• (GFD-2020-8119) [Fakta atau Hoaks] Benarkah JK Perbolehkan Salat Jumat di Masjid Mulai 5 Juni Ini?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 05/06/2020

    Berita


    Narasi bahwa Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla (JK) memperbolehkan salat Jumat secara berjamaah di masjid mulai 5 Juni 2020 beredar di media sosial. Narasi ini dilengkapi dengan sebuah video JK ketika diwawancarai oleh wartawan mengenai kembali dibukanya masjid di tengah pandemi virus Corona Covid-19.
    Dalam video berdurasi 31 detik itu, JK mengatakan, "Pertama, kenapa masjid harus lebih dulu buka sebelum yang lain, suatu negara harus ada rohnya, roh keagamaan. Kita mesti berdoa. Nanti setelah ini baru kantor dan mal bisa buka. Kalau masjid buka, gereja buka, silahkan yang lain buka. Baru ada rohnya bangsa ini. Buat apa kita peringati 1 Juni, Pancasila, kalau kita tidak melaksanakan yang tertinggi, Ketuhanan yang Maha Esa."
    Adapun salah satu akun Facebook yang membagikan video tersebut adalah akun Muhammad Usman, tepatnya pada 4 Juni 2020. Akun ini pun menuliskan narasi, "Ketua DMI (Dewan Mesjid Indonesia) Muhammad Jusuf Kalla. MengInstrupsikan Mulai Besok Sudah Boleh Melaksanakan Ibadah Sholat Jum'at Di Mesjid." Hingga kini, video itu telah ditonton lebih dari 10 ribu kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Muhammad Usman.
    Apa benar Ketua Umum DMI Jusuf Kalla memperbolehkan salat Jumat secara berjamaah di masjid mulai 5 Juni 2020?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, video Jusuf Kalla yang diunggah oleh akun Muhammad Usman di atas merupakan potongan dari video dengan durasi yang jauh lebih panjang, yakni 9 menit 14 detik, yang diunggah oleh kanal YouTube Suaradotcom pada 3 Juni 2020. Video itu berjudul "Pantau Kesiapan Masjid Jelang New Normal, JK: Yang Pakai Masker Boleh Masuk".
    Menurut keterangannya, video itu memperlihatkan JK ketika meninjau kesiapan Masjid Al Azhar, Jakarta Selatan, pada 3 Juni 2020 menjelang penerapan skenario tatanan hidup baru atau new normal. Di sana, JK memantau petugas Palang Merah Indonesia (PMI) serta anggota TNI yang menyemprotkan disinfektan ke seluruh bagian masjid. Selain itu, mantan Wakil Presiden RI ini juga memantau ketersediaan tempat cuci tangan dan protokol kesehatan lainnya.
    Berikut pernyataan lengkap JK dalam video tersebut:
    "Kedatangan saya hari ini di Masjid Al Azhar dengan Pak Jimly, dengan Pak Syaf, Waketum DMI, pertama untuk melihat kesiapan, untuk kembali kita di Jakarta ini secara resmi, karena ada juga yang tidak resmi, melaksanakan salat Jumat insya Allah lusa. Ini setelah saya sebagai Ketua DMI berkonsultasi dengan Pak Presiden dan Pak Gubernur DKI. Bahwa, apabila DKI besok tidak lagi memperpanjang PSBB, maka berarti ada perbaikan yang signifikan di DKI dan juga daerah-daerah lainnya, karena itulah maka tempat-tempat umum dapat dibuka dengan syarat melaksanakan protokol kesehatan yang ketat. Nah, setelah kita pelajari, protokol kesehatan yang paling ketat itu dapat dilaksanakan justru di rumah ibadah, masjid, gereja, dan sebagainya. Karena protokol kesehatan itu kan tiga: jaga jarak minimum satu meter, pakai masker, dan cuci tangan. Semua itu dilaksanakan di masjid. Kita jaga jarak semeter. Pakai masker. Jadi, kalau ada jemaah tidak pakai masker, suruh dulu pakai masker baru boleh masuk. Kemudian, cuci tangan. Di setiap pintu ada disinfektan atau sabun, atau di tempat wudhu mesti ada sabun. Karena itulah maka yang paling aman dalam situasi ini justru di rumah ibadah. Berbeda dengan di pasar atau di mal, mungkin Anda tidak bisa jaga jarak dengan betul. Tidak bisa cuci tangan setiap saat. Dan kedua, di masjid itu paling lama setengah jam orang salat Jumat. Apalagi kita minta diperpendek. Itulah kenapa Pak Presiden dan Pak Gubernur dengan DMI sepakat untuk mulai Jumat ini masjid buka. Karena itu, dengan syarat juga mesti masjid membersihkan masjid, disinfektan, seperti dilakukan ini. Kalau tidak bisa dengan semprotan, maka dibersihkan dengan apa yang telah kita bagikan, dengan Wipol dan sebagainya, masjid-masjid itu di lantai. Ini memang tidak bisa buka karpetnya karena terpasang, mati. Tapi semua jamaahnya harus bawa sajadah sendiri. Setidak-tidaknya kain untuk tempat sujud. Supaya jangan, kalau pun ada, tidak terkena. Itu yang kita sampaikan. Dan itu insya Allah semua masjid akan melaksanakan. Itu juga nanti gereja hari Minggu. Karena itulah maka Presiden besok salatnya di masjid Istana. Insya Allah kita akan salat di sini setelah 12 Jumat kita tidak salat Jumat. Paling lama ini dalam hidup saya tidak salat Jumat. Kadang-kadang juga salat Jumat di rumah."
    Setelah menjelaskan hal itu, terdapat seorang wartawan yang bertanya tentang pengawasan terhadap pelaksanaan protokol kesehatan di setiap masjid. JK menjawab: "Coba lihat sebelah sana tuh. Itu apa di situ? Tempat cuci tangan kan? Berarti memenuhi syarat pintu ini. Tempat wudhu juga ada. Kemudian, nanti di pintu-pintu ada pengurus masjid, jaga masker. Kemudian, ukur suhu. Kemudian, jarak sudah diatur, tanda-tandanya. Jadi, memenuhi semua syarat."
    Terdapat pula wartawan yang kembali menanyakan, apabila pada 5 Juni PSBB DKI diperpanjang, apakah masjid tetap dibuka. Merespons pertanyaan itu, JK mengatakan: "Ya kalau tidak diperpanjang berarti masih ada bahaya. Jadi, syaratnya itu tidak diperpanjang. Sama dengan daerah lain. Daerah yang sudah aman, yang 120 itu, silakan. Tentu kita harapkan juga pengurus masjid melaporkan hal ini ke lurah masing-masing. Kan ada Menteri Agama minta itu ya, suruh mengajukan ke lurah masing-masing. Dan kami semua, Presiden, Gubernur sudah memperbolehkan."
    Terkait salat Jumat di zona merah, JK berkata, "Kalau zona merah, tentu sesuai pertimbangan wilayah masing-masing. Kalau lurah atau gugus tugasnya bilang bahaya, tentu silakan salat Jumat di tempat lain." Sementara cuplikan yang diunggah oleh akun Muhammad Usman dimulai pada menit 8:35 hingga wawancara berakhir.
    Dikutip dari Berisatu.com, DMI Pusat telah mengeluarkan surat edaran terkait pembukaan masjid untuk aktivitas ibadah, baik untuk ibadah wajib lima waktu maupun salat Jumat, khususnya dalam menyambut kenormalan baru. Menurut surat edaran itu, masjid hanya boleh menampung 40 persen jemaah dari kapasitas normal.
    "Karena ketentuan jaga jarak minimal satu meter, maka daya tampung masjid hanya 40 persen," kata Ketua DMI Jusuf Kalla pada 1 Juni 2020. Untuk memenuhi kebutuhan jemaah dan mempedomani tujuan syariat, salat Jumat juga bisa dilaksanakan di samping masjid, musala, dan tempat umum. Kemudian, bagi daerah yang padat penduduknya, salat Jumat bisa dilaksanakan dalam dua gelombang.
    Dilansir dari Kompas.com, pembukaan rumah ibadah di tengah pandemi Covid-19 juga telah diatur dalam Surat Edaran Menteri Agama Nomor 15 tahun 2020 tentang Panduan Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadah agar Terhindar dari Penyebaran Covid-19. Surat edaran ini mengatur prosedur operasional standar di rumah ibadah, antara lain jaga jarak, penyediaan tempat cuci tangan atau hand sanitizer, dan pengecekan suhu tubuh jemaah.
    Jemaah juga harus mengenakan masker dan tidak berlama-lama berada di rumah ibadah. Selain itu, pengurus rumah ibadah juga harus memastikan bahwa penyelenggaraan kegiatan ibadah di tempat ibadahnya aman dari Covid-19, berdasarkan fakta lapangan dan mengajukan surat keterangan aman dari gugus tugas setempat.
    Berdasarkan arsip berita Tempo pada 5 Juni 2020, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memang mengumumkan perpanjangan PSBB DKI Jakarta. Namun, PSBB yang disebut masa transisi menuju new normal ini melonggarkan berbagai kegiatan sosial dan ekonomi, termasuk pembukaan tempat ibadah.
    "Mulai 5 Juni kegiatan beribadah sudah bisa mulai dilakukan. Jadi masjid, musala, kemudian gereja, vihara, pura, kemudian kelenteng, semua sudah mulai bisa buka, tapi hanya untuk kegiatan rutin. Dan harus mengikuti prinsip-prinsip protokol kesehatan," ujar Anies pada 4 Juni 2020.
    Anies menyatakan bahwa masyarakat harus tetap menjaga jarak aman saat kegiatan di tempat ibadah. Jumlah orang dalam tempat ibadah juga tidak boleh lebih dari separuh kapasitas. Selain itu, kata dia, usai pelaksanaan ibadah, tempat ibadah harus disemprot dengan disinfektan.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Ketua Umum DMI Jusuf Kalla memperbolehkan salat Jumat secara berjamaah di masjid mulai 5 Juni 2020 sebagian benar. Pernyataan JK tersebut terkait dengan penerapan skenario tatanan hidup baru atau new normal di DKI Jakarta. Terkait salat Jumat di zona merah, JK mengatakan pelaksanaan salat Jumat di wilayah tersebut harus sesuai dengan pertimbangan kepala daerah atau gugus tugas di sana.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8118) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ramuan Herbal Bernama Mio Kopi Bisa Obati Covid-19?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 05/06/2020

    Berita


    Sebuah video yang berisi narasi bahwa seorang warga Lampung Selatan, Nyoman Subamio, menemukan obat Covid-19 yang bernama Mio Kopi beredar di WhatsApp. Menurut narasi dalam video yang berasal dari Radar TV Lampung ini, resep herbal itu bisa 100 persen mengobati penyakit yang disebabkan oleh virus Corona baru, SARS-CoV-2, tersebut.
    Berikut ini narasi dalam video tersebut:
    “Nyoman Subamio, seorang warga Lampung Selatan, mengaku menemukan obat Covid-19. Namanya adalah Mio Kopi. Sebuah resep herbal dengan komposisi manjur mampu menyembuhkan virus Corona, dan herbalis ini memastikan garansi kesembuhan 100 persen. Usaha Nyoman Subamio begitu keras untuk memastikan dan meyakinkan bahwa dirinya memiliki obat penyembuh Covid-19. Kepada sejumlah awak media, herbalis memiliki obat manjur untuk mengobati penderita Corona. Obatnya adalah Mio Kopi, sebuah racikan herbal rahasia dengan komposisi mengusir dan mencegah virus mematikan tersebut. Ia sudah berupaya menembus birokrasi, baik pemerintah pusat dan Provinsi Lampung, namun hanya dianggap sebagai angin lalu. Hebatnya, ia sudah menyurati Istana Presiden untuk membuktikan kehebatan obatnya ini. Ia berjanji, jika tidak sembuh, maka dirinya siap dijebloskan ke penjara.”
    Narasi itu disambung dengan penjelasan dari Subamio, yakni sebagai berikut:
    "Pak Presiden yang sangat saya hormati, saya yakin Pak Presiden mukjizat Mio Kopi bisa mengatasi Corona. Pak Presiden yang sangat saya hormati, nama saya Nyoman Subamio, viral di Lampung TV, 220 ribu lebih yang sudah menonton. Cuma, tidak ada respon sama sekali dari pejabat-pejabat yang ada di Lampung. Pak Presiden, mungkin saya orang pertama di dunia yang siap dan berani makan ludah orang yang kena infeksi Corona hanya untuk membuktikan kedahsyatan mukjizat Mio Kopi. Jika Bapak Presiden bersedia memberikan saya fasilitasi untuk dapat mengobati orang yang kena infeksi Corona, saya hanya butuh waktu tujuh hari saja Pak Presiden untuk membuktikan kedahsyatan mukjizat Mio Kopi ini. Dan Pak Presiden, saya jamin mukjizat Mio Kopi tanpa efek samping, 100 persen tanpa efek samping. Dan saya siap dipenjara jika ini tidak terbukti Pak Presiden."
    Gambar tangkapan layar video soal Mio Kopi yang beredar di WhatsApp.
    Apa benar ramuan herbal bernama Mio Kopi tersebut bisa mengobati Covid-19?

    Hasil Cek Fakta


    Dilansir dari video di kanal YouTube Lampung TV yang dipublikasikan pada 25 April 2020, ramuan herbal Mio Kopi yang dibuat oleh Nyoman Subamio tersebut terdiri dari daun kelor, bawang merah, dan Tolak Angin Sido Muncul. Untuk memverifikasi klaim itu, Tim CekFakta Tempo menelusuri berbagai penelitian tentang pengaruh daun kelor, bawang merah, dan Tolak Angin terhadap virus Corona Covid-19.
    Daun kelor
    Dilansir dari Kompas.com, peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Indonesia (UI) belum lama ini melakukan penelitian gabungan untuk mengetahui komponen dari bahan herbal yang bisa melawan infeksi virus Corona. Salah satu bahan alami yang diteliti adalah daun kelor.
    Menurut penelitian itu, senyawa-senyawa yang dianggap bermanfaat untuk menangkal virus Corona memang terkandung dalam daun yang memang sudah sering dijadikan obat herbal ini. Namun, penelitian ini masih dalam tahap awal sehingga diperlukan lebih banyak lagi riset untuk memastikan khasiat daun kelor terhadap penderita Covid-19.
    Menurut dokter sekaligus editor medis SehatQ, Karlina Lestari, masyarakat harus berhati-hati terhadap sejumlah klaim terkait tanaman herbal yang dianggap mampu mencegah Covid-19. Pasalnya, hingga saat ini, belum ada penelitian yang dengan jelas memaparkan bahwa obat herbal tertentu bisa menyembuhkan Covid-19.
    Lagipula, sejauh ini, obat-obat herbal yang diteliti terkait Covid-19 lebih bertujuan untuk melihat kemampuannya dalam meningkatkan sistem imun, bukan untuk benar-benar menyembuhkan. “Jangan percaya 100 persen dengan klaim tersebut karena penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan,” katanya. Ia menambahkan, cara mencegah Covid-19 yang paling benar saat ini adalah rajin mencuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir.
    Bawang merah
    Berdasarkan arsip berita Tempo pada 2 April 2020, bawang merah memang mengandung senyawa yang bisa meningkatkan kekebalan tubuh. Dilansir dari kantor berita Antara, peneliti dari Padang, Sumatera Barat, Rasmi R, juga menyatakan bahwa bawang merah memiliki kandungan antioksidan sehingga dapat melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas. Meskipun begitu, belum ada penelitian bahwa bawang merah bisa mengobati Covid-19.
    Pada Maret 2020 lalu, beredar narasi bahwa bawang merah yang telah dikupas bisa menyedot bakteri dan virus, termasuk virus Corona Covid-19. Menurut ahli biologi yang dikutip organisasi cek fakta Snopes, sangat tidak masuk akal bawang dapat menyedot virus flu. Sebab, virus membutuhkan inang yang hidup untuk bertahan hidup. Virus pun tidak dapat mendorong dirinya keluar dari tubuh inangnya dan melintasi sebuah ruangan.
    Office for Science and Society Universitas McGill di Quebec, Kanada, menyatakan hal serupa. Justru, menurut mereka, bawang merah tidak mudah terkontaminasi bakteri karena mengandung senyawa sulfur yang bersifat anti-bakteri. Meskipun begitu, tidak berarti bahwa bawang dapat melindungi seseorang dari flu yang disebabkan oleh virus.
    Mereka menuturkan mengupas bawang dapat memicu pelepasan enzim yang memulai reaksi kimia yang menghasilkan asam propenesulfenat, dan pada gilirannya menghasilkan asam sulfat. Asam sulfat inilah yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Selain itu, permukaan bawang yang dikupas relatif cepat mengering, sehingga mengurangi kelembaban yang dibutuhkan bakteri untuk berkembang biak.
    Sejauh ini, penggunaan bawang merah yang telah dikupas pun tidak tercantum dalam rekomendasi pencegahan untuk virus Corona Covid-19. Pencegahan terbaik menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah sering mencuci tangan, menutup mulut saat batuk dengan siku yang terlipat atau tisu, dan menjaga jarak setidaknya 1 meter dari orang yang batuk atau bersin.
    Tolak Angin
    Dilansir dari Detik.com, Direktur Sido Muncul, Irwan Hidayat, mengatakan bahwa khasiat Tolak Angin lebih pada meningkatkan daya tahan tubuh. Menurut dia, Tolak Angin telah lolos uji klinis fase pertama serta menjadi obat herbal terstandar.
    "Karena tolak angin ini sebenarnya secara resmi telah lolos uji klinis fase pertama dan terbukti dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Kalau Covid-19 ini kan obatnya belum ada. Jadi, masalahnya, kalau daya tahannya membaik, dia bisa memperbaiki dirinya sendiri," ujar Irwan.
    Berdasarkan arsip berita Tempo pada 30 April 2020, Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Zullies Ikawati meminta masyarakat lebih cermat dan bijaksana dalam memilih obat alternatif atau herbal untuk mencegah Covid-19. "Selama pandemi Covid-19, banyak bermunculan obat-obat alternatif yang diklaim bisa mengatasi virus ini," kata Zullies.
    Menurut dia, kemunculan sejumlah produk alternatif itu berawal dari keprihatinan atas belum adanya obat untuk Covid-19 yang benar-benar direkomendasikan. Kendati demikian, Zullies menyebut sebagian besar produk alternatif yang ada belum memiliki bukti ilmiah mampu mengatasi Covid-19.
    Meski ada bukti kesembuhan, dia menyebut hal tersebut berasal dari testimoni segelintir orang. Dengan demikian, masih sangat kurang untuk mendukung kemanjuran obat-obat tersebut. Apalagi, Covid-19 pada sebagian orang dengan kekebalan tubuh kuat tidak memberikan gejala dan bisa sembuh sendiri.
    Zullies mengapresiasi inovasi-inovasi obat baru untuk Covid-19 tersebut. Namun, inovasi itu harus tetap berada pada koridor ilmiah yang dapat ditelusuri dan dibuktikan. Kendati Indonesia kaya akan tanaman obat yang berpotensi mengatasi Covid-19, menurut dia, pengembangan obat baru dari herbal tetap harus mengikuti kaidah ilmiah yang berlaku.
    Menurut Zullies, ketika memilih obat-obat untuk mencegah atau mengatasi Covid-19, masyarakat bisa menggunakan obat-obat herbal yang telah terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Untuk memastikan produk-produk yang telah terdaftar di BPOM dan mendapat izin edar, masyarakat bisa mengaksesnya melalui situs resmi BPOM.
    "Kalau produk yang didaftar sebagai pangan, maka produk tersebut tidak bisa memiliki izin edar sebagai suplemen kesehatan atau bahkan obat pada saat yang sama. Jadi, jika ada produk pangan yang diklaim memiliki efek pengobatan, itu perlu dipertanyakan," katanya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, klaim bahwa ramuan herbal Mio Kopi bisa mengobati Covid-19 belum bisa dibuktikan. Ramuan ini terdiri dari daun kelor, bawang merah, dan Tolak Angin. Hingga kini, penelitian tentang khasiat daun kelor terhadap penderita Covid-19 masih berlangsung. Selain itu, belum ada penelitian bahwa bawang merah bisa mengobati Covid-19. Adapun khasiat Tolak Angin lebih pada meningkatkan daya tahan tubuh.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8117) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Video Demo Mahasiswa yang Tuntut Jokowi Mundur Saat Pandemi Covid-19?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 05/06/2020

    Berita


    Video yang memperlihatkan demo mahasiswa yang menuntut agar Presiden Joko Widodo atau Jokowi turun dari jabatannya viral di media sosial. Unjuk rasa dalam video yang berdurasi 1 menit 52 detik tersebut diklaim terjadi pada 2 Juni 2020 lalu.
    Dalam video itu, terlihat long march mahasiswa dengan jas almamater dari berbagai perguruan tinggi. Mereka meneriakkan kata-kata "Jokowi turun" secara berulang-ulang. Terlihat pula sebuah mobil komando serta spanduk bertuliskan "Kita tidak sedang bercanda".
    Di YouTube, video itu dibagikan salah satunya oleh kanal Suara Mambruk, yakni pada 2 Juni 2020. Video ini diberi judul "selasa 2 Juni 2020 Aksi mahasiswa tuntut Jokowi turun dari presiden". Hingga artikel ini dimuat, video tersebut telah ditonton lebih dari 29 ribu kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan kanal YouTube Suara Mambruk.
    Sementara di Facebook, di tanggal yang sama, video itu diunggah oleh akun Kustini Sastromihardjo. Video tersebut diberi narasi, "JAKARTA-INDONESIA, terkini yel-yel Mahasiswa #JkwiTurun". Hingga artikel ini dimuat, unggahan ini telah dibagikan lebih dari 3.200 kali.
    Apa benar video tersebut adalah video demo mahasiswa yang tuntut Presiden Jokowi mundur dari jabatannya saat pandemi Covid-19?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula mengambil gambar tangkapan layar video itu dan menelusurinya dengan reverse image tool Yandex. Hasilnya, ditemukan bahwa video tersebut pernah diunggah oleh akun Twitter @Semut_Ibrahim_ pada 25 September 2019, sebelum terjadinya pandemi Covid-19.
    Akun ini memberikan narasi, "25/9/19 Update siang ini #AksiMahasiswa gabungan di #Jakarta mereka meneriakkan yel..yel.. #jokowiturun." Namun, akun itu kemudian meralat lokasi digelarnya aksi mahasiswa tersebut, "Ralat ini di #Palembang..."
    Berdasarkan petunjuk ini, Tempo melakukan pencarian di Google dengan kata kunci "video aksi mahasiswa Palembang 25 September 2019". Hasilnya, ditemukan penjelasan dari akun Twitter Polda DIY, @PoldaJogja, pada 4 Juni 2020 bahwa narasi yang menyertai video tersebut hoaks.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Twitter Polda DIY.
    "Faktanya video tersebut merupakan aksi mahasiswa di Palembang, Sumatera Selatan yang diposting dalam platform media sosial Facebook dengan nama Singa Marota Ibra pada 25 September 2019. Be Smart Netizen Yaa Sobat Polri. Saring Sebelum Sharing," demikian keterangan Polda DIY.
    Di Facebook, Divisi Humas Polri juga mengunggah penjelasan yang sama. Menurut Divisi Humas Polri, judul video di kanal YouTube Suara Mambruk tidak benar. Divisi Humas Polri pun membagikan kembali video demo mahasiswa di Palembang itu dengan dibubuhi stempel "hoax".
    Berdasarkan penelusuran lokasi di Google Maps, Tempo menemukan bahwa video tersebut diambil dari depan Gedung Perjuangan Wanita Sumatera Selatan. Gedung ini berada di Jalan Kapten A. Rivai, Palembang. Hal tersebut terlihat dari tiang besi stasiun LRT Palembang yang bercat biru serta pagar Gedung Perjuangan Wanita yang bercat merah-putih. Tiang dan pagar ini sempat terlihat dalam video unggahan kanal Suara Mambruk maupun akun Kustini Sastromihardjo.
    Gambar tangkapan layar lokasi Gedung Perjuangan Wanita Sumatera Selatan di Google Maps.
    Demo mahasiswa di Palembang
    Pada 24 September 2019, mahasiswa di berbagai daerah memang serentak menggelar demonstrasi yang menuntut pembatalan sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) bermasalah. Menurut arsip berita Tempo pada 25 September 2019, selain di Jakarta, unjuk rasa juga digelar di Makassar, Jambi, Palembang, Medan, Bandung, dan sebagainya.
    Dilansir dari Tirto.id, para mahasiswa tersebut menolak revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), RUU Agraria, dan RUU Ketenagarkejaan. Mereka juga menyuarakan tentang kriminalisasi terhadap para aktivis.
    Dikutip dari CNN Indonesia, ribuan mahasiswa dari berbagai kampus di Palembang yang turun ke jalan ini mengatasnamakan dirinya "Sumsel Melawan". Mereka melakukan long march sejauh 3 kilometer, yakni dari Kambang Iwak Jalan Tasik menuju Gedung DPRD Sumatera Selatan di Jalan Pom IX. Aksi ini bertepatan dengan pelantikan Anggota DPRD Sumsel 2019-2024.
    Namun, dilansir dari Kompas.com, demo mahasiswa di Palembang ini diwarnai kericuhan. Bentrokan antara polisi dan mahasiswa terjadi saat unjuk rasa berlangsung. Kericuhan ini mengakibatkan 28 mahasiswa terluka. Para mahasiswa tersebut berasal dari Universitas Sriwijaya, Universitas PGRI, Universitas Muhammadiyah, Universitas Islam Negeri Raden Fatah, dan sebagainya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas adalah video demo mahasiswa yang tuntut Presiden Jokowi mundur dari jabatannya saat pandemi Covid-19 menyesatkan. Video itu merupakan video demo mahasiswa di Palembang pada September 2019, sebelum adanya pandemi Covid-19. Pada 24 September 2019, mahasiswa di berbagai daerah memang serentak menggelar unjuk rasa yang menuntut pembatalan sejumlah RUU bermasalah.
    IBRAHIM ARSYAD
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8116) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Parahnya Kasus Covid-19 di Surabaya adalah Konspirasi Elite Global?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 04/06/2020

    Berita


    Akun Facebook Fadilah Firmansyah mengunggah gambar tangkapan layar sebuah percakapan di WhatsApp yang berisi narasi bahwa parahnya kasus virus Corona Covid-19 di Surabaya hanyalah konspirasi elite global. Gambar tangkapan layar ini dibagikan pada 1 Juni 2020.
    Narasi itu bermula dari pertanyaan tentang tingkat keparahan kasus Covid-19 di Surabaya. Namun, pertanyaan itu dibalas dengan jawaban bahwa seluruh beritatentang kasus Covid-19 di Surabaya tidak berdasarkan fakta, hanya bertujuan menakuti warga.
    Kemudian, terdapat narasi yang mengaitkan kasus Covid-19 di Surabaya adalah hasil konspirasi. "Bodohnya masyarakat +62 mah gitu. Kaga tahu yg asli tapi udah pada nyebarin." Saat ditanya sumber dari informasi tersebut, ia menjawab, "Baca teori konspirasi."
    Akun Fadilah Firmansyah pun memberikan narasi berupa pertanyaan terhadap klaim dalam gambar tangkapan layar itu, “Ya ampun hyungg... Apa bener covid-19 di surabaya hanya sebuah konspirasi elit global?” Hingga artikel ini dimuat, unggahan ini telah dibagikan lebih dari 100 kali.
    Unggahan tersebut beredar di tengah meningkatnya jumlah kasus Covid-19 di Surabaya. Per 3 Juni 2020, kasus positif Covid-19 di Surabaya telah mencapai 2.803 orang. Kasus Covid-19 di Surabaya ini tertinggi dibandingkan kabupaten atau kota lainnya di Jawa Timur.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Fadilah Firmansyah.
    Apa benar parahnya kasus virus Corona Covid-19 di Surabaya adalah konspirasi elite global?

    Hasil Cek Fakta


    Sejak 1 Mei 2020, seperti dikutip dari Reuters, jumlah kasus Covid-19 di Jawa Timur memang meningkat lebih dari 300 persen, menjadi 4.313 orang per 28 Mei 2020. Sementara itu, kenaikan kasus Covid-19 di Jakarta dalam periode yang sama hanya sekitar 60 persen, menjadi 7.001 orang per 28 Mei 2020. Sebagian besar kasus Covid-19 di Jawa Timur ini berpusat di Surabaya.
    Meskipun begitu, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa melonjaknya kasus Covid-19 di Surabaya hanyalah konspirasi elite global. Berikut ini analisis dari beberapa sumber terkait lonjakan kasus di Surabaya:
    - Masifnya tes
    Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo, mengatakan tingginya lonjakan kasus Covid-19 di Jawa Timur disebabkan oleh masifnya pemeriksaan yang dilakukan oleh kepala daerah setempat. "Keberhasilan testing ini sangat menentukan dalam mengurangi dan memutus rantai Covid-19," ujar Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana tersebut.
    Sumber: Kumparan.com
    - Mobilitas di bandara
    Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur menyatakan lonjakan kasus infeksi virus Corona Covid-19 di daerahnya terjadi karena faktor mobilitas tinggi di Bandara Internasional Juanda, Surabaya. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Ketua Rumpun Kuratif, Joni Wahyuhadi, jumlah penerbangan di Bandara Juanda, baik tiba maupun berangkat, menunjukkan grafik yang terus meningkat setiap hari.
    "Grafiknya naik terus dari ke hari. Kita lihat yang datang dan yang berangkat juga tambah. Ini data dari Juanda. Per hari ada 1.400-1.500, walaupun sudah dilakukan screening, tapi ini juga bagian dari itu," katanya. Sebaliknya, data mobilitas kendaraan darat yang keluar-masuk Surabaya relatif stabil dan tidak menunjukkan kenaikan signifikan.
    Sumber: CNN Indonesia
    - Transmisi lokal
    Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, menyatakan penularan secara lokal atau transmisi lokal di Surabaya menyumbang lonjakan kasus tertinggi pada 21 Mei 2020. Saat itu, terjadi penambahan kasus Covid-19 secara nasional hingga 973 orang. Dari angka tersebut, Jawa Timur menyumbang 502 orang.
    Menurut Yuri, hasil tes yang disampaikan ketika itu merupakan hasil infeksi virus Corona Covid-19 yang terjadi sepekan sebelumnya. "Penambahan kasus yang tinggi bisa disebabkan banyak faktor. Selain kapasitas tes kita yang naik, juga karena masih ada masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan," ujar Yuri.
    Sumber: Republika.co.id
    - PSBB tidak berjalan
    Surabaya mulai menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada 28 April 2020 dan telah diperpanjang hingga dua kali. PSBB fase ketiga akan berakhir pada 8 Juni mendatang. Namun, ahli epidemiologi Universitas Airlangga, Windhu Purnomo, menilai PSBB sejak awal tidak berjalan sesuai harapan. Hingga kini, kondisi Surabaya belum bisa dikategorikan aman.
    "Penyebabnya, kenapa masih belum aman, adalah perilaku masyarakat karena pemerintah tidak melakukan kontrol yang ketat. Tidak adasweepingdi jalanan di Surabaya, hanya dicheckpoint di batas kota. Katanya dulu ada jam malam, tapi masih biasa, setelah jam 9 tetap ramai. Ya sudahlah, sekarang ini seperti tidak ada PSBB, sudah," kata Windhu pada 3 Juli 2020.
    Aditya Janottama, dokter di rumah sakit rujukan di Surabaya, menyayangkan masih banyak anggota masyarakat yang meremehkan bahaya pandemi Covid-19. "Tidak ada edukasi yang ngena ke masyarakat. Mungkin perlu dipikirkan edukasi dengan bahasa lokal, misalnya logat Jawa Surabayan," katanya. Ia berharap ada kerja sama dari seluruh pihak untuk menangani pandemi ini.
    Sumber: BBC
    Munculnya teori konspirasi elite global
    Narasi bahwa Covid-19 adalah hasil konspirasi elite global menjadi narasi yang cukup sering beredar di tengah pandemi ini. Peneliti di Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Rizalinda Syahril, mengatakan tuduhan itu belum didukung dengan bukti yang nyata. "Saya dan kolega saya setuju bahwa belum ada bukti nyata yang mendukung teori konspirasi ini. Ada beberapa video dan narasi yang menyebar melalui WhatsApp. Ini mungkin terjadi, tapi kami tidak memiliki bukti," kata Rizalinda pada 28 Mei 2020 dalam sebuah diskusi onlineterkait Covid-19.
    Rizalinda menuturkan, secara alami, virus penyebab Covid-19, SARS CoV-2, kemungkinan mengalami evolusi. Sehingga, jika virus ini bisa bertahan melawan seleksi alam, justru akan menimbulkan penyakit. Virus Corona sudah dikenal sejak 1965. Saat itu, virus ini menginfeksi mamalia dan burung, lalu memunculkan gejala enteritis pada sapi dan babi. Virus lalu menyebabkan infeksi saluran napas atas pada ayam dan manusia. "Virus menyebar ke berbagai wilayah, Amerika, Eropa, karena transmisinya tidak dihentikan, akhirnya mengenai banyak daerah," kata Rizalinda.
    Dari sisi karakteristik, SARS CoV-2 memiliki kecepatan transmisi 2-3,5. Artinya, sebanyak 2-4 orang bakal sakit akibat satu orang yang terinfeksi dengan sifat super spreader yang mudah sekali menular. "Virus juga super shedder. Ketika ada virus di tubuh seseorang, virus dikeluarkan dari saluran napas atau lainnya sekali pun tanpa gejala. Sebesar 12,6 persen penularan terjadi sebelum adanya gejala pada pasien sumber. Sekitar 2-3 hari, orang sudah bisa sakit sejak bertemu orang sumber infeksi," ujarnya.
    Menurut artikel di Nature pada 17 Maret 2020, penelitian terhadap struktur genetik SARS-CoV-2 juga menunjukkan bahwa tidak ada manipulasi Covid-19 di laboratorium. Para ilmuwan memiliki dua penjelasan tentang asal-usul virus tersebut, yakni seleksi alam pada inang hewan atau seleksi alam pada manusia setelah virus melompat dari hewan. "Analisis kami dengan jelas menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 bukan hasil konstruksi laboratorium atau virus yang dimanipulasi secara sengaja."

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa parahnya kasus Covid-19 di Surabaya hanyalah konspirasi elite global, keliru. Menurut sejumlah ahli dan pejabat Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, terdapat empat faktor yang menyebabkan kasus Covid-19 di Surabaya melonjak, antara lain semakin masifnya tes, besarnya mobilitas penumpang di Bandara Internasional Juanda, transmisi lokal, dan tidak berjalannya PSBB sesuai harapan. Selain itu, penelitian menyatakan bahwa virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, bukanlah hasil manipulasi laboratorium.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan