(GFD-2020-8302) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Nasabah BRI Wajib Ganti Kartu ATM GPN ke Mastercard?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 28/09/2020
Berita
Foto sebuah kertas yang berisi pengumuman dari Bank Rakyat Indonesia ( BRI ) beredar di media sosial. Pengumuman itu mengimbau nasabah BRI untuk mengganti kartu ATM yang berwarna biru dan berlogo Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) menjadi kartu ATM yang berlogo Mastercard.
"Dikarenakan akan segera terblokir otomatis oleh sistem. Untuk mengganti kartu ATM, cukup membawa kartu ATM dan KTP saja, bagi yang kartu ATM-nya masih bisa digunakan," demikian narasi dalam pengumuman yang di bagian kiri atasnya tertera logo BRI.
Di Facebook, foto pengumuman tersebut dibagikan salah satunya oleh akun Rina Mawati Latif, yakni pada 27 September 2020. Akun ini pun menulis, "Betul nda e." Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah dibagikan lebih dari 200 kali.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Rina Mawati Latif.
Apa benar nasabah BRI wajib mengganti kartu ATM berlogo GPN ke kartu ATM berlogo Mastercard?
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi informasi tersebut, Tim CekFakta Tempo menghubungi Corporate Secretary BRI Aestika Oryza Gunarto. Dia membantah informasi terkait kewajiban bagi nasabah BRI untuk mengganti kartu ATM berlogo GPN ke kartu ATM berlogo Mastercard.
Aestika mengatakan BRI tidak sedang mengeluarkan kebijakan penggantian jenis kartu ATM bagi nasabah. "Hal tersebut tidak benar. Di BRI, tidak ada mekanisme penutupan otomatis seperti yang disampaikan di gambar," kata Aestika pada 28 September 2020.
Isu tentang pemblokiran kartu ATM secara otomatis memang sempat ramai dibahas warganet ketika Bank Indonesia memberlakukan kebijakan kartu ATM ber-chip pada 2018 lalu. BI mewajibkan kartu ATM atau kartu debit sudah harus 100 persen menggunakan chip pada akhir 2021.
Dilansir dari Kompas.com, pada akhir Oktober 2018, beredar kabar bahwa nasabah BRI diharuskan mengganti kartu debitnya menjadi kartu yang ber-chip. Kabar ini menyebut, jika nasabah tidak mengganti kartunya sebelum 30 Oktober 2018, kartu ATM lama (kartu ATM non-chip) akan terblokir.
Menanggapi informasi tersebut, Corporate Secretary BRI ketika itu, Bambang Tribaroto, menegaskan bahwa kabar mengenai pemblokiran kartu ATM non-chip secara otomatis pada akhir Oktober 2018 tidak benar. "Demi mengutamakan kenyamanan nasabah, BRI tidak menetapkan tenggat waktu penggantian kartu debit non-chip menjadi kartu debit ber-chip," katanya.
Bambang menjelaskan pergantian kartu ATM lama dengan kartu ATM baru ini merupakan perwujudan dari salah satu peraturan bank sentral. "Ini sesuai dengan peraturan BI terkait Standar Nasional Teknologi Chip (SNTC)," ujarnya.
Meskipun BRI tidak menetapkan tenggat waktu, kata Bambang, nasabah tetap diimbau untuk melakukan penggantian kartu ATM. Nasabah dapat mengunjungi unit kerja BRI terdekat untuk melakukan penggantian kartu ATM ini dengan membawa kartu ATM non-chip dan KTP.
Dikutip dari Kontan.co.id, Direktur Konsumer BRI Handayani mengatakan migrasi kartu debit BRI ber-chip sudah mencapai sekitar 60 persen pada akhir 2019. Total kartu debit yang telah dikeluarkan BRI hingga akhir 2019 sebanyak 53 juta kartu.
Pencapaian itu melampaui target BRI di mana, pada akhir 2019, BRI menargetkan implementasi kartu debit ber-chip sudah mencapai 50 persen. Targetnya, pada akhir 2020, migrasi kartu debit BRI ber-chip sudah mencapai 80 persen.
Dari jumlah keseluruhan kartu debit tersebut, BRI telah mendistribusikan sekitar 23 juta kartu yang berlogo GPN. Handayani menuturkan bahwa BRI terus mendorong nasabah melakukan pergantian kartu dengan menawarkan berbagai manfaat lebih seperti program-program promosi.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa nasabah BRI wajib mengganti kartu ATM berlogo GPN ke kartu ATM berlogo Mastercard, keliru. Corporate Secretary BRI Aestika Oryza Gunarto telah membantah informasi tersebut. Menurut dia, BRI tidak sedang mengeluarkan kebijakan penggantian jenis kartu ATM. Di BRI, tidak ada mekanisme penutupan kartu ATM otomatis seperti yang tertulis dalam foto yang berisi klaim tersebut.
IBRAHIM ARSYAD
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://www.tempo.co/tag/bri
- https://archive.ph/P60OY
- https://www.tempo.co/tag/mastercard
- https://ekonomi.kompas.com/read/2018/10/27/130842426/warganet-ramai-tanyakan-pemblokiran-kartu-atm-non-chip-ini-kata-bri?page=all
- https://www.tempo.co/tag/kartu-atm
- https://keuangan.kontan.co.id/news/sebanyak-60-kartu-atm-milik-bank-bri-telah-menggunakan-chip
- https://www.tempo.co/tag/gpn
(GFD-2020-8301) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Aa Gym Sebut Perjuangan Rakyat Tahan Diri di Rumah Dikhianati Rezim?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 28/09/2020
Berita
Sebuah tulisan panjang yang berjudul “Perjuangan Kita Nahan Diri Di Rumah pun Dikhianati oleh Rezim” beredar di Facebook. Tulisan ini diklaim ditulis oleh pendakwah Abdullah Gymnastiar alias Aa Gym. Tulisan itu menyebar pasca peristiwa penusukan Syekh Ali Jaber. Menurut polisi, orang tua mengatakan bahwa pelaku mengalami gangguan jiwa.
Dalam tulisan itu, disebut bahwa pernyataan dan kebijakan pemerintah selama 10 tahun terakhir selalu menyayat hati umat Islam. Menurut tulisan itu, agama Islam, Al-quran, hingga nabi dihina, tapi pelaku tidak juga dihukum. "Malah sering kali membuat pernyataan palsu, bahwa si penghina tersebut orang yang tidak waras."
Tulisan itu juga menyinggung soal penutupan masjid di tengah pandemi Covid-19. "Ibadah berjamaah selama bulan Ramadan hampir tidak pernah terisi di masjid-masjid. Setelah Ramadan sudah mau usai, mereka malah mengadakan konser besar-besaran. Ke mana hati dan perasaan mereka?" demikian narasi dalam tulisan itu.
Di Facebook, tulisan ini dibagikan salah satunya oleh akun Haris Sigutang, yakni pada 25 September 2020. Sebelum tulisan itu, akun tersebut membubuhkan narasi, "Tak menduga Aa Gym yang lembut pun akhirnya berteriak!"
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Haris Sigutang.
Apa benar tulisan panjang yang berjudul "Perjuangan Kita Nahan Diri di Rumah pun Dikhianati oleh Rezim" tersebut ditulis oleh Aa Gym?
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, tulisan berjudul "Perjuangan Kita Nahan Diri di Rumah pun Dikhianati oleh Rezim" yang diklaim sebagai tulisan Abdullah Gymnastiar alias Aa Gym tersebut telah beredar sejak Mei 2020. Namun, Aa Gym telah memastikan bahwa tulisan itu bukanlah tulisannya.
Klarifikasi itu disampaikan Aa Gym melalui akun Instagram miliknya, @aagym, pada 25 Mei 2020. Dalam unggahannya, AA Gym membagikan gambar tangkapan layar pesan WhatsApp yang berisi tulisan panjang tersebut yang telah diberi stempel "Hoax" berwarna merah.
Aa Gym pun menuliskan keterangan, “KLARIFIKASI - PESAN WHATSAPP KH. ABDULLAH GYMNASTIAR YANG TERSEBAR. Sahabat sekalian, pesan yang tersebar di atas ini bukan tulisan atau materi tausiah yang disampaikan oleh KH. Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym.”
Gambar tangkapan layar unggahan akun Instagram AA Gym.
Ketika tulisan ini kembali beredar pada September 2020, Aa Gym kembali memberikan klarifikasi di akun Instagram dan Twitter miliknya dengan isi yang sama, yakni bahwa tulisan tersebut bukanlah tulisannya atau materi tausiah yang pernah ia sampaikan.
Pernyataan tentang pengkhianatan terhadap perjuangan bersama melawan virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, memang pernah diutarakan Aa Gym pada 20 Mei 2020. Namun, Aa Gym tidak menyebut pengkhianatan itu dilakukan oleh rezim seperti yang tertulis dalam tulisan yang beredar.
Dilansir dari Detik.com, Aa Gym, prihatin dengan masyarakat yang masih memenuhi bandara maupun pusat perbelanjaan menjelang Idul Fitri di tengah pandemi Covid-19. Aa Gym menyebut mereka seolah mengkhianati perjuangan bersama melawan virus Corona.
"Bagi kita yang sudah hampir tiga bulan berada di rumah, melihat kerumunan di airport (bandara), di pasar-pasar, dan di jalan-jalan, seakan-akan perjuangan dan pengorbanan kita terkhianati oleh mereka," kata Aa Gym.
Terutama, kata Aa Gym, bagi para dokter dan perawat yang mempertaruhkan nyawa, aparat yang siang-malam menjaga, lembaga pendidikan yang tutup, dan masjid maupun tempat ibadah yang menjadi sepi. Ia pun berpesan agar masyarakat lainnya tidak menirunya.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa tulisan panjang yang berjudul "Perjuangan Kita Nahan Diri di Rumah pun Dikhianati oleh Rezim" ditulis oleh Aa Gym, keliru. Aa Gym telah menyatakan bahwa tulisan itu bukanlah tulisannya atau materi tausiah yang pernah ia sampaikan.
ZAINAL ISHAQ
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://www.tempo.co/tag/syekh-ali-jaber
- https://archive.ph/sy0q0
- https://www.tempo.co/tag/abdullah-gymnastiar
- https://www.instagram.com/p/CAmxT3YJrKH/
- https://bit.ly/30duhkS
- https://www.tempo.co/tag/covid-19
- https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-5022183/soal-kerumunan-di-bandara-dan-pasar-aa-gym-perjuangan-kita-terkhianati
- https://www.tempo.co/tag/aa-gym
(GFD-2020-8300) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Tak Diputarnya Film G30S/PKI Tunjukkan Indonesia Negara Komunis?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 25/09/2020
Berita
Klaim yang menyebut Indonesia sebagai negara komunis karena tidak berani memutar film G30S/PKI beredar di Instagram. Klaim itu terdapat dalam sebuah gambar berisi teks yang diunggah oleh akun Instagram @alif_lam_mim_212 pada 21 September 2020.
Berikut narasi dalam gambar tersebut: “Untuk mengetahui bahwa Indonesia itu negara komunis atau negara NKRI itu sangatlah mudah! Caranya cukup putar film G30S/PKI secara nasional. Kalau pemerintah enggak berani, berarti ini sudah negara komunis. Simpel kan caranya.”
Gambar tangkapan layar unggahan akun Instagram @alif_lam_mim_212.
Unggahan yang berisi narasi mengenai PKI atau komunisme memang kerap beredar di media sosial pada bulan September. Hal ini berkaitan dengan peristiwa penculikan tujuh jenderal pada 30 September 1965 yang diklaim dilakukan oleh PKI.
Namun, apa benar tidak diputarnya film G30S/PKI menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara komunis?
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, penghentian film G30S/PKI tidak menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara komunis. Film yang wajib diputar selama pemerintahan Orde Baru ini dihentikan karena dianggap tak sesuai dengan semangat reformasi dan menjadi film propaganda Orde Baru, meski pada 2019 diputar kembali di beberapa stasiun televisi swasta.
Awalnya, pemutaran film G30S/PKI telah berakhir pada 30 September 1998, ketika rezim Orde Baru berganti menjadi era reformasi. Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam mengatakan berhentinya penyiaran film tersebut atas permintaan Perhimpunan Purnawirawan Angkatan Udara Republik Indonesia (PP AURI).
Tokoh dari TNI AU saat itu, Marsekal Saleh Basarah, menelepon Menteri Pendidikan Juwono Sudarsono dan Menteri Penerangan Yunus Yosfiah. "Pak Saleh minta supaya film itu tidak diputar lagi," kata Asvi. Alasannya, lanjut Asvi, sejumlah anggota TNI AU menilai film ini mendiskreditkan pangkalan AURI di Bandara Halim Perdanakusuma. "Halim PK dianggap sebagai sarang PKI," katanya.
Juwono Sudarsono membenarkan adanya hubungan per telepon dengan Saleh Basarah. “Beliau menghubungi saya sekitar Juni-Juli 1998,” katanya. Permintaan tersebut, lanjut dia, disampaikan secara lisan saja.
Sementara itu, Yunus Yosfiah mengatakan pemutaran film yang bernuansa pengkultusan tokoh, seperti film Pengkhianatan G30S/PKI, Janur Kuning, Serangan Fajar tidak sesuai lagi dengan dinamika reformasi. "Karena itu, pada 30 September mendatang, TVRI dan televisi swasta tidak akan menayangkan film Pengkhianatan G30S/PKI lagi," ujar Yunus seperti dikutip dari Kompas edisi 24 September 1998.
Pada 2019, sejumlah televisi swasta menayangkan kembali film tersebut. Penayangan ini merupakan instruksi dari Panglima TNI saat itu, Jenderal Gatot Nurmantyo. Dia memerintahkan seluruh jajaran TNI, dari tingkat babinsa, koramil, sampai kodim, untuk menonton film itu sekaligus mensosialisasikannya kepada masyarakat luas.
“Perintah saya, mau apa memangnya?” kata Gatot. Ia menambahkan bahwa dirinya tidak peduli dengan polemik yang muncul terkait pemutaran film G30S/PKI. “Biarin saja (ada polemik),” katanya seperti dikutip dari Tirto.
Film propaganda
Film Pengkhianatan G30S/PKI yang berdurasi sekitar 220 menit ini diproduksi pada 1984. Almarhum Arifin C. Noer didapuk menjadi sutradara film itu. Pada masa pemerintahannya, Presiden Soeharto memerintahkan TVRI untuk menayangkan film tersebut setiap tanggal 30 September.
Pemutaran film G30S/PKI bukan ukuran untuk menjadikan Indonesia negara komunis atau NKRI. Sejarawan Hilmar Farid pada 2012 menyatakan bahwa film tersebut adalah propaganda Orde Baru. “Dari segi produksi, kita lihat pembuatannya, ditangani langsung PPFN (Pusat Produksi Film Nasional) dengan restu Soeharto,” ujarnya. Sehingga, isi film pun mewakili pandangan Orde Baru tentang peristiwa 30 September 1965. “Dan sejumlah fantasinya.”
Hilmar menguraikan film tersebut berhasil melanggengkan kebencian terhadap PKI. “Sebab, film yang diputar tiap tahun itu menyebarkan cerita bohong tentang kejahatan di Lubang Buaya,” ujarnya. Dengan target generasi muda, menurut dia, Orde Baru berhasil menemukan cara yang efektif untuk menanamkan kebencian terhadap PKI. “Yang dengan sendirinya menambah kuat legitimasi Soeharto,” katanya.
Sebagai film propaganda, isi film tersebut tidak selalu mencerminkan kenyataan. Dikutip dari Historia, dalam adegan di mana para perwira tinggi TNI Angkatan Darat diculik ke Lubang Buaya, digambarkan mengalami penyiksaan hebat. Tubuh mereka disayat-sayat dan diperlakukan secara biadab, sebagaimana dideskripsikan diorama yang terpampang di kompleks Monumen Pancasila Sakti, Jakarta.
Kenyataanya, tidak seperti itu. Dalam laporan visum et repertum yang didapat sejarawan Ben Anderson dan diungkap dalam laporan berjudul "How did the General Dies?" di Jurnal Indonesia pada April 1987, disebutkan bahwa keadaan jenazah dipenuhi dengan luka tembak.
Dari hasil visum yang dilakukan oleh tim yang terdiri dari dokter Lim Joe Thay, dokter Brigadir Jenderal Rubiono Kertopati, dokter Kolonel Frans Pattiasina, dokter Sutomo Tjokronegoro, dan dokter Liau Yan Siang itu, dijelaskan bahwa tidak ada bekas penyiksaan seperti penyiletan, pemotongan alat kelamin, atau pencungkilan mata. Semua organ tubuh para perwira tinggi TNI AD itu utuh.
Salah satu adegan lain yang paling banyak diingat khalayak dari film itu adalah adanya "pesta besar" di Lubang Buaya, lengkap dengan tarian-tarian erotis para aktivis Gerwani. Menurut penelitian Saskia Elionora Wieringa berjudul "Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia", meski punya kaitan yang sangat dekat dengan PKI, Gerwani tidak terlibat langsung dalam tragedi tersebut.
Pun begitu dengan kesaksian Serma Bungkus, eks anggota Resimen Tjakrabirawa yang menculik para jenderal. Dalam buku "Gerakan 30 September, Antara Fakta dan Rekayasa: Berdasarkan Kesaksian Para Pelaku Sejarah", Bungkus menyatakan bahwa tidak ada tarian atau pesta yang diiringi nyanyian-nyanyian di Lubang Buaya ketika itu.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "tidak diputarnya film G30S/PKI secara nasional menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara komunis" keliru. Pada 1998, film ini berhenti diputar karena dianggap tidak sesuai dengan semangat reformasi. Sejumlah penelitian dan kesaksian yang telah dipublikasikan pun menyatakan sejumlah adegan dalam film itu tidak sesuai fakta. Pada 2017, Panglima TNI saat itu, Jenderal Gatot Nurmantyo, menginstruksikan jajaran di bawahnya untuk menonton film ini kembali.
IKA NINGTYAS
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://web.archive.org/save/
- https://www.instagram.com/accounts/login/?next=/p/CFZMxq0nk4S/%3Futm_source%3Dig_embed
- https://nasional.tempo.co/read/432758/cerita-di-balik-penghentian-pemutaran-film-g30s
- https://www.tempo.co/tag/g30spki
- https://tirto.id/kok-bisa-film-g30spki-ditayangkan-lagi-oleh-sctv-dan-tv-one-ei3j
- https://nasional.tempo.co/read/432667/film-pengkhianatan-g30spki-propaganda-berhasilkah/full&view=ok
- https://www.tempo.co/tag/orde-baru
- https://historia.id/kultur/articles/film-pengkhianatan-g30s-pki-dan-fakta-sejarah-P1BqW
- https://www.tempo.co/tag/pki
- https://www.tempo.co/tag/gatot-nurmantyo
(GFD-2020-8299) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Nelayan Kodingareng Dimanfaatkan Walhi untuk Tolak Tambang Pasir di Sulsel?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 25/09/2020
Berita
Video yang berjudul “Derita Nelayan Kodingareng Korban Dibodohi Walhi Sulsel” beredar di media sosial. Video ini berisi narasi bahwa Wahana Lingkungan Hidup atau Walhi Sulawesi Selatan telah memanfaatkan nelayan untuk menolak penambangan pasir di Pulau Kodingareng. Video ini menyebar di tengah konflik penambangan pasir di sekitar Pulau Kodingareng.
Sebagai informasi, kegiatan penambangan pasir untuk mereklamasi kawasan Makassar New Port itu berlangsung di Blok Spermonde, sisi barat perairan Sulsel, sejak Februari 2020. Kapal berkapasitas 24 ribu meter kubik tiga kali per hari mengangkut pasir. Akibatnya, air laut makin keruh. Deru mesin penyedot pasir juga mengusir ikan ke tengah laut.
Dalam video berdurasi 1 menit 30 detik yang beredar di media sosial itu, terdapat sejumlah kolase foto serta narasi yang berisi klaim bahwa Walhi telah memutarbalikkan fakta. Video itu juga menyebut Walhi telah memanfaatkan ibu-ibu dan anak-anak serta Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar untuk ambisi busuknya.
Di Facebook, video tersebut dibagikan oleh akun Komunitas Tanpa Pamrih pada 21 September 2020. Akun ini menulis narasi, “Walhi!!! Berhentilah memanfaatkan Nelayan, biarkan nelayan tenang mencari rezekinya.” Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah direspons lebih dari 100 kali, dikomentari 29 kali, dan dibagikan 31 kali.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Komunitas Tanpa Pamrih.
Apa benar nelayan Kodingareng dan AJI Makassar telah dimanfaatkan oleh Walhi Sulsel untuk menolak penambangan pasir?
Hasil Cek Fakta
Pernyataan AJI Makassar dan Nelayan Kodingareng
Dalam siaran pers bersamanya pada 24 September 2020, AJI Makassar dan Walhi Sulawesi Selatan mengecam penyebaran video yang dilakukan oleh kelompok yang mengatasnamakan diri sebagai Komunitas Tanpa Pamrih tersebut. Ketua AJI Makassar Nurdin Amir menegaskan klaim dalam video tersebut palsu.
“Walhi tidak pernah memanfaatkan AJI Makassar dalam kasus tersebut. Sebaliknya, AJI Makassar mendukung upaya advokasi oleh Walhi terhadap nelayan Kodingareng,” kata Nurdin. Nurdin juga memastikan AJI Makassar tidak pernah membuat poster yang muncul pada detik ke-22 hingga ke-27 dalam video itu.
Poster ini berisi tulisan "AJI Makassar mengecam Walhi Sulsel yang memanfaatkan AJI untuk ambisi busuknya". Menurut Nurdin, klaim dalam video itu berupaya merusak nama baik Walhi dan AJI yang selama ini pro terhadap isu perjuangan lingkungan dan kelompok marginal.
Sebelum video tersebut beredar di media sosial, tudingan bahwa Walhi Sulawesi Selatan melakukan provokasi terhadap para nelayan untuk menolak aktivitas penambangan pasir juga pernah disampaikan oleh politikus Sulsel Sarif Sampara pada 17 September 2020.
Namun, dikutip dari SuaraSulsel.id, kelompok perempuan Kodingareng mengkritik keras tudingan itu. Menurut mereka, pernyataan Sampara keliru. Justru, mereka bersyukur dengan adanya pendampingan dari Walhi Sulsel dan Aliansi Selamatkan Pesisir (ASP).
Dengan kehadiran Walhi Sulsel dan ASP, apa yang dipersoalkan oleh masyarakat nelayan Kodingareng dapat diketahui banyak orang. Apalagi, pemerintah setempat, mulai dari Ketua RT hingga Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah, tidak pernah menanggapi keresahan nelayan.
"Jika Pak Sampara tidak mau membantu kami di pulau, diam saja, tidak usah banyak bicara. Jangan melumpuhkan semangat kami. Biarkan kami berjuang bersama adik-adik Aliansi Selamatkan Pesisir dan Walhi untuk mempertahankan laut dan pulau kami," kata Siti Ebong yang merupakan salah satu istri nelayan Kodingareng.
Pernyataan Siti tersebut juga dimuat oleh Fajar.co.id. Dia menuturkan, sampai saat ini, pihaknya tidak merasa Walhi dan ASP memprovokasi, apalagi mengajak melakukan demo anarkis. Justru, Walhi dan ASP selalu melarang agar tidak melakukan demo anarkis. Kalaupun ada tindakan anarkis, menurut Siti, hal itu adalah bentuk kemarahan kepada penambang yang merusak kehidupan.
“Sudah beberapa kali kami melakukan aksi damai di depan kapal Boskalis (kapal yang mengangkut pasir di Kodingareng) dan kantor gubernur, tapi tidak ada yang peduli dengan keluhan kami. Justru tindakan kriminalisasi, intimidasi, dan teror yang kami dapatkan,” kata Siti.
Penangkapan Nelayan dan Aktivis di Kodingareng
Setelah pada 23 Agustus 2020 terjadi penangkapan terhadap tiga nelayan Kodingareng yang memprotes penambangan pasir, peristiwa serupa kembali terjadi pada 12 September 2020. Dilansir dari situs Konsorsium Pembaruan Agraria, sebanyak 11 orang ditangkap setelah ratusan nelayan yang didominasi ibu-ibu serta aktivis menggelar aksi protes terhadap penambangan pasir yang kembali dilakukan di wilayah tangkap nelayan.
Sebelas orang yang ditangkap ini terdiri dari tujuh nelayan, satu aktivis, dan tiga jurnalis pers mahasiswa. Mereka ditangkap oleh Polisi Perairan dan Udara (Polairud) Polda Sulsel. Satu nelayan mengalami kekerasan hingga berdarah di bagian wajah. Aktivis yang sedang merekam penangkapan itu juga ditangkap dan mengalami kekerasan di bagian wajah, leher, serta badan.
Tambang Pasir di Kodingareng
Dilansir dari Majalah Tempo edisi 19 September 2020, sejak Februari 2020, kapal penyedot dan pengangkut pasir tiga kali hilir-mudik tiap hari di sekitar Blok Spermonde, kawasan penambangan dekat Pulau Kodingareng. Kapal sepanjang 230 meter itu membawa ratusan ribu meter kubik pasir dari lokasi tambang ke proyek reklamasi Makassar New Port, cikal-bakal pelabuhan termegah di timur Indonesia. Belakangan, penambangan berlangsung hingga malam hari.
Menurut sejumlah warga Kodingareng yang ditemui Tempo, dalam beberapa bulan terakhir, para nelayan di sekitar pulau dan pesisir Makassar mulai kesulitan memperoleh ikan. Pasalnya, wilayah tangkap nelayan sekarang menjadi perlintasan kapal pengangkut pasir. Pada malam hari, kapal terlihat lebih dekat ke daratan. Menurut perkiraan warga, jaraknya tidak sampai 10 kilometer dari Pulau Kodingareng. Di situlah nelayan biasa mencari ikan.
Nelayan Kodingareng umumnya menggunakan cara tradisional, seperti memanah, memancing, dan menggunakan bagan. Namun, metode itu kini tidak bisa lagi dilakukan. Kapal menyedot pasir hingga 30 meter ke dasar laut, mengakibatkan terumbu karang rusak. Deru mesin dan air yang keruh pun mengusir ikan. Sebelum penambangan pasir berlangsung, nelayan bisa menjaring 20 kilogram cumi-cumi atau lebih dari 20 ekor ikan tenggiri setiap berlayar. Kini perolehan anjlok hingga hanya 1 kilogram ikan.
Direktur Eksekutif Walhi Sulsel Muhammad Al Amien mengatakan hampir semua nelayan mengalami kesulitan ekonomi sejak penambangan pasir di Blok Spermonde dimulai. Mereka pun sering menghadapi pertengkaran keluarga. Akhirnya, banyak laki-laki merantau ke luar pulau untuk mencari uang. Menurut dia, perairan di sekitar pulau pun tidak lagi aman untuk mencari ikan karena ombak di sekitar tambang bisa mencapai 3 meter. Kabar kapal nelayan tenggelam kerap muncul akhir-akhir ini.
Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah berjanji mengakomodasi keinginan para nelayan agar tetap sejahtera. Namun, dia mengaku belum menemukan pelanggaran yang dilakukan perusahaan penambang. "Jika terbukti merugikan kepentingan nelayan, kami akan mencari lokasi lain," ujarnya.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "nelayan Kodingareng dan AJI Makassar telah dimanfaatkan oleh Walhi Sulsel untuk menolak penambangan pasir" keliru. Kelompok perempuan Kodingareng telah membantah tudingan bahwa Walhi Sulsel melakukan provokasi terhadap nelayan untuk menolak aktivitas penambangan pasir. Begitu pula AJI Makassar, yang menyatakan klaim dalam video tersebut palsu. Sebaliknya, AJI Makassar mendukung upaya advokasi oleh Walhi terhadap nelayan Kodingareng.
ZAINAL ISHAQ
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://www.tempo.co/tag/walhi
- https://archive.ph/KPpb7
- https://www.tempo.co/tag/makassar
- https://www.tempo.co/tag/sulawesi-selatan
- https://bit.ly/3hYpudb
- http://kpa.or.id/media/baca2/siaran_pers/204/PERNYATAAN_SIKAP_KOALISI_MASYARAKAT_SIPIL_SULSEL/
- https://majalah.tempo.co/read/hukum/161469/kisah-nelayan-kodingareng-kian-miskin-setelah-penambangan-pasir?hidden=login
- https://www.tempo.co/tag/makassar-new-port
Halaman: 4711/6203