zona merah, JK mengatakan pelaksanaan salat Jumat di wilayah tersebut harus sesuai dengan pertimbangan kepala daerah atau gugus tugas di sana.
ZAINAL ISHAQ
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
Halaman: 4851/6298