• (GFD-2021-8698) Keliru, Menyetop Berita tentang Covid-19 dapat Membuat Pandemi Selesai

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 14/07/2021

    Berita


    Pesan berantai yang mengajak warga untuk menyetop mengirim berita tentang Covid-19 melalui media sosial, beredar di aplikasi pesan Whatsapp, 13 Juli 2021. Pesan berantai ini beredar di tengah kondisi lonjakan jumlah pasien Covid-19 di Indonesia.
    Berita tentang Covid-19 dianggap menurunkan imun sehingga warga mudah terpapar penyakit. Larangan mengunggah berita Covid-19 di medsos, diklaim dilakukan oleh sejumlah negara seperti Timor Leste, Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia, Australia, termasuk Cina.
    Berikut ini isi pesan berantai tersebut:
    Supaya Covid tdk berkembang, kita STOP kirim berita ttg Covid. Seperti yg dilakukan oleh Timor Leste, Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia, Australia, dan beberapa negara di Asia lainnya , termasuk Cina. Negara² tersebut melarang warga negaranya berkirim berita berita tentang Covid-19 melalui MEDSOS
    MARI MULAI KITA TIRU DAN LAKUKAN STOP BERITA COVID. Yang wajib kita jaga adlh: IMAN-IMUN-AMIN dan patuhi Protokol kesehatan. Abaikan berita dan jangan sebarkan berita Covid yg bikin resah, semakin kita resah, semakin mudah terpapar penyakit, apapun penyakitnya. Kita galang persatuan melawan Covid dengan cara tersebut. Kasihanilah bagi yg imunnya lemah akan menambah, stress...itu salah satu sebab mudahnya terkena penyakit.

    Hasil Cek Fakta


    Menurut epidemiolog Iqbal Ridzi Fahdri Elyazar, keterbukaan data justru dibutuhkan dalam setiap penanganan pandemi atau perang melawan penularan penyakit. Data yang dimaksud adalah data yang menggambarkan situasi ‘perang’ yang sesungguhnya, seperti usaha pencarian orang terinfeksi, kemampuan rumah sakit melayani pasien, dan dampak terhadap keluarga dan masyarakat.
    Selain itu, data tentang jumlah mereka yang sembuh juga sama pentingnya dengan data kematian terkait Covid-19. “Data di tingkat populasi dan wilayah ini perlu diberitahukan dan disebarkan supaya anggota masyarakat yang masih abai terhadap protokol kesehatan dan vaksinasi semakin teredukasi,” kata dia kepada Tempo, Selasa 13 Juli 2021.
    Menurut Iqbal, hadirnya berita juga bisa menjadi penyemangat bagi warga lain atau orang terdekat yang sedang dirawat atau isolasi supaya cepat sembuh. Tapi berita semacam ini, sama pentingnya dengan pemberitaan untuk mendorong pemerintah daerah dan pemerintah pusat lebih bekerja keras dan saling berkolaborasi menangani pandemi. “Bersikap masa bodo, pura-pura buta, dan meninabobokan di masa perang ini justru membuat kenapa pandemi ini berlarut larut,” kata Iqbal yang juga bergabung sebagai kolaborator saintis Lapor Covid-19.
    Iqbal menilai, ajakan menyetop berita agar Covid-19 berhenti, justru tidak tepat. Sebab karakter virus tidak terkait dengan pemberitaan media, maupun unggahan di sosial media. Virus menyebar dengan membutuhkan paparan dari orang ke orang kepada mereka yang rentan. Sehingga, hilangnya berita Covid tidak akan menghentikan penularan virus tersebut.
    Klaim bahwa sejumlah negara menyetop unggahan berita Covid-19 ke media sosial, menurut Iqbal, tidak benar. Sebaliknya, media dan jurnalis di negara tersebut terus memberitakan tentang Covid supaya warga sadar akan bahaya penularan Covid-19. “Yang harus dilarang adalah hoaks dan usaha2 untuk menghalangi selesainya pandemi ini,” kata dia.
    Hasil pencarian Tempo juga tidak menemukan kebijakan pemerintah Timor Leste, Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia, Australia, dan Cina yang melarang warganya mengunggah berita terkait Covid-19 ke media sosial. Pelarangan secara khusus hanya terkait dengan pemuatan berita bohong (hoaks), meski peraturan semacam ini banyak dikritik karena membatasi kebebasan berekspresi dan kebebasan pers.
    Misalnya Pemerintah Singapura yang menerbitkan Protection from Online Falsehoods and Manipulation Act atau undang-undang tentang kabar bohong. Demikian pula di Malaysia yang menerbitkan peraturan serupa per Januari 2021 dengan memberikan denda mencapai sekitar $ 24.000 dan $ 121.000.

    Kesimpulan


    Dari pemeriksaan fakta di atas, Tempo menyimpulkan klaim bahwa menyetop berita tentang Covid-19 dapat membuat Covid-19 tidak berkembang adalah keliru. Penyebaran Covid-19 tidak terkait dengan pemberitaan. Selain itu, penanganan pandemi membutuhkan hadirnya pemberitaan yang akurat dan keterbukaan data untuk meningkatkan kesadaran publik dan mendorong pemerintah pusat maupun pemerintah daerah menangani pandemi lebih baik.
    Tim cek Fakta Tempo

    Rujukan

  • (GFD-2021-8697) Keliru, Donald Trump Anjurkan Warga AS Gunakan Burqa untuk Mencegah Penularan Covid-19

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 13/07/2021

    Berita


    Sebuah Video yang memperlihakan mantan Presiden AS, Donald Trump, menyampaikan pernyataan dalam sebuah konferensi pers beredar di media sosial. Video tersebut dibagikan dengan narasi bahwa Donald Trump menganjurkan warganya menggunakan burka (cadar yang menutupi seluruh wajah) untuk mencegah penularan Covid-19.
    Di Facebook, video tersebut dibagikan akun ini pada 3 Juli 2021. Akun inipun menuliskan deskripsi video dengan “Matahari Mulai Terbit Dari Barat”.
    Dalam video berdurasi 3 menit 6 detik tersebut Trump menyarankan warganya menggunakan syal atau kain untuk menutupi hidung dan mulut sebagai antisipasi penularan virus corona. Namun, ditambahkan narasi dalam video yang mengesankan Trump menganjurkan warganya menggunakan cadar atau niqab seperti yang biasa dipakai muslimah.
    Kemudian dimasukkan juga pernyataan Donal Trump yang menyindir perempuan dengan burka tak perlu menggunakan riasan. Sebelumnya, Trump memang dikenal kerap menyampaikan pernyataan kontroversial terkait muslim.
    Berikut narasi dalam video tersebut:
    “Donald Trum merekomendasikan warga Amerika untuk menutupi wajah mereka dengan syal atau masker kain buatan mereka sendiri. Saat pergi ke luar untuk mencegah penyebaran coronavirus. Namun, cara menjelaskannya itu seolah-olah Trump sedang menganjurkan rakyatnya untuk menggunakan burka atau niqab."
    Hingga artikel ini dimuat, video tersebut telah disaksikan lebih dari 700 ribu kali dan mendapat 158 komentar.
    Apa benar Donald Trump Anjurkan warga AS untuk gunakan burka agar terhindar dari penularan Covid-19?
    Tangkapan layar yang diklaim sebagai video Donald Trump Anjurkan Warga AS Gunakan Burka untuk Mencegah Penularan Covid-19.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video tersebut menggunakan tool InVid. Selanjutnya gambar-gambar hasil fragmentasi ditelusuri menggunakan reverse image tools Google dan Yandex. Hasilnya, pernyataan pertama Trump yang menganjurkan penggunaan syal dalam video tersebut disampaikan saat konferensi pers penanganan Covid-19 di AS pada April 2020. Sedangkan pernyataan kedua tentang burka disampaikan pada Oktober 2015.
    Pernyataan Trump Soal Syal
    Video Donald Trump saat menyarankan warga AS menggunakan syal sebagai perlindungan terhadap Covid-19 pernah dimuat BBC pada 1 April 2020 dengan judul, “Trump suggests scarves as protection against Covid-19”.
    “Ketika ditanya tentang kelangkaan masker, pemimpin AS menganjurkan menggunakan metode perlindungan lain. Dia mengatakan ini untuk memastikan masker baru yang diproduksi bisa langsung masuk ke rumah sakit,” tulis BBC.
    Video yang identik juga pernah dimuat ke Youtube oleh kanal resmi AP pada 4 April 2020 dengan judul “Face masks recommended, Trump says he won't wear”.
    Menurut AP, Presiden Donald Trump mengatakan pemerintahannya mendorong banyak orang Amerika untuk memakai masker di depan umum, meskipun dia menekankan bahwa rekomendasi itu opsional dan mengakui bahwa dia tidak akan mematuhinya.
    Dilansir dari cnbc.com, pernyataan Trump tersebut terkait dengan rumah sakit yang sangat membutuhkan masker wajah dan peralatan lain untuk mencegah mereka tertular virus corona, sehingga ia menyarankan alternatif bagi orang Amerika yang juga menginginkan perlindungan di depan umum untuk mengenakan syal.
    "Tidak harus masker," kata Trump pada konferensi pers Selasa malam. “Kamu bisa menggunakan syal. Anda dapat menggunakan sesuatu yang lain di wajah Anda. ”
    Malam berikutnya, Trump mengulangi nasihat itu dan mengklaim tanpa bukti bahwa syal sangat direkomendasikan oleh para profesional. "Tergantung pada kainnya, saya pikir syal dengan cara tertentu lebih baik," ujar Trump.
    Saat ini hanya ada sedikit bukti empiris untuk mendukung rekomendasi Trump bahwa syal atau penutup lain dapat menggantikan masker wajah.
    Pernyataan Trump Soal Burka
    Penjelasan Trump soal burka pada video di atas terdapat pada menit ke 0:58 hingga menit ke 1:08.
    Video yang identik pernah dimuat situs berita cbsnews.com pada 26 Oktober 2015 dengan judul “Trump on burqas: "You don't have to put on makeup".
    Pernyataan itu disampaikan Donald Trump saat berada di New Hampshire pada hari Senin ketika dia berbicara tentang intervensi AS di Timur Tengah dan mempertanyakan kebebasan para wanita yang diwajibkan menggunakan burqa.
    Saat itu dia mengaku mengerti mengapa wanita-wanita di sana ingin berjilbab. "Nyatanya, ini mudah. Anda tidak perlu merias wajah," katanya. "Bukankah itu mudah?"
    Video serupa juga pernah dimuat ke Youtube oleh kanal resmi CNN pada 22 Juli 2016 dengan judul “TRUMP ON WOMEN WEARING BURQAS-DON"T NEED MAKEUP”.
    Trump menyatakan bahwa dengan mengenakan burqa anda tidak harus memakai riasan, lebih mudah bagi wanita untuk bersiap-siap keluar.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, video berisi klaim bahwa mantan Presiden AS Donald Trump menganjurkan warga AS menggunakan burka untuk mencegah penularan Covid-19, keliru. Pernyataan Trump terkait burka disampaikan saat ia berbicara tentang intervensi AS di Timur Tengah pada 26 Oktober 2015, jauh sebelum Covid-19 ditemukan pertama kali di Wuhan pada 2019. Sedangkan penjelasan soal penggunaan syal disampaikan Trump sebagai alternatif bagi waraganya yang saat April 2020 lalu kesulitan mendapatkan masker.
    TIM CEK FAKTA TEMPO

    Rujukan

  • (GFD-2021-8696) Keliru, Tabung Oksigen Bisa Dibuat dari Aerator Akuarium

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 13/07/2021

    Berita


    Sejumlah unggahan tentang memanfaatkan aerator akuarium sebagai pengganti tabung oksigen menjadi viral di media sosial dalam sepekan terakhir. Salah satu unggahan itu terdiri dari infografis berjudul Membuat Alat Penyaring Udara Sederhana serta foto dan video merakit aerator tersebut.
    Unggahan ini tersebar di tengah kondisi banyaknya masyarakat kesulitan mencari akses tabung oksigen untuk merawat pasien terpapar Covid-19 dengan gejala sesak napas. Bahkan sejumlah rumah sakit juga sempat kehabisan pasokan oksigen.
    Dalam beberapa unggahan, alat-alat untuk membuat oksigen itu, disebutkan antara lain aerator aquarium, botol bekas, selang, dan air. Teknik tersebut pun diklaim lebih murah, karena hanya bermodalkan Rp 150 ribu. Sebab, bisa juga memanfaatkan alat-alat di rumah. 
    “Bermodalkan Alat Sederhana Bisa Berguna untuk membuat Tabung Oksigen di Rumah. Dengan Bermodalkan 150.000 kita bisa menghemat uang kita Ratusan juta,” demikian narasi yang menyertai infografis dan foto tersebut. 
    Tangkapan layar unggahan membuat tabung oksigen dari aerator aquarium di media sosial.

    Hasil Cek Fakta


    Dengan menggunakan reverse image tool milik Google, Tempo menemukan infografis berjudul Membuat Alat Penyaring Udara Sederhana pernah diterbitkan oleh Kompas pada 2015 dalam konteks melawan asap saat bencana kebakaran hutan. Infografis tersebut dimuat di akun Twitter @kompasmuda pada 27 Oktober 2015. 
    Tempo juga menghubungi Ketua Departemen Fisika Kedokteran Klaster Medical Technology IMERI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prasandhya Astagiri Yusuf. Dia menjelaskan bahwa infografis tersebut hanya digunakan untuk penyaring udara, bukan untuk menghasilkan oksigen. “Saat udara penuh partikel asap akan menyebabkan sakit di bagian paru. Nah alat tersebut dapat menyaring partikel asap,” kata dia saat dihubungi Tempo, Senin 12 Juli.
    Menurut Prasandhya, aerator hanya berfungsi untuk membuat gelembung udara di akuarium agar ikan mendapatkan oksigen, tapi tidak menambahkan oksigen. Cara kerja aerator adalah dengan mengambil oksigen dari udara lalu digelembungkan di dalam air.  
    Kandungan oksigen di udara sendiri berkisar 20-21 persen. Sedangkan oksigen yang digunakan untuk medis, membutuhkan konsentrasi 100 persen. Sehingga kadar oksigen 20 persen di udara, tidak cukup untuk menyuplai kebutuhan oksigen pada pasien. Apalagi, saat terinfeksi Covid-19,  membuat kemampuan difusi oksigen ke dalam tubuh menjadi terganggu. 
    Solusi seperti yang selama ini dilakukan, kata dia, yakni dengan menembakkan langsung oksigen yang berkonsentrasi lebih tinggi (100 persen) kepada pasien. Bahkan dalam kondisi lebih parah, pemberian oksigen melalui  intubasi yakni dengan memasukkan oksigen melalui saluran pernapasan atau paru-paru. 
    Membuat alat sendiri dengan aerator, kata dia, justru  berisiko  bagi kesehatan. Kandungan air yang tidak steril misalnya, dapat menembakkan bakteri ke paru-paru dan dapat memicu infeksi tambahan. Dampak lainnya,  kelembaban udara pada paru-paru akan meningkat dan justru memicu pertumbuhan bakteri. Selama ini, tabung oksigen yang diproduksi untuk kebutuhan medis dilengkapi dengan alat untuk mengontrol oksigen yang dipasok ke dalam tubuh seperti mengandung filter, pressure regulator, dan pressure control. 
    Selain penjelasan Prasandhya tersebut, dosen Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Tomy Abuzairi, membuat video untuk menguji kadar oksigen di botol yang dialiri udara dari aerator atau kompresor berkapasitas 1 liter/menit. 
    Mulanya oksigen analyzer diset pada angka 21 persen. Kemudian saat aerator dihubungkan dengan oksigen analyzer tersebut, angka konsentrasi oksigen yang tertera hanya naik 0,2 menjadi  21,2 persen sehingga kenaikan oksigennya menjadi tidak signifikan.
    Sebelumnya, Kepala Balai Pengembangan Instrumentasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Anto Tri Sugiarto, juga menjelaskan, alat tersebut tidak akan dapat menambah jumlah oksigen yang dihirup. Pompa aerator, dia berujar, hanya membantu mengirim udara ke saluran pernapasan.
    “Yang dipompakan adalah udara dengan komposisi oksigen sekitar 20,9 persen,” tutur Anto melalui pesan WhatsApp, Rabu, 30 Juni 2021 kepada Tempo. Itu, Anto menambahkan, berbeda dari memberikan oksigen yang sangat dibutuhkan kepada pasien Covid-19 gejala berat. 

    Kesimpulan


    Dari pemeriksaan fakta di atas, klaim bahwa tabung oksigen bisa dibuat dari kompresor atau aerator akuarium adalah keliru. Aerator  hanya berfungsi untuk membuat gelembung udara di akuarium, dan tidak dapat menyuplai kebutuhan oksigen untuk tubuh pasien Covid-19 bergejala berat.
    Tim Cek Fakta Tempo

    Rujukan

  • (GFD-2021-8695) Sesat, 3 ambulans kosong diminta berputar-putar untuk menakuti warga agar percaya Covid-19

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 12/07/2021

    Berita


    Sejumlah tangkapan layar dan video dengan narasi 3 ambulans di Ngemplak, Sukoharjo, ugal-ugalan menabrak mobil, beredar di media sosial dalam sepekan terakhir. Unggahan ini beredar di tengah lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia dan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat ( ?PPKM ) Darurat di Jawa-Bali.
    Tangkapan layar dan video yang diunggah pada 7 Juli 2021 di Facebook  ini diklaim bahwa ambulans tersebut kosong dan diminta berputar-putar dengan upah Rp 300 ribu untuk menakuti warga.
    “Ternyata mobil ambulans  yang sering muter-muter di suatu wilayah itu kosong, tidak ada pasien/jenazah, dengan maksud tujuan menakuti atau membuat warga panik, dan percaya kalo banyak korban berjatuhan akibat Covid,” tulis narasi itu.
    Sementara dalam video yang beredar, terdapat suara seorang pria yang mengatakan, “Ambulans gak ono penumpange (gak ada penumpangnya) do ugal-ugalan mlakune (jalannya ugal-ugalan). Ambulans telu, sing siji lungo (ambulans tiga, yang satu pergi). Ning Ngemplak Gang 3, tiga beruntun (ambulans) jadinya empat, ”
    Tangkapan layar video yang diklaim sebagai ambulans kosong ugal-ugalan dan berputar-putar untuk menakuti warga agar percaya Covid-19.

    Hasil Cek Fakta


    Hasil penelusuran Tim Cek Fakta Tempo, menunjukkan, bahwa ambulans tersebut tidak menerima upah Rp 300 ribu untuk berputar-putar menakuti warga. Tiga ambulans milik tiga lembaga di Kabupaten Kudus tersebut baru memakamkan jenazah lalu mengalami kecelakaan beruntun saat perjalanan pulang menjemput jenazah lainnya.
    Berdasarkan siaran pers Rumah Sakit Aisyiyah yang dimuat di laman suara aisyiyah, dijelaskan, bahwa tiga ambulans tersebut adalah milik RS ‘Aisyiyah Kudus, MCCC PDM Kudus, dan LAZISMU Jawa Tengah.
    Mereka menjelaskan, ketiga ambulans tersebut melakukan perjalanan untuk memakamkan jenazah Covid-19 pada pukul 09.00 di daerah Grobogan. Namun pada saat perjalanan pulang melewati daerah Undaan pada pukul 13.30, ketiga sopir ambulans dikejutkan dengan mobil di depan mereka yang mengerem mendadak.
    Akibatnya terjadi kecelakaan beruntun antara ketiga ambulans dengan mobil Innova milik pribadi. Akan tetapi kasus tersebut telah diselesaikan secara kekeluargaan.
    Saat itu, ketiga ambulans harus segera kembali untuk memakamkan jenazah Covid-19 pada pukul 14.00. Ada dua jenazah yang harus dimakamkan pada hari itu.
    “Berdasarkan informasi yang telah tersebar, menyebutkan, jika Ambulance RS sengaja berkeliling secara ugal-ugalan untuk membuat resah masyarakat itu adalah tidak benar,” tulis siaran pers yang ditandatangani oleh Hilal Ariadi, Direktur RS ‘Aisyiyah Kudus dan Satriyo Yudo BW yang juga Ketua Muhammadiyah Covid Command Centre (MCCC) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kudus.
    Media lokal di Kabupaten Kudus, Murianews, juga memuat berita tersebut. Murianews menulis, Satrio Yudo Budi Wicaksono, Koordinator Tim Kamboja (tim ambulans dari Rumah Sakit Aisyiyah, Muhammadiyah Disaster Manajemen Center (MDMC) Kudus, dan Lazismu Kudus), membantah bahwa ambulans ugal-ugalan.
    Saat itu, posisi Tim Kamboja akan menjemput jenazah dan ruas jalan yang dilalui tidak memungkinkan bagi para sopir untuk melaju dengan kecepatan tinggi.
    “Kami sesuai protap, tidak keluar jalur, sesuai marka. Kecepatan kami kurang dari 90 km/jam. Rotator (sirine) juga kami nyalakan pada ambulans yang paling depan saja. Karena kami juga tahu kalau hidup semua rotatornya warga akan panik,” ungkapnya.
    Sementara terkait satu ambulans yang meninggalkan lokasi, ia menyebut saat itu dalam posisi darurat. Sopir ambulans yang posisinya paling depan, mengalami sesak napas usai kecelakaan.
    “Yang depan itu ada sesak napas (dada) kena setir ambulans. Kemudian kami pindahkan ke ambulans yang paling belakang, dan cepat-cepat kami bawa ke rumah sakit biar segera ditangani, takutnya ada apa-apa. Jadi bukan melarikan diri, ini juga soal keselamatan orang,” katanya.

    Kesimpulan


    Dari pemeriksaan fakta di atas, Tempo menyimpulkan narasi yang mengiringi video dan foto kecelakaan beruntun tiga ambulans di Kudus, adalah menyesatkan. Kecelakaan tersebut bukan karena sopir tiga ambulans ugal-ugalan, melainkan karena ada mobil di depan ambulans tersebut yang mengerem mendadak. Tiga ambulans tersebut juga tidak diupah untuk berputar-putar menakuti warga, melainkan bertugas untuk memakamkan jenazah Covid-19.
    Tim Cek Fakta Tempo

    Rujukan