(GFD-2021-8466) Keliru, Pakai Masker Membuat CO2 Menumpuk dan Keasaman Tubuh Naik Sehingga Rentan Virus
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 22/01/2021
Berita
Klaim bahwa memakai masker bisa membuat karbon dioksida atau CO2 menumpuk dan keasaman tubuh meningkat sehingga rentan terhadap virus dan bakteri beredar di Facebook. Klaim ini diunggah oleh akun Setyo Hajar Dewantoro pada 21 Januari 2021, yang dilengkapi dengan gambar tangkapan layar berita dari situs media Detik.com. Berita ini menyebut tubuh tidak bisa mentolerir derajat keasaman atau pH di bawah 7 atau terlalu asam.“Gini lo ya soal masker itu. Masker membuat sirkulasi udara di tubuh jadi tidak natural. Anda menghirup kembali CO2 yang mestinya Anda buang. Tentu saja itu membuat CO2 makin menumpuk di dalam darah, membuat kadar keasaman tubuh meningkat. Itu membuat badan jadi rentan pada virus dan bakteri,” demikian klaim yang ditulis oleh akun Setyo Hajar Dewantoro.
Kemudian, akun tersebut juga mengklaim bahwa orang-orang yang rajin menggunakan masker, apalagi dalam jangka panjang, justru memiliki kemungkinan positif Covid-19 yang lebih tinggi saat menjalani tesswabPCR atau tes rapid antigen. "Kalo diswab PCR dan rapid test antigen, orang-orang yang rajin pake masker apalagi dalam jangka panjang ya probabilitas positif jadi tinggi,” katanya.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Setyo Hajar Dewantoro yang memuat klaim keliru terkait pemakaian masker di tengah pandemi Covid-19.
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, klaim bahwa memakai masker meningkatkan kadar CO2 dan keasaman dalam tubuh, yang kemudian membuat rentan terinfeksi virus dan bakteri, tidak sesuai dengan penelitian yang ada. Masker justru menjadi pelindung agar terhindar dari infeksi SARS-CoV-2, virus Corona penyebab Covid-19. Berita Detik.com yang digunakan untuk melengkapi klaim itu pun tidak berisi penjelasan bahwa masker bisa meningkatkan kadar CO2 atau pun keasaman dalam tubuh.
Mula-mula, Tempo memeriksa isi berita Detik.com tersebut, yang merupakan berita lama yang dimuat pada 9 Maret 2010 dan berjudul "Agar pH Tubuh Tidak Terlalu Asam". Tidak ada satu pun kalimat dalam berita ini yang menjelaskan bahwa meningkatnya keasaman dalam tubuh disebabkan oleh penggunaan masker. Menurut berita itu, tubuh terlalu asam diduga karena diet dan stres.
Tubuh menjadi terlalu asam ketika seseorang terlalu sering makan makanan olahan, makanan kemasan, makanan manis, pasta, produk susu (susu, keju, es krim), minuman beralkohol, obat-obatan, dan garam meja. Makan daging juga meningkatkan keasaman tubuh. Sementara stres ikut memainkan peran penting dalam membuat tubuh terlalu asam. Ini menjawab mengapa orang yang terus hidup dalam ketegangan dan kekakuan cenderung memiliki asam yang cukup banyak.
Tempo kemudian menelusuri informasi tentang keterkaitan antara pemakaian masker dengan kadar CO2 dalam tubuh. Spesialis pengobatan kritis dari Hospital and Clinic University of Iowa, Gregory A. Schmidt, menuturkan bahwa menggunakan masker tidak akan mengganggu sirkulasi udara, baik kadar oksigen maupun kadar CO2 dalam tubuh.
Mereka mengukur tingkat saturasi oksigen dan CO2 di dalam tubuh Danica, seorang terapis pernapasan, ketika memakai masker denganpulse oxymeter. Sebagai informasi, tingkat normal saturasi oksigen dalam darah berada pada level 95-100 persen, sementara CO2 pada level 35-45 persen.
Hasilnya, saat masker dan pelindung wajah (face shield) digunakan selama dua jam, tingkat saturasi oksigen Danica berada pada level 98 persen dan CO2 pada rentang 33-35 persen. Demikian pula ketika durasi pemakaian masker diperpanjang menjadi 4 jam, tingkat saturasi oksigen Danica mencapai 98 persen dan CO2 berada pada level 34 persen. Pada durasi penggunaan masker 6 jam, tingkat saturasi oksigen mencapai 99 persen dan CO2 sebesar 32 persen.
Menurut Gregory, oksigen dan CO2 berukuran sangat kecil sehingga mudah melewati celah-celah masker. Sedangkandroplet, atau cipratan air liur (yang menjadi medium penularan virus Corona), berukuran lebih besar dibandingkan oksigen dan CO2 sehingga tidak mudah menerobos masker.
Menurut arsip berita Tempo, dokter spesialis paru Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Andika Chandra Putra, juga mengatakan bahwa pemakaian masker untuk mencegah penularan Covid-19 tidak akan menimbulkanhypoxiaatau kondisi berkurangnya kadar oksigen dalam darah. Bahkan, penggunaan masker N95, masker dengan kerapatan tertinggi dibandingkan masker bedah dan kain, secara sering sekalipun tidak sampai dilaporkan mengubah fungsi paru-paru.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa memakai masker membuat karbon dioksida atau CO2 menumpuk dan keasaman tubuh meningkat sehingga rentan terhadap virus dan bakteri, keliru. CO2 dan oksigen berukuran sangat kecil sehingga bisa keluar-masuk dengan mudah melewati masker. Sementaradropletberukuran lebih besar, sehingga akan terhalang ketika memakai masker. Dengan demikian, pemakaian masker justru melindungi seseorang dari Covid-19, yang juga harus disertai dengan menjaga jarak serta mencuci tangan.
IKA NINGTYAS
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://archive.is/lQF9h%20
- https://www.tempo.co/tag/masker
- https://www.tempo.co/tag/covid-19
- https://www.tempo.co/tag/virus-corona
- https://health.detik.com/hidup-sehat-detikhealth/d-1314497/agar-ph-tubuh-tidak-terlalu-asam-
- https://uihc.org/health-topics/do-face-masks-make-you-retain-carbon-dioxide
- https://www.tempo.co/tag/co2
- https://www.tempo.co/tag/oksigen
- https://tekno.tempo.co/read/1382573/dokter-paru-pakai-masker-cegah-covid-19-tak-sebabkan-hypoxia/full&view=ok
(GFD-2021-8465) Sesat, Klaim Ini Video Astronot yang Lompat dari Pesawat Luar Angkasa di Ketinggian 128 Ribu Kaki
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 22/01/2021
Berita
Sebuah video yang memperlihatkan seorang pria berpakaian astronot yang terjun dari angkasa beredar di media sosial. Video tersebut diklaim sebagai video astronot Austria yang melompat dari pesawat luar angkasa yang berada di ketinggian 128 ribu kaki dan menempuh perjalanan sejauh 1.236 kilometer ke bumi dalam waktu 4 menit 5 detik. Menurut klaim tersebut, video ini merupakan video milik kantor berita BBC.
Di Facebook, video tersebut diunggah salah satunya oleh akun Andiyundinaraihan Andiyundinaraihan, tepatnya pada 21 Januari 2021. Akun ini menuliskan narasi, “Angkasawan Austria melompat dr ketinggian 128000 kaki dr kapal angkasa dn menempuh perjalanan sejauh 1236 kilometer kebumi dalam waktu 4 menit 5 detik. Dia melihat bumi berputar dengan jelas. Vidio rekaman BBC yang menarik dn mengejutkan. Masya Allah.... Allahu Akbar...”
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Andiyundinaraihan Andiyundinaraihan pada 21 Januari 2021 yang memuat klaim sesat terkait video dari BBC yang diunggahnya.
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video tersebut menjadi sejumlah gambar dengan toolInVID. lalu, gambar-gambar itu ditelusuri denganreverse image toolGoogle. Hasilnya, ditemukan bahwa pria dalam video itu bukan astronot, melainkan atlet terjun bebas berkebangsaan Austria bernama Felix Baumgartner. Ia melompat dari ketinggian 128.100 kaki, atau 39 kilometer dari permukaan bumi.
Video tersebut pernah diunggah ke YouTube oleh kanal Red Bull pada 16 Oktober 2012 dengan judul “Red Bull Stratos - World Record Freefall”. Dalam keterangannya, tertulis bahwa Felix Baumgartner mencapai kecepatan sekitar 1.357,6 kilometer per jam atau 843,6 mil per jam ketika melompat dari stratosfer, yang membuatnya menjadi orang pertama yang menyaingi kecepatan suara saat terjun bebas.
Red Bull Stratos merupakan sebuah projek dengan misi melampaui batas manusia dan memajukan penemuan ilmiah untuk kepentingan umat manusia. Misi yang berhasil mereka selesaikan telah memecahkan rekor dunia serta memberikan data medis dan ilmiah yang berharga bagi para pionir masa depan.
Menurut ketua tim projek tersebut, Art Thompson, Red Bull Stratos adalah program uji terbang ilmiah multilevel kelas dunia. Program ini diluncurkan pada 14 Oktober 2012. Felix Baumgartner diterjunkan dari Roswell, New Mexico, Amerika Serikat, dan naik ke stratosfer dengan balon helium. Ia menjadi orang pertama yang melampaui kecepatan suara saat terjun bebas.
Aksi Felix Baumgartner ini juga diberitakan oleh BBC pada 14 Oktober 2012 dengan judul “Skydiver Felix Baumgartner breaks sound barrier”. BBC juga menulis bahwa Baumgartner merupakan penerjun bebas pertama yang melaju lebih cepat dari kecepatan suara, mencapai kecepatan maksimum 1.342 kilometer per jam atau 833,9 mil per jam.
Saat melompat keluar dari balon yang berada di ketinggian 128.100 kaki atau 39 kilometer di atas New Mexico, pria berusia 43 tahun itu juga memecahkan rekor dunia terjun bebas tertinggi. Hanya butuh kurang dari 10 menit bagi Baumgartner untuk turun. Saat berada di ketinggian beberapa ribu kaki, ia membuka parasutnya. Setelah mendarat, dia berlutut dan mengangkat tinjunya dengan penuh kemenangan.
"Izinkan saya memberi tahu Anda, ketika saya berdiri di sana, di puncak dunia, Anda akan menjadi sangat rendah hati. Anda tidak berpikir untuk memecahkan rekor dunia lagi, Anda tidak berpikir untuk mendapatkan data ilmiah, satu-satunya hal yang Anda inginkan adalah kembali hidup-hidup," kata Baumgartner usai melakukan aksi tersebut.
Felix Baumgartner
Dikutip dari situs pribadi Felix Baumgartner, felixbaumgartner.com, pria kelahiran Salzburg, Austria, pada 1969 ini mulai mendalami dunia terjun payung pada usia 16 tahun. Ia kemudian memperluas keahliannya sebagai bagian dari tim demonstrasi dan kompetisi militer Austria.
Pada 1988, Baumgartner mulai melakukan aksi terjun payung untuk Red Bull. Pemikiranout-of-the-boxperusahaan dan semangat petualang Baumgartner begitu klik, sehingga sejak saat itu mereka berkolaborasi. Baumgartner pun menjadi atlet Red Bull paling terkenal di dunia saat ini.
Baumgartner menyebut hari dimana ia melakukan aksinya pada 14 Oktober 2012 tersebut sebagai hari yang sangat istimewa. Setelah bertahun-tahun berlatih, melakukan penelitian dengan tim, ia akhirnya siap dan mampu melakukan uji lompat pertama setinggi 21 kilometer di atas permukaan bumi.
“Pada hari itu, setelah saya mendarat dengan selamat di tanah di Roswell, New Mexico, kami semua tahu bahwa sangat mungkin untuk melampaui kecepatan suara. Hanya masalah waktu sampai impian saya menjadi kenyataan, dan itu terjadi,” kata Baumgartner.
Berdasarkan arsip berita Tempo, sebelum beraksi di New Mexico, Baumgartner telah melompat dari dua bangunan tertinggi di dunia, termasuk patung Kristus Penebus di Rio de Janeiro. Dia juga telah melakukan terjun payung melintasi Selat Inggris. Selain itu, ia pernah terjun ke dalam gua gelap sedalam 190 meter, yang dianggapnya sebagai lompatan tersulit sepanjang kariernya.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video tersebut adalah video astronot Austria yang melompat dari pesawat luar angkasa yang berada di ketinggian 128 ribu kaki, menyesatkan. Pria berpakaian astronot dalam video tersebut memang terjun dari ketinggian sekitar 128 ribu kaki dan berasal dari Austria, namun ia bukan astronot, melainkan atlet terjun payung. Atlet yang bernama Felix Baumgartner ini pun tidak terjun dari pesawat luar angkasa, melainkan dari balon helium. Video tersebut diambil pada 14 Oktober 2012 saat Baumgartner terjun dari ketinggian 128.100 kaki atau 39 Kilometer di atas wilayah New Mexico, AS. Aksinya itu membuat Baumgartner menjadi penerjun payung pertama yang melaju lebih cepat dari kecepatan suara, dengan kecepatan maksimum 1.342 kilometer per jam.
ZAINAL ISHAQ
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://www.tempo.co/tag/astronot
- https://archive.vn/bikN4
- https://www.tempo.co/tag/austria
- https://bit.ly/39SmmNP
- https://win.gs/3pa2uMy
- https://bbc.in/3c3uf5Y
- https://www.tempo.co/tag/rekor-dunia
- https://bit.ly/3c3ufTw
- https://bit.ly/2Y6j6ZT
- https://www.tempo.co/tag/kecepatan-suara
- https://bit.ly/39PIN6m
- https://www.tempo.co/tag/luar-angkasa
(GFD-2021-8464) Keliru, BMKG Imbau Warga Keluar dari Mamuju Karena Akan Ada Gempa Lebih Besar dan Tsunami
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 21/01/2021
Berita
Gambar tangkapan layar percakapan WhatsApp berisi klaim bahwa Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau warga keluar dari Mamuju, Sulawesi Barat, beredar di media sosial. Dalam percakapan itu, BMKG juga disebut telah memprediksi bahwa akan terjadi gempa di Mamuju yang lebih besar yang berpotensi menimbulkan tsunami dan likuifaksi.
Gambar tangkapan layar itu diunggah salah satunya di Facebook pada 17 Januari 2021. "Sudah tepat Bu Kabalai menginstruksikan kami untuk keluar Mamuju. Penjelasan jubir BMKG Pusat bahwa bencana ini akan lebih berpotensi melebihi Palu. BMKG menarget akan ada gempa 7,0 SR atau bisa lebih, dan ada potensi tsunami dan likuifaksi," demikian sebagian isi percakapan WhatsApp tersebut.
Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook pada 17 Januari 2021 yang berisi klaim keliru terkait gempa Mamuju dan Majene, Sulawesi Barat
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan terkait dengan memasukkan kata kunci “BMKG instruksikan warga keluar dari Mamuju” di mesin pencari Google. Hasilnya, ditemukan penjelasan BMKG yang menyatakan bahwa informasi tersebut hoaks. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati membantah bahwa pihaknya telah mengeluarkan imbauan agar warga keluar dari Mamuju, termasuk klaim bakal adanya tsunami dan likuifaksi.
"Saya mohon masyarakat, terutama di Mamuju dan sekitarnya, tidak perlu panik dan jangan terpancing oleh isu. Apalagi ada yang mengatakan kekuatannya (gempa) bisa 8,2. Ada lagi yang mengatakan harus keluar dari Mamuju. Tidak pernah BMKG menyatakan hal seperti itu. Salah sama sekali," kata Dwikorita dalam video yang diunggah salah satunya oleh kanal YouTube Reaksi TV | REAKSIPressCOM pada 17 Januari 2021.
Video klarifikasi Dwikorita ini juga pernah diunggah oleh kanal YouTube milik stasiun televisi Kompas TV pada 18 Januari 2021 dengan judul “Ada Potensi Gempa Susulan, BMKG: Keluar dari Rumah, Bukan dari Mamuju”. Terkait isu akan adanya gempa susulan yang kekuatannya melebihi gempa yang pernah terjadi di Palu, Dwikorita membantahnya. "Iya, hoaks," katanya pada 17 Januari 2021.
Menurut Dwikorita, gempa susulan memang masih bisa terjadi, namun dengan kekuatan yang lebih kecil atau kurang lebih sama dengan gempa yang sudah terjadi kemarin. Kendati demikian, Dwikorita mengimbau masyarakat untuk tidak panik. "Selama mereka berada di tempat yang tidak mudah roboh, itu aman. Kalau merasa tidak yakin bangunannya, segera keluar dari rumah, bukan keluar dari Mamuju," katanya. Ia juga mengimbau masyarakat untuk menjauhi pantai ketika terasa ada guncangan gempa.
Penjelasan Dwikorita itu juga dimuat oleh situs media Terkini.id Makassar pada 17 Januari 2021. Dwikorita memastikan bahwa isu tersebut tidak benar. "Enggak benar, (yang benar itu) keluar dari rumah mencari tempat yang aman, di tempat yang lapang yang datar, bukan keluar dari Mamuju, saya saja di Mamuju,” kata Dwikorita.
Dwikorita pun meluruskan informasi yang menyebut adanya potensi gempa di Mamuju dengan magnitudo lebih dari 7 yang bisa menimbulkan tsunami dan likuifaksi, sehingga masyarakat diimbau untuk meninggalkan wilayah Mamuju. “Mohon diluruskan, tidak begitu (keluar dari Mamuju). Tadi malam (saat rapat koordinasi), (saya) enggak ngomong begitu. Banyak saksinya,” ujar Dwikorita.
Fenomena gempa Sulbar
Berdasarkan arsip berita Tempo, BMKG mencatat fenomena yang tidak biasa dari gempa di Mamuju dan Majene, Sulawesi Barat, beberapa waktu yang lalu. Jumlah gempa susulannya tercatat lebih sedikit dibandingkan gempa lain sebelumnya dengan kekuatan yang hampir sama. Itu memunculkan pertanyaan, apakah gempa sudah berakhir dan normal kembali atau sebaliknya.
Koodinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengungkapkan, hingga hari kedua, yakni pada 16 Januari 2021, lindu susulan gempa Mamuju dan Majene berjumlah 33 kali. Hitungan itu dimulai sejak muncul gempa bermagnitudo 5,9 pada 14 Januari 2021 pukul 13.35 WIB. Adapun jika dihitung dari gempa kedua yang lebih kuat, yaitu yang bermagnitudo 6,2 pada 15 Januari 2021 pukul 01.28 WIB, gempa susulannya sebanyak 23 kali.
Gempa susulan sebanyak itu tercatat hingga kejadian lindu susulan pada 16 Januari 2021 pukul 17.45 WIB yang mengguncang wilayah Majene dan Mamuju. Sumber gempa bermagnitudo 3,4 itu berada di darat dengan jarak sekitar 17 kilometer sebelah timur laut Majene dengan kedalaman 10 kilometer. Merujuk hingga gempa susulan yang ke-32 beberapa jam sebelumnya, Daryono mengatakan, "Pusat gempa ini relatif sedikit bergeser ke utara dari kluster seismisitas yang sudah terpetakan."
Menurut Daryono, serangkaian gempa susulan di Mamuju dan Majene itu jumlahnya terhitung rendah. BMKG membandingkannya dengan gempa kuat di kerak dangkal sebelumnya di tempat lain dengan kekuatan yang sama. Pada hari kedua, jumlah gempa susulannya bisa mencapai 100 kali.
Selain mekanisme gempanya belum tentu sama, BMKG tidak memiliki riwayat gempa Majene dan Mamuju sebelumnya sebagai pembanding kondisi sekarang. “Fenomena ini jadinya agak aneh dan kurang lazim,” kata Daryono sambil memastikan kemampuan BMKG mendeteksi hingga gempa-gempa yang lemah di kawasan itu.
Menurut Daryono, hanya terdapat dua kemungkinan jawabannya. Pertama, telah terjadi proses disipasi. Ini adalah kondisi di mana medan tegangan di zona gempa sudah habis, sehingga kondisi tektonik kemudian menjadi stabil dan kembali normal. Atau, kemungkinan kedua, yaitu masih tersimpannya medan tegangan yang belum ke luar sehingga masih memungkinkan terjadinya gempa kuat. “Fenomena ini membuat kita menaruh curiga, sehingga kita patut waspada,” kata Daryono.
Pengukuran besaran medan tegangan yang sesungguhnya dan perubahan pada kulit bumi setelah gempa, dia menerangkan, masih sulit dilakukan. Kajiannya baru bisa dilakukan secara spasial dan temporal. “Inilah perilaku gempa, sulit diprediksi dan menyimpan banyak ketidakpastian.”
Kesimpulan
Berdasarkan penelusuran fakta Tempo, klaim bahwa BMKG mengimbau warga keluar dari Mamuju karena akan terjadi gempa yang lebih besar yang berpotensi menimbulkan tsunami dan likuifaksi, keliru. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati telah memastikan bahwa informasi tersebut hoaks. Dwikorita menyatakan, bila terjadi gempa susulan, pihaknya mengimbau warga untuk kelur dari rumah, bukan dari Mamuju.
ZAINAL ISHAQ
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://www.tempo.co/tag/mamuju
- https://archive.vn/80hdk
- https://bit.ly/2XYncD4
- https://bit.ly/3c0sWEW
- https://bit.ly/3bZEzvy
- https://bit.ly/3bYzWSx
- https://www.tempo.co/tag/gempa-mamuju
- https://www.tempo.co/tag/majene
- https://www.tempo.co/tag/gempa-majene
- https://www.tempo.co/tag/gempa-majene
- https://en.tempo.co/tag/bmkg
(GFD-2021-8463) Keliru, Vaksin Sinovac Dipasangi GPS atau Chip untuk Lacak Keberadaan Orang yang Telah Divaksin
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 20/01/2021
Berita
Klaim bahwa salah satu vaksin Covid-19, vaksin Sinovac, dipasangi GPS (Global Positioning System) atauchipyang bisa digunakan untuk mengetahui keberadaan orang yang telah divaksin, beredar di media sosial. Klaim itu dilengkapi dengan potongan video wawancara Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekaligus Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Erick Thohir di acara televisi Mata Najwa.
Di Facebook, klaim beserta video tersebut diunggah salah satunya oleh akun Jamilha Amar, tepatnya pada 19 Januari 2021. Akun ini menulis sebagai berikut:
"Sinovac ternyata juga sebagai jps /chip yg utk mngetahui keberadaan seseorang yg telah di vaksin. ** NO VAKSIN.... ?? **Erick Thohir sang Missionaris Chip Covid-19 Dgn Sangat Terbuka Menjelaskan Tentang Chip Yang Terdapat Didalam Vaksin . Itu Artinya , Setelah Kita Divaksinasi Hidup Kita Akan Dikontrol Seumur Hidup.Sungguh Allah SWT Maha Mengetahui , Maha Bijaksana Dan Maha Pembuat Makar..Pembantu Jokowi Ngebocorin Apa Itu Vaksin Sinovak....!!"
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Jamilha Amar yang memuat klaim keliru terkait vaksin Covid-19 Sinovac.
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, dalam acara televisi Mata Najwa, Menteri BUMN Erick Thohir memang sempat menyinggung soal sistem barcode. Namun, sistembarcodeyang dimaksud Erick bukanchipyang dimasukkan ke dalam tubuh orang yang divaksin. Sistembarcodetersebut terpasang di botol dan kemasan vaksin Covid-19 untuk melacak distribusi vaksin, apakah tepat sasaran dan diberikan kepada orang yang sesuai.
Pernyataan Erick Thohir tersebut dilontarkan dalam acara televisi Mata Najwa yang tayang pada 14 Januari 2021. Menurut Erick, sejak awal, Bio Farma telah memberikanbarcodedi botol dan kemasan vaksin Sinovac, sehingga setiap botol vaksin akan terlacak penerimanya. Demikian juga saat distribusi ke daerah, truk pengirim vaksin bisa dilacak. “Truk-truknya akan terlihat, nomor mobilnya apa, ada kejadian apa, kita lakukan apa,” katanya.
Barcodetersebut menjadi salah satu bagian dari perbaikan sistemdatabasevaksin nasional. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga mengatakan, denganbarcode tersebut, vaksin dapat dicegah untuk tidak disuntikkan kepada orang yang belum seharusnya disuntik.
"Kita dibantu Pak Menteri BUMN, semua viral vaksin adabarcodeuntukdealingdengan siapa yang disuntik, jadione by oneketahuan. Tetesan-tetesan vaksin yang mungkin tadinya mau dipakai jadi tetesan nafkah para koruptor mudah-mudahan bisa dikurangi karena semua sudah terintegrasi lewat IT sejak awal pemaketan kita bisatrackbarangnya ke mana," kata Budi.
Sistem layanan vaksinasi ini disiapkan oleh PT Bio Farma bersama PT Telkom. Mereka menggunakan teknologitrack and traceberupa2D barcodepada kemasan vaksin Covid-19 yang dilakukan saat proses pengemasan produk. Aplikasi teknologi itu untuk memastikan produk asli, sekaligus mengendalikan stok. Selain itu, menampilkan informasi detail tanggal kedaluwarsa, nomorbatch, dan nomor serial produk ketikabarcodedipindai bagi pengguna.“Pemasangan teknologitrack and trace, dalam bentukbarcodeyang dapat dipindai, dipasang pada kemasan primer (vial), sekunder (dus kemasan) maupun tersier hingga truk pengantar," kata Direktur Digital Health Care PT Bio Farma, Soleh Udin Al Ayubi, yang akrab disapa Ayub, pada 2 Desember 2020.
Ayub mengatakan, infrastruktur digital tersebut juga dikembangkan untuk mengawasi vaksin saat proses distribusi. Salah satunya dengan menyematkan Freeze Tag, untuk memastikan suhu vaksin tetap berada antara 2-8 derajat Celsius saat proses pengiriman berlangsung.
Selain itu, teknologiGlobal Positioning System(GPS) digunakan untuk memindai posisi pengantaran vaksin, dan memantau suhu vaksin selama perjalanan berlangsung secarareal-timedaricommand centeryang berada di PT Bio Farma.
Hoaks microchip
Narasi tentang penanamanmicrochipdengan vaksin Covid-19 telah beredar sejak September 2020 lalu. Penanamanmicrochipke tubuh manusia lewat vaksin adalah sesuatu yang tidak masuk akal. Dikutip dari Science20, kebanyakanmicrochipRFID (Radio Frequency Identification) terlalu besar untuk dimasukkan ke dalam jarum berukuran normal yang digunakan untuk vaksin. Mungkin saja membuatchipdengan ukuran yang lebih kecil, tapi tidak berguna apabila tidak memiliki antena sebagai penerima sinyal.
Sebuah chip harus memiliki kapasitas yang cukup besar untuk mengambil daya dari gelombang mikro, yang kemudian mengirim kembali sinyal yang cukup kuat sehingga bisa diterima oleh penerima.ChipRFID terkecil yang tersedia secara komersial, lengkap dengan antenanya, hanya dapat terbaca dari jarak milimeter. SementarachipRFID terkecil yang tidak tersedia secara komersial hanya dapat terbaca dari jarak mikron.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa vaksin Sinovac dipasangi GPS atauchipuntuk mengetahui keberadaan orang yang telah divaksin, keliru. Sistembarcodememang diadopsi dalam program vaksinasi Covid-19. Namun,barcodetersebut dipasang di botol dan kemasan vaksin, bukan dimasukkan ke tubuh orang yang divaksin, sehingga tidak mungkin melacak keberadaan orang tersebut. Fungsibarcodeini untuk melacak agar vaksin diberikan kepada orang yang sesuai.
IKA NINGTYAS
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://www.tempo.co/tag/vaksin-sinovac
- https://archive.vn/NNXfK
- https://www.tempo.co/tag/barcode
- https://www.youtube.com/watch?v=hUKnXEXGLd0
- https://bisnis.tempo.co/read/1421390/erick-thohir-setiap-vaksin-covid-19-punya-barcode-sesuai-pasien-yang-disuntik?page_num=2
- https://tekno.tempo.co/read/1410958/bio-farma-siapkan-teknologi-cegah-penimbunan-dan-pemalsuan-vaksin-covid-19/full&view=ok
- https://www.tempo.co/tag/bio-farma
- https://www.science20.com/robert_walker/no_bill_gates_does_not_want_to_inject_us_all_with_a_microchip_in_a_vaccine_fails_basic_fact_check-250358
- https://www.tempo.co/tag/chip
Halaman: 4571/6104