(GFD-2021-8706) Sesat, Unggahan yang Berisi Video Vaksin Palsu
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 22/07/2021
Berita
Video berisi liputan pemberitaan Kompas TV berjudul Awas Vaksin Palsu menyebar di grup Whatsapp dan Twitter sejak Rabu malam 21 Juli 2021. Berita ini beredar di tengah program vaksinasi Covid-19 di Indonesia.
Dalam video berdurasi 2 menit 35 detik itu, diberitakan bahwa pasangan suami istri asal Bekasi, Jawa Barat ditangkap karena memproduksi vaksin palsu.
Di Twitter, video tersebut beredar dengan narasi, “Pasutri Pembuat VAKSIN PALSU diTANGKAP. Manusia tdk berguna yg mencelakakan org lain sangat LAYAK diHUKUM seberat-beratnya,kalo perlu hukuman seumur hidup.”
Sedangkan di WhatsApp, video disebarkan tanpa konteks dan keterangan apa-apa.
Hasil Cek Fakta
Hasil verifikasi Tempo menunjukkan bahwa video yang beredar adalah peristiwa pada 2016, sehingga tidak terkait dengan vaksin Covid-19.
Tempo menelusuri Youtube dengan kata kunci “Pasangan pembuat vaksin palsu ditangkap” dan menemukan video yang sama dari Kompas TV. Berita video itu dipublikasikan pada 26 Juni 2016 berjudul "Ini Sosok Pasutri Pembuat Vaksin Palsu". Kompas TV memberikan keterangan, pasutri tersebut bernama Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustina asal Bekasi, Jawa Barat.
Dari arsip pemberitaan Tempo, peristiwa itu terungkap setelah aparat dari Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI menggerebek sebuah rumah mewah di Perumahan Kemang Pratama Regency, Kelurahan Bojong Rawalumbu, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi pada Rabu malam, 22 Juni 2016. Sebab, rumah di kawasan elite itu dijadikan rumah produksi vaksin palsu oleh penghuninya.
Kesimpulan
Dari pemeriksaan fakta di atas, Tempo menyimpulkan, unggahan video yang disebar di WhatsApp grup dan Twitter menyesatkan. Penyebaran video tanpa penjelasan konteks peristiwa dapat berpotensi mengurangi kepercayaan masyarakat pada vaksin Covid-19. Tim Cek Fakta Tempo
Rujukan
- https://www.tempo.co/tag/vaksinasi-covid-19
- https://twitter.com/Limasilaku/status/1417731156099825669
- https://www.tempo.co/tag/vaksin-covid-19
- https://www.youtube.com/watch?v=JnoG3sC4h68
- https://metro.tempo.co/read/783285/pembuat-vaksin-palsu-di-bekasi-mantan-perawat/full&view=ok
- https://metro.tempo.co/read/819838/ini-cara-dan-jenis-vaksin-yang-dipalsukan/full&view=ok
(GFD-2021-8705) Keliru, Uji Vaksin Covid-19 pada Binatang Menyebabkan Kematian hingga Dihentikan
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 21/07/2021
Berita
Video pendek dengan tulisan Senate Committee on State Affair menjadi pesan berantai di Whatsapp selama sepekan terakhir. Bersamaan dengan video tersebut, narasi dalam bahasa Inggris bahwa mereka menghentikan uji vaksin Covid-19 pada binatang karena binatang tersebut mati ikut disebarkan.
“They stopped the covid-19 vaccine testing on animals because they were dying, then proceeded to release it onto the global populace for continued trials. EVIL!”
Video berdurasi hampir satu menit itu memperlihatkan rapat dengar pendapat di sebuah negara yang membahas tentang vaksin Covid-19. Salah seorang pria menyebut bahwa uji vaksin Covid-19 pada binatang karena binatang tersebut mati. “The covid-19 vaccine testing on animals because they were dying,” kata pria dalam video itu.
Video ini beredar di tengah upaya penanganan pandemi lewat vaksinasi di sejumlah negara. Termasuk Indonesia.Benarkah klaim tersebut?
Tangkapan layar video yang diklaim sedang membahas uji vaksin pada hewan dihentikan karena menyebabkan kematian.
Hasil Cek Fakta
Hasil penelusuran Tempo menunjukkan, hasil praklinis vaksin Covid-19 tidak menyebabkan hewan sekarat lalu dihentikan. Semua vaksin Covid-19 yang telah mendapatkan izin penggunaan darurat dari otoritas setempat dan telah menjalani praklinis pada hewan.
Berdasarkan pencarian menggunakan reverse image tool milik Google, Tempo juga mendapatkan petunjuk bahwa video satu menit tersebut adalah potongan dari rapat dengar pendapat Komite Senat di Texas pada 6 Mei 2021. Rapat itu membahas usulan undang-undang untuk melarang vaksinasi Covid-19 sebagai syarat wajib karyawan.
Durasi rapat dengar pendapat itu secara penuh berlangsung selama 47 menit. Video streaming rapat tersebut bisa diakses melalui laman berikut ini.
Dikutip dari USA Today, potongan video yang menyebar itu adalah saat seorang senator negara bagian dan dokter anak mempromosikan informasi yang salah tentang pandemi virus corona. Selama persidangan, komite Senat Texas mendengar dari sekitar 200 orang yang mendukung rancangan undang-undang tersebut.
Salah satu saksi yang dihadirkan --seperti dalam potongan video adalah Dr. Angelina Farella, seorang dokter anak di Webster, Texas. Selama kesaksiannya di Senat Texas, Farella meragukan keamanan vaksin virus corona dengan mengatakan vaksin itu terkait dengan lebih dari 4 ribu kematian.
Potongan video itu terjadi saat tanya-jawab antara Senator Bob Hall dari Partai Republik dengan Angelina Farella tentang uji coba vaksin pada hewan. Farella dan Hall sebelumnya telah membuat klaim yang bertentangan dengan konsensus ilmiah tentang pandemi virus corona.
Farella muncul dalam film dokumenter yang diproduksi oleh America's Frontline Doctors, sebuah kelompok yang secara keliru mengklaim hydroxychloroquine adalah obat untuk COVID-19. Hall juga telah mempromosikan obat yang digunakan untuk mengobati lupus dan rheumatoid arthritis tersebut sebagai pengobatan COVID-19, meskipun faktanya penelitian menunjukkan bahwa obat itu tidak efektif. Telah Diuji Pada Hewan
Klaim yang dinyatakan oleh Bob Hall dan Angelina Farella pada sidang komite Senat tersebut nyatanya tidak akurat. Dikutip dari organisasi pemeriksa fakta terkait sains, Health Feed Back, vaksin COVID-19 yang menerima izin penggunaan darurat oleh Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat telah melewatkan uji coba pada hewan.
Ketiga vaksin yang disahkan oleh FDA hingga saat ini, khususnya yang diproduksi oleh Pfizer dan BioNTech, Moderna, dan Johnson & Johnson, telah menjalani pengujian praklinis pada hewan sebelum mereka menerima otorisasi.
Studi yang melaporkan hasil uji coba hewan ini diterbitkan dalam jurnal ilmiah yakni Pfizer-BioNTech, Moderna, dan Johnson & Johnson.
Demikian juga hasil cek fakta oleh Fact Check, hasil praklinis vaksin Covid-19 tidak menyebabkan hewan sekarat lalu dihentikan. Dalam pengembangan vaksin Moderna, sebuah studi praklinis yang diterbitkan pada bulan Juli, menunjukkan monyet yang divaksinasi dengan cepat menghilangkan patogen dari tubuh mereka.
Dalam penelitian yang diterbitkan pada bulan berikutnya menemukan, pada tikus vaksin tersebut berhasil mencegah infeksi di paru-paru dan hidung.
Adapun vaksin Pfizer/BioNTech menjalani pengujian praklinis pada tikus dan monyet, sedangkan vaksin Johnson & Johnson juga diuji dalam beberapa penelitian nonklinis yang melibatkan hewan, termasuk hamster dan monyet.
Kesimpulan
Dari pemeriksaan fakta di atas, video pernyataan dalam rapat Komite Senat di Texas yang menyebut uji vaksin Covid-19 pada binatang dihentikan karena mereka mati adalah keliru. Hasil praklinis vaksin Covid-19 tidak menyebabkan hewan sekarat lalu dihentikan. Semua vaksin Covid-19 yang telah mendapatkan izin penggunaan darurat dari otoritas setempat, telah menjalani praklinis pada hewan. Vaksin Moderna misalnya, menunjukkan monyet yang divaksinasi, dengan cepat menghilangkan patogen dari tubuh mereka. Tim Cek Fakta Tempo
Rujukan
- https://tlcsenate.granicus.com/MediaPlayer.php?view_id=49&clip_id=15926
- https://www.usatoday.com/story/news/factcheck/2021/05/20/fact-check-pfizer-moderna-j-j-tested-covid-19-vaccines-animals/5162426001/
- https://healthfeedback.org/claimreview/covid-19-vaccines-were-tested-in-animals-and-clinical-trials-before-receiving-authorization-vaccinated-people-arent-dying-at-a-higher-rate-than-unvaccinated-people/ %20
- https:/www.factcheck.org/2021/05/scicheck-instagram-posts-spread-texas-lawmakers-false-claims-on-vaccine-testing/
(GFD-2021-8704) Keliru, Klaim Video Wapres Maruf Amin Menyatakan Haram Buka Masjid dan Salat Idul Adha
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 19/07/2021
Berita
Sebuah video yang memperlihatkan Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin menyampaikan pernyataan soal Idul Adha beredar di media sosial. Di Facebook, video tersebut dibagikan akun ini pada 15 Juli 2021. Akun inipun menuliskan deskripsi seperti judul video tersebut yakni, “VIRAL HARI INI ! WAPRES RESMI NYATAKAN HARAM BUKA MASJID & SHOLAT IDUL ADHA?”.
Video yang diunggah jelang perayaan Idul Adha di tengah penerapan PPKM Darurat ini menampilkan cuplikan pidato Wakil Presiden Ma’ruf Amin pada menit ke 0:16 hingga menit ke 1:30. Berikut pernyataannya:
“Dari laporan satgas, bahwa di antara yang menyebabkan tingginya ini antara lain kurang patuhnya masyarakat melaksanakan protokol kesehatan. Karena itu kita ajak masyarakat untuk mematuhi untuk mengikuti ajakan pemerintah, termasuk juga saya minta nanti sesuai dengan ketentuan, jangan melakukan kerumunan termasuk salah satunya yaitu melakukan Idul Adha baik di masjid maupun di luar masjid. Di dalam aturan yang terbaru itu sudah disebutkan bahwasanya tidak ada lagi kata-kata menutup masjid. Tapi yang ada adalah dilarang untuk berkerumun. Yang tidak boleh itu berjamaahnya, baik rawatib maupun juga Jumat termasuk juga Ied. Dan itu Ied itu tidak hanya di dalam masjid tapi juga di luar masjid sampai keadaan nanti sudah memungkinkan lagi”.
Selain cuplikan pernyataan Ma'ruf Amin tersebut, ditambahkan pula narasi yang menyebut pernyataan Ma'ruf tersebut menyakiti hati umat Islam, karena mengharamkan membuka masjid. Kemudian dimasukan juga video pernyataan salah satu ulama yang disebutkan oleh narator sebagai tanggapan dari pernyataan Ma'ruf.
Hingga artikel ini dimuat, video tersebut telah disaksikan lebih dari 4 ribu kali dan mendapat lebih dari 35 ribu komentar. Apa benar Wapres Maruf Amin menyatakan haram buka masjid dan salat Idul Adha?
Tangkapan layar Video Wapres Maruf Amin yang Diklaim Menyatakan Haram Buka Masjid dan Salat Idul Adha
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim Cek Fakta Tempo mula-mula memfragmentasi video tersebut menggunakan tool InVid. Selanjutnya gambar-gambar hasil fragmentasi tersebut ditelusuri jejak digitalnya menggunakan reverse image tools Google dan Yandex. Hasilnya, tidak ada pernyataan Wapres Ma’ruf Amin bahwa haram buka masjid dan salat Idul Adha.
Video pernyataan Wapres Ma’ruf Amin tentang Idul Adha dengan durasi yang lebih panjang serta kualitas gambar yang lebih baik pernah diunggah ke Youtube oleh kanal resmi Wakil Presiden Republik Indonesia pada 13 Juli 2021 dengan judul, “Pertemuan Virtual dengan Para Ulama Agama Islam”.
Dalam video berdurasi 22 menit dan 40 detik ini, pernyataan Wapres Ma’ruf Amin soal Idul Adha terekam pada menit ke 21:10 hingga menit ke 24:03. Berikut pernyataan lengkapnya:
“Jadi saya hari ini selain sebagai pemerintah, untuk menyampaikan berbagai masalah yang kita hadapi, saya sebagai sahabat ingin mengajak pada ulama ashaabi, wazzumalaai untuk bersama pemerintah. Suasana kita sudah cukup genting. Hari ini, kemarin, kita termasuk paling tinggi yang tertular di dunia dari 22 negara. Yang meninggal juga paling tinggi. Itu dirilis secara internasional sudah. Apa kita tidak punya rasa untuk, nah ini apa tidak punya merasa untuk tanggungjawab terhadap hal yang demikian besar yang sudah membawa banyak orang menderita. Karena itu kita ajak masyarakat untuk mematuhi, untuk mengikuti ajakan pemerintah termasuk juga saya minta nanti sesuai dengan ketentuan, jangan melakukan kerumunan, termasuk salah satunya yaitu melakukan Idul Adha baik di masjid maupun di luar masjid. Alhamdulillah saya sudah berusaha karena banyak protes dari masyarakat supaya tidak ditutup. Di dalam aturan yang terbaru itu sudah disebutkan bahwasanya tidak adalagi kata menutup masjid. Tapi yang ada adalah dilarang untuk berkerumun. Bahkan nanti supaya tidak ada perbedaan, selain itu juga yang dulunya orang resepsi dibolehkan dengan jumlah 30 orang, maka sekarang ditiadakan. Resepsi tidak boleh sama sekali. Masa jamaah salat tidak boleh resepsi perkawinan boleh. Karena itu resepsi perkawinan juga tidak boleh. Jadi ini sudah sesuai dengan tuntutan para kiyai. Yang tidak boleh itu berjamaahnya, baik rawatib maupun juga jumat, termasuk juga Ied dan ied itu tidak hanya di dalam masjid tapi juga di luar masjid. Sampai keadaan nanti sudah memungkinkan lagi”.
Dilansir dari Kompas.com, Wakil Presiden Ma'ruf Amin tidak ingin penyelenggaraan Idul Adha 2021 justru menjadi klaster baru penularan Covid-19 di Indonesia. Terlebih saat ini situasi kasus Covid-19 di Tanah Air dinilainya sangat mengkhawatirkan hingga dianggap sebagai pusat penyebaran virus baru.
"Oleh karena itu semuanya sepakat jangan sampai penyelenggarann Idul Adha ini menjadi klaster baru yang menambah semakin tingginya tingkat penularan," kata Ma'ruf, Ahad, 18 Juli 2021.
Ma'ruf mengatakan, saat ini semua pihak dapat merasakan bahwa penyebaran virus corona sangat cepat, setelah varian delta menyebar. Sehingga, dalam beberapa waktu terakhir terjadi lonjakan kasus yang signifikan.
Oleh karena itu ada sejumlah kesepakatan yang diambil dalam rangka pelaksanaan serangkaian ibadah Idul Adha guna mencegah penularan. Salah satu hal yang disepakati yaitu pelaksanaan shalat Idul Adha dan takbir dilaksanakan di rumah.
"Malam ini sepakat untuk membuat pernyataan bersama sebagai satu ketegasan sikap bahwasanya Idul Adha kali ini dengan tetap melaksanakan ibadah tapi memperhatikan protokol kesehatan, menjaga jiwa manusia sehingga supaya dilakukan di rumah saja, takbir di rumah saja," kata Ma'ruf.
Senada, Tempo juga menulis berita pernyataan Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin yang meminta umat Islam Salat Idul Adha di rumah dan tidak berjamaah di masjid maupun di lapangan. "Berjamaah itu hukumnya sunah, tetapi menjaga diri dari pandemi Covid-19 itu hukumnya wajib sehingga hal yang wajib harusnya didahulukan daripada yang sunah," kata Wapres Ma’ruf, Ahad, 18 Juli 2021.
Ia menuturkan ketentuan Salat Idul Adha di rumah bertujuan menekan kasus Covid-19 di masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat. Ia menegaskan kebijakan tersebut tidak untuk menghalangi ibadah umat Islam di masjid melainkan melindungi masyarakat dari bahaya Covid-19.
Aturan ihwal Idul Adha telah diatur dalam Surat Edaran Menteri Agama Nomor 17 Tahun 2021 tentang Peniadaan Sementara Peribadatan di Tempat Ibadah, Malam Takbiran, Salat Idul Adha, dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kurban Tahun 1442 H di Wilayah PPKM Darurat.
Selain itu, Tausiah Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor Kep-1440/DP-MUI/VII/2021 tentang Pelaksanaan Ibadah, Salat Idul Adha, dan Penyelenggaraan Qurban Saat PPKM Darurat telah mengatur ketentuan peribadatan umat Islam.
Sebelumnya, Ma'ruf Amin juga meminta para ulama untuk mengajak seluruh masyarakat menaati kebijakan pemerintah dengan tidak berkerumun saat Idul Adha. "Saya minta nanti sesuai dengan ketentuan, jangan melakukan kerumunan, termasuk salah satunya melakukan Idul Adha baik di masjid maupun di luar masjid," ujar Wapres.
"Jadi larangan itu ya untuk menjaga umat selama pemberlakuan PPKM darurat, sekarang ini sangat berbahaya. Itu pertimbangan pemerintah," ujar Ma'ruf Amin.
Kesimpulan
Berdasarkan pengecekan sejumlah fakta, video yang disertai klaim bahwa Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyatakan membuka masjid dan salat Idul Adha haram hukumnya adalah keliru. Dalam pidatonya, Ma’ruf Amin tak pernah menyebut haram membuka masjid dan salat Idul Adha. Ia meminta umat Islam agar tidak berjamaah di dalam masjid maupun di luar masjid. Ketentuan Salat Idul Adha di rumah bukan untuk menghalangi umat Islam beribadah, melainkan bertujuan menekan kasus Covid-19 di masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat ( PPKM ) darurat dan demi melindungi masyarakat dari bahaya Covid-19.
TIM CEK FAKTA TEMPO
Rujukan
- https://www.facebook.com/105146441339137/videos/171182178337711/
- https://www.tempo.co/tag/idul-adha
- https://www.tempo.co/tag/protokol-kesehatan
- https://www.tempo.co/tag/maruf-amin
- https://www.youtube.com/watch?v=LUeSYrKnWCk
- https://nasional.kompas.com/read/2021/07/19/10361711/wapres-minta-ibadah-idul-adha-dilakukan-di-rumah-saja
- https://nasional.tempo.co/read/1484533/maruf-amin-minta-umat-islam-salat-idul-adha-di-rumah/full&view=ok
- https://www.tempo.co/tag/ppkm
(GFD-2021-8703) Keliru, Nakes Dijadikan Kelinci Percobaan Vaksinasi Ketiga
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 19/07/2021
Berita
Narasi panjang yang berisi klaim bahwa tenaga kesehatan (nakes) dijadikan kelinci percobaan pemberian vaksin Moderna sebagai vaksin ketiga beredar di Facebook pada 14 Juli 2021. Unggahan yang beredar di tengah rencana pemberian vaksinasi ketiga bagi para Nakes itu ditambahi sejumlah tangkapan layar sejumlah media dengan judul yang memuat beberapa pernyataan mantan Menteri Kesehatan.
Narasi dalam unggahan itu awalnya menyebutkan jumlah orang yang tumbang usai vaksinasi, kemudian menyinggung rencana vaksin dosis ketiga menggunakan Moderna untuk para nakes. Akun ini menuliskan opininya bahwa vaksin bukan gado-gado yang tidak sembarangan bisa dicampur, sesuai peringatan dari Badan Kesehatan Dunia, WHO.
“Ini vaksin apa gado-gado? WHO sendiri telah memperingatkan bahayanya vaksin campur-campur. Tapi masih tetap mau dilakukan? Apakah nakes akan dijadikan kelinci percobaan? Ketika nanti ada nakes bertumbangan lagi, tinggal salahkan coped. Salahkan komorbid. Salahkan masyarakat,” seperti dikutip dalam narasi yang beredar tersebut.
“Kalau nakes-nakes pada bertumbangan lagi, tidak mudah menggantikannya. Mencetak satu nakes itu membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Kok lama-lama jadi seram ya dengan program vaksinasi ini. Apa sih tujuannya? Jangan sampai nakes-nakes Indonesia bertumbangan, lalu masuk nakes-nakes dari negara lain.”
Benarkah vaksinasi ketiga untuk para Nakes merupakan program uji coba pemerintah?
Hasil Cek Fakta
Hasil verifikasi Tim Cek Fakta Tempo menunjukkan bahwa pemberian vaksin Moderna bukan untuk menjadikan para tenaga kesehatan sebagai kelinci percobaan. Pemberian dosis ketiga tersebut untuk menambah kekebalan di tengah menyebarnya virus varian Delta yang lebih menular dibandingkan varian sebelumnya. Meski WHO belum memberikan rekomendasi, tapi beberapa ahli menyatakan pemberian vaksin Covid-19 berbeda jenis aman dilakukan.
Epidemiolog dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman, menyatakan pemberian vaksin berbeda jenis telah dilakukan sejumlah negara seperti Uni Emirat Arab dan Thailand. Termasuk Spanyol dan Jerman yang menggunakan vaksin Astra Zeneca dan Pfizer.
WHO, kata Dicky, memang belum memberikan rekomendasi atas pemberian dosis vaksin campuran. Sebab, ada mekanisme panjang yang harus ditempuh sebelumnya.
Studi untuk melihat efektivitas tersebut juga masih berjalan di beberapa negara, seperti di Turki dan Filipina. Namun, jika melihat pengalaman beberapa negara, penggunaan dosis vaksin berbeda jenis dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
“Secara teoritis dan fakta ilmiah sejauh ini tidak ada keraguan tentang efektifitasnya. Tapi tentu harus dilakukan studi kohort (observasional),” kata Dicky kepada Tempo, Senin 19 Juli 2021. Salah satu hasil penelitian adanya peningkatan sistem kekebalan tubuh dengan pemberian dosis vaksin berbeda jenis terjadi di Inggris, menurut artikel yang dipublikasikan oleh BBC pada 28 Juni 2021.
Uji coba itu dilakukan oleh Com-Cov dengan memberikan dua dosis Pfizer lalu diikuti satu dosis AstraZeneca dan dua dosis AstraZeneca (AZ) lalu diikuti Pfizer sebagai vaksin ketiga. Studi Com-Cov tersebut mengamati pemberian dosis masing-masing selama empat minggu pada 850 sukarelawan berusia 50 tahun ke atas.
Hasilnya, dua dosis AZ diikuti oleh Pfizer menginduksi antibodi dan respons sel T yang lebih tinggi daripada Pfizer diikuti oleh AZ. Selain itu, kedua campuran ini menginduksi antibodi yang lebih tinggi daripada hanya pemberian dua dosis AZ.
Wakil kepala petugas medis Inggris, Prof Jonathan Van-Tam, mengatakan pemerintah belum berencana mengubah dosis vaksin yang saat ini telah berjalan sukses, namun temuan tersebut berguna di masa depan. "Mencampur dosis dapat memberi kami fleksibilitas yang lebih besar untuk program booster, juga mendukung negara-negara yang harus melanjutkan peluncuran vaksin mereka, dan yang mungkin mengalami kesulitan pasokan."
Sebelumnya pada bulan Mei, para peneliti di Institut Kesehatan Carlos III di Madrid yang ditulis Nature. com mengumumkan hasil dari uji coba CombiVacS. Studi ini menemukan respons imun yang kuat pada orang yang diberi vaksin Pfizer setelah 8-12 minggu menerima dosis vaksin Oxford-AstraZeneca.
Tidak ada perbandingan langsung dengan orang yang menerima dua dosis vaksin yang sama, tetapi penulis menemukan bahwa dalam tes laboratorium, mereka yang menerima kombinasi menghasilkan 37 kali lebih banyak antibodi penetral SARS-CoV-2 dan 4 kali lebih banyak SARS. Sel kekebalan spesifik SARS-CoV-2, yang disebut sel T, dibandingkan orang yang hanya mendapat satu dosis suntikan Oxford-AstraZeneca.
Selain itu di Indonesia, pemakaian Moderna telah mendapatkan izin penggunaan darurat (emergency use of authorization/UEA) dari Balai Pengawasan Obat dan Makanan. Moderna merupakan vaksin pertama dengan platform mRNA yang diberikan izin penggunaan daruratnya oleh BPOM. Vaksin ini akan masuk ke Indonesia melalui COVAX.
Seperti yang ditulis Tempo, hasil uji klinik fase III, Penny menuturkan efikasi vaksin Moderna menunjukkan 94,1 persen pada kelompok usia 18-65 tahun, dan 86,4 persen pada usia di atas 65 tahun.
Meski begitu, studi mengenai pemberian jenis vaksin berbeda belum sempurna dan harus diikuti dengan penelitian yang melibatkan kelompok lebih besar, untuk melihat siapa yang terinfeksi dan sakit selama berbulan-bulan. Selain itu, pengukuran antibodi dan sel T yang diandalkan masih berlangsung untuk menentukan secara akurat korelasi tersebut.
Mengapa banyak nakes terinfeksi dan meninggal meski telah menerima dosis lengkap?
Sejumlah nakes di Indonesia dilaporkan terinfeksi dan meninggal meski telah menerima dua dosis vaksin Sinovac. Dikutip dari BBC, kemanjuran vaksin yang berkurang atau tidak efektif menghadapi varian baru bisa saja menjadi alasan. Tetapi, hal itu bukan satu-satunya faktor untuk menjelaskan mengapa hal ini terjadi.
Di Indonesia, penyakit penyerta dinilai bisa berperan dalam kematian petugas kesehatan. Apalagi tingkat vaksinasi Indonesia yang sangat rendah, yakni baru 5 persen dari populasinya yang telah menerima dosis kedua.
Prof Ben Cowling, kepala epidemiologi dan biostatika di University of Hong Kong, mengatakan, meskipun memiliki efikasi lebih rendah, vaksin Sinovac dan Sinopharm memberikan tingkat perlindungan yang sangat tinggi terhadap penyakit parah.Namun, berdasarkan hasil penelitian yang mencoba memodelkan perlindungan kekebalan dari virus, perlindungan yang ditawarkan oleh Sinovac terhadap varian baru menjadi lebih rendah. Terhadap varian Delta, menjadi 20 persen lebih rendah dibandingkan dengan jenis aslinya.
Perhitungannya menunjukkan pengurangan yang lebih besar terhadap varian Beta yang pertama kali ditemukan di Afrika Selatan. Varian Beta sendiri merupakan salah satu mutasi virus yang paling berbeda dari virus aslinya.Selain itu, Profesor Jin Dong-yan, seorang ahli virologi dari Universitas Hong Kong juga mengatakan kepada BBC bahwa bahwa kemanjuran vaksin Cina akan turun terhadap varian baru, termasuk Delta.
Kesimpulan
Dari pemeriksaan fakta di atas, narasi dengan klaim tenaga kesehatan (nakes) dijadikan kelinci percobaan dengan pemberian vaksin Moderna sebagai vaksin ketiga adalah keliru. Penyuntikan dosis ketiga dengan vaksin Moderna bertujuan untuk memberikan tambahan kekebalan tubuh bagi para nakes di tengah penularan varian baru, terutama varian Delta. Terinfeksi dan meninggalnya para nakes meski telah menerima vaksin lengkap diperkirakan karena beberapa faktor yakni komorbid, tingkat vaksinasi yang masih rendah, dan menurunnya efektivitas vaksin Sinovac menghadapi varian jenis baru, terutama varian Delta. Tim Cek Fakta Tempo
Rujukan
- https://www.tempo.co/tag/vaksin-moderna
- https://www.tempo.co/tag/who
- https://www.tempo.co/tag/varian-delta
- https://www.tempo.co/tag/astrazeneca
- https://www.bbc.com/news/health-57636356
- https://www.tempo.co/tag/pfizer
- https://www.nature.com/articles/d41586-021-01805-2
- https://www.nature.com/articles/d41586-021-01805-2
- https://nasional.tempo.co/read/1478845/bpom-terbitkan-izin-penggunaan-darurat-vaksin-moderna/full&view=ok
- https://www.sciencemag.org/news/2021/06/mixing-covid-19-vaccines-appears-boost-immune-responses %20
- https://www.bbc.com/news/world-asia-china-57817591
Halaman: 4705/6298