• (GFD-2020-8310) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Koran Ini Terbitkan Berita Berjudul Sudah Jadi Tabiat PKI Memutarbalikkan Fakta?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 02/10/2020

    Berita


    Sebuah foto surat kabar yang memuat berita berjudul "Sudah Jadi Tabiat PKI Memutar Balikkan Fakta" beredar di Twitter. Dalam koran itu, terdapat pula foto tokoh Partai Komunis Indonesia ( PKI ) Dipa Nusantara Aidit. Namun, dalam koran tersebut, hanya judul itu yang ditulis dalam bahasa Indonesia. Tulisan lainnya berbahasa Inggris.
    Akun yang membagikan foto surat kabar itu adalah akun @MayaFarrell21, tepatnya pada 30 September 2020. Akun tersebut menulis, "Ini pasti sejarawan dr pihak PKI." Cuitan ini mengomentari unggahan akun milik media CNN Indonesia yang berisi tautan berita yang berjudul "Sejarawan: PKI Dukung Pancasila, Partai-partai Islam Tidak".
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Twitter @MayaFarrell21 yang mengomentari cuitan akun milik CNN Indonesia.
    Apa benar koran dalam foto di atas menerbitkan berita yang berjudul “Sudah Jadi Tabiat PKI Memutar Balikkan Fakta”?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula memeriksa komentar dari akun Twitter lain terhadap unggahan akun @MayaFarrell21 tersebut. Salah satu akun, @indrabayuf_, membalas dengan mengunggah dua foto surat kabar yang memiliki kesamaan tata letak dengan foto surat kabar dalam unggahan akun @MayaFarrell21, namun dengan judul berita serta gambar yang berbeda.
    Akun @indrabayuf_ menulis, "Korannya mirip.” Akun @adityaarfan_ pun membalas cuitan akun @indrabayuf_ tersebut, “Rotinya jg sama. Kok bisa gt ya.” Sementara sejumlah akun lain mempertanyakan judul berita tersebut yang berbahasa Indonesia, padahal isi beritanya berbahasa Inggris.
    Berbekal petunjuk ini, Tempo menelusuri jejak digital foto surat kabar itu denganreverse image toolSource, Google, dan Yandex. Hasilnya, juga ditemukan foto koran dengan tata letak yang sama, namun dengan judul berita serta gambar yang berbeda. Rupanya, foto koran itu merupakantemplateyang kerap digunakan untuk membuat meme. Template ini bisa ditemukan di sejumlah situs, salah satunya Photofunia.com.
    Situs Exeterskatingclub.ca juga pernah memakaitemplateitu dalam foto di artikenya pada 12 November 2012 yang berjudul "Skate Canada WO Section Championships". Foto tersebut diberi keterangan “Exeter SC competitive-level skaters made us proud at the Skate Canada Western Ontario Championships (Sectionals).”
    Adapun foto tokoh PKI DN Aidit dalam foto surat kabar yang diunggah oleh akun @MayaFarell21 pernah dimuat situs Sejarahjakarta.com pada 9 September 2020 dalam artikelnya yang berjudul "Aidit di Malam 30 September 1965". Foto itu diberi keterangan sebagai berikut: "Aidit berbicara di depan massa dalam program Turba PKI, 1965."
    Berita CNN Indonesia
    Berita yang berjudul “Sejarawan: PKI Dukung Pancasila, Partai-partai Islam Tidak” memang pernah dimuat oleh CNN Indonesia, yakni pada 30 September 2020. Berita ini berisi pernyataan sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam bahwa PKI mendukung Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dalam Sidang Konstituante 1957.
    Asvi menjelaskan agenda sidang Konstituante kala itu adalah merancang Undang-Undang Dasar yang definitif, termasuk di dalamnya penentuan dasar negara Indonesia. Penentuan dilakukan melaluivoting. Dalam momen itu, kata Asvi, sejumlah partai seperti PNI, PKI, dan lainnya memilih Pancasila sebagai dasar negara. Sementara partai-partai berasaskan Islam memiliki pilihan yang berbeda.
    "Saya tidak ingin ini jadi kehebohan baru lagi. PKI dalam Sidang Konstituante 1957 menetapkan dasar negara memang mendukung Pancasila, sementara partai-partai Islam memilih Islam sebagai dasar negara," kata Asvi kepada CNN Indonesia pada 30 September 2020.
    Meski demikian, Sidang Konstituante berakhir buntu dan gagal menghasilkan keputusan karenavotingtidak memenuhi kuorum. Konstituante akhirnya dibubarkan Presiden Sukarno melalui Dekrit 5 Juli 1959, sekaligus menandai kembali berlakunya UUD 1945 dengan dasar negara Pancasila. "Tidak ada pihak yang mendapat jumlah suara dua pertiga dari keseluruhan," kata Asvi.
    Senada dengan Asvi, sejarawan Satriono Priyo Utomo juga menyatakan bahwa PKI memang mendukung Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dalam Sidang Konstituante 1957. Penulis buku "Politik Dipa Nusantara" ini menjelaskan PKI mendukung dasar negara Pancasila sebagai strategi politik DN Aidit mendekati Sukarno dan sebagai langkah suksesi konsep Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (Nasakom).
    "Jadi, representasi dari politik kompromistis yang kemudian dijalankan PKI, DN Aidit khususnya, bicaragrand designdari kampanye politiknya Bung Karno soal Nasakom," kata Satrio.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, koran dalam foto di atas tidak menerbitkan berita yang berjudul “Sudah Jadi Tabiat PKI Memutar Balikkan Fakta”. Foto tersebut merupakan hasil suntingan. Foto koran itu merupakantemplateyang kerap digunakan untuk membuat meme.
    ZAINAL ISHAQ
    Catatan redaksi: Artikel ini diubah di bagian pemeriksaan fakta untuk menambahkan sumber pada 2 September 2020 pukul 20.00 WIB. Redaksi mohon maaf.
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8309) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Tak Ada Analis Laboratorium yang Terkena Covid-19?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 02/10/2020

    Berita


    Klaim bahwa tidak ada peneliti atau analis laboratorium yang terkena Covid-19 beredar di Facebook. Klaim itu diunggah oleh akun Andrezeko pada 28 September 2020. Selain klaim tersebut, unggahan akun ini juga berisi sejumlah pertanyaan, mulai dari obat untuk pasien Covid-19 hingga penderita Covid-19 yang memiliki penyakit penyerta dan tanpa gejala.
    "Kenapa mereka yg 'nguthek²' virus di laboratorium (peneliti, analis laboraorium), tidak ada yang terkena corona. Perawat sedikit menjadi " korban." Tetapi malah dokter yang justru paling jarang berinteraksi dng pasien katanya banyak korban ?” demikian bunyi salah satu pertanyaan dalam unggahan tersebut.
    Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah direspons lebih dari 200 kali dan dibagikan lebih dari 400 kali. Dalam artikel pertama terkait unggahan ini, Tempo akan memverifikasi klaim soal tidak adanya peneliti atau analis laboratorium yang terkena Covid-19, termasuk jumlah perawat yang lebih sedikit terinfeksi Covid-19 dibandingkan dokter.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Andrezeko.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, tercatat sejumlah analis laboratorium dan perawat yang terinfeksi Covid-19. Bahkan, beberapa di antaranya meninggal. Dilansir dari Merdeka.com, terdapat 492 analis kesehatan yang positif Covid-19, di mana empat di antaranya meninggal.
    Menurut Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Medik Indonesia, Widodo, analis kesehatan yang meninggal karena Covid-19 tersebut berasal dari empat provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Daerah Istimewa Aceh.
    Hal yang sama dialami oleh perawat, terutama perawat di Jawa Timur. Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Timur, Nursalam, menyebut jumlah perawat di Jawa Timur yang terkonfirmasi positif Covid-19 mencapai 550 orang per Juli 2020. Sementara jumlah perawat yang meninggal akibat Covid-19, per awal September, mencapai 77 orang.
    Dikutip dari BBC Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mencatat sebanyak 115 dokter meninggal karena Covid-19 per 13 September 2020. Dari jumlah itu, sebanyak 60 orang adalah dokter umum, 53 dokter spesialis, dan dua dokter residen.
    Berdasarkan catatan IDI, risiko yang menyebabkan kasus kematian akibat Covid-19 pada dokter selalu berulang. IDI menduga penyebabnya antara lain minimnya alat pelindung diri (APD), kurangnya skrining pasien di fasilitas kesehatan, kelelahan yang dialami oleh para tenaga medis karena jumlah pasien Covid-19 terus bertambah, jam kerja yang panjang, serta tekanan psikologis.
    Meninggalnya para dokter ini merupakan pukulan besar bagi sektor kesehatan Indonesia. Pasalnya, rasio dokter dan penduduk di Indonesia saat ini 1:2.500. Artinya, satu dokter harus menangani 2.500 pasien. Dengan meninggalnya 115 dokter selama pandemi, hampir 300 ribu penduduk Indonesia kehilangan akses dokter.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "tidak ada peneliti atau analis laboratorium yang terkena Covid-19" keliru. Data Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Medik Indonesia menyebut sebanyak 492 analis kesehatan terinfeksi Covid-19, di mana empat di antaranya meninggal. Jumlah perawat yang terinfeksi pun cukup besar. Di Jawa Timur saja, jumlahnya mencapai 550 orang. Adapun jumlah perawat yang meninggal akibat Covid-19 di seluruh Indonesia sudah menyentuh 77 orang.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8308) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Hotman Paris Ingatkan Keluarga Cendana dan Cikeas Hati-Hati Jika Jokowi Marah?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 01/10/2020

    Berita


    Gambar yang memuat foto pengacara Hotman Paris Hutapea serta narasi yang berisi peringatan terhadap keluarga Cendana dan Cikeas soal kemarahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi beredar di media sosial. Keluarga Cendana merujuk pada keluarga Presiden ke-2 RI, Soeharto. Sementara keluarga Cikeas merujuk pada keluarga Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY.
    “Saya khawatir jika Pak Jokowi bila dipancing-pancing emosinya. Hati-hati saja keluarga Cendana dan keluarga Cikeas, harta gono gini kalianlah jadi pertaruhannya. KPK dan Intelijen sudah dari 2014 mengumpulkan data dan faktanya. Yaaa tinggal menunggu perintahnya Presiden saja, langsung eksekusi tanah negara yang dikuasi mereka. Gawat itu, Saya sudah pasti bela Negara. Hotman Paris," demikian narasi dalam gambar itu.
    Di Facebook, gambar tersebut dibagikan salah satunya oleh akun Kopok, yakni pada 27 September 2020. Akun ini pun menulis, "Siap2 aja."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Kopok.
    Apa benar Hotman Paris ingatkan keluarga Cendana dan keluarga Cikeas untuk berhati-hati terhadap kemarahan Jokowi?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri jejak digital gambar tersebut dengan reverse image tool Source dan Google. Hasilnya, ditemukan bahwa pernyataan dalam gambar itu bukanlah pernyataan Hotman Paris. Gambar tersebut telah beredar di internet sejak 2018 lalu. Salah satu akun yang pernah membagikannya adalah akun Twitter Wong Pinggiran, tepatnya pada 11 Desember 2018.
    Hotman Paris, dalam akun Instagram pribadinya, @hotmanparisofficial, telah membantah klaim dalam gambar itu. Bantahan tersebut diunggahnya pada 29 Mei 2019. Hotman membagikan gambar itu, yang telah diberi tanda silang dan teks "hoax". Ia pun menulis keterangan,"Hoax menggila! Dasar pengecut sebarkan hoax ini! Gus Hotman ngak tertarik politik."
    Ketika gambar itu lagi-lagi beredar, Hotman Paris kembali mengunggah gambar itu, yang telah diberi tanda silang dan teks "hoax", pada 30 September 2020. Ia menulis keterangan, “Ini berita Bohong! Tangkap para pelaku yg edarkan berita bohong ini!! Hotman tdk tau ttg selebaran ini.”
    Beredar setelah pemberitaan tentang dana Yayasan Supersemar
    Gambar hoaks tersebut beredar setelah, pada November 2018, muncul pemberitaan soal upaya Presiden Jokowi untuk memaksa Yayasan Supersemar, yayasan yang didirikan oleh Soeharto pada 1974, mengembalikan uang negara yang diselewengkan. Berita tersebut dimuat salah satunya oleh Detik.com, yakni pada 25 November 2018.
    Menurut laporan Detik.com, setelah sejak 2007 bertarung di pengadilan, uang negara yang diselewengkan ke perusahaan keluarga Cendana itu perlahan kembali. Yayasan Supersemar sempat mengajukan perlawanan eksekusi. Namun, pada 19 Oktober 2017, Mahkamah Agung menolak perlawan eksekusi itu. Menurut MA, perlawanan eksekusi tersebut nebis in idem. "Sehingga, putusan perkara a quo nebis in idem," ujar majelis hakim dengan suara bulat.
    Mengantongi putusan itu, Kejaksaan Agung mengajukan permohonan eksekusi. Pada Maret 2018, Kejagung melaksanakan pemulihan keuangan negara dari beberapa rekening Yayasan Supersemar di bank dengan total Rp 241,87 miliar. Lalu, Kejaksaan Agung menyita tanah, termasuk yang berada di Megamendung, Bogor, dan Gedung Granadi di Jalan Rasuna Said, Jakarta, milik Yayasan Supersemar.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "Hotman Paris ingatkan keluarga Cendana dan keluarga Cikeas untuk berhati-hati terhadap kemarahan Jokowi" keliru. Klaim tersebut telah beredar sejak Desember 2018. Hotman Paris telah membantah klaim itu dan menyatakannya sebagai hoaks. Tidak ditemukan pula pemberitaan di media kredibel bahwa Hotman Paris pernah melontarkan pernyataan tersebut.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8307) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Bejo Untung yang Sebut Soeharto Dalang G30S adalah Anak PKI?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 01/10/2020

    Berita


    Klaim bahwa pimpinan Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965 Bejo Untung merupakan anak anggota Partai Komunis Indonesia atau PKI beredar di Facebook. Klaim ini disertai dengan gambar tangkapan layar sebuah artikel yang berjudul "Tolak Putar Kembali Film G30SPKI, Bejo Untung Sebut Soeharto, CIA, dan TNI AD sebagai Dalang G30S".
    Akun yang membagikan klaim serta gambar tangkapan layar artikel itu adalah akun Kaum Pribumi, yakni pada 26 September 2020. Akun ini menulis, "Ini dia anak PKI yang bapaknya nabrak tiang telpon!" Hingga artikel ini dimuat, unggahan akun tersebut telah direspons lebih dari 500 kali dan dikomentari lebih dari 200 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Kaum Pribumi.
    Apa benar Bejo Untung adalah anak anggota PKI?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan terkait di situs-situs media kredibel dengan memasukkan kata kunci "Bejo Untung anak PKI" di mesin pencarian Google. Hasilnya, ditemukan penjelasan dari Bejo Untung dalam program televisi Indonesia Lawyers Club (ILC) di tvOne terkait asal-usulnya.
    Video ILC yang memuat penjelasan Bejo Untung itu diunggah di kanal YouTube ILC pada 19 September 2017 dengan judul "PKI, Hantu atau Nyata?". Pada menit 10:15, Bejo Untung membantah isu bahwa dirinya adalah putra dari Letnan Kolonel (Letkol) Untung bin Samsuri, Komandan Batalion I Kawal Kehormatan Tjakrabirawa dan salah satu tokoh penting Gerakan 30 September 1965. Peran Letkol Untung adalah sebagai pemimpin penculikan.
    Dilansir dari Kompas.com, mengutip buku "Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan, dan Petualang" karya Julius Pour, semasa perang kemerdekaan, Letkol Untung yang bernama kecil Kusman bertugas sebagai anggota Batalion Sudigdo, Wonogiri. Batalion ini adalah bagian dari Divisi Panembahan Senopati yang berbasis di Jawa Tengah bagian selatan, banyak dipengaruhi paham-paham komunis.
    Batalion itu juga diyakini terlibat dalam Peristiwa Madiun 1948. Ketika Batalion Sudigdo dibersihkan oleh Pasukan Siliwangi, Kusman yang pangkatnya sersan mayor itu meloloskan diri ke Madiun dan menjadi bagian kecil dari pemberontakan Madiun Affair 1948. Setelah peristiwa Madiun dan Agresi Militer Belanda II, Kusman kembali ke Jawa Tengah dan mengganti namanya menjadi Untung. Ia pun kembali bergabung dengan TNI.
    Kembali ke Bejo Untung, di ILC, dia menyebut Mayor Jenderal Purnawirawan Kivlan Zen, yang juga diundang dalam ILC edisi tersebut, salah mengaitkan dirinya dengan Letkol Untung. Bejo Untung menjelaskan bahwa ia adalah putra seorang guru bernama Suwignyo. Ibunya bernama Tarmini. Ia dilahirkan di Sarwodadi, Comal, Jawa Tengah, pada 1947. "Jadi, kalau dihubungkan dengan PKI, sayaenggak ngertikok bisa Pak Kivlan sampai menghubungkan saya dengan Letkol Untung, itu dari mana?"
    Penjelasan Bejo Untung di ILC itu pun diberitakan oleh Viva.co.id pada 20 September 2017. Dilansir dari Viva.co.id, pria yang bernama lengkap Kristian Erdianto Bejo Untung itu merupakan anak dari seorang guru dan lahir di Jawa Tengah. "Saya anak seorang guru, lahir di Sarwodadi, Jawa Tengah, saya orang desa. Pak Kivlan tahu saya anak Letkol Untung itu dari mana?" katanya dalam ILC edisi 19 September 2017.
    Meskipun bukan anak Letkol Untung, pada 1965, pimpinan YPKP 1965 ini ditangkap dan dipenjara tanpa peradilan hingga sembilan tahun lamanya. “Saya masuk penjara selama sembilan tahun tanpa proses hukum. Kami mantan tapol (tahanan politik) tanpa proses hukum. Kami tidak dibebaskan dengan selayaknya manusia bebas," katanya. Bejo Untung ditangkap karena dinilai aktif mengikuti pergerakan IPI yang diduga merupakan underbouw PKI. Di ILC, Bejo Untung telah membantah bahwa IPI adalah underbouw PKI.Berdasarkan arsip berita Koran Tempo pada 5 Oktober 2009, berjudul "Kenangan Pernikahan Lelaki Kedung Bajul", anak Letkol Untung pun bukan bernama Bejo Untung. Letkol Untung juga menikah dengan perempuan asal Kebumen, Hartati, pada 1963, belasan tahun setelah Bejo Untung lahir. Menurut Siti Fatonah, kerabat Hartati yang masih tinggal di Kebumen, dari pernikahannya dengan Hartati, Untung mendapat seorang anak laki-laki, Anto. Fatonah menyebutnya Insinyur Anto.
    Terkait gambar tangkapan layar dalam unggahan akun Kaum Pribumi, bahwa Bejo Untung menyebut Soeharto, CIA, dan TNI AD sebagai dalang Gerakan 30 September, hal tersebut dilontarkan Bejo Untung dalam video di kanal YouTube  tvOne  berjudul "Perlukah Film G30S PKI Diputar?" pada 27 September 2018.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "Bejo Untung adalah anak anggota PKI" keliru. Isu bahwa Bejo Untung merupakan anak dari Letkol Untung, pemimpin Gerakan 30 September 1965 dan pernah menjadi bagian kecil dari pemberontakan Madiun Affair 1948, telah dibantah oleh yang bersangkutan. Letkol Untung pun hanya memiliki satu anak, bernama Anto, bukan Bejo Untung. Letkol Untung juga menikah pada 1963, belasan tahun setelah Bejo Untung lahir.
    IBRAHIM ARSYAD | ANGELINA ANJAR SAWITRI
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan